Anda di halaman 1dari 6

SMK PRISMA DEPOK

2023
Kerajaan Pajajaran

Disusun oleh :

1. Arfan Ridho
2. Rizky ramadhan (MANAJER)
3. Gusti Aprijal
4. Sultan Zaidan
5. Zakka .A
6. Alfa Ridho
7. Arkan
1. BERDIRINYA KERAJAAN PAJAJARAN
Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan yang bercorak Hindu yang diperkirakan berpusat di
Pakuan (Bogor sekarang), Jawa Barat. Dalam naskah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering
pula disebut dengan Negeri Sunda, Pasundan, atau Pakuan Pajajaran. Menurut Prasasti
Sanghyang Tapak, Kerajaan Pajajaran didirikan oleh Sri Jayabhupati pada 923 M. Kerajaan ini
berhasil mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau
Prabu Siliwangi (1482-1521 M). Di bawah kekuasaan Prabu Siliwangi atau Ratu Jayadewata,
kerajaan dalam keadaan teratur dan tenteram. Prabu Siliwangi juga mencurahkan perhatian pada
pembinaan agama, pembuatan parit pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan,
dan menyusun formasi tempur di darat, tetapi angkatan lautnya terbilang lemah. Kerajaan
Pajajaran kemudian runtuh pada 1597 M setelah diserang oleh Kesultanan Banten. Jejak
Kerajaan Pajajaran dapat diketahui dari berbagai sumber sejarah, seperti naskah kuno (Babad
Padjajaran, Carita Parahyangan, dan Carita Waruga Guru) dan prasasti (Prasasti Batu Tulis,
Prasasti Sanghyang Tapak, dan Prasasti Kawali). Kerajaan Pajajaran tidak dapat terlepas dari
kerajaan-kerajaan pendahulunya, seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda dan Galuh,
serta Kawali. Hal ini disebabkan pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari
kerajaan-kerajaan tersebut. Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Raja Sri Jayabhupati mendirikan
sebuah kerajaan pada 923 M di Pakuan Pajajaran. Setelah Sri Jayabhupati, takhta jatuh ke tangan
Rahyang Niskala Wastu Kancana dengan pusat kerajaan berada di Kawali. Pada 1475, kerajaan
dipecah dua, yaitu Kerajaan Sunda yang diperintah Susuktunggal dan Kerajaan Galuh yang
dipimpin Dewa Niskala.

Pada 1478, kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V), raja Majapahit, juga memengaruhi
jalan sejarah di Jawa Barat. Kerabat keraton Majapahit pun mengungsi hingga sampai di Kawali.
Salah satunya adalah Raden Baribin, yang diterima dengan baik oleh Prabu Dewa Niskala dan
dijadikan menantunya. Selain itu, Prabu Dewa Niskala juga menikahi salah seorang pengungsi
yang telah bertunangan. Dengan pernikahan tersebut, Prabu Dewa Niskala telah melanggar dua
peraturan, yaitu larangan pernikahan dengan kerabat Majapahit setelah Perang Bubat dan
menikahi perempuan yang telah bertunangan. Hal ini membuat Susuktunggal mengancam
memutuskan hubungan dengan Kawali. Konflik tersebut akhirnya diselesaikan dengan cara
kedua raja yang berselisih sama-sama mengundurkan diri. Prabu Dewa Niskala menyerahkan
takhta Galuh kepada putranya, Ratu Jayadewata. Begitu pula Susuktunggal, yang menyerahkan
kekuasaan Sunda kepada Ratu Jayadewata, menantunya. Pada 1428, Sri Baduga Maharaja atau
Prabu Siliwangi atau Ratu Jayadewata dinobatkan dua kali untuk menerima takhta Kerajaan
Sunda dan Kerajaan Galuh. Periode terakhir Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu ini kemudian
dikenal

sebagai periode Kerajaan Pajajaran dengan pusat pemerintahan kembali ke Pakuan Pajajaran.
MASA KEJAYAAN KERAJAAN PAJAJARAN

Masa Keemasan Kerajaan Pajajaran dapat dicapai pada masa pemerintahan Sri Baduga
Maharaja atau Prabu Siliwangi yang memerintah antara 1482-1521 M. Pada masa
pemerintahannya, kerajaan dalam keadaan teratur dan tenteram. Tindakan pertama yang diambil
setelah resmi menjadi raja adalah membebaskan penduduknya dari empat macam pajak. Ketika
memerintah, Prabu Siliwangi dikenal sebagai pemimpin yang memegang teguh asas kesetaraan
dalam kehidupan sosial. Prabu Siliwangi sempat tidak senang dengan hubungan Cirebon-Demak
yang terlalu akrab, tetapi perselisihan mereka tidak berkembang ke arah ketegangan. Menurut
sumber Portugis, Kerajaan Pajajaran diperkirakan memiliki 100.000 prajurit dan 40 ekor pasukan
gajah. Prabu Siliwangi begitu mencurahkan perhatian pada pembinaan agama, pembuatan parit
pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan,

Kerajaan Pajajaran runtuh pada 1579 akibat serangan dari kerajaan Sunda lainnya, yaitu
Kesultanan Banten. Berakhirnya Pajajaran ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman
Sriwacana (singgasana raja), dari Pakuan ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf.
Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu diboyong karena tradisi politik agar di Pakuan tidak
mungkin lagi dinobatkan raja baru. Hal ini juga menandai bahwa Maulana Yusuf adalah penerus
kekuasaan Pajajaran yang sah karena buyut perempuannya adalah putri Sri Baduga Maharaja.
Setelah Pajajaran runtuh, diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan
keraton lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menetapkan tata cara kehidupan lama yang ketat
dan sekarang dikenal sebagai orang Baduy.

2. KONDISI SOSIAL PADA MASA KERAJAAN PAJAJARAN


Berdasarkan berita yang diperoleh dari bangsa Portugis, kehidupan ekonomi masyarakat di
Kerajaan Sunda dapat digambarkan. Menurut berita tersebut, ibu kota Kerajaan Sunda terletak di
pedalaman, sejauh dua perjalanan dari pesisir pantai utara. Para pedagang dari kerajaan Sunda
sudah mampu melakukan transaksi perdagangan dengan pedagang asing dari kerajaan-kerajaan
lain, seperti Malaka, Sumatra, Jawa Tengah dan Timur, Makassar. Kegiatan perdagangan
antarpulau itu didukung oleh pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda yaitu Kelapa,
Banten, Pontang, Cigede. Dengan demikian, kegiatan perekonomian pada sektor perdagangan di
Kerajaan Sunda cukup maju.

Komoditas yang diperdagangkan antara lain: lada, beras, hewan ternak, sayuran, buah-
buahan. Untuk mendukung dan kelancaran perdagangan dari pesisir ke pedalaman, maka
dibangunlah jalan yang baik. Selain sektor perdagangan, Kerajaan Sunda pun mengembangkan
sektor pertanian yaitu berladang. Watak masyarakat Sunda yang senang berpindah-pindah
terlihat dari kegiatan berladang mereka. Tidak heran jika ibu kota Kerajaan Sunda sering
berpindah-pindah, hal itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan masyarakatnya yang senang
berpindah-pindah. Berdasarkan naskah Sahyang Siksakanda ng Karesian, susunan masyarakat
terbagi ke dalam berbagai kelompok ekonomi yaitu: pandai besi, pahuma, penggembala,
pemungut pajak, mantri, bhayangkara dan prajurit, kelompok rohani dan cendkiawan, maling,
begal, dan copet.

3. KONDISI BUDAYA PADA MASA KERAJAAN PAJAJARAN


Pada masa kekuasaan raja-raja Sunda, kehidupan sosial ekonomi masyarakat cukup
mendapatkan perhatian. Meskipun pusat kekuasan Kerajaan Sunda berada di pedalaman, namun
hubungan dagang dengan daerah atau bangsa lain berjalan baik. Kerajaan Sunda memiliki
pelabuhanpelabuhan penting, seperti Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Sunda kelapa, dan
Cimanuk. Di kota-kota pelabuhan tersebut diperdagangkan lada, beras, sayur-sayuran, buah-
buahan, dan hewan piaraan. Di samping kegiatan perdagangan, pertanian merupakan kegiatan
mayoritas rakyat Sunda. Berdasarkan kitab Carita Parahyangan dapat diketahui bahwa kehidupan
ekonomi masyarakat Kerajaan Sunda umumnya bertani, khususnya berladang (berhuma).
Misalnya, pahuma (paladang), panggerek (pemburu), dan penyadap. Ketiganya merupakan jenis
pekerjaan di ladang. Aktivitas berladang memiliki ciri kehidupan selalu berpindahpindah. Hal ini
menjadi salah satu bagian dari tradisi sosial Kerajaan Sunda yang dibuktikan dengan sering
pindahnya pusat Kerajaan Sunda.

4. KONDISI POLITIK PADA MASA KERAJAAN PAJAJARAN


.

Sena adalah anak Mandiminyak dari hasil hubungan gelap dengan Pwah Rababu, istri Rahyang
Sempakwaja yang merupakan kakak sulung Mandiminyak, sebagai Raja Galuh. Diduga karena
raja Akibat sumber-sumber sejarah yang sangat terbatas, aspek kehidupan politik tentang
Kerajaan Sunda/Pajajaran hanya sedikit saja yang diketahui. Aspek kehidupan politik yang
diketahui terbatas pada perpindahan pusat pemerintahan dan pergantian takhta raja. Secara
berurutan pusat-pusat kerajaan itu adalah Galuh, Prahajyan Sunda, Kawali, dan Pakwan
Pajajaran.

 Kerajaan Galuh

Sejarah di Jawa Barat setelah Tarumanegara tidak banyak diketahui. Kegelapan itu sedikit
tersingkap oleh Prasasti Canggal yang ditemukan di Gunung Wukir, Jawa Tengah berangka
tahun 732 M. Prasasti Canggal dibuat oleh Sanjaya sebagai tanda kebesaran dan
kemenangannya. Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Sanjaya adalah anak Sanaha, saudara
perempuan Raja Sanna. Dalam kitab Carita Parahyangan juga disebutkan nama Sanjaya.
Menurut versi kitab Carita Parahyangan, Sanjaya adalah anak Raja Sena yang berkuasa di
Kerajaan Galuhtidak mempunyai putra mahkota, setelah Mandiminyak mangkat, Sena diangkat
menjadi raja. Raja Sena berkuasa selama tujuh tahun. Suatu ketika Raja Sena diserang oleh
Rahyang Purbasora (saudara seibu) dan mengalami kekalahan. Akibatnya, Raja Sena diasingkan
ke Gunung Merapi beserta keluarganya. Di sinilah anaknya lahir dan diberi nama Sanjaya.
Setelah dewasa, Sanjaya mencari perlindungan kepada saudara tua ayahnya di Denuh. Akhirnya,
Sanjaya berhasil mengalahkan Purbasora, kemudian naik takhta di Kerajaan Galuh.

 Pusat Kerajaan Prahajyan Sunda

Nama Sunda muncul lagi pada Prasasti Sahyang Tapak yang ditemukan di Pancalikan dan
Bantarmuncang daerah Cibadak, Sukabumi. Prasasti itu berangka tahun 952 Saka (1030 M),
berbahasa Jawa Kuno dengan huruf Kawi. Nama tokoh yang disebut adalah Maharaja Sri
Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabhuwanaman-daleswaranindita Haro
Gowardhana Wikramottunggadewa, sedangkan daerah kekuasaannya disebut Prahajyan Sunda.
Prasasti Sanghyang Tapak, antara lain menyebutkan bahwa pada tahun 1030 Jayabhupati
membuat daerah larangan di sebelah timur Sanghyang Tapak. Daerah larangan itu berupa
sebagian sungai yang siapa pun dilarang mandi dan menangkap ikan di dalamnya. Siapa pun
yang melanggar larangan  akan terkena kutukan yang mengerikan, misalnya akan terbelah
kepalanya, terminum darahnya, atau terpotong-potong ususnya.

5. PENINGGALAN BUDAYA
 Prasasti Cikapundung
 Prasasti Pasir Datar
 Prasasti Huludayeuh
 Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis
 Prasasti Kebon Kopi MIX
 Prasasti Ulubelu
3 PERTANYAAN PADJADJARAN

Anda mungkin juga menyukai