Kelas: X IPS 2
pantai utara Jawa (“Pesisir”). Demak pada mulanya adalah salah satu Kadipaten yang dikuasai
oleh Majapahit, namun Demak hadir sebagai kekuatan baru pada waktu itu, menggantikan
Kerajaan ini diakui sebagai pelopor penting penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan
Indonesia pada umumnya, Meskipun tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran
karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1560, kekuasaan
Demak beralih ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir/Hadiwijaya. Salah satu
peninggalan bersejarah Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh
Wali Songo.
Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara
(dibaca “Bintoro” dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi bagian kota Demak di Jawa
Tengah. Sebutan kerajaan pada periode ketika beribukota di sana dikenal sebagai Demak
Bintara. Pada masa raja ke-4 (Sunan Prawoto), keraton dipindahkan ke Prawata (dibaca
“Prawoto”) dan untuk periode ini kerajaan disebut Demak Prawata. Sepeninggal Sunan Prawoto,
Arya Penangsang memerintah kesultanan yang sudah lemah ini dari Jipang-Panolan (sekarang
dekat Cepu). Kotaraja Demak dipindahkan ke Jipang dan untuk priode ini dikenal dengan
Hadiwijaya dari Pajang mewarisi wilayah Demak yang tersisa setelah ia, bersama-sama dengan
Ki Gede Pamanahan dan Ki Penjawi, menaklukkan Arya Penangsang. Demak kemudian menjadi
Menjelang akhir abad ke-15, seiring dengan kemuduran Majapahit, secara praktis beberapa
wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Bahkan wilayah-wilayah yang tersebar atas
Sementara Demak yang berada di wilayah utara pantai Jawa muncul sebagai kawasan yang
mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan penganti langsung dari
Majapahit, sementara Raja Demak (Raden Patah) dianggap sebagai putra Majapahit terakhir.
Kerajaan Demak didirikan oleh kemungkinan besar seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-
po.] Kemungkinan besar puteranya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya
dijuluki “Pate Rodim”, mungkin dimaksudkan “Badruddin” atau “Kamaruddin” dan meninggal
sekitar tahun 1504. Putera atau adik Rodim, yang bernama Trenggana bertahta dari tahun 1505
sampai 1518, kemudian dari tahun 1521 sampai 1546. Di antara kedua masa ini yang bertahta
adalah iparnya, Raja Yunus (Pati Unus) dari Jepara. Sementara pada masa Trenggana sekitar
Pelabuhan Demak
Pelabuhan niag
Kehidupan Ekonomi
Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak
satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas
Perekonomian Demak berkembang ke arah perdagangan maritim dan agraria. Ambisi Kerajaan
Demak menjadi negara maritim diwujudkan dengan upayanya merebut Malaka dari tangan
Portugis, namun upaya ini ternyata tidak berhasil. Perdagangan antara Demak dengan pelabuhan-
pelabuhan lain di Nusantara cukup ramai, Demak berfungsi sebagai pelabuhan transito
sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju.
Komoditas yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin. Barang itu diekspor ke Malaka
melalui Pelabuhan Jepara. Dengan demikian, kehidupan ekonomi masyarakat berkembang lebih
baik.
Sebagai negara maritim, Demak menjalankan fungsinya sebagai penghubung atau transito antara
daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur dengan Malaka, dan dari Malaka lalu dibawa
para pedagang menuju kawasan Barat. Berkembangnya perekonomian Demak di samping faktor
Posisi kerajaan Demak sangat strategis dalam perdagangan laut, pelabuhannya sering digunakan
transit kapal-kapal dagang dari wilayah Barat yang hendak ke Selat Malaka, begitu pun
sebaliknya. Keinginan untuk menjadi kerajaan maritime dilakukan dengan usaha menaklukan
Usaha ini gagal, meskipun demikian tidak meruntuhkan perekonomian Demak sebab didukung
oleh hasil pertanian dan mendapat keuntungan ekonomi yang besar. Kesadaran pentingnya
Kehidupan Agama-Sosial-budaya
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak sudah berjalan teratur. Pemerintahan diatur
dengan hukum Islam. Akan tetapi, norma-norma atau tradisi-tradisi lama tidak ditinggalkan
begitu saja. Keadaan sosial di Demak tidak jauh berbeda dengan masa berkuasanya Majapahit.
Perbedaan yang mencolok terdapat pada penggunaan aturan-aturan dan hukum yang cocok
dengan ajaran Islam, sehingga berasa lebih tertib dan teratur. Demak adalah pusat penyebaran
agama Islam di Nusantara. Lahirnya wali-wali di Demak membuat lebih cepat proses penyebaran
agama Islam bahkan sampai ke pelosok. Mendirikan pesantren adalah cara penyebaran agama
Islam yang efektif. Hitu yang berasal dari Ternate, pernah belajar di pesantren yang didirikan
oleh Sunan Giri. Setelah selesai belajar, dia menyebarkan agama Islam di Ternate.
Hasil kebudayaan Kerajaan Demak adalah kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Hasil
kebudayaannya yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih tetap berdiri adalah Masjid
Agung Demak. Masjid itu adalah lambang kebesaran Demak sebagai kerajaan Islam. Masjid
Agung Demak selain kaya dengan ukir-ukiran bercirikan Islam juga mempunyai keistimewaan,
yaitu salah satu tiangnya dibuat dari kumpulan sisa-sisa kayu bekas pembangunan masjid itu
Selain Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga salah seorang dari Wali Sanga juga meletakkan
dasar-dasar perayaan Sekaten pada masa Kerajaan Demak. Perayaan itu digunakan oleh Sunan
Kalijaga untuk menarik minat masyarakat agar masuk Islam. Sekaten ini lalu menjadi tradisi atau
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah
menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak
merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia
Sultan Trenggana
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak
mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta
menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529),
Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di
ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah
pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah
seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera),
yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan
keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan
Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit
Kemunduran
Suksesi Raja Demak 3 tidak berlangsung mulus, terjadi Persaingan panas antara P. Surowiyoto
(Pangeran Sekar) dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya P. Surowiyoto oleh Sunan
Prawoto (anak Trenggono), peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari
Masjid sehabis sholat Jum’at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto (Sekar) dikenal dengan sebutan
Sekar Sedo Lepen yang artinya Sekar gugur di Sungai. Pada tahun 1546 Trenggono wafat dan
tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggono, sebagai Raja Demak ke 4,
akan tetapi pada tahun 1549 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh pengikut P. Arya
penguasa tahta Demak sebagai Raja Demak ke 5. Pengikut Arya Penangsang juga membunuh
Pangeran Hadiri, Adipati Jepara, hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak
memusuhi P. Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pajang Joko Tingkir (Hadiwijoyo).
Pada tahun 1554 terjadilah Pemberontakan dilakukan oleh Adipati Pajang Joko Tingkir
(Hadiwijoyo) untuk merebut kekuasaan dari Arya Penangsang. Dalam Peristiwa ini Arya
Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya
Penangsang sebagai Raja Demak ke 5, maka berakhirlah era Kerajaan Demak. Joko Tingkir