Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang Terbentuknya Partindo dan PNI – Baru

Partindo dan PNI – Baru merupakan pecahan dari PNI (Partai nasional Indonesia) yang
didirikan oleh Soekarno. Lahirnya PNI dilatarbelakangi oleh situasi politik yang kompleks pada
saat itu. Pemberontakan yang dilakukan PKI tahun 1926 terhadap pemerintah Kolonial Belanda
telah membangkitkan semangat baru di kalangan pelajar guna menyusun kekuatan baru untuk
melawan kolonialisme Belanda. Tindakan pemerintah kolonial yang membubarkan PKI justru
tidak mengendorkan semangat politik di kalangan kaum terpelajar. Tindakan pemerintah
kolonial justru sebagai tantangan kaum nasionalis yang ingin memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Pulangnya beberapa mahasiswa yang telah mengenyam pendidikan di Negeri Belanda
telah memberi dorongan untuk mengubah Kelompok Studi Umum (Algemene Studie Club) di
Bandung menjadi partaipolitik yang berhaluan tegas yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) pada
tanggal 4 Juli 1927.1

PNI menjadi partai yang sangat besar pada saat itu didukung dengan program-program
yang diperkuat oleh propaganda-propaganda yang selalu dikatakan oleh Soekarno yang dalam
waktu singkat meluas dengan pesat sehingga Gubernur Jendral dalam pidato pembukaan
Volksraad tanggal 15 Mei 1928 memberinkan peringatan kepada pemimpin-pemimpin PNI.
Ancaman tersebut tidak dihiraukan oleh pemimpin PNI sehingga pemerintah Belanda
memandang perlumemberikan peringatan yang tegas kepada PNI.

Pemerintah kolonial Belanda mulai melakukan penangkapan kepada para tokoh


pemimpin PNI pada akhir bulan Desember 1929 yang menyebabkan dampak luas pada kaum
pergerakan nasional. Maka berdasarkan berita provokasi tanggal 24 Desember 1929 Pemerintah
Hindia Belanda mengadakan pengeledahan dan melakukan penangkapan kepada empat pimpinan
PNI ialah Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata. 2 Dalam arena politik terjadi
pergolakan dan perselisihan antara pemimpin-pemimpin, kelompok-kelompok, serta aloiran-
aliran.3

1
Slamet Mulyono, 1986: 15
2
Susanto Tirtoprodjo, 1980: 77
3
Sartono Kartodirjo, 1993: 165
Setelah Soekarno ditangkap, PNI menghentikan hampir seluruh kegiatan politiknya dan
setelah para pemimpin PNI itu dijatuhi hukuman penjara, maka bulan April 1931 PNI
dibubarkan. Sebagai gantinya mereka membentuk Partindo (Partai Indonesia) yang memiliki
tujuan sama dengan keinginan PNI yaitu Indonesia Merdeka. (John Ingleson, 1993: 100)

Pada dasarnya sebelum persiapan membentuk PNI-Baru, Hatta memiliki gagasan dan
rencana bahwa partai baru tersebut akan diorganisasikan oleh alumni Perhimpunan Indonesia
(PI) yang ada di Belanda berdasarkan Ideologi Perhimpunan Indoensia. Namun program partai
tersebut tidak sesuai keinginan pendukung karena Hatta sendiri kurang mengetahui situasi politik
di Indoensia secara terperinci karena ia sedang di Belanda. Partai yang diusulkan tersebut harus
memainkan peran penting di bidang pendidikan dan memalui pendidikan akan secara bertahap
disiapkan untuk merdeka. Disinilah munculnya benih perselisihan tentang taktik dan gaya
perjuangan yang kemudian menyebabkan Hatta sejak tahun 1929 terang-terangan mengkritik
PNI dan bubarnya PNI pada tahun 1931, yang menyebablkan suatu partai saingan yang sekuler
dan non kooperasi.4

Proses Pecahnya PNI Menjadi Partindo dan PNI-Baru

Pada saat Soekarno meringkuk di penjara Sukamiskin beberapa pihak mencoba


mengatasi dengan berbagai jalan yang sudah barang cocok dengan cita-cita serta keinginan
masing-masing. Meningngat beragamnya haluan dan aliran politik di tubuh PNI, maka jalan
yang mermacam-macam tersebut menciptakan situasi yang kompleks. Ketegangan dan konflik
terjadi bertubi-tubi dan menjadikan suatu proses yang membuat perpecahan yang tambah parah.
Apakah skenario tersebut sengaja dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dalam menjalankan
politik pecah belah (Devide et Impera) hal ini masih belum diketahui. Yang jelas bahwa motif
penangkapan merupakan upaya pencegahan pemerintah kolonial terulangnya huru-hara tahun
1926 sekaligus memperlemah kedudukan PNI.5

Hukuman terhadap pemimpin PNI juga mengandung pengertian bahwa barang siapa yang
melakukan tindakan seperti para pemimpin itu dapat dituduh melakukan kejahatan dan dapat
dijatuhi hukuman. Jadi para anggota yang meneruskan jejak PNI dibayangi dengan bahaya. Oleh
4
John Ingelson, 1993: 68
5
Sartono Kartodirjo, 1993: 167
karena pertimbangan tersebut maka melakukan pembubaran PNI. Sartono melakukan kongres
luar biasa untuk membahas pendirian partai baru dipihak lain. Partai baru tersebut bersifat
sekuler dan non kooperasi bernama Partai Indonesia (Partindo) pada tanggal 1 mei 1931 dan
sartono dipercaya sebagai ketua dari partai tersebut.6

Pembubaran PNI dan seruan pembentukan Partindo memperoleh dukungan dari bekas-
bekas anggota PNI dan mendapat tantangan hebat dari beberapa kalangan PNI lainnya. Reaksi
Hatta terhadap pembubaran PNI mula-mula berupa pernyataan sedih, bahwa para pemimpin
begitu mudah tunduk kepada sikap permusuhan pemerintah. Hatta menjelaskan bahwa ia tidak
akan mendukung Partindo karena tidak setuju dengan pembubaran PNI dan juga keberatan
bahwa pembubaran tersebut dilakukan tanpa konsultasi dengan para anggotanya.

Syahrir yang pada waktu itu menjadi anggota pengurus Perhimpunan Indonesia
disamping belajar ilmu hukum di Universitas Amsterdam, ia lebih menekuni aktivitasnya di
dunia politik mahasiswa dari serikat buruh. Secara intelektual ia juga menginginkan Indoensia
merdeka yang demokratis dan sosialis. 7 Pada bulan Desember 1931 Syahrir yang baru pulang
dari Belanda membentuk suatu organisasi tandingan terhadap Partindo. Organisasi ini adalah
Pendidikan Nasional Indonesia yang disebut sebagai PNI-Baru. Disini taktik Soekarno ditolak
dan PNI-Baru menganut pandangan-pandangan yang sedikit relistis.8

PNI-Baru memiliki haluan revolusioner, berupaya membentuk massa proletariat yang


berhadapan dengan kaum kapitalis dan borjuis. PNI-baru mengutamakan pendidikan kader,
berbeda hal dengan Partindo yang merupakai partai massa dan yang mengerahkan kegiatannya
dalam penyelenggaraan massa aksi. Perlu dicatat bahwa Mohammad Hatta tidak sejalan dengan
Partindo. Oleh karena itu pada tanggal 23 Agustus 1932 sewaktu beliau tiba di tanah air, ia
mengabungkan diri dengan PNI-Baru.9

Orang sering mengatakan bahwa Partindo adalah “partainya” Soekarno dan PNI-Baru
partainya Hatta dan Sjahrir. Hal ini ada benarnya karena yang mendominasi partai-partai tersebut
adalah Soekarno di satu pihak dan Hatta-Sjahrir di pihak lain. Soekarno berpendidikan barat dan
ia bukan satu-satunya yang berpengaruh di Partindo tetapi ada pemimpin lain yaitu Ali
6
Suhartono, 1994: 71-72
7
Suhartono, 1994: 72
8
Ricklefs, M. C. 1995: 287
9
Hardi, 1988: 152
Sastroamijoyo, Sartono, Iskaq, Suyudi dan lain-lain. Hatta dan Sjahrir jelas berpendidikan barat
dan penganut sosialisme dan demokrasi. Dilihat dari golongan sosial dan masyarakat maka
pemimpin Partindo berasal dari priyayi dan pemimpin PNI-Baru berasal dari perangkat desa dan
pegawai rendahan.

Partindo

Partai Indoensia disingkat Partindo merupakan partai politik yang berdiri setelah PNI
membubarkan diri pada bulan April 1931.10 Partindo adalah partai sekuler non kooperasi dan
radikal. Sartono dipercaya sebagai pemimpin Partindo. Pada hakikkatnya Partindo adalah PNI
dengan nama lain. Partindo berbeda dengan masa kejayaan PNI, ia lebih menekankan terhadap
swadaya, swadesi dan koperasi dibidang ekonomi. 11 Menurut M. Rusli Karim, Partindo
merupakan partai baru untuk menghimpun sisa-sisa kekuatan yang dulunya berada di PNI.

Partindo merupakan salah satu organisasi yang banyak diminati masyarakat pada
masanya, hal ini dikarenakan organisasi tersebut memiliki daya tarik tersendiri dimata
masyarakat pada saat itu. Awalnya setelah Soekarno dibebaskan dari penjara sukamiskin tahun
1932, ia bertekad untuk kembali menyatukan Partindo dengan PNI-Baru, namun usahanya
mengalami kegagalan, sehingga Soekarno memutuskan untuk memilih Partindo karena
organisasi tersebut sesuai dengan pribadinya yang menawarkankebebasan untuk
mengembangkan kemampuan agitasinya. Soekarno mengumumkan keputusannya tersebut pada
tanggal 1 Agustus 1932.

Peran Partindo Dalam Pergerakan Nasional

Setelah Soekarno bergabung dalam Partindo membuat partai ini berkembang pesat.
Soekarno yang menjabat sebagai kepala cabang Bandung melakukan aksi-aksi yang memukau
rakyat Indonesia. Dengan pidatonya yang membara-bara sekaligus menyihir membuat
propaganda-propaganda Partindo tersalurkan dan memikat rakyat Indoensia untuk masuk
kedalam Partindo. Terbukti bahwa sebelumnya, anggota Partindo yang awalnya hanya 266
anggota pada bulan Agustus 1932 menjadi 3.762 pada tahun 1933. Secara proporsional lebih

10
A. G. Pringgodigdo, 1977: 790
11
Suhartono, 1994: 72
epat dari perkembangan jumlah anggota partai secara keseluruhan. Antara bulan Mei 1932 dan
Juli 1933 jumlah anggota Partindo seluruhnya berkembang dari 4.300 menjadi 200.000 orang.

Pada kongres Partindo bulan Juli 1933, Soekarno menjelaskan konsep Marhaenisme kepada yang
menentang analisa kelas dari PNI pendidikan dan lebih menyukai perjuangan membela rakyat
kecil. Pada kongres itu pula Soekarno sukses menyampaikan konsep sosio-nasionalisme dan
sosio-demokratismenya. Pada pokoknya marhaenisme menolak kelas dari PNI-Baru dan lebih
menyukai perjuangan ras dan mengantikan cita-cita ekonomi sosialis berdasarkan kolektivisme
dengan konsep tentang kebahagiaan dan keadilan sosial untuk kaum marhaen, rakyat kecil yang
membentuk 95 persen dari rakyat Indonesia.

Kongres Partindo pada bulan Juli 1933 menerima sembilan tesis tentang marhaenisme
dan sosio-nasionalisme:

1. Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-demokratisme.

2. Marhaen adalah kaum proletar Indonesia, petai yang miskin dan orang Indoensia lainnya yang
miskin.

3. Partindo mengunakan kata marhaen dan bukan proletar karena pengertian proletar telah
tercakup dalam marhaen, sedangkan kata proletar bisa juga tidak mencakup para petani dan
orang miskin.

4. Karena Partindo yakin bahwa orang-orang miskin Indonesia juga harus ambil bagian dalam
kemerdekaan Indonesia maka digunakan kata marhaen.

5. Didalam perjuangan kaum marhaen adalah keyakinan Partindo kaum proletar aka merebut
bagian terpenting.

6. Marhaenisme adalah prinsip yang menghendaki suatu struktur dan tertib sosial yang melayani
kaum marhaen dalam segala hal

7. Marhaenisme adalah cara perjuanganuntuk mecapai suatu struktur dan tata tertib sosial
karenanya harus bersifat revolusioner

8. Marhaenisme adalah suatu cara perjuangan dan sekaligus juga prinsipnya bertujuan mengusir
setiap bentuk kapitalisme dan imperialisme.
9. Setiap orang Indoensia yang mempraktekkan marhaenisme adalah marhaen.12

Kongres-kongres yang selalu dipenuhi oleh peminat ini membuat pemerintah Hindia
Belanda mewanti-wanti dan melarang pegawai negeri untuk ikut bergabung dengan Partindo.
Puncak dari sikap pemerintah Hindia Belanda yaitu dibuangnya lagi Soekarno sebagai tokoh
yang berpengaruh di Partindo ke Ende, Flores.

Kemunduran dan Bubarnya Partindo

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Partindo mengalami kemunduran yaitu, Partindo
dianggap terlalu radikal oleh pemerintah Hindia Belanda. Sejak dipimpin oleh Soekarno,
Partindo melakukan aksi-aksi yang revolusioner. Anggota Partindo juga mengalami peningkatan
yang pesat sehingga alasan ini digunakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menangkap dan
mengasingkan Soekarno. Pemerintah Hindi baelanda takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan
seperti huru-hara tahun 1926 yang dilakukan olek PKI.

Selain itu faktor ditangkapnya Soekarno juga menjadi alasan kemunduran Partindo,
karena tidak ada pemimpn penganti yang secakap dan setenar Soekarno dengan pidato-pidatonya
yang menarik para rakyat Indonesia untuk bergabung kedalam Partindo. Akhirnya pada tanggal
18 November 1939 Sartono membubarkan Partindo meski tanpa dukungan penuh dari
anggotanya. Mereka menanggap Sartono membubarkan Partindo tanpa alasan yang jelas namun
menurut sartono ada beberapa penyebab yang mengharuskan Partindo dibubarkan. Alasan
pertama adalah PPKI melarang Partindo untuk mengadakan rapat yang kemudian menyebabkan
keluarnya Partindo dari PPKI, kedua adalah kegiatan-kegiatan organisasi Partindo yang radikal
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda melakukan pengawasan yang sangat ketat, ketiga
Partindo tidak berkembang pada umumnya karena tidak adanya pemimpin secakap Soekarno.

PNI-Baru (Pendidikan Nasional Indoensia-Baru)


12
John Ingleson, 1988:214
Pendidikan Nasional merupakan perhimpunan pelajar yang didirikan di Yogyakarta pada
akhir Desember 1931 atas anjuran dari Sutan Syahrir oleh anggota PNI-Lama yaitu Perserikatan
Golongan Merdeka yang tergabung dalam Club Pendidikan Nasional Indonesia yaitu partai baru
dibawah pimpinan Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir yang tidak setuju dengan pembubaran
PNI.

Pada dasarnya lahirnya PNI-Baru merupakan representasi untuk menghilangkan ketidakpuasan


atas pembubaran PNI dan berdirinya Partindo. Golongan yang tidak puas tersebut terhimpun
dalam Golongan Merdeka yang terdapat pada kota-kota besar di Jawa dan Sumatra. Kelompok
tersebut menyebut dirinya sebagai Klub Pendidikan Nasional Indonesia yang menekankan
pembinaan terhadap anggota-anggotanya yang terdidik baik dan berkesadaran politik yang
tinggi.

Sebelum PNI-Baru sebelum PNI-Baru terbentuk, Klub Pendidikan mengeluarkan surat kabar
Daulat Rakyat yang menyerang Partindo. Dikatakan bahwa Partindo telah memerosotkan
semangat nasionalisme, mereka mendorong dibentuknya suatu partai yang berdasarkan
nasionalisme dan demokrasi. Pada saat konferensi di Yogyakarta tanggal 15-27 Desember
dibawah pimpinan Sukemi kemudian lahirlah PNI-Baru atau disebut Pendidikan Nasional
Indonesia.

Peran PNI-Baru Dalam Pergerakan Nasional

Pada bulan Agustus 1932, Hatta pulang ke Indonesia setelah sebelas tahun lamaya
megenyam pendidikan di Negeri Belanda. Hatta mencoba mempengaruhi gerakan nasionalis dari
jauh dan akhirnya ia terjun sendiri dalam gerakan yang diinginkannya. Hatta kemudian
memegang tampuk kekuasaan dalam PNI-Baru dan kemudian tidak lama terjadi peningkatan
jumlah anggotanya terutama di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Hatta membuat sebuah
kursus kader yang didasarkan pada pamflet yang ditulisnya sendiri berjudul “Kearah Indonesia
Merdeka” yang mengambil tekanan pada kedaulatan rakyat dan kebangsaan. Hatta tidak
menghendaki pemerintahan yangbdipimpin oleh ningrat dan cendekiawan yang hanya
menyokong dan mengurus kepentingannya sendiri, tetapi menghendaki pemerintahan rakyat.
Individualisme barat yang dipertentangkannya dengan kolektivisme pedesaan. Ketidak puasan
rakyat terhadap pemerintah Kolonial Belanda yang didukung dengan depresi ekonomi
menyebabkan PNI-Baru banyak mendapat pengikut di Indramayu, Cirebon dan Klaten.
Organisasi itu akan membantu rakyat dan menjadi pelindungnya dalam menghadapi
ketidakadilan pemerintah.13

Kemunduran dan Bubarnya PNI-Baru

Pada tahun 1934 Partindo, PNI-Baru, dan PSII mendapat pukulan berat dari pemerintah
kolonial Hindia Belanda. Organisasi tersebut dilarang melakukan kegiatan dan rapat-rapat partai.
Surat kabar mereka yaitu Persatuan Indonesia dan Pikiran Rakyat dibredel, bahkan Suara Umum
milik PBI juga tak luput dari pembredelan. Guru-guru dilarang menghadiri rapat-rapat organisasi
Indonesia Muda dan menjadi anggota Persatuan Buruh Kereta Api.

Soekarno telah dibuang ke Flores yang disusul oleh pembuangan Hatta dan Sjahrir. Hal
ini menyebabkan terjadinya krisis kepemimpinan dalam tubuh partai. Menghadapi tindakan
pemerintah Hindia Belanda, Hatta menolak pembubaran PNI-Baru cara lama yang dikecamnya
terhadap PNI lama, sedangkan perlawanan pasif ia sangat khawatir kalau pemerintah mengambil
tindakan terhadap gerakan radikal seperti yang dialami PKI.

Meskipun PNI-Baru cenderung bergerak pada pembentukan kader daripada agitasi tetapi
tokoh tersebut ditindak juga. Menghadapi situasi tersebut Gubernur Jendral Hindia Belanda, De
Jonge akan bertidak keras dan akan “memurnikan” gerakan nasionalisme dengan cepat dan
efisien harus melumpuhkan gerakan non kooperasi.

Bulan Desember gerakan pemurnian tersebutberhasil menahan Hatta dan Sjahrir. Goebee
sebagai penasihat urusan bumiputra menyatakan tidak setuju atas penahanan kedua pemimpin
itu, sebab ia khawatir kalau organisasi yang dipegang oleh pemimpin yang lebih radikal dan
bahkan membahayakan pemerintah. PNI-Baru dilarang dan pemimpinnya selain Hatta dan
Sjahrir masih ada yaitu Maskun, Burhanudin, Suko, Bondan, dan Murwoto dibuang ke Boven
Digul. Tentang penahanan tersebut De Jonge, mengakui alasannya kurang kuat, tetapi ia
bertekad untuk sekali lagi dan bahkan selamanya agar Hindia Belanda terhindar dari infeksi
kaum nsionalis revolusioner sehingga tercapai ketenangan.14

13
Ingleson, 1998: 203-206
14
Ingleson, 1988:251
Daftar Pustaka

Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan nasional Dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar (anggota IKAPI).

Anda mungkin juga menyukai