Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH IPS

KERAJAAN SUNDA DAN KERAJAAN BALI

Oleh :

1. Diko sidik paninga


2. Bagus pasetyo
3. Dion eprian
4. Sri sulis stiawati
5. Muhamad faisal

Sma negeri 1 lempuing


2017
KerAJAAN SUNDA
A. LATAR BELAKANG KERAJAAN SUNDA

Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang terletak di bagian Barat pulau Jawa
(provinsi Banten, Jakarta, dan Jawa Barat sekarang), antara tahun 932 dan 1579 Masehi.
Berdasarkan sumber sejarah berupa prasasti dan naskah-naskah berbahasa Sunda Kuno
KERAJAAN SUNDA

dikatakan bahwa pusat kerajaan Sunda telah mengalami beberapa perpindahan.


Kerajaan Sunda (669–1579 M), menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan yang
berdiri menggantikan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Sunda didirikan oleh Tarusbawa
pada tahun 591 Caka Sunda (669 M). Menurut sumber sejarah primer yang berasal dari abad
ke-16, kerajaan ini merupakan suatu kerajaan yang meliputi wilayah yang sekarang menjadi
Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan
Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci
agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada
Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627), batas Kerajaan Sunda
di sebelah timur adalah Ci Pamali (“Sungai Pamali”, sekarang disebut sebagai Kali Brebes)
dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.
Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental (1513 – 1515),
menyebutkan batas wilayah Kerajaan Sunda di sebelah timur sebagai berikut: “Sementara
orang menegaskan bahwa kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang
lainnya berkata bahwa Kerajaan Sunda mencakup sepertiga Pulau Jawa ditambah
seperdelapannya lagi. Katanya, keliling Pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Ci
Manuk.”
Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang
saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan
Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat Sunda

1. Sejarah
Sebelum berdiri sebagai kerajaan yang mandiri, Sunda merupakan bawahan
Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman
Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (memerintah hanya selama tiga tahun, 666–669
M), menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari Ganggasari, beliau memiliki
dua anak, yang keduanya perempuan. Déwi Manasih, putri sulungnya, menikah dengan
Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang kedua, Sobakancana, menikah dengan Dapuntahyang
Sri Janayasa, yang selanjutnya mendirikan kerajaan Sriwijaya.
Setelah Linggawarman meninggal, kekuasaan Tarumanagara turun kepada
menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612–702)
memberontak, melepaskan diri dari Tarumanagara, serta mendirikan Kerajaan Galuh yang
mandiri. Tarusbawa juga menginginkan melanjutkan kerajaan Tarumanagara, dan selanjutnya
memindahkan kekuasaannya ke Sunda, di hulu sungai Cipakancilan dimana di daerah
tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini.
Sedangkan Tarumanagara diubah menjadi bawahannya. Beliau dinobatkan sebagai raja
Sunda pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669
M). Sunda dan Galuh ini berbatasan, dengan batas kerajaanya yaitu sungai Citarum (Sunda di
sebelah barat, Galuh di sebelah timur).
Menurut Kitab Carita Parahyangan, Ibukota kerajaan Sunda mula-mula di Galuh,
kemudian menurut Prasasti Sanghyang Tapak yang ditemukan di tepi sungai Cicatih, Cibadak
Sukabumi, Isi dari prasasti itu tentang pembuatan daerah terlarang di sungai itu yang ditandai
dengan batu besar di bagian hulu dan hilirnya. Oleh Raja Sri Jayabhupati, penguasa kerajaan
Sunda. Di daerah larangan itu orang tidak boleh menangkap ikan dan hewan yang hidup di
sungai itu. Tujuannya mungkin untuk menjaga kelestarian lingkungan (agar ikan dan lain-
lainnya tidak punah) siapa yang berani melanggar larangan itu, ia akan dikutuk oleh dewa-
dewa. Kerajaan Sunda beribu kota di Parahyangan Sunda.

2. WILAYAH KEKUASAAN

Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda
yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di Pulau Jawa dan Bali pada awal abad
ke-16, (yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak
tahun 1627), batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali ("Sungai Pamali",
sekarang disebut sebagai Kali Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di
Provinsi Jawa Tengah. Menurut Naskah Wangsakerta, wilayah Kerajaan Sunda mencakup
juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung melalui pernikahan antara keluarga
Kerajaan Sunda dan Lampung. Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh
Selat Sunda.

3. HISTORIOGRAFI
a. Prasasti Kawali di Kabuyutan Astana Gedé, Kawali, Ciamis.

Sapeninggal Prabu Bunisora, kekuasaan kembali lagi ke putra Linggabuana,


Niskalawastukancana, yang kemudian memimpin selama 104 tahun (1371-1475).
Dari isteri pertama, Nay Ratna Sarkati, ia mempunyai putera Sang Haliwungan (Prabu
Susuktunggal), yang diberi kekuasaan bawahan di daerah sebelah barat Citarum
(daerah asal Sunda). Prabu Susuktunggal yang berkuasa dari Pakuan Pajajaran,
membangun pusat pemerintahan ini dengan mendirikan keraton Sri Bima Punta
Narayana Madura Suradipati. Pemerintahannya terbilang lama (1382-1482), sebab
sudah dimulai saat ayahnya masih berkuasa di daerah timur. Dari Nay Ratna
Mayangsari, istrinya yang kedua, ia mempunyai putera Ningratkancana (Prabu
Déwaniskala), yang meneruskan kekuasaan ayahnya di daerah Galuh (1475-1482).
Susuktunggal dan Ningratkancana menyatukan ahli warisnya dengan menikahkan
Jayadéwata (putra Ningratkancana) dengan Ambetkasih (putra Susuktunggal). Tahun
1482, kekuasaan Sunda dan Galuh disatukan lagi oleh Jayadéwata, yang bergelar Sri
Baduga Maharaja. Sapeninggal Jayadéwata, kekuasaan Sunda-Galuh turun ke
putranya, Prabu Surawisésa (1521-1535), kemudian Prabu Déwatabuanawisésa
(1535-1543), Prabu Sakti (1543-1551), Prabu Nilakéndra (1551-1567), serta Prabu
Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579). Prabu Suryakancana ini
merupakan pemimpin kerajaan Sunda-Galuh yang terakhir, sebab setelah beberapa
kali diserang oleh pasukan Maulana Yusuf dari Kesultanan Banten, mengakibatkan
kekuasaan Prabu Surya Kancana dan Kerajaan Pajajaran runtuh.

b. Padrão Sunda Kalapa

Padrão Sunda Kalapa (1522), sebuah pilar batu untuk memperingati perjanjian
Sunda-Portugis, Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Rujukan awal nama Sunda
sebagai sebuah kerajaan tertulis dalam Prasasti Kebon Kopi II tahun 458 Saka (536
Masehi) . Prasasti itu ditulis dalam aksara Kawi, namun, bahasa yang digunakan
adalah bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini terjemahannya sebagai berikut: Batu
peringatan ini adalah ucapan Rakryan Juru Pangambat, pada tahun 458 Saka, bahwa
tatanan pemerintah dikembalikan kepada kekuasaan raja Sunda. Beberapa orang
berpendapat bahwa tahun prasasti tersebut harus dibaca sebagai 854 Saka (932
Masehi) karena tidak mungkin Kerajaan Sunda telah ada pada tahun 536 AD, di era
Kerajaan Tarumanagara (358-669 AD ).

c. Prasasti Sanghyang Tapak

Terdiri dari 40 baris yang ditulis pada 4 buah batu. Empat batu ini ditemukan
di tepi sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi. Prasasti-prasasti tersebut ditulis dalam
bahasa Kawi. Tanggal prasasti ini diperkirakan 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka
Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun (952-964)
saka (1030 - 1042AD). Sekarang keempat prasasti tersebut disimpan di Museum
Nasional Jakarta, dengan kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97 dan D 98. Isi prasasti
(menurut Pleyte): Perdamaian dan kesejahteraan. Pada tahun Saka 952 (1030 M),
bulan Kartika pada hari 12 pada bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama,
wuku Tambir. Hari ini adalah hari ketika raja Sunda Maharaja Sri Jayabupati
Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro
Gowardhana Wikramattunggadewa, membuat tanda pada bagian timur Sanghiyang
Tapak ini. Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja Sunda. Dan tidak ada seorang pun yang
diperbolehkan untuk melanggar aturan ini. Dalam bagian sungai dilarang menangkap
ikan, di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan
Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Jadi tulisan ini dibuat, ditegakkan
dengan sumpah. Siapa pun yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh makhluk
halus, mati dengan cara mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, usus
dihancurkan, dan dada dibelah dua.

d. Prasasti Batutulis

Keterangan tentang Raja Sri Baduga dapat kita jumpai dalam prasasti
Batutulis yang ditemukan di Bogor. Ia adalah putra dari Ningrat Kancana. Sri
Baduga merupakan raja yang besar. Ia membuat sebuah telaga yang diberi nama
Telaga Rena Mahawijaya. Ia memerintahkan membangun parit di sekeliling
ibukota kerajaannya yang bernama Pakwan Pajajaran. Raja Sri Baduga
memerintah berdasarkan kitab hukum yang berlaku saat itu sehingga kerajaan
menjadi aman dan tenteram.

e. AGAMA DAN BUDAYA

Agama dan budaya yang berkembang di kerajaan Sunda sangat identik


dengan kebudayaan hindu. Pengaruh hindu ini rupanya cukup kuat, sehingga di
dalam naskah sawakandarma yang juga disebut serat dewabuda yang berasal dari
tahun 1357 kasa atau 1435 M, masih kita temukan nama-nama para dewa agama
hindu seperti Brahma, Wisnu, dan lain-lain. Sementara hasil kebudayaan yang
berkembang pada masa itu diantaranya seni sastra, lukis, ukir, gamelan, dan
sebagainya.

B. Pemerintahan Kerajaan Sunda

Di bawah ini deretan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut
naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa dalam tahun Masehi)

 Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 – 723)


 Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 – 732)
 Tamperan Barmawijaya (732 – 739)
 Rakeyan Banga (739 – 766)
 Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 – 783)
 Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 – 795)
 Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 – 819)
 Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 – 891)
 Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 – 895)
 Windusakti Prabu Déwageng (895 – 913)
 Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 – 916)
 Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 – 942)
 Atmayadarma Hariwangsa (942 – 954)
 Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 – 964)\
 Munding Ganawirya (964 – 973)
 Rakeyan Wulung Gadung (973 – 989)
 Brajawisésa (989 – 1012)
 Déwa Sanghyang (1012 – 1019)
 Sanghyang Ageng (1019 – 1030
 Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 – 1042)
 Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 – 1065)
 Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 – 1155)
 Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 – 1157)
 Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 – 1175)
 Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 – 1297)
 Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 – 1303)
 Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 – 1311)
 Prabu Linggadéwata (1311-1333)
 Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
 Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
 Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
 Prabu Bunisora (1357-1371)
 Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
 Prabu Susuktunggal (1475-1482)
 Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
 Prabu Surawisésa (1521-1535)
 Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
 Prabu Sakti (1543-1551)
 Prabu Nilakéndra (1551-1567)
 Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

C. Masa Keruntuhan Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda (669-1579 M) Menurut naskah Wangsakerta merupakan kerajaan


yang didirikan menggantikan KerajaanTarumanagara yang makin Turun Pamornya,apalagi
setelah Lepasnya Galuh dari Tarumanagara praktis Kekuasaan Tarumanagara terbagi menjadi
Dua, SUNDA dan GALUH. Istilah Sunda di pakai Tarusbaya dan kemudian Memindahkan
Ibukota nya ke Sundapura,karena Tarusbaya sebelum menggantikan mertuanya,
Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi adalah Raja Sunda,Waktu dia
berkuasa di Sunda,kerajaan sunda merupakan kerajaan bawahan Tarumanagara.Adalah
Wretikandayun Cicit dari Raja Purnawarman ke VII Suryawarman yang menganuhgrahkan
Manikmaya ,menatunya sebuah daerah di Kendan beserta rakyat dan tentara.Dan pada
perkembangan berikutnya kerajaan Kendan menjadi kerajaan yang membawahi berpuluh
puluh kerajaan kecil,pada akhirnya sang Wretikandayun memerintah Kendan dan
memindahkan ibukota nya ke Galuh di Kawali. Hingga akhirnya menjadi kerajaan Galuh
pakuan.

D. Kehidupan Politik Kerajaan Sunda

Menurut Tome Pires, kerajaan Sunda diperintah oleh Seorang raja. Raja tersebut
berkuasa atas raja-raja di daerah yang dipimpinnya. Tahta kerajaan diberikan secara turun
temurun kepada anaknya. Akan tetapi, apabila raja tidak memiliki anak maka yang
menggantikannya adalah salah seorang raja daerah berdasarkan hasil pemilihannya.

Kehidupan Sosial Kerajaan Sunda

Didalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian didapat penjelasan bahwa


masyarakat kerajaan Sunda umumnya adalah masyarakat Peladang. Masyarakat ini memiliki
ciri menonjol seperti selalu berpindah tempat dan rasa kebersamaannya agak longgar apabila
dibandingkan dengan masyarakat sawah yang menetap.

Pola berpindah tempat dalam masyarakat peladang berlangsung karena tanah garapan
dipandang tidak subur lagi untuk digarap. Oleh sebab itu perlu membuka kembali hutan baru
untuk berladang. Caranya dengan menebangi pohon, membiarkannya mengering dan terakhir
menanami area itu dengan berbagai macam tanaman. Perpindahan tempat berladang seperti
tersebut tidak menumbuhkan tradisi untuk membangun aneka bangunan permanen. Baik
sebagai tempat tinggal / tempat pemujaan. Itulah sebabnya didaerah Jabar tidak ditemukan
Candi yang banyak seperti di Jateng atau di Jatim.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda adalah kerajaan yang masyarakatnya hidup dari pertanian, hasil
pertaniannya menjadi pokok bagi pendapat kerajaan. Aneka hasil pertanian seperti lada,
asam, beras, sayur mayur dan buah-buahan banyak dihasilkan masyarakat kerajaan Sunda,
selain itu, ada juga golongan peternak Sapi, kambing, biri-biri dan babi adalah hewan yang
banyak diperjualbelikan di bandar-bandar pelabuhan kerajaan Sunda.

Menurut Tom Pires, kerajaan Sunda memiliki enam buah pelabuhan penting yang
masing-masing di kepalai oleh seorang Syahbandar. mereka bertanggungjawab kepada raja
dan bertindak atas nama raja di masing-masing pelabuhan, Banten, Pontang, Cigede,
Tomgara, Kalapa dan Cimanuk adalah pelabuhan-pelabuhan yang dimiliki kerajaan Sunda.

Kehidupan Budaya Kerajaan Sunda


Kitab carita Parahyangan dan serta Dewabuda memberi petunjuk bahwa masyarakat
kerajaan Sunda banyak mendapat pengaruh budaya Hindu dan Budha. Kedua budaya itu
selanjutnya berbaur dengan unsur budaya leluhur yang telah ada sebelumnya.

Kerajaan Sunda merupakan kerajaan pecahan dari kerajaan tarumanegara. Kerajaan Sunda
beribu kota di Parahyangan Sunda. Sementara itu menurut prasasti Astana Gede (Kawali –
Ciamis) ibu kota kerajaan Sunda berada di Pakwan Pajajaran. Mengenai perpindahan
kerajaan ini tak diketahui alasannya. Akan tetapi, hal-hal yang bersifat ekonomi, keamanan,
politik, atau bencana alam lazim menjadi alasan perpindahan pusat ibu kota suatu kerajaan.
Kerajaan Sunda menguasai daerah Jawa Barat untuk waktu yang lama, diantara rajanya, yang
terkenal adalah Jaya Bhupati dan Sri Baduga Maharaja.

kerajaan bali
Sejarah Kerajaan Bali

kerajaan Bali merupakan salah satu bagian dari sejarah kehidupan masyarakat bali
secara keseluruhan. Bagian pemerintahan kerajaan di Bali juga beberapa kali berganti
mengingat pada masa itu, terjadi banyak pertikaian antara kerajaan yang memperebutkan
daerah kekuasaan mereka. Kerajaan Bali pertama pada saat itu kemungkinan bernama
Kerajaan Bedahulu dan dilanjutkan oleh kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh,
kerajaan Gelgel mengambil alih, dan dilanjutkan oleh kerajaan Klungkung setelahnya. Pada
masa Klungkung, terjadi perpecahan yang menyebabkan kerajaan Klungkung terbagi menjadi
delapan buah kerajaan kecil yang juga dikenal di Bali sebagai swapraja.

Meskipun tidak banyak yang tahu tentang sejarah kerajaan Bali, yang pasti adalah
kerajaan Bedahulu atau yang biasa juga disebut Bedulu merupakan kerajaan awal yang
muncul di Bali. Kerajaan yang terpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar, Kerajaan Bali ini
berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-14. Konon katanya, kerajaan ini diperintah oleh
salah satu kelompok bangsawan yang bernama dinasti Warmadewa dengan Sri Kesari
Warmadewa sebagai raja pertamanya.

Raja-Raja Kerajaan Bali

Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Bali antara lain yaitu sebagai berikut :

1. Sri Kesari Warmadewi,


Prasasti Blanjong yang berangka tahun 914. Istananya berada di Singhadwalawa
2. Ratu Sri Ugrasena
Raja berikutnya adalah Sang Ratu Sri Ugrasena. Ia memerintah tahun 915–942,
istananya berada di Singhamandawa. Sang Ratu Sri Ugrasena meninggalkan sembilan
prasasti. Pada umumnya, prasasti itu berisi tentang pembebasan pajak pada daerah-
daerah tertentu. Selain itu, ada juga prasasti yang memberitakan tentang
pembangunan tempat-tempat suci. Setelah wafat, Sang Ratu Sri Ugrasena
didharmakan di Air Mandatu.
3. Tabanendra Warmadewa
Raja ini yang memerintah tahun 955–967 M.
4. Jayasingha Warmadewa
Ada yang menduga bahwa Jayasingha Warmadewa bukan keturunan Tabanendra
karena pada tahun 960 M (bersamaan dengan pemerintahaan Tabanendra) Jayasingha
Warmadewa sudah menjadi raja. Akan tetapi, mungkin juga ia adalah putra mahkota
yang telah diangkat menjadi raja sebelum ayahnya turun takhta. Raja Jayasingha telah
membuat telaga (pemandian) dari sumber suci di Desa Manukraya. Pemandian itu
disebut Tirta Empul yang terletak di dekat Tampaksiring. Raja Jayasingha
Warmadewa memerintah sampai tahun 975 Masehi.
5. Jayashadu Warmadewa
Janasadhu Warmadewa. Ia memerintah tahun 975–983.
6. Sri Wijaya Mahadewi
Pada tahun 983 M muncul seorang raja wanita, yaitu Sri Maharaja Sri Wijaya
Mahadewi. Menurut Stein Callenfels, ratu itu berasal dari Kerajaan Sriwijaya.
Namun, Damais menduga bahwa ratu itu adalah putri Empu Sindok (Jawa Timur).
Hal ini didasarkan atas nama-nama jabatan dalam Prasasti Ratu Wijaya sendiri yang
sudah lazim disebut dalam prasasti di Jawa, tetapi tidak dikenal di Bali, seperti
makudur, madihati, dan pangkaja.
7. Dharma Udayana Warmadewa
Pada pemerintahan Udayana, kerajaan Bali mengalami kejayaan. Ia memerintah
bersama permaisurinya, yaitu Mahendradatta, anak dari Raja Makutawangsawardhana
dari Jawa Timur. Sebelum naik takhta diperkirakan Udayana berada di Jawa Timur
sebab namanya tercantum dalam Prasasti Jalatunda. Setelah pernikahan itu, pengaruh
kebudayaan Jawa di Bali makin berkembang. Misalnya, bahasa Jawa Kuno mulai
digunakan untuk penulisan prasasti dan pembentuk dewan penasihat seperti di
pemerintahan kerajaankerajaan Jawa mulai dilakukan. Udayana memerintah bersama
permaisurinya hingga tahun 1001 M karena pada tahun itu Gunapriya mangkat dan
didharmakan di Burwan. Udayana meneruskan pemerintahannya hingga tahun 1011
M. Setelah mangkat, ia dicandikan di Banuwka. Hal ini didasarkan pada Prasasti Air
Hwang (1011) yang hanya menyebut nama Udayana sendiri. Menurut Prasasti Ujung
(Hyang), Udayana setelah mangkat dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka. Raja
Udayana mempunyai tiga orang putra, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu.
Airlangga tidak pernah memerintah di Bali karena menjadi menantu Dharmawangsa
di Jawa Timur.
8. Maraka
Marakata bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa.
Marakata memerintah dari tahun 1011 hingga 1022. Masa pemerintahan Marakata
sezaman dengan Airlangga. Karena persamaan unsur nama dan masa
pemerintahannya, Stutterheim berpendapat bahwa Marakata sebenarnya adalah
Airlangga. Apalagi jika dilihat dari kepribadian dan cara memimpin yang memiliki
kesamaan. Marakata dipandang sebagai sumber kebenaran hukum yang selalu
melindungi dan memperhatikan rakyat. Oleh karena itu, Marakata disegani dan ditaati
oleh rakyatnya. Selain itu, Marakata juga turut membangun sebuah presada atau candi
di Gunung Kawi di daerah Tampaksiring, Bali.
9. Anak Wungsu
Ia bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara
Lumah i Banu Wka. Anak Wungsu adalah Raja Bali Kuno yang paling banyak
meninggalkan prasasti (lebih dari 28 prasasti) yang tersebar di Bali Utara, Bali
Tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu memerintah selama 28 tahun dari tahun
1049–1077. Anak Wungsu dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Anak Wungsu
tidak memiliki keturunan. Baginda mangkat pada tahun 1077 dan dimakamkan di
Gunung Kawi (dekat Tampaksiring)
10. Jaya Sakti
Jayasakti memerintah dari tahun 1133–1150 M dan sezaman dengan pemerintahan
Jayabaya di Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya, Jayasakti dibantu oleh
penasihat pusat yang terdiri atas para senapati dan pimpinan keagamaan baik dari
Hindu maupun Buddha. Kitab undang-undang yang digunakan adalah kitab Utara
Widdhi Balawan dan kitab Rajawacana.
11. Bedahulu
Memerintah tahun 1343 M adalah Sri Astasura Ratna Bhumi Banten. Raja Bedahulu
dibantu oleh kedua patihnya, Kebo Iwa dan Pasunggrigis. Ia adalah raja terakhir
karena pada masa pemerintahannya Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dan menjadi
wilayah taklukan Kerajaan Majapahit.

Masa Kejayaan Kerajaan Bali

Masa kejayaan Kerajaan Bali terjadi pada saat Dharmodayana naik tahta. Pada masa
Dharmodaya, kerajaan ini mengalami kejayaan dengan sistem pemerintahan yang semakin
jelas daripada sebelumnya.

Pada masa Dharmodayana ini, pihak kerajaan memperkuat hubungan tersebut dengan
mengawinkan Dharma Udayana dengan Mahendradata, putri dari raja
Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Hal ini akhirnya semakin memperkokoh
kedudukan kerajaan di antara Pulau Jawa dan Bali.

Penyebab Keruntuhan Kerajaan Bali

Kerajaan Bali mengalami kejatuhan akibat siasat dari Mahapatih Gajah Mada yang
pada waktu itu sedang memperluas ekspansinya ke nusantara, awalnya ia mengajak raja Bali
untuk berunding mengenai penyerahan kerajaan Bali ke tangan Kerajaan Majapahit, karena
itulah patih Kebo Iwa dikirim ke Majapahit untuk perundingan damai, akan tetapi
sesampainya di sana, Kebo Iwa pun dibunuh tanpa sepengetahuan kerajaan Bali, kemudian
Majapahit mengirim Gajah Mada yang berpura-pura mengajak berunding, akan tetapi
kemudian ia membunuh raja Gajah Waktra sehingga kerajaan Bali berada di dalam Kerajaan
Majapahi
Peninggalan Kerajaan Bali

 Prasasti Blanjong
 Prasasti Panglapuan
 Prasasti Gunung Panulisan
 Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu
 Candi Padas di Gunung Kawi
 Pura Agung Besakih
 Candi Mengening
 Candi Wasan.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Bali

Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal itu
didasarkan pada beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan bercocok tanam. Beberapa istilah itu, antara lain sawah, parlak (sawah kering),
kebwan (kebun), gaga (ladang), dan kasuwakan (irigasi). Di luar kegiatan pertanian pada
masyarakat Bali juga ditemukan kehidupan sebagai berikut.

 Pande (Pandai = Perajin) Mereka mempunyai kepandaian membuat kerajaan


perhiasan dari bahan emas dan perak, membuat peralatan rumah tangga, alat-
alat pertanian, dan senjata.
 Undagi Mereka mempunyai kepandaian memahat, melukis, dan membuat
bangunan.
 Pedagang Pedagang pada masa Bali Kuno dibedakan atas pedagang laki-laki
(wanigrama) dan pedagang perempuan (wanigrami). Mereka sudah melakukan
perdagangan antarpulau (Prasasti Banwa Bharu).

Kehidupan Sosial-Budaya

Struktur masyarakat yang berkembang pada masa Kerajaan Bali Kuno didasarkan
pada hal sebagai berikut.

Sistem Kesenian

Kesenian yang berkembang pada masyarakat Bali Kuno dibedakan atas sistem kesenian
keraton dan sistem kesenian rakyat.

Sistem Kasta (Caturwarna)

Sesuai dengan kebudayaan Hindu di India, pada awal perkembangan Hindu di Bali sistem
kemasyarakatannya juga dibedakan dalam beberapa kasta. Namun, untuk masyarakat yang
berada di luar kasta disebut budak atau njaba.

Sistem Hak Waris


Pewarisan harta benda dalam suatu keluarga dibedakan atas anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak laki-laki memiliki hak waris lebih besar dibandingkan anak perempuan.

Agama dan Kepercayaan

Masyarakat Bali Kuno meskipun sangat terbuka dalam menerima pengaruh dari luar, mereka
tetap mempertahankan tradisi kepercayaan nenek moyangnya. Dengan demikian, di Bali
dikenal ada penganut agama Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme.

Anda mungkin juga menyukai