KERAJAAN
DEMAK
2. Pintu Bledeg
Dalam bahasa Indonesia, Bledek berarti petir.
Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun
1466 dan menjadi pintu utama dari Masjid Agung
Demak. Berdasarkan cerita yang beredar, pintu ini
dinamai pintu bledek tak lain karena Ki Ageng
Selo memang membuatnya dari petir yang
menyambar. Saat ini, pintu bledek sudah tak lagi
digunakan sebagai pintu masjid. Pintu bledek
dimuseumkan karena sudah mulai lapuk dan tua. Ia
menjadi koleksi peninggalan Kerajaan Demak dan
kini disimpan di dalam Masjid Agung Demak.
RAJA PERTAMA SEKALIGUS PENDIRI
RADEN PATAH
Menurut berbagai sumber, Raden Patah disebut-sebut sebagai
keturunan terakhir dari raja Majapahit bernama Brawijaya bersama
dengan seorang putri dari Campa. Gelar yang diberikan kepada
Raden Patah ialah Senapati Jumbang Ngabdurrahman Panembahan
Sayidin Palembang Panatagama. Terselip nama Palembang di tengah
gelar dikarenakan nama kota tersebut merupakan kota kelahiran
Raden Patah.
Raden Patah memerintah Demak selama 43 tahun. Diawali
sejak berdirinya Demak sebagai sebuah kerajaan pada tahun 1475
Masehi sampai turun tahta pada 1518 Masehi.
RAJA DI MASA KEJAYAAN
SULTAN TRENGGONO
Trenggana adalah putra Raden Patah dan naik tahta menggantikan kakaknya, Pati
Unus, pada tahun 1521 Masehi. Setelah menjadi raja, Trenggana dianugerahi gelar sebagai
sultan. Sultan Trenggana adalah raja Demak yang paling besar. Penyebabnya adalah
keberhasilan utusan militer yang dikirimkan dalam merebut Sunda Kelapa dari kekuasaan
Portugis.
Selain itu, pasukan Sultan Trenggana juga berhasil mengalahkan kerajaan-kerajaan
Hindu dan Budha yang masih ada di tanah Jawa, kemudian menjadikannya dalam wilayah
kekuasaan Demak.
Penguatan kekuasaan juga dilakukan dengan cara perkawinan seorang putrinya yang
dinikahkan kepada Bupati Madura dan mengambil Joko Tingkir (putra bupati Pengging)
sebagai menantu. Masa pemerintahan raja Demak ketiga ini berakhir saat Sultan Trenggana
terbunuh dalam medan pertempuran Pasuruan pada tahun 1546 Masehi.
RAJA DI MASA KERUNTUHAN
ARYA PENANGSANG
Masa kepemimpinan Arya Penangsang
dipenuhi dengan ketidakpercayaan dari
pemimpin daerah-daerah kekuasaan Demak.
Hingga akhirnya Arya Penangsang terbunuh pada
1554 Masehi dalam pemberontakan yang
dipimpin oleh Adipati Pajang, Joko Tingkir
ASPEK KEHIDUPAN : POLITIK
Raja pertama dari Kerajaan Demak ialah Raden Patah yang bergelar Senapati Jumbung Ngabdurrahman
Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.
Pada tahun 1507, Raden Patah turun tahta dan digantikan oleh seorang putranya yang bernama Pati Unus.
Sebelum diangkat menjadi Raja, Pati Unus sebelumnya sudah pernah memimpin armada laut kerajaan Demak
untuk menyerang Portugis yang berada di Selat Malaka.
Sayangnya, usaha Pati Unus tersebut masih mengalami kegagalan. Namun karena keberaniannya dalam
menyerang Portugis yang ada di Malaka tersebut, akhirnya Pati unus mendapat julukan sebagai Pangeran
Sabrang Lor.
Lalu pada tahun 1521, Pati Unus wafat dan tahtanya digantikan oleh adiknya yang bernama Trenggana.
Pada masa inilah kerajaan Demak mencapai pusak kejayaannya.
ASPEK KEHIDUPAN : SOSIAL / EKONOMI
Kehidupan Ekonomi kerajaan Demak, karena Demak terletak di wilayah yang sangat strategis yaitu di jalur perdagangan
nusantara memungkinkan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangannya, Demak berperan
sebagai penghubung daerah penghasil rempah-rempah di wilayah Indonesia bagian timur dan penghasil rempah-rempah di
Indonesia bagian barat.
Dengan demikian perdagangan di Demak semakin berkembang. Dan hal in juga didukung oleh pengusaan Demak
terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa. Sebagai kerajaan islam yang memiliki wilayah di
pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang
menjadi komoditi dagang. Dengan demikian, kegiatan perdagangannya di tunjang oleh hasil pertanian, yang mengakibatkan
Demak memperoleh keuntungan dibidang ekonomi.
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya islam, karena pada dasarnya
Demak adalah pusat penyebaran Islam pertama di pulau Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam, Demak menjadi tempat
berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus, dan Sunan Bonang. Para wali tersebut memiliki
peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak, seperti yang dilakukan oleh Sunan Kudus yang memberi
nasihat kepada Raden Patah untuk membuat siasat[1][1][1] menghancurkan kekuatan potugis dan membuat pertahanan yang
kuat di Indonesia.
PENINGGALAN KEBUDAYAAN
Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun
kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan
menundukan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di nusantara.
Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai
menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara
Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang
(1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).
Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian
digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal
Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan
Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana
Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid
Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.
MASA KERUNTUHAN
Setelah Sultan Trenggono wafat muncul kekacauan dan pertempuran antara para calon pengganti Raja. Konon, ibukota Demak pun hancur karenanya.
Para calon pengganti raja yang bertikai itu adalah anak Trenggono, Sunan Prawoto dan Arya Penangsang anak dari Pangeran Sekar Ing Seda Lepen, adik tiri
sultan trenggono yang dibunuh oleh Sunan Prawoto ketika membantu ayahnya merebut tahta Demak. Arya penangsang dengan dukungan dari gurunya
Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak, mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.
Pada tahun 1549 menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui
kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni. Menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam
Rangkud berhasil menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto.
Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni Rangkud setuju. Ia lalu
menikam dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus. Ternyata istri Sunan sedang berlindung di balik punggungnya. Akibatnya ia
pun tewas pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.
Arya Penangsang juga membunuh adipati Jepara yang sangat besar pengaruhnya, istri adipati Jepara, Ratu Kalinyamat mengangakat senjata dan
dibantu oleh adipati yang lain untuk melawan Arya Penangsang. Salah satunya adalah Hadiwijaya ( Jaka Tingkir ), menantu Sultan Trenggono yang berkuasa
di Pajang ( Boyolali ). Akhirnya, Joko Tingkir dapat membuuh Arya Penangsang. Pada tahun 1586, Keraton Demak pun dipindah ke Pajang.
Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan penaklukannya atas Majapahit. Peristiwa gugurnya tokoh-tokoh penting Demak saat menyerang
Blambangan yang eks-Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri membuat kerajaan makin lemah dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah
pelajaran dari sejarah cerai-berai dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan.