Anda di halaman 1dari 7

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

TOPIK 4: KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA-MADURA

DOSEN:

Dr. Apipudin, M.Hum.

OLEH:

Muhammad Syafiq Rozin

2006534354

PROGRAM STUDI SASTRA ARAB

FKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

2020/2021
TOPIK 4: KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA-MADURA

A. KERAJAAN DEMAK
Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa. Kerajaan ini berdiri pada
awal abad ke-16 Masehi seiring kemunduran Majapahit. Kesultanan Demak didirikan oleh
Raden Patah, putra Raja Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina, yang telah masuk
Islam. Raden Patah memimpin Demak pada 1500 hingga 1518 M. Di bawah kepemimpinan
Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam dengan peran sentral
Wali Songo.
Setelah Raden Patah wafat pada 1518, takhta Demak dilanjutkan oleh putranya, Adipati
Unus (1488-1521). Sebelum menjadi sultan, Pati Unus terkenal dengan keberaniannya sebagai
panglima perang hingga diberi julukan Pangeran Sabrang Lor. Pada 1521 Pati Unus memimpin
penyerbuan kedua ke Malaka melawan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran tersebut
kemudian digantikan Trenggana (1521-1546) sebagai pemimpin ke-3 Kesultanan Demak.
Sultan Trenggana membawa Kesultanan Demak mencapai periode kejayaannya. Wilayah
kekuasaan Demak meluas hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Pada 1527, pasukan Islam
gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas perintah Sultan Trenggana
berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang
saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan (Banyuwangi), pada 1546, terjadi insiden yang
membuat Sultan Trenggana terbunuh.
Meninggalnya Sultan Trenggana inilah yang menjadi awal keruntuhan Kesultanan Demak
karena terjadi perselisihan mengenai siapa yang berhak menduduki takhta selanjutnya. Hingga
akhirnya, pemerintahan Kesultanan Demak benar-benar usai pada 1554.1

B. KERAJAAN CIREBON
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan bercorak Islam pertama di tanah Sunda atau Jawa
Barat. Sejarah kerajaan yang wilayahnya pernah menjadi bagian dari Kerajaan Tarumanegara
lalu Pajajaran ini didirikan pada abad ke-15 Masehi, tepatnya tahun 1430. Kerajaan Cirebon

1
Yuda Prinada, “Sejarah Kesultanan Demak: Kerajaan Islam Pertama di Jawa”, https://tirto.id, diakses
pada 21 Maret 2021, 07:03 wib.
dirintis oleh Raden Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana), putra Raja Pajajaran dari
Kerajaan Sunda Galuh, yakni Prabu Siliwangi dengan permaisurinya, Nyai Subang Larang.
Walangsungsang alias Cakrabuana wafat pada 1479. Tampuk kekuasaan kemudian dilanjutkan
oleh Syarif Hidayatullah.
Seperti diketahui, Syarif Hidayatullah adalah keponakan Raden Walangsungsang atau
putra pertama dari adiknya, Nyai Lara Santang. Syarif Hidayatullah pada akhirnya dikenal
sebagai Sunan Gunung Jati (1479-1568). Di bawah kepemimpinan Sunan Gunung Djati,
Kesultanan Cirebon mencapai kemajuan pesat, baik di bidang agama, politik, maupun
perdagangan.
Sepeninggal Sunan Gunung Jati yang wafat pada 1568, Kesultanan Cirebon mulai diincar
bangsa-bangsa asing, terutama Belanda alias VOC. Setelah terlibat polemik selama bertahun-
tahun, akhirnya Cirebon menyerah. Pada 1681, ditandatangani perjanjian antara para pemegang
otoritas Cirebon dengan Belanda yang kemudian membuat VOC berhak memonopoli
perdagangan di wilayah Cirebon. Antara tahun 1906 hingga 1926, Belanda secara resmi
menghapus kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon. Cirebon terbebas dari cengkeraman
Belanda pada 1942 dan akhirnya menjadi bagian dari Republik Indonesia sejak 1945.2

C. KERAJAAN BANTEN
Kerajaan Banten atau lebih dikenal sebagai Kesultanan Banten adalah kerajaan bercorak
Islam. Pada awalnya, Sultan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah bersama putranya, Maulana
Hasanudin, menyebarkan pengaruh Islam ke Banten yang awalnya dikuasai oleh Kerajaan
Pasundan (Pakuan-Pajajaran). Hingga pada 1552, Syarif Hidayatullah yang tengah memimpin
wilayah kesultanan Cirebon yang juga menguasai sebagian wilayah Banten, menetapkan
Maulana Hasanuddin untuk memimpin kerajaan Banten yang baru didirikan.3
Setelah Sultan Hasanuddin, raja-raja yang pernah memerintah yakni: Maulana Yusuf
(1570-1585) Maulana Muhammad (1585-1596) Sultan Abdul Muafakir (1596-1651) Sultan
Ageng Tirtayasa (1651–1683). Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Di bawah kepemimpinannya, Banten melawan VOC

2
Alhidayath Parinduri, “Sejarah Singkat Kesultanan Cirebon: Kerajaan Islam Sunda Pertama”,
https://tirto.id, diakses pada 21 Maret 2021, 07:53 wib.
3
Yuda Prinada, “Sejarah Kesultanan Banten dan Daftar Raja yang Pernah Berkuasa”, https://tirto.id,
diakses pada 21 Maret 2021, 08”31 wib.
yang ingin memonopoli perdagangan. Sayangnya, Sultan Ageng Tirtayasa gagal mengalahkan
VOC karena dikhianati putranya Sultan Haji yang membantu VOC. Dengan demikian,
berakhirlah kekuasaan Kerajaan Banten pada 1683.4

D. KERAJAAN PAJANG
Di akhir kekuasaan kerajaan Demak, terjadi peperangan antara Aryo Penangsang dan Joko
Tingkir (menantu Sultan Trenggono), pada tahun 1546 M, ketika sultan Demak telah meninggal
dunia. Pertempuran tersebut kemudian dimenangkan oleh Jaka Tingkir. Pengesahan Joko
Tingkir atau biasa disebut dengan Hadiwijaya menjadi sultan pertama kerajaan ini dilakukan
oleh Sunan Giri. Pada 1568 M, Sultan Hadiwijaya dan para Adipati Jawa Timur dipertemukan
di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui
kedaulatan Pajang diatas negeri-negeri Jawa Timur, maka secara sah kerajaan Pajang telah
berdiri.
Setelah berkuasa beberapa waktu, kerajaan ini akhirnya mencapai masa kejayaan pada
masa sultan Hadiwijaya, diantaranya keberhasilan beliau memperluas wilayah hingga
penaklukan Blora dan Fauna.5 Namun pada perkembangannya, kerajaan ini kemudian
mengalami masa disintegrasi setelah sultan Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582 M.6
Pada saat itu terjadi persaingan antara putra dan menantu Hadiwijaya, yaitu Pangeran
Benawa dan Arya Pangiri. Arya Pangiri berhasil naik tahta pada 1583. Pemerintah Arya Pangiri
hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram, sehingga kehidupan rakyat
Pajang terabaikan. Hal ini membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa
prihatin.
Pada 1586, Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya (anak angkat Jaka Tingkir dan
pendiri Kerajaan Mataram) menyerbu Pajang. Meskipun pada 1582, Sriwijaya memerangi
Sultan Hadiwijaya, namun Pangeran Benawa tetap mengaggapinya sebagai saudara tua. Perang
antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia
dikembalikan ke negeri asalnya, Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi Raja Pajang

4
Nibras Nada Nailufar, “Sejarah Singkat Kerajaan Banten”, https://kompas.com, diakses pada 21 Maret
2021, 08:40 wib.
5
Azizun Rohman, “Kerajaan Pajang”, https://storymaps.arcgis.com, diakses pada 21 Maret 2021, 09:16
wib.
6
Rifai Shodiq Fathoni, “Kerajaan Pajang (1568-1587 M)”, https://wawasansejarah.com, diakses pada 21
Maret 2021, 09:10 wib.
yang ketiga. Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir pada 1587. Tidak ada putra mahkota
yang menggantikannya, sehingga Pajang diberikan kepada Sutawijaya sebagai daerah bawahan
Mataram.7

E. KERAJAAN MATARAM
Sejak abad ke-16 Masehi, tepatnya tahun 1586, wangsa Mataram di bawah pimpinan
Danang Sutawijaya alias Panembahan Senapati berhasil menyatukan beberapa wilayah untuk
bersama-sama melakukan perlawanan terhadap Kesultanan Pajang. Pada 1584, Panembahan
Senapati mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Mataram Islam di alas Mentaok meskipun
belum diakui oleh Pajang. Hingga akhirnya, Kesultanan Pajang benar-benar runtuh pada 1587
dan mengakui keberadaan Kesultanan Mataram Islam.
Keberhasilan Panembahan Senapati memerdekakan Mataram dari cengkeraman Pajang
merupakan langkah penting bagi riwayat kesultanan ini di masa-masa selanjutnya hingga
mencapai puncak kejayaan. Panembahan Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan
Mataram Islam secara masif, terutama di sepanjang Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian
timur, juga sebagian Jawa bagian barat.
Panembahan Senapati wafat pada 1601 dan dimakamkan di Kota Gede, Yogyakarta.
Penerusnya adalah Raden Mas Jolang atau yang kemudian bergelar sebagai Susuhunan
Hanyakrawati, ayah dari Sultan Agung.8 Penguasa selanjutnya adalah Raden Mas Wuryah atau
Adipati Martapura, namun hanya menjabat satu hari pada 1613. Pengganti Adipati Martapura
adalah Raden Mas Jatmika atau Sultan Agung (1613-1645). Di masa inilah Kesultanan
Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya, sekaligus mulai menuai keruntuhan.
Sultan Agung amat menentang Belanda atau VOC dan dua kali menyerang Batavia pada
1628 dan 1629 meskipun belum sepenuhnya berhasil. Pada 1646, Raden Mas Sayidin dengan
gelar Susuhunan Amangkurat I, menggantikan posisi ayahnya, Sultan Agung, yang wafat pada
1646.
Berbeda dengan Sultan Agung yang gigih melawan Belanda, Amangkurat I justru bersikap
lebih lunak terhadap kaum penjajah. Tahun 1646, misalnya, Amangkurat I menjalin perjanjian

7
Azizun Rohman, “Kerajaan Pajang”, https://storymaps.arcgis.com, diakses pada 21 Maret 2021, 09:16
wib.
8
Alhidayath Parinduri, “Sejarah Awal Kesultanan Mataram Islam, Letak, dan Pendiri Kerajaan”,
https://tirto.id, diakses pada 21 Maret 2021, 10:08 wib.
dengan VOC. Raden Mas Alit, adik Amangkurat I, tidak setuju dengan caranya memerintah
dan meluncurkan aksi perlawanan. Pemberontakan Raden Mas Alit berpuncak pada 1678 yang
berakhir dengan tewasnya adik Amangkurat I itu dan menelan ribuan korban jiwa.
Berikutnya, giliran salah satu anak Amangkurat I, Raden Mas Rahmat atau Pangeran
Adipati Anom, yang bergolak sebab perebutan tahta. Pangeran Adipati Anom pun
merencanakan pemberontakan terhadap tahta ayahnya dan mengajak Trunojoyo, putra
penguasa Madura, untuk melaksanakan misi tersebut pada 1670. Pada 1674, Trunojoyo
mendeklarasikan kemerdekaan Madura. Dengan kekuatan koalisi yang besar, pasukan
Trunojoyo mampu menundukkan satu demi satu wilayah-wilayah Mataram ditundukkan
termasuk Surabaya, Tuban, Lasem, Rembang, Demak, Semarang, Pekalongan, Tegal, hingga
Cirebon.
Situasi ini justru membuat Pangeran Adipati Anom cemas karena khawatir ambisi
Trunojoyo tidak bisa dibendung. Maka, pada Oktober 1676, Pangeran Adipati Anom berbalik
mendukung ayahnya, Amangkurat I. Namun, Trunojoyo terlalu kuat. Amangkurat I melarikan
diri dan dalam pelariannya, beliau jatuh sakit dan meninggal dunia di sekitar Tegal, Jawa
Tengah.
Tahun 1677, Trunojoyo menguasai pusat pemerintahan Mataram. Pangeran Adipati Anom
terpaksa menjalin kerja sama dengan VOC untuk menumpas Trunojoyo sekaligus merebut
kembali takhta Mataram Islam. Berkat bantuan VOC, Trunojoyo berhasil dilumpuhkan pada
1679. Sesuai kesepakatan, takhta Kesultanan Mataram Islam diberikan kepada Pangeran
Adipati Anom dengan gelar Susuhan Amangkurat II, namun VOC menjadi lebih leluasa
mencampuri urusan internal kerajaan. Amangkurat II tidak melanjutkan Kesultanan Mataram
Islam. Ia mendirikan kerajaan baru bernama Kasunanan Kartasura dengan pusatnya di dekat
Solo, Jawa Tengah, pada 1680.9

9
Yuda Prinada, “Sejarah Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam & Daftar Raja-Raja”, https://tirto.id,
diakses pada 21 Maret 2021, 10:29 wib.
F. KERAJAAN MADURA
Kerajaan Madura didirikan pada tahun 1269 oleh seorang adipati bawahan Prabu
Kertanegara dari Singhasari bernama Arya Wiraraja, wilayah ini berada dibawah pengawasan
langsung Kerajaan Singhasari dan selanjutnya, Kerajaan Majapahit.10
Arya Wiraja dilantik sebagai Adipati pertama Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269,
yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep. Pengangkatan tersebut
dilakukan oleh Prabu Kartanegara raja Singosari pada 1269 M. Arya Wiraraja memerintah di
Sumenep antara tahun 1269-1292 M.
Sejak pemerintahan pangeran Joharsari, agama islam diperkirakan mulai masuk dan
berkembang di Sumenep. Pada sekitar tahun 1330-an, awal pemerintahan pangeran Joharsari,
telah datang seorang muballig Islam ke Sumenep. Menurut cerita Babad Sumenep, mubalig
Islam tersebut dengan nama Rato Pandita. Sedangkan menurut sejarah Wali Songo, mubalig
islam yang mula-mula datang di Sumenep bernama Syd. Ali Murtadha atau lebih dikenal
dengan sebutan Sunan Lembayung Fadhal.
Sayid Ali Murtadha adalah adik dari Sunan Ampel yang mempunyai nama asli Raden
Rahmat. Sayid Ali Murtadha dan Sunan Ampel adalah kemenakan dari raja majapahit yang
bernama Kertawijaya. Keduanya berasal dari Campa. Dan disebutkan pula bahwa keduanya
adalah putra dari raja Campa Ibrahim Asmarakandi yang diutus ke Majapahit.
Pangeran Joharsari yang memerintah Sumenep antara tahun 1319-1331 M, sudah
memeluk agama islam. Karena makam pangeran Joharsari di desa Tanah Merah Saronggi
sudah menunjukkan ciri-ciri kuburan Islam. Setelah masuk agama islam, pangeran Joharsari
merubah gelar menjadi panembahan. Hal ini dilakukannya karena sebagai raja yang pertama
kali memeluk agama Islam, hendaknya memberi contoh bagi rakyat Sumenep kala itu.
Panembahan Joharsari mempunyai putra bernama Raden Pitutut (Pangeran Mandagara).
Panembahan Joharsari memerintah Sumenep selama dua belas tahun, dan ketika telah
berpulang ke Rahmatullah, penerus tahta pemerintahan di Sumenep adalah putranya yang
bernama R. Pitutut.11

10
Editor, “Sumenep, kerajaan/Madura”, https://sultansinindonesieblog.wordpress.com, diakses pada 21
Maret 2021, 11:32 wib.
11
Sonny Aleandro Wijaya, “Apa yang Anda Ketahui Tentang Kerajaan Madura?”, https://dictio.id, diakses
pada 21 Maret 2021, 11:36 wib.

Anda mungkin juga menyukai