Anda di halaman 1dari 22

Islam dan Toleransi: Solusi Islam Dalam Kehidupan Majemuk Indonesia

Dika Aldi Pratama 121911433029; Aditya Ferdian 122011433034; Febri Choiru


Rozikin 122011433042; Iftifaroh Azzah 122011433057; Ini Tanjung Tani
122011433074
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

ABSTRAK
Al-Qur’an menjadi landasan utama bagi para penganut umat muslim. Dalam Al-
Qur’an dijelaskan bahwa toleransi menekankan pentingnya keadilan, kemanusiaan,
kasih sayang, rasa damai, serta saling menghormati sesama tanpa ada paksaan.
Munculnya sikap intoleran dikarenakan pemahaman agama dan keyakinan yang tidak
utuh serta tafsir yang dapat memantik sikap intoleran. Perbedaan dianggap sebagai
sebuah ancaman hingga berujung sebuah tindakan radikal yang dapat merugikan.
Maka dari itu, tujuan dari artikel ini untuk memberikan pemahaman terhadap paham
intoleran dan radikalisme yang dapat merusak generasi penerus bangsa dan tidak
sejalan dengan “Rahmatan Lil Alamin” atau kasih sayang terhadap sesame dengan
tidak memandang perbedaan serta menciptakan rasa damai sesuai dengan visi agama
Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, artinya
data yang digunakan merupakan data kualitatif (bukan data berupa angka-angka)
yang berkaitan dengan permasalahan intoleransi beragama di Indonesia. Melalui
kajian artikel ini penulis berupaya menggambarkan fenomena-fenomena intoleransi
di Indonesia berdasarkan konsep toleransi umat beragama Islam.
Kata kunci: Intoleransi, Toleransi Beragama, Radikalisme
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Islam sebagai sebuah agama bagi manusia akan selalu hadir bagi diri manusia itu sendiri
sebagai sebuah kepercayaan sekaligus juga sebuah bentuk jalan bagi seseorang untuk hidup.
Menjadi manusia yang beragama tentunya tidak hanya memikirkan diri sendiri tetapi orang
lain juga perlu untuk diperhatikan, mengingat manusia adalah makhluk sosial yang mana
akan saling berinteraksi, berkomunikasi, dan juga saling membutuhkan satu sama lain.
ketika menjalani kehidupan manusia akan selalu dihadapkan dengan kelompok-kelompok
ataupun individu lain yang memiliki berbagai perbedaan, tak hanya perbedaan seperti warna
kulit, bentuk rambut, tetapi juga perbedaan dalam budaya, tradisi, dan kepercayaan. Tak
jarang kelompok-kelompok yang berbeda dengan seorang muslim hidup dalam satu wilayah
atau lingkungan yang sama dan menjalani kehidupan kesehariannya, berdampingan satu
kelompok dengan kelompok lain. Tentunya sebagai seorang muslim kita dituntut untuk
menjalani kehidupan beragama kita dimanapun kapanpun sesuai dengan tuntunan Islam dan
menjahui berbagai perbuatan dosa. Namun ketika berada dalam sebuah lingkungan dengan
manusia atau kelompok yang berbeda, beberapa kelompok lain memiliki pandangan yang
berbeda dengan seorang muslim dan menjalani kehidupanya sesuai dengan kepercayaannya
mereka sendiri.
Melalui kehidupan yang bersama dalam satu kelompok tersebut gesekan demi gesekan
antar satu kelompok akan selalu terjadi dan bisa saja gesekan-gesekan tersebut akan menjadi
sebuah konflik. Oleh sebab itu diperlukan adanya sebuah sikap yang saling menghargai satu
sama lain antar perbedaan yang ada. Sikap tersebut dinamakan sikap toleransi.
Toleransi sendiri sudah tak asing bagi telinga masyarakat Indonesia, mengingat Indonesia
sendiri merupakan sebuah negara dengan kompleksitas kelompok yang sangat besar. Demi
mencapai kehidupan yang harmonis tanpa saling mengganggu satu sama lain sikap toleransi
yang tinggi perlu dimiliki oleh masyarakat.
Melalui penjelasan tersebut toleransi menjadi sebuah hal yang sangat penting dalam
menjalani kehidupan bersama dan tidak keluar dari nilai-nilai luhur atau kepercayaannya.
Untuk itu melalui artikel ini akan membahas mengenai bagaimana toleransi menjawab
kemajemukan yang ada di indonesia saat ini. beberapa pertanyaan yang akan coba kami
jawab antara lain bagaimana konsep toleransi dalam islam, permasalahan intoleransi di
Indonesia, Kasus Intoleransi di Indonesia dan Penyelesaian masalah Intoleransi.
b. Tujuan Penulisan
Dalam Penulisan ini tentulah memiliki Tujuan, dimana memberikan Informasi
mengenai Intoleransi yang terjadi di Indonesia dan menjadikan hal tersebut pelajaran, bahwa
keragaman yang ada di Indonesia merupakan anugrah Tuhan yang Maha Esa dan harus dijaga
keberadaannya dengan cara saling menumbuhkan rasa toleransi. Kedua, secara metodologis
penulisan ini bertujuan untuk menambah penelitian Sejarah, pada tema besar sosial dan
agama dimana dalam Islam dan Toleransi: Solusi Islam dalam Kehidupan Majemuk di
Indonesia. Ketiga, secara historiografi penulisan ini memiliki tujuan untuk menyumbangkan
penulisan mengenai Intoleransi dimana terdapat masalah-masalah seperti radikalisme,
terorisme yang mengancam Indonesia di waktu orde baru dan masa revolusi, dan selanjutnya
dapat dijadikan acuan dengan tema yang sama.
c. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan menggunakan metode penelitian


sejarah. Adapun metode tersebut secara berurutan meliputi heuristik, kritik, interpretasi, dan
historiografi.1 Heuristik adalah teknik pencarian sumber. Dalam penelitian ini pencarian
sumber dilakukan melalui buku-buku sejarah dan jurnal-jurnal dengan tema yang sama secara
langsung di perpustakaan maupun secara digital. Memasuki tahap kritik dilakukan pengujian
akan data yang didapat agar valid dan objektif. Kemudian dilanjutkan dengan interpretasi
yaitu penafsiran sehingga dari data-data yang diperoleh dapat menjelaskan topik penelitian
secara utuh. Setelah itu, tahapan terakhir adalah historiografi yaitu merangkai fakta sejarah
menjadi sebuah tulisan sejarah.

PEMBAHASAN
1. Konsep Toleransi dalam Islam

Istilah Toleransi berasal dari bahasa Inggris yaitu tolerance atau dalam baha latin disebut
tolerantia yang berarti sabar atau menanhan diri. Dalam bahasa Arab modern toleransi
sendiri merujuk kepada tasamuh dari al-tsasmuh atau al-samahah. Kata samaha memiliki
makna yang bermaksud; berbaik hati, dan memberi secara dermawan dan dengan niat mulia;
mudah; taat dan tunduk; kelapangan hati.2 Dalam KKBI toleransi berarti sesuatu yang bersifat

1
L. Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), hlm. 39.
2
. Muhammad Jayus, “Toleransi Dalam Perspektif Al Qur’an,” Al-Dzikra 9, no. 1 (2015): 115–28, hlm 116.
atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian yang berbeda
dengan pendirinan sendiri.
Tasamuh pada dasarnya berisi tindakan tuntutan dan penerimaan dalam batas tertentu.
dalam islamsubjek yang melakukan tasamuh disebut sebagai mutasamihin yang berarti
pemaaf, penerima menawarkan, pemurah, sebagai tuan rumah kepada tamu. Dalam
pelaksanaan tasamuh sendiri orang yang melakukannya tidak sepatutnya menerima
seluruhnya tetapi harus ada batasan hak dan kewajiban, terutama yang berkaitan dengan
batasan keimanan3
Konsep toleransi dalam Islam sebenarnya tidak disebutkan secara spesifik di dalam Al-
Qur’an untuk menyebutkan sikap toleransi atau tasamuh. Tetapi untuk menjelaskan
bagaimana toleransi itu sendiri di dalam Al-Qur’an Surah Al kafirun sudah dijelaskan yaitu
َ‫ ُدون‬aِ‫( َواَل َأ ْنتُ ْم عَاب‬4) ‫ ْدتُ ْم‬aَ‫ا َعب‬aa‫ ٌد َم‬aِ‫(واَل َأنَا عَاب‬
َ 3) ‫( َواَل َأ ْنتُ ْم عَابِ ُدونَ َما َأ ْعبُ ُد‬2) َ‫(اَل َأ ْعبُ ُد َما تَ ْعبُ ُدون‬1) َ‫قُلْ يَا َأيُّهَا ْال َكافِرُون‬
ِ ‫(لَ ُك ْم ِدينُ ُك ْم َولِ َي ِد‬5) ‫َما َأ ْعبُ ُد‬
6) ‫ين‬
Artinya:
1. Katakanlah: “Hai orang-orang kafir, 2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah, 3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah,4. Dan aku tdak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, 5. Dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, 6. Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku.”

Surah Al-Kafirun ini secara umum memiliki kandungan yaitu ikrar pemurnian tauhid,
khususnya tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah, dan ikrar penolakan terhadap semua bentuk
praktek peribadatan kepada selain Allah, yang dilakukan oleh orang-orang kafir. 4 Penutup
dalam surah ini sendiri memberikan pernyataan timbal balik atas pernyataan untuk bertukar
sesembahan yaitu, untukmu agamu dan untukku agamku. Dengan kata lain masing-masing
pemeluk agama menjalankan apa yang dianggapnya benar dan baik sesuai yang di yakininya
tanpa memaksakan pendapat dan tidak mengabaikan tanggung jawabnya sebagai pemeluk
agama yang diyakininya.
Selain itu terdapat juga ayat lain di dalam Al-Qur’an yang memberikan rujukan mengenai
konsep toleransi yaitu dari Firman Allah QS. Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Hai Manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya
3
Adeng Muchtar Ghazali, “Toleransi Beragama Dan Kerukunan Dalam Perspektif Islam,” Religious: Jurnal
Agama dan Lintas Budaya 1, no. 1 (2016): 25–40.
4
Mujetaba Mustafa, “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Al-Qur ’an,” Tasamuh: Jurnal Studi Islam 7, no. 1
(2015): 1–18.
kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disii
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (QS. AL Hujuraat:13).
Islam mengajarkan bahwa perbedaan diantara manusia merupakan sebuah sunatullah atau
fitrah. Manusia diciptakan dengan berbeda beda supaya saling mengenal dan berinteraksi
tanpa terkecuali. Untuk menghadpai perbedaan tersebut, memiliki sikap toleransi menjadi
sebuah keharusan dan risalah penting yang ada dalam teologi islam. karena Tuhan selalu
mengingatkan kita akan keragaman yang dimiliki manusia baik dilihat dari sisi agama suku,
warna kulit, adat-istiadat dan berbagai perbedaan lainya.5
Permasalahan Intoleransi di Indonesia

Munculnya Permasalahan-permasalahan Intoleransi di indonesia muncul adanya


kekosongan nilai ideologi Pancasila yang memunculkan sikap radikalisme dan terorisme. Di
Indonesia sendiri peristiwa-peristiwa tersebut muncul pada masa jatuhnya rezim orde baru
dan munculnya era reformasi tahun 1998. Pancasila merupakan landasan idiil dalam
mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme. Gerakan radikalisme dan terorisme secara
khusus bertentangan dengan tiga sila utama dalam pancasila yaitu Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila Persatuan Indonesia. Sila
Ketuhanan berarti kita harus mempercayai dan mengimani keberadaan Allah SWT yang
Mengajarkan sifat kasih sayang, menolak kekerasan dan toleransi. Gerakan radikalisme dan
terorisme sangat bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa karena bertentangan
dengan sifat ketuhanan yang tidak boleh memaksakan kehendak dan menggunakan cara
kekerasan dalam mencapai tujuan. Gerakan radikalisme dan terorisme juga bertentangan
dengan Sila Kemanusiaan karena radikalisme dan terorisme mendorong munculnya tindakan
kekerasan, pembunuhan, kematian yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan tidak
menghargai Hak Asasi Manusia.6
Seluruh butir yang terkandung dalam lima sila Pancasila sesungguhnya telah menjadi
landasan ideal bagi seluruh rakyat Indonesia dalam menjaga keutuhan bangsa. Sayangnya,
keadaan tersebut terganggu setelah muncul aksi terorisme dan radikalisme yang mendorong
terjadinya intoleransi di negara ini. Kelompok intoleran di Indonesia mulai terlihat
melakukan aksinya di akhir tahun 1990-an, bersamaan dengan terjadinya perubahan
signifikan dalam pemerintahan Indonesia. Tuntutan untuk mengubah sistem politik menjadi

5
Muhammad Jayus, op. cit.
6
Sapta Baralaska Utama Siagian, “Nilai-nilai Pancasila Dalam Menangani Intoleransi di Indonesia”,
( Jakarta : Jurnal Teologi Biblika, 2020), hlm. 37.
lebih demokratis dan transparan pada era reformasi, setelah jatuhnya Presiden Soeharto,
mendorong Presiden ketiga Indonesia, B.J. Habibie mengeluarkan Undang-undang (UU) No.
2 tahun 1999 tentang Partai Politik. UU ini membuat politik menjadi wilayah publik di mana
setiap orang dapat terlibat di dalamnya dan memberikan kesempatan kepada setiap Warga
Negara Indonesia (WNI) untuk menyampaikan pendapat, berserikat dan membuat partai
politik. 7
Penyebab adanya Radikalisme yang membuat sikap intoleran, ada beberapa faktor,
bisa saja karena kurangnya pemahaman mengenai agama yang diyakini. Pertama, persoalan
pemahaman keagamaan. Oleh sebab karena adanya keyakinan akan teks suci yang
mengajarkan tentang terorisme dari kata jihad. Pemahaman keagamaan merupakan bagian
penting dari kekerasan agama (radikalisme-terorisme) yang dilakukan. Kedua, radikalisme
terorisme juga dikaitkan dengan adanya pemahaman tentang ketidakadilan politik, ekonomi
dan hukum yang berjalan dalam sebuah negara. Sebuah rezim politik dan partai tertentu
dianggap berlaku tidak adil kepada sekelompok masyarakat. Ketiga, radikalisme-terorisme
juga buruknya dalam hal penegakan hukum sehingga menimbulkan apa yang sering disebut
sebagai ketidakadilan hukum. Penegakan hukum yang tidak berjalan dengan maksimum,
sehingga menimbulkan kejengkelan dalam perkara hukum yang ada dalam sebuah negara.
Ketidakadilan hukum dianggap sebagai salah satu faktor yang masih dominan dalam sebuah
negara termasuk di Indonesia, sehingga aparat penegak hukum sering menjadi sasaran
kekerasan kaum radikalis-teroris.8 Keempat, persoalan pendidikan yang lebih menekankan
pada aspek ajaran kekerasan dari agama, termasuk pendidikan yang lebih menekankan aspek
indoktrinasi, tidak memberikan ruang diskusi tentang suatu masalah. Oleh sebab itu,
pendidikan semacam itu merupakan masalah lain lagi yang sangat mungkin mendorong
terjadinya radikalisasi karena kebebalan perspektif pendidikan agama. Oleh sebab itu harus
dipikirkan kembali pendidikan agama yang bersifat transformatif dan pembebasan pada umat
manusia. Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan persoalan jihad dalam makna
kekerasan atau perang tetapi jihad dalam makna yang luas seperti memberantas kemiskinan,
memberantas mafia hukum, memberantas politik uang dan partai yang buruk adalah jihad
yang sesungguhnya harus dilakukan.
Sikap Intoleransi terlebih lagi untuk pemuda haruslah dihindarkan, menghindari
bahaya akan sikap-sikap yang disebutkan salah satunya radikalisme, bibit toleransi perlu
7
Nini Adelina Tanamal, Implementasi Nilai Pancasila Dalam Menangani Intoleransi di Indonesia”,
(Jakarta: Jurnal Kajian Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2020), hlm. 412.
8
Zuly Qodir, “Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Islam”, (Yogyakarta: Jurnal Studi Pemuda,
2016), hlm. 432.
dibangun untuk menghambat adanya intoleran di Indonesia sendiri. Sikap toleransi itu sendiri
merupakan kesediaan untuk menerima adanya perbedaan teologi, perbedaan keyakinan,
menghargai, menghormati yang berbeda sebagai sesuatu yang nyata adanya dan diyakini oleh
mereka yang memang berbeda dengan kita. Dengan sikap toleransi inilah akan lahir sikap
hidup rukun dalam perbedaan, tidak saling menghujat, membenci, mengkafirkan apalagi
hendak membunuhnya karena berbeda dengan kita. 9 Oleh sebab itu perlu sebuah kebijakan
yang komprehensif dan terpadu dalam penanaman Nilai-Nilai Pancasila dan UUD 1945
sehingga hasilnya bisa lebih optimal. Kebijakan tersebut harus didukung oleh dengan
langkah-langkah strategis dan upaya upaya teknis untuk melaksanakan strategi tersebut pada
tingkat operasional. Dengan Kebijakan, Strategi dan Upaya yang lebih konkrit, pemerintah
dan jajarannya bersama masyarakat dapat bersinergi melakukan penanaman Nilai-Nilai
Pancasila dan UUD 1945 sebagai bagian deradikalisasi dalam menghadapi radikalisme dan
terorisme.10
2. Permasalahan Intoleransi di Indonesia

Munculnya Permasalahan-permasalahan Intoleransi di indonesia muncul adanya


kekosongan nilai ideologi Pancasila yang memunculkan sikap radikalisme dan terorisme. Di
Indonesia sendiri peristiwa-peristiwa tersebut muncul pada masa jatuhnya rezim orde baru
dan munculnya era reformasi tahun 1998. Pancasila merupakan landasan idiil dalam
mengatasi persoalan radikalisme dan terorisme. Gerakan radikalisme dan terorisme secara
khusus bertentangan dengan tiga sila utama dalam pancasila yaitu Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa, sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila Persatuan Indonesia. Sila
Ketuhanan berarti kita harus mempercayai dan mengimani keberadaan Allah SWT yang
Mengajarkan sifat kasih sayang, menolak kekerasan dan toleransi. Gerakan radikalisme dan
terorisme sangat bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa karena bertentangan
dengan sifat ketuhanan yang tidak boleh memaksakan kehendak dan menggunakan cara
kekerasan dalam mencapai tujuan. Gerakan radikalisme dan terorisme juga bertentangan
dengan Sila Kemanusiaan karena radikalisme dan terorisme mendorong munculnya tindakan
kekerasan, pembunuhan, kematian yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan tidak
menghargai Hak Asasi Manusia.11
Seluruh butir yang terkandung dalam lima sila Pancasila sesungguhnya telah menjadi
landasan ideal bagi seluruh rakyat Indonesia dalam menjaga keutuhan bangsa. Sayangnya,
9
Ibid., hlm. 434.
10
Nini Adelina, op.cit., hlm. 423.
11
Sapta Baralaska Utama Siagian, “Nilai-nilai Pancasila Dalam Menangani Intoleransi di Indonesia”,
( Jakarta: Jurnal Teologi Biblika, 2020), hlm. 37.
keadaan tersebut terganggu setelah muncul aksi terorisme dan radikalisme yang mendorong
terjadinya intoleransi di negara ini. Kelompok intoleran di Indonesia mulai terlihat
melakukan aksinya di akhir tahun 1990-an, bersamaan dengan terjadinya perubahan
signifikan dalam pemerintahan Indonesia. Tuntutan untuk mengubah sistem politik menjadi
lebih demokratis dan transparan pada era reformasi, setelah jatuhnya Presiden Soeharto,
mendorong Presiden ketiga Indonesia, B.J. Habibie mengeluarkan Undang-undang (UU) No.
2 tahun 1999 tentang Partai Politik. UU ini membuat politik menjadi wilayah publik di mana
setiap orang dapat terlibat di dalamnya dan memberikan kesempatan kepada setiap Warga
Negara Indonesia (WNI) untuk menyampaikan pendapat, berserikat dan membuat partai
politik. 12
Penyebab adanya Radikalisme yang membuat sikap intoleran, ada beberapa faktor,
bisa saja karena kurangnya pemahaman mengenai agama yang diyakini. Pertama, persoalan
pemahaman keagamaan. Oleh sebab karena adanya keyakinan akan teks suci yang
mengajarkan tentang terorisme dari kata jihad. Pemahaman keagamaan merupakan bagian
penting dari kekerasan agama (radikalisme-terorisme) yang dilakukan. Kedua, radikalisme
terorisme juga dikaitkan dengan adanya pemahaman tentang ketidakadilan politik, ekonomi
dan hukum yang berjalan dalam sebuah negara. Sebuah rezim politik dan partai tertentu
dianggap berlaku tidak adil kepada sekelompok masyarakat. Ketiga, radikalisme-terorisme
juga buruknya dalam hal penegakan hukum sehingga menimbulkan apa yang sering disebut
sebagai ketidakadilan hukum. Penegakan hukum yang tidak berjalan dengan maksimum,
sehingga menimbulkan kejengkelan dalam perkara hukum yang ada dalam sebuah negara.
Ketidakadilan hukum dianggap sebagai salah satu faktor yang masih dominan dalam sebuah
negara termasuk di Indonesia, sehingga aparat penegak hukum sering menjadi sasaran
kekerasan kaum radikalis-teroris.13 Keempat, persoalan pendidikan yang lebih menekankan
pada aspek ajaran kekerasan dari agama, termasuk pendidikan yang lebih menekankan aspek
indoktrinasi, tidak memberikan ruang diskusi tentang suatu masalah. Oleh sebab itu,
pendidikan semacam itu merupakan masalah lain lagi yang sangat mungkin mendorong
terjadinya radikalisasi karena kebebalan perspektif pendidikan agama. Oleh sebab itu harus
dipikirkan kembali pendidikan agama yang bersifat transformatif dan pembebasan pada umat
manusia. Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan persoalan jihad dalam makna
kekerasan atau perang tetapi jihad dalam makna yang luas seperti memberantas kemiskinan,
12
Nini Adelina Tanamal, “Implementasi Nilai Pancasila Dalam Menangani Intoleransi di Indonesia”,
(Jakarta: Jurnal Kajian Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 2020), hlm. 412.
13
Zuly Qodir, “Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Islam”, (Yogyakarta: Jurnal Studi Pemuda,
2016), hlm. 432.
memberantas mafia hukum, memberantas politik uang dan partai yang buruk adalah jihad
yang sesungguhnya harus dilakukan.
Sikap Intoleransi terlebih lagi untuk pemuda haruslah dihindarkan, menghindari
bahaya akan sikap-sikap yang disebutkan salah satunya radikalisme, bibit toleransi perlu
dibangun untuk menghambat adanya intoleran di Indonesia sendiri. Sikap toleransi itu sendiri
merupakan kesediaan untuk menerima adanya perbedaan teologi, perbedaan keyakinan,
menghargai, menghormati yang berbeda sebagai sesuatu yang nyata adanya dan diyakini oleh
mereka yang memang berbeda dengan kita. Dengan sikap toleransi inilah akan lahir sikap
hidup rukun dalam perbedaan, tidak saling menghujat, membenci, mengkafirkan apalagi
hendak membunuhnya karena berbeda dengan kita. 14 Oleh sebab itu perlu sebuah kebijakan
yang komprehensif dan terpadu dalam penanaman Nilai-Nilai Pancasila dan UUD 1945
sehingga hasilnya bisa lebih optimal. Kebijakan tersebut harus didukung oleh dengan
langkah-langkah strategis dan upaya upaya teknis untuk melaksanakan strategi tersebut pada
tingkat operasional. Dengan Kebijakan, Strategi dan Upaya yang lebih konkrit, pemerintah
dan jajarannya bersama masyarakat dapat bersinergi melakukan penanaman Nilai-Nilai
Pancasila dan UUD 1945 sebagai bagian deradikalisasi dalam menghadapi radikalisme dan
terorisme.15
Peran Media Massa Menjadikan sebuah polemik juga dalam sikap intoleran dalam
aspek agama pada kaum pemuda. Dalam era modernisasi ini sudah banyak kemajuan dalam
pembangunan negara kita ini. Begitu juga dalam penyampaian informasi dan berita yang
begitu cepat, meski informasi itu berasal dari pelosok paling jauh dari ibu kota. Belakangan
ini media pertelevisian dan media sosial di Indonesia disibukkan dengan pemberitaan seputar
penistaan agama, diskriminasi kaum minoritas dan hal-hal sejenis yang menyangkut
intoleransi dalam beragama. Media massa, termasuk televisi, menjadi ikon pembentuk
konstruksi sosial. Media pun menjadi pembentuk kuasa kebenaran dalam realita sosial.
Norma-norma kehidupan cenderung dipegang oleh media. Peran media dalam pembentukan
opini semakin masif dalam beberapa dekade terakhir. Semakin pentingnya peran media
dalam pembentukan opini publik tidak terlepas dari pesatnya peningkatan teknologi informasi
dan komunikasi. Dengan peran tersebut, media massa menjadi sebuah agen dalam
membentuk citra di masyarakat. Pemberitaan di media massa sangat terkait dengan
pembentukan citra, karena pada dasarnya komunikasi itu proses interaksi sosial, yang
digunakan untuk menyusun makna yang membentuk citra tersendiri mengenai dunia dan

14
Ibid., hlm. 434.
15
Nini Adelina, op.cit., hlm. 423.
bertukar citra melalui simbol-simbol. Dalam konteks tersebut, media memainkan peranan
penting untuk konstruksi realitas sosial.16
Ada beberapa hal yang menyebabkan media ikut berperan aktif dalam penyebaran
intoleransi agama: 
a. Digitalisasi berita.

Dengan mudahnya akses masyarakat pada internet dimanfaatkan oleh oknum-oknum


tak bertanggung jawab penyebar kebencian (heat speach) untuk mempropaganda kekerasan
dan diskriminasi atas nama agama. Apalagi hal ini juga berkaitan erat dengan radikalisasi
yang mulai mewabah di Indonesia, dengan penyebaran berita yang tidak berimbang, satu arah
bahkan hoax mampu mendoktrin masyarakat untuk mudah terpancing pada isu-isu intoleransi
agama.
b. Konglomerasi media.

Dengan adanya kebebasan media massa di era demokrasi maka akhirnya mengalami
pergeseran ke arah liberal sampai pada beberapa tahun belakangan ini. Kebebasan tersebut
menandai adanya kebebasan pers yang terdiri dari dua jenis: Kebebasan Negatif dan
Kebebasan Positif. Kebebasan negatif merupakan kebebasan yang berkaitan dengan
masyarakat dimana media massa itu hidup, kebebasan dari intervensi pihak luar organisasi
media massa yang berusaha mengendalikan, membatasi atau mengarahkan media massa
tersebut. Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media massa secara
organisasi dalam menentukan isi media, berkaitan dengan pengendalian yang dijalankan oleh
pemilik media dan manajer media terhadap para produser, penyunting serta kontrol
yang dikenakan oleh para penyunting terhadap karyawannya. 
c. Hegemoni media massa.
Pada kenyataannya orang-orang besar yang berada di balik media massa adalah
mereka yang aktif dalam percaturan politik di Indonesia, tentu semakin menguatkan jika ada
anggapan media massa dijadikan alat penguasa. Media massa disulap menjadi alat untuk
mempertahankan kepentingan mereka atau bahkan alat untuk meraih tujuan politik kelompok
mereka.
Media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan menanamkan pandangan
tertentu kepada khalayak. Tidak hanya dalam urusan politik dan ekonomi, dapat juga

16
Sulastiana, “Peran Media dalam Penyebaran Intoleransi Agama”, (Jakarta: Jurnal Ilmu kepolisian,
2017), hlm. 117.
menyangkut masalah budaya, kesenian, gaya hidup termasuk penyebaran isu-isu intoleransi
agama. 17

3. Kasus Intoleransi Beragama yang Pernah Terjadi di Indonesia


a. Radikalisme-Terorisme
Secara etimologis “radikalisme” berasal dari kata “radix” yang artinya akar.
Dengan demikian, radikalisme bisa diartikan sebagai paham atau gerakan yang
menginginkan pembaharuan dengan mengembalikan diri mereka ke “akar” secara
ekstrim. 18
Dalam sejarah Islam, terorisme dan radikalisme berawal dari kaum khawarij.
Pada masa itu kaum khawarij berencana membunuh 3 tokoh islam pada masa itu
seperti Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin abi Sufyan dan Amr bin Al-Ash. Para
pembunuh tersebut diketahui merupakan orang yang ahli ibadah, shalat, puasa,
serta sufi tetapi mereka menganut suatu paham yang bertentangan dengan islam
sehingga membunuh orang tersebut bagi mereka dianggap sebagai tindakan yang
tepat atau jihad fi sabilillah. 19
Menurut Ketua BPNU yaitu KH Masdar Farid Mas’udi, terorisme sebenarnya
bukan berasal dari Indonesia, melainkan dikenal setelah aksi Macan Tamil dan
kelompok pejuang dari Irlandia. Aksi terorisme terjadi dikarenakan adanya
kesalahpahaman dalam memaknai arti jihad yang sebenarnya.20
Gerakan radikalisme dalam membela Tuhan dan agama menjadi permasalahan
yang terus berulang dalam sejarah manusia. Dampak negatif kerap kali
berbenturan keras dengan aliran lain yang memunculkan rasa fanatisme hingga
terorisme paling kejam sekalipun.21 Menurut Endang Turmudi, secara sosiologis,
setidaknya ada tiga gejala yang dapat ditandai dari paham radikalisme, yakni (1)
respons penolakan terhadap ide dan kondisi sosial-politik-ekonomi yang

17
Ibid., hlm. 118-119.

18
Agustinus Wisnu Dewantara, Radikalisme Agama Dalam Konteks Indonesia yang Agamis dan Berpancasila,
Jurnal Pendidikan Agama Katolik, Vol.19, No.1, (April,2019), hal.1.
19
Siti Halimah, Memangkas Paham Intoleran dan Radikalisme Melalui Pembelajaran Agama Islam yang
Bervisi Rahmatan Lil Alamin, Jurnal Al-Makrifat, Vol.3, No.2, (Oktober, 2018), hal.134-135.
20
Ibid, hal.134-135.
21
Ahmad Asrori, Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas, Jurnal Studi Agama dan
Pemikiran Islam, Vol.9, No.2, (2015), hal.255-256.
dianggap bertentangan dengan keyakinannya, (2) penolakan ini berlanjut kepada
pemaksaan kehendak untuk mengubah keadaan secara radikal ke arah tatanan
lain yang sesuai dengan cara pandang dan ciri berpikir yang berafiliasi kepada
nilai-nilai tertentu seperti agama maupun ideologi lainnya, (3) ada klaim
kebenaran dan ideologi yang diyakininya sebagai sesuatu yang lebih unggul atau
superior daripada yang lain.22
Contoh aksi radikalisme dan terorisme yang sempat terjadi di Indonesia yaitu
ledakan di Hotel JW Marriot, Mega Kuningan, Jakarta, pada 5 Agustus 2003
silam. Ledakan tersebut berasal dari bom bunuh diri menggunakan mobil Toyota
Kijang bernomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani. Hotel
tersebut berlokasi di dekat komplek pejabat dan komplek kedutaan besar (Dubes)
asing. Selain itu, aksi terorisme juga pernah terjadi di wilayah lainnya seperti lobi
Wisma Bhayangkara, di belakang gedung PPB, di Bandara Soekarno-Hatta, di
Gereja Eben Haezer Mojokerto, dan sebagainya. Ledakan di JW Marriot
menyebabkan setidaknya tercatat 14 orang tewas serta 156 orang luka-luka.23
Selain itu aksi terorisme besar lainnya yaitu teror bom dan baku tembak
Thamrin. Aksi teror bom dan disusul baku tembak antara teroris dan polisi terjadi
di depan gedung Sarinah, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016.
Tercatat setidaknya delapan orang tewas dan 26 orang lainnya luka-luka.
Ledakan bom pertama terjadi di salah satu kedai kopi di kawasan tersebut, dan
ledakan kedua dari pos polisi yang tak jauh dari lokasi pertama. Kemudian
disusul dengan baku tembak antara dua pelaku dan polisi yang sempat dilempar
granat rakitan oleh pelaku. Aksi ini berakhir usai dua pelaku tewas terkena
ledakan bom yang mereka bawa serta tembakan polisi. Diketahui dalang aksi
teror tersebut yakni Aman Abdurrahman yang dikenal sebagai Ketua Negara
Islam Irak dan Suriah (ISIS) Indonesia. Aman merupakan residivis kasus
terorisme pelatihan teror di Aceh yang baru bebas usai mendapatkan remisi pada
17 Agustus 2017 saat peristiwa tersebut terjadi. Aman dinyatakan bersalah dan
divonis hukum mati pada 22 Juni 2018.24
b. Pengrusakan tempat ibadah
22
Endang Turmudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia, (Jakarta, 2005).
23
Wahdah, Problematika Toleransi Umat Beragama di Indonesia di Era Modern: Solusi Perspektif Al-Qur’an,
(UIN Antasari Banjarmasin, Proceding Antasari International Conference), hal. 467-468.
24
Kompas, 7 Kasus Terorisme Terbesar di Indonesia,
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/28/01300071/7-kasus-terorisme-terbesar-di-indonesia, diakses pada
18 Desember 2022, pukul 19.52.
Kekerasan akibat kurangnya sikap toleransi atar umat beragama juga
berdampak pada terjadinya pengrusakan tempat-tempat ibadah serta izin yang
dipersulit dalam membangun tempat ibadah oleh penganut agama lain. Salah satu
kasus yang pernah terjadi di Indonesia yaitu pada bulan Oktober 2015 di Singkel,
Aceh. Pembakaran Gereja dilakukan oleh masyarakat muslim di Singkel. Diduga
hal tersebut berawal dari tuntutan warga muslim terhadap pembangunan rumah
ibadah umat Nasrani (gereja) yang tidak memiliki izin di wilayah tersebut.
Diketahui pemerintah Aceh telah menetapkan pembatasan pembangunan
rumah ibadah pada tahun 2001, namun warga Nasrani di Singkel tetap
membangunnya. Hal tersebut memicu protes warga terhadap pemerintah untuk
memberhentikan pembangunan tersebut, dan kemudian disetujui oleh pemerinah.
Umat Nasrani tetap melanjutkan pembangunan gereja dan akhirnya memicu
kemarahan warga setempat yang berujung pada aksi penyerangan serta
pembakaran gereja. Pihak Nasrani turut melawan dan menyebabkan satu orang
korban tewas.25
Adapun kasus pelarangan pendirian Gereja lainnya seperti yang terjadi di
Bogor. Penyegelan pembangunan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di
Kecamatan Bogor Barat, pada 11 Maret 2010 dilakukan karena pihak GKI tidak
menghiraukan teguran yang telah diberikan Pemkot Bogor untuk menghentikan
pembangunan, karena diduga terjadi praktek administrasi pembangunan yang
berjalan tidak sesuai aturan pemerintah setempah. Penyegelan dilakukan oleh
Satpol PP Bogor didampingi unsur Polresta Bogor dan Koramil Bogor Barat serta
disaksikan puluhan warga Taman Yasmine yang tergabung dalam Forum
Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami) Bogor dan sejumlah perwakilan jemaat
GKI Yasmin Bogor. Alasan lainnya seperti pembangunan gereja tersebut tidak
disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat setempat yang menimbulkan
ketidaktahuan masyarakat terhadap pembangunan gereja tersebut.
Pihak GKI Yasmin menjelaskan bahwa IMB GKI Yasmin diterbitkan Pemkot
Bogor pada 13 Juli 2006, namun dibatalkan kembali setelah gedung gereja selesai
dibangun, pada 4 Februari 2008. Setelah itu, Pemkot Bogor memberikan kasasi
kepada MA yang berisi tentang PK IMB GKI Yasmin, dan kemudian ditolak oleh
MA. Kasus tersebut mendapat perhatian tinggi karena tidak sesuai dengan
komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga hak dasar bagi warga negaranya
25
Wahdah, opcit., hal.468.
tentang kebebasan beragama dan beribadah sebagaimana yang telah dijamin
dalam konstitusi negara serta dalam kovenan hak-hak sipil dan politik yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.26
4. Penyelesaian Masalah Intoleran Berdasarkan Kisah Nabi dan Al-qur’am Hadis
A. Toleransi Nabi Muhammad Pada Orang Musyrik Qurays
Toleransi Nabi Muhammad Pada Orang Musyrik Qurays Nabi Muhammad adalah
sosok suri tauladan yang baik. Bahkan kepada orang-orang yang telah
mendholiminya, beliau pun tetap mendoakannya. Diceritakan bahwa setelah wafatnya
paman beliau, Abu Thalib, Nabi SAW berkunjung ke perkampungan Thaif. Beliau
menemui tiga orang dari pemuka suku kaum Tsaqif, yaitu Abdi Yalel, Khubaib, dan
Mas'ud. Nabi mengajak mereka untuk melindungi para sahabatnya agar tidak
diganggu oleh suku Quraisy. Namun, kenyataan pedih yang dialami beliau. Nabi
diusir dan dilempari batu oleh kaum Tsaqif. Akibatnya, darah pun mengalir dari tubuh
beliau. Menyaksikan kejadian itu, Malaikat Jibril memohon izin untuk
menghancurkan kaum Tsaqif karena telah menyiksa Nabi. Namun, Nabi meminta:
“Jangan! Jangan! Aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka
keturunan yang akan menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa
pun.” Beliau pun berdoa untuk kaum Tsaqif. "Ya Allah, berilah petunjuk kepada
kaumku, karena mereka belum mengetahui (kebenarannya)” (HR Baihaqi). Itulah di
antara contoh toleransi Rasulullah. Pantaslah bila beliau menjadi suri tauladan bagi
umat Islam dalam berbagai hal, sebagaimana firman Allah:

۬
‫ُوا ٱهَّلل َ َو ۡٱليَ ۡو َم‬ َ ‫ُول ٱهَّلل ِ ُأ ۡس َوةٌ َح َسنَةٌ لِّ َمن َك‬
ْ ‫ان يَ ۡرج‬ ِ ‫ان لَ ُكمۡ فِى َرس‬ َ ‫لَّقَ ۡد َك‬ .5

)٢١( ‫ٱَأۡل ِخ َر َو َذ َك َر ٱهَّلل َ َكثِي ۬ ًرا‬


6.
Arti: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah. (QS. Al- Ahzab: 21).
Pada saat peristiwa penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah), dalam hal ini Nabi
Muhammad menunjukkan toleransi yang sangat indah. Penduduk Makkah yang
selama ini memusuhi Nabi Muhammad, merasa ketakutan ketika umat Islam berhasil

Peter, Konstruksi Kasus GKI Yasmin Pada Majalah Mingguan Tempo, dalam Skripsi, (Program Studi
26

Multimedia Journalism Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, 2012), hal.2-3.
menaklukkan Kota Makkah. Sebab, sebelum penaklukan itu, umat Islam sering
ditindas oleh kaum kafir Quraisy Makkah. Tak jarang, mereka juga menghalang-
halangi dakwah Nabi Muhammad, bahkan hingga bermaksud membunuhnya. Namun,
setelah penaklukkan Kota Makkah itu, Nabi Muhammad memaafkan sikap mereka.
Tidak ada balas dendam. Kekuasaan yang dimilikinya, tak menjadikan diri Nabi
Muhammad menjadi sombong atau bertindak sewenang-wenang. Ketika penduduk
Quraisy menanti keputusan beliau, Rasul (Nabi Muhammad) bersabda, “Saya hanya
katakan kepada kalian sebagaimana ucapan Nabi Yusuf kepada para saudaranya,
'Tiada celaan atas kalian pada hari ini'. Pergilah! Kalian semua bebas.” (HR
Baihaqi).27 Sikap toleransi yang ditunjukan oleh Nabi pada periode Makkah dapat di
simpulkan bahwa beliau adalah sosok yang selalu memaafkan, tidak sombong, tidak
mmiliki rasa balas dendam, sederhana, dan selalu menghormati oranglain.
B. Toleransi Nabi Muhammad di Madinah
Membicarakan toleransi beragama, maka Islam lewat Alquran dan As-sunah sangat
kaya dengan prinsip dasar yang dapat dijadikan standart dalam implementasinya.
Karena itu, baik Alquran maupun As-sunah, haruslah dikaji dengan benar secara
mendalam dan komprehensif. Di antara ayat Alquran yang kerap dijadikan
argumentasi toleransi beragama adalah firman Allah SWT:

‌ِّۚ ‫ن قَد تَّبَي ََّن ٱلرُّ ۡش ُد ِم َن ۡٱل َغ‬


7. ‫ى‬ ‌ِۖ ‫ٓاَل ِإ ۡك َراهَ فِى ٱلدِّي‬ 
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat...”. (QS. al-Baqarah [2]: 256).
Nabi Muhammad saw telah mempraktekkan toleransi beragama, lebih dari 14 abad
yang lalu. Toleransi beragama tersebut tertuang dalam “Piagam Madinah” yang
ditetapkan pada tahun 622 M (1 Hijriah). Ketika itu, belum ada satu negara pun yang
memiliki peraturan bagaimana cara mengatur hubungan antara umat beragama.
Piagam Madinah, dalam beberapa pasalnya, sudah jelas mengatur hubungan tersebut,
diantaranya:
Pasal 16: “bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita,
berhak mendapat bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak
boleh diasingkan dari pergaulan umum.”
Pasal 24: “Warga negara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersamasama dengan
kaum beriman, selama negara dalam peperangan.”
27
https://republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/07/02/m6iskn-toleransi-ala-rasulullah-saw diakses pada
hari Selasa, tanggal 20 Desember 2022
Pasal 25: “(1) Kaum Yahudi dari suku Banu `Auf adalah satu bangsa negara (ummah)
dengan warga yang beriman. (2) Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka,
sebagai kaum muslimin bebas memeluk agama mereka. (3) Kebebasan ini berlaku
juga terhadap pengikut- pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri. (4)
Kecuali kalau ada yang mengacaukan dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri
orang yang bersangkutan dan keluarganya”. Menurut Munawir Sjadzali bahwa batu-
batu dasar telah diletakkan oleh Piagam Madinah sebagai landasan bagi kehidupan
bernegara untuk masyarakat majemuk di Madinah adalah:
1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal dari banyak suku, tetapi merupakan satu
komunitas
2. Hubungan antar sesama anggota komunitas Islam dan antara anggota komunitas
Islam dengan anggota komunias lain didasarkan atas prinsip - prinsip: a) bertetangga
baik, b) saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, c) membela mereka
yang teraniaya, d) saling menasehati, e) menghormati ke-bebasan beragama.28

C. Toleransi Umat Beragama Pada Masa Nabi Muhammad


Adapun toleransi antar umat beragama pada masa Nabi Muhammad
berdasarkan buku Sejarah Hidup Muhammad, di antaranya:
1. Nabi menaruh kepercayaan serta penghormatan yang besar kepada dua pamannya,
yaitu Abu Thalib dan Abbas, meskipun mereka masih menyembah berhala. Nabi
Muhammad tidak pernah memberi batasan pada para pengikutnya mengenai
hubungan sosial kemanusiaan terhadap pemeluk agama lain. Perlakuan adil tetap ia
berikan pada siapapun. Perilaku tersebut ditiru oleh pengikut Nabi Muhammad
sehingga masyarakat mengamalkan perbuatan baik tersebut. 29

2. Cara Nabi menyikapi orang Yahudi dan Nasrani. Sikap manusiawi dan perilaku
santun Nabi Muhammad Saw tidak berbeda, baik kepada Kafir maupun Muslim,
teman maupun musuh, diri sendiri maupun orang lain. Kasih sayang beliau bak awan
yang menghujani sahara dan padang rumput secara sama. Namun Yahudi benar-benar
membenci beliau. Contohnya, di sebuah pasar seorang Yahudi berkata: "Demi Zat
yang telah memberikan kelebihan kepada Musa atas semua Nabi!". Salah satu sahabat
28
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1990), hlm. 15-
16
29
Muhammad Husein Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Serambi, 2015), hlm. 20
Nabi Muhammad Saw mendengarnya dan tidak bisa menahan perasaannya. Akhirnya
kepada sang Yahudi itu ia bertanya: "Apakah ia juga lebih tinggi kedudukannya dari
Muhammad?". Yahudi menjawab, "Iya.". Karena saking marahnya, sahabat itu
menampar sang Yahudi. Mengingat musuh juga mempercayai keadilan dan kemuliaan
akhlak Nabi Muhammad, Yahudi ini langsung pergi menemui Nabi Muhammad Saw
mengadukan sahabat tersebut. Nabi Muhammad saw memarahi dan menyalahkan
sahabat tersebut. Berdasarkan cerita tersebut, sangatlah terlihat sikap adil yang
dimiliki beliau.30
3. Salam kepada non muslim. Tentang mengucapkan salam kepada non muslim, Nabi
melarang menggunakan redaksi yang digunakan untuk sesama muslim (assalamu
alaikum). Pandangan yang tidak merestui salam Islam kepada non muslim semacam
ini merupakan pendapat mayoritas ulama fiqh dan hadis. Terlepas dari pro dan kontra
tersebut, Nabi mengajarkan cara lain dalam menghormati mereka, yaitu dengan
menggunakan redaksi salam lain, seperti dalam surat-surat beliau kepada raja di Arab
yang diawali dengan salamun „ala man ittaba‟a al-huda (semoga keselamatan
terlimpah kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk). Secara singkat, pada
dasarnya yang tidak dibolehkan hanyalah menggunakan salam Islam kepada mereka.

D. Implementasi Al-Qur’an dalam Bertoleransi

Indonesia merupakan negara yang penduduknya heterogen, mulai dari agama, ras,
suku, bangsa dan budaya. Masyarakat yang heterogen ini tinggal di daerah yang berbeda-
beda sehingga cukup sulit untuk mengontrol. Oleh karenanya, pengetahuan toleransi menjadi
penting untuk dimiliki setiap orang, tidak hanya umat Islam saja, tetapi kesadaran semua
orang untuk hidup berdampingan dan harmoni menjadi penting.
Dalam Al-Qur’an, umat Islam diajarkan untuk bertoleransi kepada sesama. Hal
tersebut diajarkan dalam beberapa surat dalam Al-Qur’an serta hadist rasulullah. Salah satu
surat tentang toleransi yang sangat sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang
heterogen adalah Surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

َ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوُأ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َع‬
‫ارفُوا ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم خَ بِي ٌر‬

Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
30
Ibid, hlm.23
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat: 13)
Pada ayat ini menggambarkan mencerminkan bertapa heterogennya penduduk
Indonesia yang mana setiap daerah memiliki suku dan bangsa yang berbeda. Belum lagi,
penduduk Indonesia juga memiliki macam warna kulit yang menjadikannya lebih beragam.
Pada Surat Al-Hujurat ayat 13 dijelaskan bahwasannya konsep multikultural bukanlah hal
yang baru bagi Islam karena jelas bahwa Islam merupakan agama yang toleran. Al-qur’an
sebagai pedoman umat Islam mengakui dan menjunjung tinggi perbedaan yang mana
keragaman ini merupakan sebuah fitrah yang harus diterima oleh manusia.31
Dalam ayat ini, bangsa Indonesia dapat belajar bagaimana menjadi masyarakat yang
multikultural, yaitu dengan cara bersikap rendah hati serta mau menerima kenyataan
bahwasannya tidak ada seorang pun di dunia yang memiliki kebenaran absolut. Pada
dasarnya setiap manusia selalu berjalan bersama menuju kebenaran absolut tersebut. Oleh
karenanya, diperlukan sikap saling menghormati satu sama lain terutama saat memandang
keunikan suatu kelompok tanpa membedakan mereka melalui ras, etnis ataupun gender.
Perbedaan mendasar ditengah masyarakat tidak hanya pada perbedaan kelompok,
melainkan hal-hal mendasar seperti pemikiran, pendidikan, politik, ekonomi dan cara berpikir
mengenai sosial dan budaya. Hal remeh di tengah masyarakat pun seringkali memicu
perpecahan antar kelompok. Hal ini sungguh disayangkan karena dapat menganggu stabilitas
keamanan. Sebagai contoh Indonesia setiap menjelang pemilu pasti terjadi perbedaan
pandangan dalam memilih calon, hal-hal remeh yang seharusnya bisa mempererat
kekeluargaan menjadi senjata karena perbedaan pandangan dalam memilih calon. Hal
tersebut sering terjadi dikarenakan antar warga masyarakat bahkan keluarga kurang
menanamkan pentingnya toleransi pada kehidupan sehari-hari.
Selain Surat Al-Hujurat Ayat 13, rasulullah juga mengajarkan umat muslim mengenai
arti penting toleransi. Hal tersebut tertuang pada salah satu hadist yang diriwayatkan oleh
H.R Ahmad yang berbunyi:

َ‫ فَِإنَّك‬، ْ‫ر‬aaُ‫ "ا ْنظ‬:ُ‫ه‬a َ‫ا َل ل‬aaَ‫لَّ َم ق‬a ‫ ِه َو َس‬a‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬a ‫ص‬ َّ ِ‫ َأ َّن النَّب‬:‫ا َل‬aaَ‫ ع َْن َأبِي َذ ٍّر ق‬،‫ر‬a
َ ‫ي‬ ٍ a‫ ع َْن بَ ْك‬،‫ ع َْن َأبِي ِهاَل ٍل‬،ٌ‫ع‬a ‫ َّدثَنَا َو ِكي‬a‫َح‬
ُ ‫لَ ْستَبِ َخي ٍْر ِم ْنَأحْ َم َر َواَل َأ ْس َو َدِإاَّل َأ ْنتَ ْف‬
‫ضلَهُبِتَ ْق َوى‬

Midia Yusarani, “NILAI – NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM SURAT AL-HUJURAT


31

AYAT 9-13,” UIN Raden Intan Lampung (UIN Raden Intan Lampung, 2021).
"Telah menceritakan kepada kami Waki, dari Abu Hilal, dari Bakar, dari Abu Zar
[Al-Ghifari] yang mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi SAW pernah bersabda kepadanya:
'Perhatikanlah, sesungguhnya kebaikanmu bukan karena kamu dari kulit merah dan tidak
pula dari kulit hitam, melainkan kamu beroleh keutamaan karena takwa kepada Allah SWT,"
(H.R. Ahmad).

Pada hadist tersebut diajarkan bahwa Islam hanya mengajarkan arti penting toleransi
sebatas urusan muamalah atau hubungan sesama manusia saja yang berarti hubungan
toleransi ini tidak mencangkup akidah serta keimanan yang dianut oleh orang lain. Selama
toleransi tidak ikut campur kedalam keyakinan, maka diperbolehkan, hal ini sesuai dengan
Surat Al-Kafirun ayat terakhir.
Isu agama menjadi salah satu isu yang paling banyak dibicarakan saat ini dan menjadi
isu yang sensitif di tengah masyarakat. Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia seperti pada
contoh diatas terjadi karena intoleransi pada perbedaan agama yang ada. Toleransi
sebenarnya menjadi bagian dari visi teologi serta akidah Islam yang mana seharusnya
menjadi kajian yang penting terutama di Indonesia karena masyarakat Indonesia yang
mayoritas penduduknya Islam harusnya lebih paham mengenai hal ini.32 Toleransi seharusnya
diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena menjadi keniscayaan sosial bagi seluruh
umat beragama dan dapat membentuk jalan kerukunan antar umat beragama.
Sebenarnya, konflik toleransi disebabkan oleh banyaknya orang yang truth claim
(klaim kebenaran) terutama mengenai masalah agama. Hal tersebut menyebabkan seseorang
menjadi membabi buat atas kebenaran yang ia pegang dan menjadikannya menolak
kebenaran lain yang muncul diluar agama yang dianut. Meskipun tiap agama harus meyakini
bahawa agama yang mereka anut merupakan sesuatu yang paling benar, tetap saja harus
memiliki kesadaran bahwa pluralitas merupakan sesuatu hal yang penting.
Kesadaran mengenai rendahnya toleransi dan pluralitas banyak menyebabkan
berbagai konflik di Indonesia. Seharusnya, sebagai negara yang memiliki penduduk muslim
terbanyak sudah seharusnya memiliki kesadaran dalam bermasyarakat mengingat mereka
hidup di negara yang memiliki banyak etnis dan agama. Sehingga sebagai umat yang
beragama, terutama kaum muslim yang hidup di Indonesia harus memiliki kesadaran dalam
memahami Al-qur’an sebagai salah satu pedoman untuk hidup di negara yang memiliki
banyak perbedaan.

32
Muhammad Yasir, “Makna Toleransi Dalam Al-Qur ’ an” XXII, no. 2 (2014).
KESIMPULAN
Kehidupan bertoleransi di Indonesia bisa dibilang sagatlah tinggi walaupun
diberbagai tempat masih saja ada tindakan intoleransi antara beragama, tetapi yang perlu
diperhatikan lagi adalah bagaimana islam menyikapi keberagaman dan kemajemukan yang
ada di Indonesia itu dimaknai oleh masyarakat islam itu sendiri. Sebagai seorang hamba
Allah SWT kita tentu harus menjalani sepenuh hati segala perintahnya termasuk juga
kehendak Allah untuk menjadikan manusia berbeda-beda dari segi agama, suku, warna kulit,
adat istiadad dan lain sebagainya. oleh karenanya sebagai sebuah jawaban atas kemajemukan
di Indonesia, Islam adalah jawaban yang pasti untuk menghendaki adanya perbedaan demi
persatuan dan kesatuan negeri ini.

Daftar Pustaka
Assyaukanie, L. (2018). Akar-akar legal Intoleransi dan Diskriminasi di Indonesia. Maarif,
27-42.
Asrori, A. (2015). Radikalisme di Indonesia: Antara Historisitas dan Antropisitas. Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam, 9(2), 255-256.

Dewantara, A. W. (2019, April). Radikalisme Agama Dalam Konteks Indonesia yang Agamis
dan Berpancasila. Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 19(1), 1.

Ghazali, Adeng Muchtar. “Toleransi Beragama Dan Kerukunan Dalam Perspektif Islam.”
Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, no. 1 (2016): 25–40.

Gottschalk, L, (2008). Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia.


Muhammad Jayus, . “Toleransi dalam perspektif al qur’an.” Al-Dzikra 9, no. 1 (2015): 115–
28.

Halimah, S. (2018, Oktober). Memangkas Paham Intoleran dan Radikalisme Melalui


Pembelajaran Agama Islam yang Bervisi Rahmatan Lil Alamin. Jurnal Al-Makrifat,
3(2), 134-135.

Kompas. (2022, Desember 18). 7 Kasus Terorisme Terbesar di Indonesia. Retrieved from
Kompas: https://nasional.kompas.com/read/2022/04/28/01300071/7-kasus-terorisme-
terbesar-di-indonesia

Kusuma, R. A. (2019). Dampak Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi


Terhadap Perilaku Intoleransi dan Antisosial di Indonesia. Mawaiz, 273-290.

Muhammad Jayus, . “Toleransi dalam perspektif al qur’an.” Al-Dzikra 9, no. 1 (2015): 115–
28.
Mujetaba Mustafa. “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Al-Qur ’an.” Tasamuh: Jurnal
Studi Islam 7, no. 1 (2015): 1–18.

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press,
1990 Ardiansyah, Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah, dalam Jurnal
Madania Vol XVIII No.2. Desmber, Sumatera Utara: Fatwa MUI, 2014
Muhammad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, cet
12
Muhammad Jayus, . “Toleransi Dalam Perspektif Al Qur’an.” Al-Dzikra 9, no. 1 (2015):
115–28. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/al-dzikra/article/view/1728.
Mujetaba Mustafa. “Toleransi Beragama Dalam Perspektif Al-Qur ’an.” Tasamuh: Jurnal
Studi Islam 7, no. 1 (2015): 1–18.
Peter. (2012). Konstruksi Kasus GKI Yasmin Pada Majalah Mingguan Tempo. Tangerang,
Jakarta, Indonesia: Universitas Multimedia Nusantara.

Qodir, Z. (2016). Kaum Muda, Intoleransi, dan Radikalisme Agama. Jurnal Studi Pemuda,
419-445.

Siagian, S. B. (2020). Nilai-nilai Pancasila dalam Menangani Intoleransi di Indonesia. Jurnal


Teologi Biblika, 36-45.

Sulastiana. (2017). Peran Media dalam Penyebaran Intoleransi Agama. Jurnal Ilmu
Kepolisian, 114-121.

Tanamal, N. A. (2020). Implementasi Nilai Pancasila dalam Menangani Intoleransi di


Indonesia. Jurnal kajian Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia, 408-425.
Turmudi, E. (2005). Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Wahdah. (n.d.). Problematika Toleransi Umat Beragama di Indonesia Era Modern: Solusi
Perspektif Al-Qur'an. Proceding Antasari International Conference (pp. 467-468).
Banjarmasin: UIN Antasari Banjarmasin.

Yasir, Muhammad. “Makna Toleransi Dalam Al-Qur ’ an” XXII, no. 2 (2014).
Yusarani, Midia. “NILAI – NILAI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM SURAT
AL-HUJURAT AYAT 9-13.” UIN Raden Intan Lampung. UIN Raden Intan Lampung,
2021.

Anda mungkin juga menyukai