Anda di halaman 1dari 19

KERAJAAN DEMAK

Silsilah Raja – Raja Kerajaan Demak

Pada awalnya Kerajaan Demak hanya terdiri dari wilayah seperti Glogoh atau Bintoro yang
masih menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit. Setelah kekuasaan Majapahit runtuh, Kerajaan
Demak perlahan – lahan mulai menampakkan potensinya sehingga tidak membutuhkan waktu
lama untuk berkembang menjadi kota besar dan pusat perdagangan berkat usaha para Wali
Songo dan menjadi bagian dari sejarah Islam di Indonesia.
Pada saat itu wilayah – wilayah Majapahit yang tersebar atas kadipaten bahkan saling serang
demi klaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Sementara pada saat itu Demak adalah wilayah
yang mandiri, dan dianggap sebagai penerus langsung Majapahit melalui Raden Patah yang
menjadi putra terakhir Majapahit.

Demak juga menjadi kerajaan di Indonesia yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa
dan wilayah timur nusantara. Silsilah kerajaan Demak dimulai dari pendirinya, yaitu Raden
Patah.

1. Raden Patah
Raden Patah adalah putra dari Raja Brawijaya dari Majapahit dan seorang putri dari Campa. Ia
memiliki lima orang anak yaitu Pati Unus, Pangeran Sekar Seda Lepen, Sultan Trenggana,
Raden Kanduwuran dan Raden Pamekas.

Raden Patah menjabat sebagai Raja Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar al Fatah atau
Senapati Jumbung Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama selama 18
tahun sejak tahun 1500 – 1518. Selama masa pemerintahannya, Raden Patah membangun masjid
agung Demak dan alun – alun di tengah kota Demak.

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, kedudukan Demak sebagai pusat penyebaran agama
Islam semakin meningkat. Kekuasaan Demak melebar hingga ke Sukadana (Kalimantan
Selatan), dan Jambi hingga Palembang. Kebesaran Demak yang bertambah menyebabkan
ancaman terhadapnya juga semakin besar.

Raden Patah kemudian mengutus Pati Unus untuk merebut Malaka dari tangan Portugis, dibantu
oleh Aceh dan Palembang. Penyerbuan itu dilakukan pada tahun 1512 dan 1513 dengan 90 buah
jung dan 12000 tentara. Namun upaya tersebut gagal karena kekurangan persenjataan.

2. Pati Unus
Anak dari Raden Patah ini adalah Raja Demak yang masa pemerintahannya paling singkat yaitu
mulai 1518 – 1521. Namun demikian, ia tetap mampu menggertak Portugis dengan upayanya
tersebut.
Gelar Pangeran Sabrang Lor (Pangeran yang pernah menyeberang ke Utara) diberikan
kepadanya karena keberanian dalam melawan Portugis untuk merebut Malaka. Pati Unus juga
dikenal dengan nama Yat Sun atau Adipati Unus, selain nama aslinya yaitu Raden Surya.

Pada tahun 1521 Pati Unus memimpin penyerbuan kedua ke Malaka untuk melawan Portugis
dan gugur dalam pertempuran tersebut. Ia digantikan oleh Sultan Trenggana, adik kandungnya
karena tidak memiliki keturunan. Peninggalan kerajaan demak ada pada peninggalan kerajaan
Islam di Indonesia dalam sejarah kerajaan Banten.
3. Sultan Trenggana
Sultan Trenggana dalam silsilah Kerajaan Demak dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan
membawa Demak mengalami masa kejayaan dibawah pemerintahannya. Wilayah kekuasaan
Demak juga meluas hingga ke Jawa Barat dan Jawa Timur.

Ia mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Fatahillah pada 1522 untuk mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa. Pada saat itu Portugis sedang berusaha menjalin hubungan dengan Kerajaan
Sunda, dan Sultan Trenggono berusaha mencegah agar Portugis tidak menguasai wilayah Sunda
Kelapa dan Banten yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda.

Keberhasilan mengusir orang – orang Portugis juga membuat Fatahillah berhasil mengusasai
Banten dan Cirebon. Setelah itu, satu persatu daerah kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa Timur
juga ditaklukkan seperti Wirosari pada 1528, Tuban pada 1528, Madiun pada 1529, Lamongan,
Blitar dan Pasuruan serta Wirosobo pada 1541 – 1542.

Mataram, Madura , Blambangan dan Pajang akhirnya juga jatuh kepada kekuasaan Demak.
Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana akhirnya menikahkan putrinya dengan
Pangeran Langgar yang menjadi Bupati Madura.

Kemudian putra dari Bupati Pengging yang bernama Tingkir juga dijadikan menantunya dan
diangkat sebagai Bupati Pajang. Fatahillah juga dinikahkan dengan adiknya, dan Pangeran
Pasarehan (Raja Cirebon) dinikahkan dengan salah satu putrinya yang lain. Masa kekuasaannya
dalam silsilah Kerajaan Demak berakhir ketika Sultan Trenggana meninggal pada 1546 ketika
sedang bertempur di Pasuruan.

4. Sunan Prawoto
Setelah wafatnya terjadi perselisihan mengenai penerus kerajaan Demak. Perseteruan ini dimulai
sejak wafatnya Pati Unus yang tidak memiliki keturunan dan digantikan oleh Trenggana.
Walaupun setelah Pati Unus ada Pangeran Seda Lepen (Raden Kikin), ia bukanlah putra dari
permaisuri Raden Patah.

Seda Lepen adalah putra dari selir, putri dari Bupati Jipang. Perebutan tahta dimenangkan oleh
Trenggana. Prawoto membunuh Raden Kikin untuk mendukung ayahnya.
Oleh karena itu dalam silsilah Kerajaan Demak seharusnya yang menggantikan Sultan
Trenggana adalah Pangeran Mukmin atau Pangeran Prawoto sebagai putra tertuanya karena ia
adalah keturunan permaisuri. Sunan Prawoto sempat memerintah selama beberapa saat, namun ia
lebih nyaman hidup sebagai ulama daripada sebagai raja.

Karena kesibukannya sebagai ulama, satu persatu daerah kekuasaan Demak berhasil berkembang
bebas tanpa bisa dihalangi. Dibawah pemerintahannya, pusat pemerintahan Demak dipindahkan
ke Prawoto dari Bintoro. Ia bercita – cita untuk mengislamkan seluruh Jawa dan ingin memiliki
kekuasaan seperti Sultan Turki, menutup jalur beras ke Malaka.

5. Arya Penangsang
Masa pemerintahan Sunan Prawoto berjalan singkat karena ia dibunuh oleh suruhan  Arya
Penangsang. Arya Penangsang yang merupakan putra Pangeran Sekar Seda Lepen, saudara
Sultan Trenggono kemudian mengambil alih tahta.

Ia juga membunuh putra Pangeran Prawoto, Pangeran Hadiri dan istri Sunan Prawoto melalui
orang suruhannya, Rungkud. Pusat pemerintahan dipindahkan oleh Arya Penangsang ke Jipang,
dekat Cepu. Walaupun Arya Penangsang yang sudah menjadi Bupati Jipang didukung Sunan
Kudus, namun keluarga kerajaan tidak merestuinya.

Ia dikalahkan oleh Ratu Kalinyamat dan Aria Pangiri berkat bantuan dari Jaka Tingkir
(Hadiwijaya). Hadiwijaya bersama Ki Gede Pamanahan dan Ki Penjawi berhasil menaklukkan
Arya Penangsang. Arya Penangsang dibunuh oleh Danang Sutawijaya, anak angkat Hadiwijaya
pada 1549 berkat taktik dari Ki Juru Martani.

Sejak itu wilayah kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang pada 1586. Ini adalah akhir dari
kekuasaan Kerajaan Demak dan akhir dari silsilah Kerajaan Demak. Sebagai gantinya, mulailah
sejarah dari Kerajaan Pajang pimpinan Joko Tingkir. Kerajaan Demak juga masuk pada sejarah
berdirinya Banten yang menjadi salah satu kerajaan Islam terkuat di Nusantara.

Peninggalan Kerajaan Demak

1. Pintu Bledek
Pintu Bledek atau Pintu Petir merupakan pintu yang dilengkapi dengan pahatan yang dibuat
tahun 1466 oleh Ki Ageng Selo. Dari cerita yang beredar, Pintu Bledek ini dibuat oleh Ki Ageng
Selo dengan petir yang tersambar memakai kekuatan supranatural yang dimilikinya yang ia
tangkap saat ada di tengah sawah.
Pintu tersebut lalu dibawa pulang dan dibawa ke Raden Patah kemudian pintu ini dipakai untuk
pintu masuk utama Masjid Agung Demak yang keadaannya sudah mulai rusak sehingga di
simpan dalam Museum  dalam Masjid Agung Demak tersebut.

2. Masjid Agung Demak

Peninggalan Kerajaan Demak selanjutnya adalah Masjid Agung Demak. Masjid Agung Demak
ini didirikan tahun 1479 Masehi yang kini sudah berumur sekitar 6 abad tetapi masih berdiri
dengan kokoh sebab sudah dilakukan renovasi sebanyak beberapa kali. Masjid Agung Demak ini
tidak hanya sebagai peninggalan sejarah Kerajaan Demak saja, akan tetapi dulunya merupakan
pusat dari pengajaran serta syiar Islam.
Masjid ini dikatakan sebagai asal mula pemikiran dari kehadiran Kerajaan Demak Bintoro.
Secara geografis, Masjid Agung Demak terletak di Desa Kauman, Kecamatan Demak Kota,
Kabupaten Demak Kota, Jawa Tengah. Arsitektur masjid ini terlihat berbeda dari arsitektur
masjid yang ada di jaman sekarang, Masjid Agung Demak mengguanakn kombinasi gaya budata
Jawa Tengah yang sangat kental dan ornamen yang terdapat di Masjid Agung Demak ini juga
melukiskan tentang hubungan antara Jawa dengan Islam.

3. Soko Guru atau Soko Tatal


Soko Guru atau Soko Tatal merupakan tiang penyangga dari Masjid Agung Demak yang terbuat
dari material kayu dengan diameter 1 meter dan berjumlah sebanyak 4 buah. Semua Soko Guru
ini dibuat oleh Sunan Kalijogo dan menurut cerita Sunan Kalijogo baru menyelesaikan 3 buah
soko guru dan Masjid Agung Demak sudah dibangun serta sudah mulai masuk dalam tahapan
pemasangan atap.
Sehingga karena dikejar waktu, Sunan kalijogo kemudian mengumpulkan tatal atau kulit kayu
yang berasal dari sisa pahatan dari 3 soko guru untuk dibuat menjadi 1 soko guru baru memakai
kekuatan spiritual yang dimiliki Sunan Kalijogo dan inilah yang menyebabkan soko guru diberi
istilah soko tatal.

4. Makam Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga yang merupakan salah satu dari 9 Sunan WaliSanga yang berdakwah di sekitar
wilayah Jawa. Sunan Kalijaga wafat tahun 1520 lalu dikebumikan di Desa Kadilangu berdekatan
dengan Kota Demak.

Makam Sunan Kalijogo ini sekarang menjadi sebuah situs yang sering didatangi peziarah dan
juga wisatawan dari berbagai wilayah di tanah air dan juga menjadi salah satu peninggalan dari
Kerajaan Demak.

Banyak orang yang berkunjung untuk tujuan berziarah dan juga berdoa, semoga diberikan
kemudahan dan juga keberkahan lewat berdoa ini. Situs ini sangat dijaga baik oleh pengelolanya,
agar pengunjung atau peziarah nyaman saat berdoa dan bersholawat.
5. Pawestren

Dari sejarah Kerajaan Demak dikatakan jika faham Islam sudah maju pada saat tersebut dan
jamaah sholat laki-laki serta perempuan sudah dipisahkan. Tempat sholat berjamaah perempuan
ini dinamakan pawestren.
Pawestern ini merupakan bangunan dengan 8 tiang penyangga yang 4 tiang uatam di topang
belandar balok bersusun tiga lengkap dengan ukiran motif Majapahit. Motif maksurah tahun
1866 Masehi ini diperkirakan dibuat pada masa Arya Purbaningrat.
KERAJAAN GOWA TALLO

Silsilah Raja Kerajaan Gowa Tallo

1. Tamanurunga

Ia merupakan pendiri kerajaan serta pemimpin pertama dari Gowa Tallo. Dari dirinya berawal
adanya dua kerajaan berbeda yang kemudian menjadi satu.

2. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung

Ia merupakan raja Gowa Tallo ke 10. Masa pemerintahannya dimulai sejak tahun 1546 – 1565.
Di sini Kerajaan Gowa Tallo masih stabil dan menganut agama nenek moyang.

3. I Mangrai Daeng Manrabbia Sultan Alauddin

Kejayaan Sultan Alauddin dimulai pada tahun 1593 sampai dengan 1639. Ialah raja pertama
yang memutuskan masuk Islam semenjak penyebaran Islam masuk ke Sulawesi Selatan.

4. Sultan Muhammad Ali

Raja ke 18 yang satu ini lahir pada tanggal 29 November 1654. Kemudian diangkat menjadi raja
sejak tahun 1674 sampai dengan 1677. Dinyatakan wafat pada tahun 1681.

Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo


1. Benteng Somba Opu

Benteng Somba Opu merupakan benteng sekaligus pusat perdagangan/pelabuhan bagi Gowa
Tallo. Ia menampung rempah-rempah dari timur untuk diperdagangkan ke seluruh dunia.
Benteng ini sempat hancur setelah dikuasai VOC pada tahun 1669, akan tetapi kemudian
direkonstruksi kembali pada ttahun 1990 dan menjadi situs sejarah penting di Gowa.
2. Batu Tumanurung/Pallantikan

Situs ini adalah makam bagi beberapa raja-raja Gowa-Tallo, salah satunya Sultan Hasanudin.
Menurut beberapa cerita, tempat ini juga disinyalir sebagai tempat pelantikan raja. Tempatnya
berdekatan dengan lokasi Masjid Tua Katangka dan dugaan Istana Tamalate.

3. Benteng Ujung Pandang/Rotterdam

Benteng Ujung Pandang adalah instalasi pertahanan Gowa-Tallo di pesisir barat. Dibangun pada
masa kekuasaan raja Gowa ke-9, Karaeng Lakiyung. Semula berbahan tanah liat, kemudian
direkonstruksi oleh Sultan Alauddin (raja ke-14) dengan batu padas. Benteng ini diubah
namanya oleh Cornelis Speelman menjadi Fort Rotterdam dan berfungsi menjadi Gudang
penampungan rempah bagi VOC.
KERAJAAN TERNATE

Silsilah Raja-Raja Kerajaan Ternate

Berikut adalah silsilah Kolano dan Sultan Ternate hingga sekarang:

1. Baab Mashur Malamo (1257 hingga1277)


2. Jamin Qadrat (1277 hingga1284)
3. Komala Abu Said (1284 hingga1298)
4. Bakuku (1298 hingga1304)
5. Ngara Malama (1304 hingga1317)
6. Patsaranga Malamo (1317 hingga1322)
7. Cili Aiya (1322 hingga1331)
8. Panji Malamo (1343 hingga1332)
9. Syah Alam (1332 hingga1343)
10. Tulu Malamo (1343 hingga1347)
11. Kie Mabiji (1347 hingga1350)
12. Ngolo Macahaya (1350 hingga1357)
13. Momole (1357 hingga1359)
14. Gapi Malamo I (1359 hingga1372)
15. Gapi Baguna I (1372 hingga1377)
16. Komala Putu (1377 hingga1432)
17. Marhum (1432 hingga1438)
18. Zainal Abidin (1486 hingga1500)
19. Sultan Bayanullah (1500 hingga1522)
20. Hidayatullah (1522 hingga1529)
21. Abu HayaT ii (1529 hingga1533)
22. Tabariji (1533 hingga1534)
23. Khairun Jamil (1535 hingga1570)
24. Babullah Datu Syah (1570 hingga1583)
25. Barakat Syah (1583 hingga1606)
26. Mudaffar Syah I (1607 hingga1627)
27. Hamzah (1627 hingga1648)
28. Handarsyah (1655 hingga1675)
29. Manila (1650 hingga1655)
30. Mandarsyah (1655 hingga1675)
31. Sibori (1675 hingga1689)
32. Said Fatahullah (1689 hingga1714)
33. Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (1714 hingga1751)
34. Ayan Syah (1751 hingga1754)
35. Syah Mardan (1755 hingga1763)
36. Jalaluddin (1774 hingga1781)
37. Harunsyah (1774 hingga1781)
38. Achral (1781 hingga1796)
39. Muhammad Yasin (1796 hingga1801)
40. Muhammad Ali (1807 hingga1821)
41. Muhammad Sarmoli (1821 hingga1823)
42. Muhammad Zain (1823 hingga1859)
43. Muhammad Arsyad (1859 hingga1876)
44. Ayanhar (1879 hingga1900)
45. Muhammad Ilham (1900 hingga1902)
46. Haji Muhammad Usman Syah (1902 hingga1915)
47. Iskandar Muhammad Jabir Syah (1929 hingga1975)
48. Haju Mudaffar Syah (1975 hingga sekarang)

Bukti Peninggalan Kerajaan Ternate

1. Masjid Sultan Ternate

Bukti peninggalan Kerajaan Ternate adalah Masjid Sultan Ternate. Catatan sejarah menyatakan
bahwa masjid ini telah dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin (raja ke 18).
Meskipun demikian, hingga saat ini masih belum ditemukan catatan berkaitan tentang tahun
awal pendirian masjid ini.

Hingga saat ini masyarakat Ternate masih mempergunakan Masjid Sultan Ternate ini untuk
beribadah. Bahkan, masyarakat masih meneladani tradisi Kolona Uci Sabea yang dilaksanakan
pada bulan Ramdhan tepatnya di malam ke 16.
2. Benteng Tolukko

Benteng Tolukko juga dikenal dengan sebutan Benteng Hollandia. Benteng ini didirikan oleh
seorang kebangsaan Portugis bernama Fransisco Serrao pada tahun 1540. Tujuan awal
pembentukan benteng ini tidak lain adalah sebagai markas pertahanan.

Markas pertahanan di Benteng Tolukko ini juga merupakan tempat berlindung dari serangan
Spanyol yang pada waktu itu sama-sama berada di Maluku. Letak benteng ini pun bisa dibilang
sangat strategis lantaran berada di perbukitan tinggi dan dekat dengan perairan. Sehingga sangat
cocok dijadikan sebagai tempat pengintaian.

3. Keraton Kesultanan Ternate

Bangunan bersejarah yang menjadi bukti  kebudayaan Kerajaan Ternate adalah Keraton
Kesultanan Ternate. Keraton Ternate berada di pusat Kota Ternate. Bangunannya tercatat
sebagai bangunan keraton yang terinspirasi dari gaya arsitektur Tiongkok dan budaya lokal.

Interior bangunan Kesultanan Ternate juga dibangun menggunakan benda-benda berbalut emas.
Hal ini menandakan bahwa dimasa lalu Kesultanan ini merupakan kerajaan yang besar dan jaya.
4. Makam Sultan Baabullah

Salah satu peninggalan Kerajaan Ternate yang selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah adalah
Makam Sultan Baabullah. Sultan Baabullah merupakan raja ke 24 yang terkenal dengan
julukannya sebagai sultan 27 pulau. Pada akhir hayatnya, sang sultan disemayamkan di puncak
bukit Foramadiahi yang berlokasi di Desa Foramadiahi (kampung tertua di Ternate) dekat
dengan lereng Gunung Galamalam.
KERAJAAN BANTEN

Sejarah Kerajaan Banten

Sebelum abad ke-13, wilayah Banten merupakan tempat yang sepi dari jalur perdagangan.

Pasalnya, Selat Sunda pada waktu itu bukan termasuk jalur perdagangan. Kemudian, semenjak
penyebaran Islam masuk di wilayah Jawa, Banten mulai ramai.

Hingga awal abad ke-16, wilayah Banten masih beragama hindu dan masih menjadi bagian dari
wilayah Pajajaran yang berpusat di Bogor.

Bahkan, Kerajaan Pajajaran sempat melakukan kesepakatan dengan Portugis, sehingga Portugis
bisa mendirikan wilayah dagang dan benteng di Sunda Kelapa.

Pada tahun 1526, Sultan Trenggono menugaskan anaknya, yaitu Fatahillah untuk menaklukan
wilayah Pajajaran sekaligus memperluas Kerajaan Demak.

Pasukan Fatahillah berhasil merebut pelabuhan Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Dari
situlah, nama Sunda Kelapa kemudian diganti dengan nama Jayakarta yang berarti kota
kemenangan.

Hanya dalam waktu singkat, seluruh kawasan pantai utara dan Jawa Barat berhasil diduduki oleh
Fatahillah sehingga agama Islam bisa menyebar di wilayah Jawa Barat. Dari situlah, Fatahillah
kemudian diberi gelar nama Sunan Gunung Jati.

Pada tahun 1552, ditunjuklah putra Sunan Gunung Jati sebagai penguasa Banten, sedangkan
putra yang lainnya, yaitu Pasarean ditunjuk sebagai raja di Cirebon.

Jadi pada awalnya, Kerajaan Banten merupakan wilayah kekuasaan Demak namun setelah tahun
1552, Maulana Hassanudin melepaskan diri dari bayang-bayang Kerajaan Demak dan menjadi
kerajaan yang mandiri.

Peninggalan Kerajaan Banten

Kerajaan Banten memiliki beberapa bukti peninggalan yang menjadi kunci sejarah kejayaannya
terdahulu, di antaranya adalah sebagai berikut ini.
1. Masjid Agung Banten

Wisatawan berfoto dengan latar menara Masjid Agung Banten Lama, Jumat (25/12/20).
(Suara.com/ Ahmad Haris)

Masjid unik ini terletak di desa Banten Lama, Kecamaran Kaseman.

Keunikan adalah bentuk menara yang mirip seperti mercusuar, dan bagian atap masjid mirip
pagoda.

Sementara pada bagian kanan dan kiri terdapat serambi dan makam Kesultanan Banten dan
keluarganya.

2. Istana Keraton Kaibon

Istana ini merupakan tempat tinggal bunda ratu Aisyah, yang merupakan ibunda dari Sultan
Saifudin.

3. Istana Keraton Surosowan

Istana ini menjadi central pemerintahan Kerajaan Banten sekaligus sebagai tempat tinggal para
sultan Banten.

4. Benteng Speelwijk

Benteng ini adalah bukti penjagaan Kerajaan Banten atas serangan laut sekaligus digunakan
untuk memantau aktivitas pelayaran.

5. Danau Tasikardi
Danau ini adalah danau buatan pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf dengan lapisan
batu bara dan keramik.

6. Vihara Avalokitesvara

Peninggalan ini adalah bukti akan keterbukaan Kerajaan Banten dengan seluruh agama, di mana
pada dinding Wihara terdapat relief legenda siluman ular putih.

7. Meriam Ki Amuk

Meriam ini terletak di dalam Benteng Speelwijk. Dinamakan demikian karena konon katanya
meriam ini memiliki daya tembakan yang jauh dan ledakan yang besar.
KERAJAAN SAMUDRA PASAI

Silsilah Raja-Raja Kerajaan Samudera Pasai

Berdasarkan Hikayat Raja-Raja Pasai, berikut adalah silsilah raja-raja yang memerintah Kerajaan
Samudera Pasai:

1. Sultan Malik as-Saleh (1267-1297 M)

2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)

3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326-1345 M)

4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346 M)

5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir (1346-1383 M)

6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405 M)

7. Sultanah Nahrasiyah (1405-1412 M)

8. Sultan Sallah Ad-Din (ca.1402-? M)

9. Sultan Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)

10. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (.1455-1477 M)

11. Sultan Zain Al-‘Abidin (1477-1500 M)

12. Sultan Abdullah Malik Az-Zahir (1501-1513 M)

13. Sultan Zain Al Abidin (1513-1524 M)

Di antara tiga belas sultan ini, elo mungkin paling sering mendengar nama Sultan Mahmud
Malik Az Zahir. Bukan tanpa alasan, guys. Soalnya, di tangan sultan ini Kerajaan Samudera
Pasai mencapai masa kejayaannya. Sultan ini juga yang mengenalkan mata uang dirham yang
berbentuk koin emas sebagai alat pembayaran di kerajaannya.

KEHIDUPAN POLITIK
Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu bergelar Sultan Malik al- Saleh,
sebagai raja pertama yang memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya,
datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang bernama Marcopolo, melalui
catatan perjalanan Marcopololah maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar
Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka pemerintahannya digantikan oleh
keturunannya yaitu Sultan Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 –
1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan
Malik al-Tahir II (1326 – 1348). Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang
pesat dan terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab.
Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang utusan dari Sultan Delhi tahun
1345 dapat diketahui Samudra Pasai merupakan pelabuhan yang penting dan istananya
disusun dan diatur secara India dan patihnya bergelar Amir. Pada masa selanjutnya
pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal
Abidin yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah
Melayu, kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian karena
tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya Samudra Pasai tidak diketahui
secara jelas. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau sudah paham simak
uraian materi berikutnya.

KEHIDUPAN EKONOMI
Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai berkembang sebagai kerajaan
Maritim, dan bandar transito. Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan
Sriwijaya di Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas pelabuhan-pelabuhan penting
di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan
Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan Ibnu Batulah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah lada, kapurbarus dan emas. Dan
untuk kepentingan perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu uang emas
yang dinamakan Deureuham (dirham).

KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA


Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar, pusat perdagangan dan
perkembangan agama Islam. Sebagai kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu
kehidupan yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas kreatif berhasil
memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama Islam, untuk menulis karya mereka
dalam bahasa Melayu. Inilah yang kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya
disebut Arab Jawi. Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP). Bagian
awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP menandai dimulainya
perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian
juga digunakan oleh Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.

Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu
Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan,
atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang
telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia
Tenggara pada masa itu.

Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai dan Gambarnya

Berikut beberapa peninggalan kerajaan samudera pasai yang menjadi sumber sejarah kerajaan
samudra pasai, diantaranya yaitu:

Dirham

Pada zaman dahulu, dirham tidak menggunakan kertas karena itu dirham-dirham yang ada di
Kerajaan Samudera Pasai dibuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa campuran kimia kertas
dengan diameter 10 mm dengan 0,6 gram setiap koinnya.

Ada 2 jenis dirham yang dicetak yaitu satu Dirham dan setengah Dirham. Pada satu sisi dirham
atau mata uang emas tersebut tercetak tulisan Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi
lainnya tercetak tulisan nama Al-Sultan Al-Adil. Dirham banyak digunakan sebagai alat
transaski, terutama tanah.

Kemudian, tradisi mencetak dirham mas menyebar ke seluruh Sumatera, bahkan hingga
semenanjung Malaka sejak Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524.

Cakra Donya

Cakra Donya adalah sebuah lonceng yang bisa dikatakan keramat. Cakra Donya merupakan
lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina tahun 1409 M. Cakra Donya
memiliki ukuran tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra berarti poros kereta, lambang-lambang
Wishnu, matahari atau cakrawala, sedangkan Donya berarti dunia.

Pada bagian luar Cakra Donya terdapat sebuah hiasan dan simbol berbentuk aksara Arab dan
Cina. Aksara Arab tidak bisa dibaca lagi karena telah aus. Sedangkan aksara Cina bertuliskan
Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa yang sudah dituang dalam bulan 12 dari
tahun ke 5).

Intinya, Cakra Donya adalah sebuah lonceng impor. Cakra Donya ini adalah hadiah dari
kekaisaran Cina kepada Sultan Samudra Pasai. Sejak portugis berhasil dikalahkan oleh Sultan
Ali Mughayat Syah, hadiah lonceng ini dipindahkan ke Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai