Anda di halaman 1dari 7

TUGAS AGAMA

KELOMPOK 10

Disusun oleh :

1.Irvan Maulidan Pratama


2.Nanda Ragil Baskoro
3.M.Noval Fahrizal

SMK ANALIS KESEHATAN JEMBER

JL.KACA PIRING NO.23 GEBANG JEMBER


NO.TELP/FAX(0331)412066
SULTAN TRENGGONO

Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Dibawah


pemerintahannya, kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana
berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada
tahun 1522 M kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah
pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil di kuasainya antara lain Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk
menggagalkan hubungan antara Portugis dan kerajaan Padjajaran. Armada
Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan
kemenangan itu, fathillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta
(berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 juni 1527 M
itu kemudian di peringati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana
memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil di
kuasai, seperti Maduin, Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang
Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana gugur. Usahanya untuk memasukan
kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal.
Dengan demikian, maka Sultan Trenggana berkuasa selama 42 tahun.
Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung
Jati. Dari Sunan gunung jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul
Arifin. Gelar Islam seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada raden patah,
yaitu setelah ia berhasil mengalahkan Majapahit.
 Biografi Sultan Trenggono

Sultan Trenggono memiliki nama lain Tung Ka Lo yang dilahirkan pada tahun
1483. Sultan Trenggono ini adalah raja ke tiga Kerajaan Demak dan memerintah
pada tahun 1505 - 1518 kemudian tahun 1521 - 1546. Sebelum Sultan Trenggono
menjadi raja, raja Demak sebelumnya adalah Adipati Unus dari Jepara. Menurut
silsilah, Sultan Trenggono ini adalah anak dari Raden Patah dari istrinya yang
bernama Ratu Asyikah. Ratu Asyikah sendiri adalah anak dari Sunan Ampel.
Menurut Suma Oriental, Sultan Trenggono merupakan adik dari Pangeran
Sabrang Lor/Raden Surya/Sultan Surya Alam, raja Demak sebelumnya (versi
Serat Kanda).

Sultan Trenggono sendiri memiliki beberapa orang putera dan putri. Dari
sekian banyak anak Sultan Trenggono salah stau yang paling populer adalah
Sunan Prawoto yang dikemudian hari akan menjadi raja Demak yang
menggantikan Sultan Trenggono menjadi raja Demak. Selain Sunan Prawoto, ada
juga anaknya yang lain yaitu Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara.
Kemudian Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri dari Sultan Hadiwijaya, dan
Pangeran Timur yang kemudian menjadi adipati di wilayah Madiun yang berglar
sebagai Rangga Jumena.

 Silsilah Sultan Trenggono

Silsilah Sultan Trenggono menurut cerita dan sejarah yang dipercaya dalam
tradisi Jawa, Sultan Trenggono adalah putra dari Raden Patah yang merupakan
raja pertama Demak. Sultan Trenggono merupakan putra Raden Patah dari
permaisuri Ratu Asikah yang juga merupakan putri dari Sunan Ampel. Sultan
Trenggono merupakan adik kandung dari Pangeran Sabrang Lor atau Sultan Surya
Alam dan juga ada yang populer menyebutnya dengan Adipati Unus. Sultan
Trenggono sendiri juga memiliki putra dan putri beberapa orang. Salah satu yang
paling populer tentunya adalah Sunan Prawoto yang kelak akan menggantikannya.

Prabu Brawijaya V:-----> Raden Patah ----->Pangeran Trenggono ----->Putri


Trenggono + Kanjeng Prabu Hadiwidjojo (Joko Tingkir) ----->Pangeran Benowo
----->Raden Purboyo Damar -----> tumenggung Rodjoniti ----->Kyai Nursalim ---
--> Raden Ngabehi Nuriman.

 Sultan Trenggono Menjadi Raja Demak

Sebelum Sultan Trenggono diangkat menjadi raja, Demak dipimpin oleh


Pangeran Sabrang Lor atau akrab disebut Pati Unus. Pati Unus ini tidak terlalu
lama memimpin Demak sebagai raja, ia meninggal dalam usia yang masih muda.
Setelah Sabrang Lor mangkat, terjadilah perebutan tahta Demak antara Sultan
Trenggono dengan Raden Kikin yang populer seabagi Pangeran Sekar Sedo
Lepen yang artinya "bunga yang gugur di sungai". Diberi nama Sekar Sedo Lepen
karena ia mati di sungai oleh orang suruhan dari Raden Mukmin (Sunan Prawoto)
yang merupakan anak dari Sultan Trenggono.

Nah teman-teman, itulah sedikit informasi yang bisa kami sampaikan


mengenai biografi Sultan Trenggono dan sekaligus silsilah Sultan Trenggono.
Semoga sedikit informasi mengenai biografi Sultan Trenggono di atas bisa
menambah pengetahuan dan wawasan kita semua mengenai sejarah Kerajaan
Demak terutama mengenai biografi Sultan Trenggono.
SULTAN AGUNG HANYAKRAKUSUMA (Kesultanan Mataram)

Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Agung


Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 -
wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga
Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah
kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan
Nusantara pada saat itu. Sultan Agung yang naik takhta pada tahun 1613 dalam
usia 20 tahun, nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan
sebutan Raden Mas R4ngsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan
Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.

Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri


Pangeran Benawa raja Pajang. Pada awal pemerintahannya, Mas Rangsang
bergelar Panembahan Agung. Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun
1624, dia mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan
Agung.

Pada 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar


tersebut adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, yang
diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah.

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon)
mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak
mentah-mentah.

Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-
larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak
bekerja sama dengan VOC.

Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir


untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.
Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC.

Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata
menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Sultan Agung pantang
menyerah menghadapi penjajah yang sangat kuat.

Dia mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama


menghancurkan VOC-Belanda. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635
karena menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Seluruh Pulau Jawa akhirnya berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram,


kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC-Belanda. Sedangkan desa
Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang
berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di
Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan
Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.
Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar tidak
hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui
kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.

Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban


dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.
Sultan Agung juga menaruh perhatian pada kebudayaan.

Dia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan


Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya
Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu
Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistis, berjudul Sastra
Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian


bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi
untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain.

Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun
membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja
Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending
sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung digantikan oleh putranya yang


bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar
Amangkurat I.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah


ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No.
106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
PANGERAN DIPONEGORO

Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan


Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram,
1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan
ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah
kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan
Nusantara pada saat itu.

Sultan Agung yang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun, nama
aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas
R4ngsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan
Ratu Mas Adi Dyah Banowati.

Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran
Benawa raja Pajang. Pada awal pemerintahannya, Mas Rangsang bergelar
Panembahan Agung. Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, dia
mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan Agung.

Pada 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut
adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, yang diperolehnya dari
pemimpin Ka'bah di Makkah.

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim
duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah.

Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-
larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak
bekerja sama dengan VOC.

Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir


untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.
Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC.

Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak
membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Sultan Agung pantang menyerah
menghadapi penjajah yang sangat kuat.

Dia mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama


menghancurkan VOC-Belanda. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635
karena menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.

Seluruh Pulau Jawa akhirnya berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram,


kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC-Belanda. Sedangkan desa
Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan.Wilayah luar Jawa yang
berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di
Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan
Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.
Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar tidak
hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui
kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.

Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban


dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.
Sultan Agung juga menaruh perhatian pada kebudayaan.

Dia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan


Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya
Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu
Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistis, berjudul Sastra
Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa


Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk
menghilangkan kesenjangan satu sama lain.

Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun
membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja
Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending
sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung digantikan oleh putranya yang


bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar
Amangkurat I.Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung
telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden
No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Anda mungkin juga menyukai