Anda di halaman 1dari 12

KERJAAN HINDU BUDHA

A. KERAJAAN DEMAK
1. Letak Geografis Kerajaan Demak
Kerajaan Demak awalnya merupakan sebuah kadipaten di Kerajaan
Majapahit, namun pada perkembangan selanjutnya wilayah tersebut bebas dari
kekuasaan Majapahit dan mendirikan kerajaan baru bercorak Islam. Fakta
menariknya, Demak adalah kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. 
Berdasarkan catatan sejarah, lokasi atau letak kerajaan Demak yang strategis
membuatnya menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Berdirinya
Demak berlangsung saat Kerajaan Majapahit runtuh, pendirinya bernama Raden
Patah. Ia merupakan pendiri kerajaan Demak, sekaligus raja pertama yang
menguasai wilayah Kerajaan Demak. 
Berdasarkan sumber buku berjudul "Sejarah Nasional Indonesia Jilid
III" karya Marwati Dojoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, dijelaskan
bahwa letak kerajaan Demak berada di tepi laut utara pulau jawa, tepatnya di
kampung Bintara (Bintaro). Lokasi kerajaan Demak tersebut saat ini merupakan
bagian dari kota Demak di Provinsi Jawa Tengah.Awalnya letak ibukota kerajaan
Demak atau pusat pemerintahannya berada di Bintara, namun di pindah pada masa
raja selanjutnya yakni saat Sunan Prawoto (raja ke 4) berkuasa. Saat itu lokasi
keraton di pindah ke Prawata, pada periode ini Demak dikenal dengan nama
Demak Prawata (Prawoto).
Lokasi kerajaan Demak kemudian digeser lagi sepeninggal Sunan Prawoto,
yakni terletak di Jipang. Berlangsung saat Arya Penangsang memerintah Kerajaan
Demak. Pada saat ia berkuasa, kerajaan Demak telah mengalami kemunduran.
Setelah dipindahkan, kerajaan Demak selanjutnya dikenal dengan nama Demak
Jipang (dekat dengan Cepu).

2. Sejarah Kerajaan Demak


Kerajaan Demak berdiri pada akhir abad ke 15, tepat setelah kekuasaan
Majapahit berakhir. Banyak wilayah kekuasaan Majapahit memisahkan diri,
sementara Demak berada di utara pantai Jawa muncul sebagai wilayah yang
mandiri. Letak geografis kerajaan Demak yang strategis membuatnya berkembang
begitu pesat. Tercatat, Demak mengalami masa kejayaan pada abad ke 16. Saat
itu, tidak ada satu pun kerajaan di Jawa yang dapat menandingi usaha Demak
dalam memperluas wilayah kekuasaannya.
Kerajaan Demak berhasil menguasai beberapa pelabuhan dan pedalaman
penting di nusantara saat Patih Unus menjadi raja. Saat mengalami masa
keemasan, Demak merupakan kerajaan maritim besar yang dilengkapi armada laut
kuat. Bahkan kedudukan Portugus di Malaka sempat diserang oleh armada laut
Patih Unus. 

3. Sistem Kehidupan Politik


Secara politik, Kerajaan Demak merupakan kekuasaan terbesar di Jawa.
Mengakhiri dominasi panjang Majapahit, dan eksistensi penguasa Sunda yang
secara konsisten berdiri sejak abad ke-6 Masehi. Kerajaan Demak menempatkan
adipati-adipati sebagai perpanjangan tangan Sultan. Wilayah seperti Surabaya,
Tuban, dan Madiun memiliki adipati-adipati yang cukup berpengaruh.
Kerajaan Demak juga pertama kali bersentuhan dengan imperialisme barat.
Berdirinya Demak pada abad ke-16 kemudian dilanjutkan dengan pendudukan
Portugis di Malaka. Direbutnya Sunda Kelapa pada tahun 1527 adalah salah satu
upaya untuk menguasai seluruh pesisir utara dan menangkal kedatangan Portugis
di Jawa.

Raja-raja Kerajaan Demak


a. Raden Patah (berkuasa 1500-1518 M)
Raden Patah merupakan pendiri Kerajaan Demak. Dia adalah putra Raja
Majapahit dari istri seorang perempuan asal Cina, yang telah masuk Islam. Raden
Patah memimpin Kerajaan Demak pada 1500 hingga 1518 M. Di bawah
kepemimpinan Raden Patah, Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran agama
Islam dengan peran sentral Wali Songo. Periode ini adalah fase awal semakin
berkembangnya ajaran Islam di Jawa.
b. Adi Pati Unus (berkuasa 1518-1521 M)
Setelah Raden Patah wafat pada 1518, takhta Demak dilanjutkan oleh
putranya, Adipati Unus (1488-1521). Sebelumnya menjadi sultan, Pati Unus
terkenal dengan keberaniannya sebagai panglima perang hingga diberi julukan
Pangeran Sabrang Lor.
Dikutip dari buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-
negara Islam di Nusantara (2005) karya Slamet Muljana, pada 1521 Pati Unus
memimpin penyerbuan kedua ke Malaka melawan Portugis. Pati Unus gugur
dalam pertempuran tersebut kemudian digantikan Trenggana sebagai pemimpin
ke-3 Kesultanan Demak.
c. Sultan Trenggono (berkuasa 1521-1546 M)
Sultan Trenggana membawa Kesultanan Demak mencapai periode
kejayaannya. Wilayah kekuasaan Demak meluas hingga ke Jawa bagian timur dan
barat. Pada 1527, pasukan Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang
dipimpin Fatahillah atas perintah Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis
dari Sunda Kelapa.
Nama Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta atau
"kemenangan yang sempurna". Kelak, Jayakarta berganti nama lagi menjadi
Batavia lalu Jakarta, ibu kota Republik Indonesia.
Saat menyerang Panarukan, Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan
Blambangan (Banyuwangi), pada 1546, terjadi insiden yang membuat Sultan
Trenggana terbunuh.
d. Sunan Prawata (berkuasa 1546-1549 M)
Sunan Prawata merupakan putra dari Sultan Trenggono. Suksesi Sultan
Trenggana yang berlangsung mendadak akibat kematiannya ternyata tidak
berlangsung mulus. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk
menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan Prawata yang merupakan putra
Trenggana. Sunan Prawata kemudian membunuh Surowiyoto dan menduduki
kekuasaan.
Akan tetapi, karena insiden tersebut menyebabkan surutnya dukungan
terhadap kekuasaannya. Ia memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya
di Prawoto, Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama satu tahun, ketika Arya
Penangsang putra dari Surowiyoto melakukan pembunuhan terhadap Prawata
pada 1547.
e. Arya Penangsang (berkuasa 1549-1554 M)
Arya Penangsang menduduki tahta Demak setelah membunuh Sunan
Prawata. Ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri/Kalinyamat penguasa Jepara
yang dianggap berbahaya bagi kekuasaannya. Hal ini menyebabkan tidak
senangnya pada adipati Demak, salah satunya Hadiwijaya dari Pajang.
Hal ini menyebabkan dipindahnya pusat kekuasaan Demak ke Jipang,
wilayah kekuasaan Arya Penangsang. Meski begitu, Arya Penangsang berkuasa
sampai dengan tahun 1554 ketika Hadiwijaya dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan,
Ki Penjawi, dan anaknya Sutawijaya memberontak melawan Demak. Arya
Penangsang tewas, dan Hadiwijaya menduduki tahta dengan memindahkan
kekuasaan ke Pajang, menandai berakhirnya kekuasaan Kerajaan Demak.

4. Sistem Kehidupan Sosial


Kehidupan sosial masyarakat demak jauh berbeda dengan kerajaan majapahit.
Pada masa kekuasaan kerajaan demak, kehidupan sosial masyarakat diatur sesuai
dengan ajaran islam. Namun masih ada masyaratak yanv menjalan kan tradisi
lama. Jadi kehidupana sosial masyarakat kerajaan demak merupakan perpaduan
antara agana islam dengan tradisi hindu budha.

5. Sistem Kehidupan Ekonomi


Pereekonomian kerajaan demak ber kembang pada sektor perdagangan dan
pertanian dengan menitik beratkan pada sektor perdagangan kareba letak kerajaan
demak yang sangat strategis. Kerajaan demak berada pada jalur lalu lintas
pelayaraab dan perdagaanan antara penghasil rempah² di wilayah indo nesia
bagian timur dan malaka. Selain itu perekonomian kerajaan demak berkembang
pesat dalam dunia maritim. Didukung oleh sekyor pertanian yg cukup besar di
kerajaan demak.

6. Masa Kejayaan Dan Keruntuhan Kerajaan Demak.


Masa kejayaan Kerajaan Demak berlangsung saat dipimpin Sultan Trenggana
(1521 - 1546). Sultan Trenggana naik takhta setelah Pati Unus. Letak Kerajaan
Demak berada di Demak, Jawa Tengah. Pada periode Sultan Trenggana, wilayah
kekuasaan Demak meluas ke Jawa bagian timur dan barat. Pada 1527, pasukan
Islam gabungan dari Demak dan Cirebon yang dipimpin Fatahillah atas perintah
Sultan Trenggana berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.
Nama Sunda Kelapa lalu diganti menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan
yang sempurna. Jayakarta kelak berganti nama menjadi Batavia, lalu Jakarta, ibu
kota Republik Indonesia.
Sultan Trenggana wafat pada 1546. Insiden saat menyerang Panarukan,
Situbondo, yang saat itu dikuasai Kerajaan Blambangan (Banyuwangi) membuat
Sultan Trenggana terbunuh.
Wafatnya Sultan Trenggana membuat tampuk kepemimpinan Kerajaan
Demak diperebutkan. Pangeran Surowiyoto atau Pangeran Sekar berupaya untuk
menduduki kekuasaan mengalahkan Sunan Prawata, putra Sultan Trenggana.
Sunan Prawata lalu membunuh Surowiyoto dan menduduki kekuasaan.
Kejadian tersebut menyebabkan surutnya dukungan terhadap kekuasaan
Sunan Prawata. Ia lalu memindahkan pusat kekuasaan Demak ke wilayahnya di
Prawoto, Pati, Jawa Tengah. Ia hanya berkuasa selama satu tahun karena dibunuh
Arya Penangsang, putra Surowiyoto pada 1547.
Arya Penangsang menduduki takhta Kerajaan Demak setelah membunuh
Sunan Prawata. Ia juga menyingkirkan Pangeran Hadiri atau Pangeran
Kalinyamat, penguasa Jepara karena dianggap berbahaya bagi kekuasaannya.

Runtuhnya kerajaan Demak


Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan oleh pemberontakan Adipati
Hadiwijaya, penguasa Pajang pada 1556. Hadiwijaya semula sangat setia pada
Demak. Pemberontakan Hadiwijaya disebabkan oleh Arya Penangsang yang
membunuh Sunan Prawata dan Pangeran Kalinyamat.
Pemberontakan Adipati Hadiwijaya menyebabkan runtuhnya Kerajaan Demak
menjadi vazal atau wilayah kekuasaan Kesultanan Pajang.

7. Bukti keberadaan Kerajaan Demak.


Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan
Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di pusat kota Demak,
berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35
km dari Kabupaten Jepara. Masjid Agung Demak Masjid ini merupakan cikal
bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak.Struktur bangunan masjid
mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur tradisional khas
Indonesia.Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan
berwibawa.
Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan
ziarah.Penampilan atap limas piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah
yang terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga
terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo
Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya abadi yang
karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro
Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun
1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 (satu), kaki 4
berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti
angka 1 (satu).Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401
Saka.
Di museum ini utamanya disimpan bagian-bagian soko guru yang rusak
(sokoguru Sunan Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati,
sokoguru Sunan Ampel), sirap, kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua
buah gentong (tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa abad
XIV, pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo yang merupakan condrosengkolo
berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani yang berarti angka tahun 1388 Saka atau 1466
M atau 887 H, foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampulampu dan
peralatan rumah tangga dari kristal dan kaca hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab
suci Al-Qur’an 30 juz tulisan tangan, maket masjid Demak tahun 1845 –1864 M,
beberapa prasasti kayu memuat angka tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan
Sunan Kalijaga, lampu robyong masjid Demak yang dipakai tahun 1923 –1936 M.
Peninggalan Kerajaan Demak yang masih tersimpan di Museum Masjid
Agung meliputi:
1. Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid.
Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan
kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro
Demak 1475 M.
2. Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibuat untuk sholat jama’ah wanita.
Dibuat menggunakan konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa
sirap (genteng dari kayu) kayu jati.Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di
mana 4 diantaranya berhias ukiran motif Majapahit.
3. Surya Majapahit, merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat populer pada masa
Majapahit. Para ahli purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan
Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibuat pada tahun tahun
Saka, atau 1479 M.
4. Maksurah, merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang
memiliki nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan
ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan tulisan arab yang
intinya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah
menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana saat itu Adipati Demak
dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.22
5. Pintu Bledeg, pintu yang konon diyakini mampu menangkal petir ini merupakan
ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti
“Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun
1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
6. Mihrab atau tempat pengimaman,
didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro
Sengkolo”. Prasasti ini memiliki arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna
tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah
kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan
Dampar Kencono warisan dari Majapahit.
7. Dampar Kencana, benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit abad
XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu
Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin
Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu
dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.
8. Soko Tatal/Soko Guru, yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga
kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru memiliki
tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat
penjuru mata angin. Yang berada di barat laut didirikan Sunan Bonang, di barat
daya karya Sunan Gunung Jati, di bagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang
berdiri di timur laut karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang
buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.
9. Situs Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung
Demak sebagai tempat untuk berwudlu
10. Menara

B. KERAJAAN MATARAM
1. Letak Geografis Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram Islam terletak di Jawa Tengah Bagian Selatan dengan
pusatnya di Kota Gede, Yogyakarta.Letak geografisnya di daerah aliran Sungai Opak
dan Progo yang bermuara di Laut Selatan.
2. Sejarah Kerajaan Mataram.
Kerajaan Mataram didirikan oleh Danang Sutawijaya pada sekitar tahun 1586.
Sutawijaya adalah anak dari Ki Ageng Pamanahan yang mendapat kepercayaan dari
Raja Kerajaan Pajang Sultan Hadiwijaya untuk memimpin wilayah Hutan Mentaok.
Sutawijaya memberi nama kawasan Hutan Mentaok menjadi Mataram, dan dia
mendapat gelar Panembahan Senopati.Pada suatu ketika terjadi huru-hara perebutan
penerus tahta kekuasaan di Kerajaan Pajang antara Pangeran Benowo dengan Arya
Pangiri. Pada tahun 1583 Arya Pangiri menjadi Raja Kerajaan Pajang menggantikan
Sultan Hadiwijaya. Namun selama berkuasa dia mengabaikan kepentingan rakyat
sehingga membuat Pangeran Benowo yang ketika itu menjadi penguasa di Jipang
memberontak.
Dengan dibantu oleh Panembahan Senopati, Pangeran Benowo menyerang
Pajang yang dipimpin Arya Pangiri. Pajang berhasil dikalahkan dan Pangeran
Benowo dinobatkan menjadi raja ketiga. Namun kekuasaan Pangeran Benowo tidak
berlangsung lama, sebab dia lebih memilih untuk menyebarkan agama Islam. Pada
tahun 1586 kekuasaan Pangeran Benowo di Pajang berakhir tanpa meninggalkan
putra mahkota. Panembahan Senopati atau Sutawijaya kemudian menjadikan Pajang
sebagai negeri bawahan Mataram. Sejak saat itulah kemudian resmi didirikan
Kerajaan Mataram. Kerajaan Mataram resmi berdiri sekitar tahun 1586 dan dipimpin
oleh Panembahan Senopati, seperti tertulis dalam buku Kitab Terlengkap Sejarah
Mataram oleh Soedjipto Abimanyu.

3. Sistem Kehidupan Politik Kerajaan Mataram.


Sebagai pendiri dan raja pertama Kerajaan Mataram Islam, Sutawijaya
menghadapi banyak rintangan, terutama dari bupati di pantai utara Jawa yang dulunya
tunduk kepada Pajang. Mereka terus melakukan pemberontakan karena ingin
melepaskan diri dari Pajang dan menjadi kerajaan yang merdeka.Kendati demikian,
Sutawijaya tetap berhasil melakukan perluasan wilayah hingga berhasil menduduki
seluruh wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kesultanan Mataram mencapai
puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 M).Di bawah
kekuasaannya, Mataram sempat beberapa kali melakukan penyerangan ke Batavia
untuk memerangi VOC. Selain itu, wilayah kekuasaan Mataram hampir meliputi
seluruh Pulau Jawa.

4. Sistem Kehidupan Sosial.


Kerajaan Mataram lebih menonjol sebagai kerajaan agraris dengan ciri
feodalisme. Raja merupakan pemilik seluruh tanah kerajaan beserta seluruh isinya.
Sultan juga memiliki peran sebagai panatagama yaitu sebagai pengatur kehidupan
agama islam. Kehidupan sosial budaya pada masa kerajaan Mataram berkembang
pesat baik dibidang seni sastra, bangunan, lukis dan ukir. Disamping itu juga muncul
kebudayaan Kewajen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Jawa, Hindu,
Buddha dengan Islam.

5. Sistem Kehidupan Ekonomi.


Sebagai daerah pertanian (agraris) yang cukup berkembang, bahkan menjadi
daerah pengekspor beras terbesar pada masa itu. Rakyat Mataram juga banyak
melakukan aktivitas perdagangan laut. Hal ini dapat terlihat dari dikuasainya daerah-
daerah pelabuhan di sepanjang pantai Utara Jawa. Perpaduan dua unsur ekonomi,
yaitu agraris dan maritim mampu menjadikan kerajaan Mataram kuat dalam
percaturan politik di nusantara.

6. Masa Kejayaan Dan Keruntuhan.


Masa kejayaan
Masa awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam ini dimulai dari perebutan
wilayah Pajang oleh Sutawijaya. Lalu, Kerajaan Mataram menjadi salah satu
Kesultanan Islam yang dinilai berkembang di tanah Jawa. Kerajaan Mataram rutin
menerjemahkan naskah Arab dan menerjemahkan Alquran ke bahasa Jawa. Mulai
saat itu, kesultanan ini mendirikan pesantren yang menjadikan wilayahnya sebagai
pusat agama Islam. Selain membangun pesantren, ada bermacam cara dilakukan para
penguasa untuk menjadikan wilayah Kesultanan Mataram sebagai pusat agama Islam,
di antaranya dengan mendirikan rumah ibadah. Kejayaan Kesultanan Mataram terjadi
pada saat Raden Mas Rangsang atau biasa dikenal dengan Sultan Agung memimpin
Kerajaan Islam Mataram pada 1613-1645.
Pada masa kepemimpinannya, ia diklaim sebagai raja terbesar dari semua
pemimpin kerajaan Mataram. Pada masa kejayaannya, Sultan Agung
Hanyokrokusumo berhasil melakukan ekspansi ke sebagian pulau Jawa dengan cara
menundukkan raja-raja lainnya. Cakupan wilayah kekuasaannya meliputi Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan sebagian wilayah di Jawa Barat. Sultan Agung
Hanyokrokusumo juga melakukan perlawanan kepada VOC dengan memboyong
beberapa kerajaan untuk disatukan, meliputi Kesultanan Banten dan Kesultanan
Cirebon. Namun sayangnya, kejayaan itu harus berakhir karena ia wafat saat
menyerang VOC di Batavia pada 1628 hingga 1629 M.

Runtuhnya kerajaan Mataram


Setelah Sultan Agung Wafat, takhta kesultanan diserahkan pada putranya, Susuhunan
Amangkurat I. Di bawah kepemimpinan Amangkurat I, ia memindahkan lokasi keraton ke
Plered. Sejak saat itu gelar Sultan diganti menjadi Sunan. Berbeda dengan ayahnya,
Amangkurat I justru bukan sosok anti-VOC. Ia justru berteman dengan VOC. Pada 1645
hingga 1677 terjadi pertentangan dan perpecahan dalam keluarga Kerajaan Mataram Islam.
Lantas, momen ini dimanfaatkan VOC untuk menguasai Kesultanan tersebut. Kemudian pada
1677 Susuhunan Amangkurat I meninggal. Putra Mahkota dilantik menjadi Susuhunan
Amangkurat II. Di masa kepemimpinan itu, Susuhunan II memindahkan pusat pemerintahan
ke Kertasura. Belanda pun mulai menguasai sebagian besar wilayah kerajaan Mataram saat
Raja Amangkurat II memimpin. Hal ini kemudian membuat rakyat menderita karena
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Belanda.
Kepemimpinan Kesultanan Mataram terus berganti. Takhta kerajaan diwariskan
kepada Amangkurat III, Pakubuwana I, Amangkurat IV, dan Pakubuwana II. Pada
kepemimpinan Pakubuwana II merupakan akhir dari kejayaan Kerajaan Mataram Islam. Hal
ini ditandai dengan penandatanganan penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC pada 11
Desember 1749. Namun secara de facto, Mataram ditundukkan sepenuhnya pada 1830.
Sampai akhirnya pada 13 Februari 1755 menjadi puncak perpecahan Kerajaan Mataram
Islam. Hal ini ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi
dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Yogyakarta. Usai dibagi menjadi dua wilayah,
perpecahan kembali melanda Kerajaan Mataram Sehingga pada 1757 terjadi perjanjian
Salatiga. Namun perpecahan ini berakhir pada 1830 saat perang Dipenogoro selesai. Seluruh
daerah kekuasaan Surakarta dan Yogyakarta dirampas oleh Belanda. Akhirnya pada 27
September 1830 terjadi perjanjian Klaten yang menentukan wilayah kekuasaan Belanda.
Akhirnya secara permanan Kerajaan Mataram diserahkan kepada Belanda lewat perjanjian
tersebut.

7. Bukti Keberadaan Kerajaan Mataram.


Kerajaan Mataram Islam meninggalkan sejarah pada dua kota berbeda, yaitu
Yogyakarta dan Surakarta. Salah satu sumber berita peninggalan Kerajaan Mataram Islam
adalah Kitab Sastra Gending yang ditulis oleh Sultan Agung. Selain Sastra Gending, berikut
ini peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang tersebar di Yogyakarta dan Surakarta.
1. Masjid Koto gede
Terletak di kawasan Pasar Kotagede Yogyakarta. sudah ada berdirinya Kerajaan
Mataram pada masa Kyai Ageng Mataram. Masjid ini dikenal dengan bedug ajaibnya.

2. Masjid Agung Gedhe Kauman


Terletak di alun-alun utara Yogyakarta Kampung Kauman Kecamatan
gondomanan dibangun pada tahun 1773 di bawah masa pemerintahan Sri Sultan
Hamengkubuwono 1. Halamannya digunakan untuk meletakkan Gong saat Acara
sekaten
3. Masjid patok negara sultono polosokuning
Terletak di desa minomartani Kecamatan ngagilik Sleman
Yogyakarta.dibangun oleh Kyai mursodo. Nama masjid ini diambil dari pohon Ploso
yang tumbuh di sekitar masjid

4. Terletak di sebelah barat alun-alun utara Keraton Surakarta. Dibangun oleh sunan
Pakubuwono tiga dari tahun 1763-1768 Di masjid ini juga dilakukan kegiatan Grebeg
dan festival sekaten
5. Masjid Al Fatih Kepatihan
Terletak di Kepatihan Jebres Surakarta. Dibangun oleh Raden Adipati
sosrodiningrat IV
6. Keraton Surakarta Dibangun pada tahun 1745 oleh Pakubuwono II
7. Keraton Kesultanan Yogyakarta Dibangun pada 1755 Masehi
8. Taman Sari Merupakan situs bekas istana milik Keraton Yogyakarta dibangun pada
zaman Sultan Hamengkubuwono 1 pada tahun 1758- 1765.terletak di daerah Madiun.
9. komplek makam kerajaan Imogiri

Anda mungkin juga menyukai