KELOMPOK 10
Disusun oleh :
Sultan Trenggono memiliki nama lain Tung Ka Lo yang dilahirkan pada tahun
1483. Sultan Trenggono ini adalah raja ke tiga Kerajaan Demak dan memerintah
pada tahun 1505 - 1518 kemudian tahun 1521 - 1546. Sebelum Sultan Trenggono
menjadi raja, raja Demak sebelumnya adalah Adipati Unus dari Jepara. Menurut
silsilah, Sultan Trenggono ini adalah anak dari Raden Patah dari istrinya yang
bernama Ratu Asyikah. Ratu Asyikah sendiri adalah anak dari Sunan Ampel.
Menurut Suma Oriental, Sultan Trenggono merupakan adik dari Pangeran
Sabrang Lor/Raden Surya/Sultan Surya Alam, raja Demak sebelumnya (versi
Serat Kanda).
Sultan Trenggono sendiri memiliki beberapa orang putera dan putri. Dari
sekian banyak anak Sultan Trenggono salah stau yang paling populer adalah
Sunan Prawoto yang dikemudian hari akan menjadi raja Demak yang
menggantikan Sultan Trenggono menjadi raja Demak. Selain Sunan Prawoto, ada
juga anaknya yang lain yaitu Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara.
Kemudian Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri dari Sultan Hadiwijaya, dan
Pangeran Timur yang kemudian menjadi adipati di wilayah Madiun yang berglar
sebagai Rangga Jumena.
Silsilah Sultan Trenggono menurut cerita dan sejarah yang dipercaya dalam
tradisi Jawa, Sultan Trenggono adalah putra dari Raden Patah yang merupakan
raja pertama Demak. Sultan Trenggono merupakan putra Raden Patah dari
permaisuri Ratu Asikah yang juga merupakan putri dari Sunan Ampel. Sultan
Trenggono merupakan adik kandung dari Pangeran Sabrang Lor atau Sultan Surya
Alam dan juga ada yang populer menyebutnya dengan Adipati Unus. Sultan
Trenggono sendiri juga memiliki putra dan putri beberapa orang. Salah satu yang
paling populer tentunya adalah Sunan Prawoto yang kelak akan menggantikannya.
Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon)
mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak
mentah-mentah.
Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-
larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak
bekerja sama dengan VOC.
Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata
menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Sultan Agung pantang
menyerah menghadapi penjajah yang sangat kuat.
Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun
membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja
Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending
sebagai tuntunan hidup trah Mataram.
Sultan Agung yang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun, nama
aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas
R4ngsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan
Ratu Mas Adi Dyah Banowati.
Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran
Benawa raja Pajang. Pada awal pemerintahannya, Mas Rangsang bergelar
Panembahan Agung. Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, dia
mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan Agung.
Pada 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut
adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, yang diperolehnya dari
pemimpin Ka'bah di Makkah.
Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim
duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah.
Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-
larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak
bekerja sama dengan VOC.
Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak
membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Sultan Agung pantang menyerah
menghadapi penjajah yang sangat kuat.
Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun
membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja
Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending
sebagai tuntunan hidup trah Mataram.