Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................1

BAB I.......................................................................................................................2

PENDAHULUAN...................................................................................................2

1.1 Latar Belakang...............................................................................................2

1.2 Rumusan masalah...........................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

PEMBAHASAN......................................................................................................4

2.1 Pengertian Toleransi.......................................................................................4

2.2 Toleransi Dalam Islam...................................................................................4

2.3. Macam-macam Toleransi/Tasamuh............................................................17

2.4 Manfaat dari Toleransi.................................................................................19

2.5 Akibat Toleransi Diabaikan..........................................................................21

BAB III..................................................................................................................22

PENUTUP..............................................................................................................22

3.1   Kesimpulan.................................................................................................22

3.2  Saran............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

               Toleransi dalam Islam adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada
situasi saat ini ketika Islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam
adalah agama intoleran, diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak
memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, sebaliknya
Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga jauh dari perdamaian,
kasih sayang dan persatuan.

Padahal dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep


yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan
bagi kami agama kami”  adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain
ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah
hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu
menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing.
Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya
kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka.
Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan
pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam
masyarakat Islam.

1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, kami dapat merumuskan masalah dalam
makalah ini, yaitu sebagai berikut ;
1. Apa pengertian toleransi?

2. Bagaimana toleransi dalam pandangan Islam ?

2
3. Macam-macam toleransi?     

4. Apa saja manfaat toleransi ?

5. Bagaimana akibat jika toleransi diabaikan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui makna toleransi

2. Untuk memahami makna toleransi dalam Islam

3. Agar mengetahui manfaat dari toleransi dan akibat bila tidak ada toleransi

4. Sebagai tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toleransi

Toleransi adalah kata serapan yang diambil dari bahasa inggris yaitu kata
tolerance yang memiliki arti membiarkan. Sehingga dari akar katanya, toleransi adalah
tindakan pembiaran. Jika dikaitkan dengan bahasa arab, toleransi sepadan dengan kata
tasamuh. Kata tasamuh artinya adalah mengizinkan atau bisa juga diartikan saling
memudahkan.

Jika ditarik kesimpulan dari kata tolerance dan tasamuh, maka toleransi adalah
tindakan yang membiarkan atau mengizinkan seseorang melakukan sesuatu. Toleransi
juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.
Toleransi diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai, atau
memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat.
rmasuk agama Islam.

2.2 Toleransi Dalam Islam

Bagaimana toleransi dalam islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan


Al-Hadist. Islam diturunkan oleh Allah ke dunia bukan hanya bertujuan untuk
mempertahankan eksistensi sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi
agama-agama lain dan juga memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil
menghormati pemeluk-pemeluk agama lain.

Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang
amat komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa
dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan
universal di antara umat manusia. Abu Ju’la  dengan amat menarik
mengemukakan, “Semua makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling
dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”.

4
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan,
“irhamuu man fil ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di
bumi maka akan sayang pula mereka yang di langit kepadamu).  Persaudaran
universal adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini
menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan
dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep
keadilan,perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta melarang
semua keburukan.

Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. 


Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang
pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara
Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap
saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta
saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Contoh lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh
Umar bin Khattab.  Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk
Yerussalem, setelah kota suci itu ditaklukan oleh kaum Muslimin.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul


dari pemahaman bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan
sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong,
sebagai bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam
Islam.

Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang
mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama
fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia
merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep


yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan

5
bagi kami agama kami”  (QS. Al-Kafirun:6) adalah contoh populer dari toleransi
dalam Islam.

Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam


mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak
berbuat aniaya kepada umat Islam.  Al-Qur’an juga mengajarkan agar umat Islam
mengutamakan terciptanya suasana perdamaian, hingga timbul rasa kasih sayang
diantara umat Islam dengan umat beragama lain.  Kerjasama dalam bidang
kehidupan masyarakat seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan
penyakit sosial, pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah
beberapa contoh kerja sama yang dilakukan antara umat Islam dengan umat
beragama lain.

Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama artikan dengan
mengakui kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk
mengikuti ibadat-ibadat agama lain.  Toleransi harus dibedakan dari
komfromisme, yaitu menerima apa saja yang dikatakan orang lain asal
bisa menciptakan kedamaian dan kebersamaan.

Adapun dalam tataran praktisnya toleransi dalam islam seperti yang telah
di contohkan oleh para Nabi, banyak sekali jenisnya, antara lain:

1.Toleransi Dalam Jual Beli dan Hukum-Hukumya.

Allah Ta’ala berfirman.

‫َويَ ا َق ْوِم أ َْوفُ وا الْ ِم ْكيَ َال َوالْ ِم َيزا َن بِالْ ِق ْس ِط ۖ َواَل َتْب َخ ُس وا‬

‫ين‬‫د‬ِ ‫ض م ْف ِس‬
ِ ‫َر‬ ‫ا‬ ‫يِف‬ ‫َّاس أَ ْشيَاءَ ُه ْم َواَل َت ْعَث ْوا‬
َ ُ ْ ‫أْل‬ َ ‫الن‬

6
Artinya "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah
kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” [Hud : 85]

َ ُ‫اس َي ْس َت ْوف‬
( ‫ون‬ ِ ‫ِين إِ َذا ا ْك َت الُوا َع َلى ال َّن‬
َ ‫) الَّذ‬١( ‫ِين‬ َ ‫َو ْي ٌل ل ِْلم‬
َ ‫ُط ِّفف‬
َ ‫ظنُّ أُو َل ِئ‬
‫ك‬ ُ ‫) أَال َي‬٣( ‫ُون‬ َ ‫) َوإِ َذا َك الُو ُه ْم أَ ْو َو َز ُن و ُه ْم ي ُْخ ِس ر‬٢
ِّ‫) َي ْو َم َيقُ و ُم ال َّناسُ لِ َرب‬٥( ‫) لِ َي ْو ٍم َعظِ ٍيم‬٤( ‫ون‬ ُ ‫أَ َّن ُه ْم َم ْبع‬
َ ‫ُوث‬
)٦(        ‫ِين‬ َ ‫ْال َعا َلم‬
Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6

1. Celakalah
2.  bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)
3. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi
4. dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi
5. pada suatu hari yang besar
6. Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan
dibangkitkan,(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit

2. Toleransi dalam berhutang

Allah yang Maha Agung berfirman.

‫ص َّدقُوا َخْي ٌر‬َ‫ت‬ ‫ن‬


ْ َ
‫أ‬ ‫و‬ ۚ ٍ
‫ة‬ ‫ر‬ ‫س‬ ‫ي‬‫م‬ ٰ ‫ىَل‬ِ
‫إ‬ ‫ة‬
ٌ ‫ر‬ ِ َ‫وإِ ْن َك ا َن ذُو عس ر ٍة َفن‬
‫ظ‬
َ َ َ َ َْ َ َُْ َ
‫لَ ُك ْم ۖ إِ ْن ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬
7
“Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka beri tangguhlah
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang itu)
labih baik bagimu, jika kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 280]

Sungguh peletak syari’ah (Allah) yang Maha Hikmah telah menghasung


untuk memberi tangguh orang yang kesulitan hutang dan memberikan
keistimewaan agung sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pasal ‘Keutamaan
Toleransi”, cukuplah bagimu untuk sekedar tahu, bahwa memberi tangguh orang
yang kesukaran dan mema’afkannya termasuk penghapus dosa dan sebab Allah
mema’afkan kesalahan-kesalahannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Dahulu ada seorang saudagar yang biasa menghutangi orang, bila dia
melihat orang yang kesukaran (dalam membayar hutang), maka dia
memerintahkan para pegawainya : “Ma’afkanlah dia mudah-mudahan Allah
mema’afkan kita !” Maka Allah-pun mema’afkan dia …” [Hadits Riwayat
Bukhari 4/309- Al-Fath]

Termasuk cara menagih yang bagus adalah toleran dalam menagih,


menerima kekurangan sedikit yang ada padanya. Menuntutnya dengan mudah,
tidak menjilat (rentenir, -pent), tidak mempersulit orang dan mema’afkan mereka
mudah-mudahan Allah merahmati kita.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Mudah-mudahan Allah merahmati lelaki yang toleran bila menjual,


membeli dan menagih” [Hadits Riwayat Bukhari 4/206 -Al-Fath]

Lafadh “samhun” artinya “sahlun” yakni mudah, dia adalah sifat


musyabbahah yang menunjukkan penetapan, oleh sebab itu, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi keadaan jual-beli dan keputusan hukum.
Hal ini menunjukkan sikap mempermudah dalam hubungan sosial dan membuang
sikap kikir serta memberikan hak-hak menusia dengan segera (tidak terlambat).

8
Termasuk keindahan keputusan hukum adalah bahwa orang yang
meminjam sesuatu lalu mengembalikannya dengan yang lebih baik atau lebih
banyak dengan tanpa syarat adalah orang yang berbuat baik, dan hal ini halal bagi
pihak yang meminjamkan.

3. Toleransi Dengan Ilmu


Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini
termasuk pintu toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi
dengan harta, sebab ilmu lebih mulia daripada harta.
Maka seyogyanya seorang alim menyebarkan ilmu kepada setiap orang
yang bertanya tentangnya bahkan mengeluarkannya secara keseluruhan, bila ia
ditanya tentang suatu masalah. Maka dia memperinci jawabannya dengan
perincian yang memuaskan dan menyebutkan sisi-sisi dalilnya, dia tidak cukup
menjawab pertanyaan si penanya, namun dia menyebutkan contoh kasus serupa
dengan kaitan-kaitannya serta faedah-faedah yang dapat memuaskan dan
mencukupinya.
Para sahabat yang mulia Radliyallahu ‘anhum pernah bertanya kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang berwudlu dengan air laut, maka
beliau menjawab.

“Artinya : Laut itu suci airnya lagi halal bangkainya” [Hadits Riwayat Ashabus
Sunan dan Malik, lihat takhrijnya secara rinci dalam Ash-Shahihah 480]

Beliau menjawab pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka


ketarangan tambahan yang mungkin sewaktu-waktu lebih mereka butuhkab
daripada apa yang mereka pertanyakan.

Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta


jalan-jalannya beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat.
Cukup bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi
aqidah, ibadah, budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang
lurus dan penuh toleransi.

9
4. Toleransi Dengan Kehormatan

Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan


kebersihan hati dari rasa permusuhan.
Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu memberi uang belanja kepada
Misthoh bin Utsatsah karena hubungan famili dan kefakirannya.

Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari kalangan ashabul
ifki (pembuat berita dusta), lalu dia tenggelam bersama orang yang tenggelam
menuduh As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu ‘anha berbuat mesum, maka Abu
Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu bersumpah tidak akan memberi uang
belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun bershodaqoh dengan
kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.

Sungguh indah ucapan penyair.

“Sesungguhnya kadar dosa Misthoh dapat meruntuhkan bintang-bintang dari


ufuknya. Sungguh telah terjadi apa yang terjadi Ash-Shiddiq ditegur tentang
haknya (Si Misthoh)

Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah


Radliyallahu anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau
mengisahkan : ” ….Maka Allah menurunkan (ayat) tentang kesucianku” Abu
Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya
memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan
kefakirannya ” Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun
kepada si Misthoh selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah” maka Allah
menurunkan (ayat).

“Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan


diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah,
dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin

10
bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” [An-Nur : 22]

Abu Bakr mengatakan : “Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah
mengampuniku” beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan
menyatakan : “Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya”
[Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi]

5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung Beban


Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada
yang mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa
yang sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan
dan kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya
terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Lemah lembut terhadap kaum mukminin” [Al-Maidah : 54]

Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada saudara mereka kaum
mukminin, namun dia tidak menghinakan dirinya.

Allah yang Maha Mulia berfirman.

“Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari


kalangan orang-orang yang beriman” [Asy-Syu’ara : 215]

Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut, sebab : “Sekiranya


kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu ….” [Ali Imran : 159]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Kaum mukminin adalah orang yang lemah lembut dan lunak, seperti
halnya onta jinak bila diikat dia terikat, bila dituntun dia tertuntun dan bila engkau

11
menambatkannya pada sebuah batu maka diapun tertambat” [Lihat Ash-
Shahihah : 936]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin


seperti onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun,
dia menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan
kedunguan, namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan
kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang
jahat (fajir) adalah orang yang jelek lagi penipu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas,


kemana-pun beliau dibawa belaiu ikut.

Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan : “Sungguh ada
seorang budak wanita dari Madinah ‘mengambil tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu ia mengajak beliau sekehendaknya” [Dikeluarkan oleh Bukhari
10/489 secara mu’allaq dan disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan
lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174,
215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad’an dia lemah namun dapat
dijadikan penguat]

Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan : “Yang dimaksud


dengan ‘mengambil tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan
tunduk/patuh … Ungkapan ‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak
perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan
membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua
menunjukkan kelebihan sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap
kesombongan, Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 10/490]

6. Toleransi dalam beragama.

Toleransi ini adalah menyangkut dengan keyakinan atau aqidah. Loyalitas


dan keyakinan terhadap agama melahirkan dogma-dogma yang kebenarannya
tidak bisa di ganggu gugat, sekalipun bertentangan dengan rasio atau logika.

12
Orang sering menganggap bahwa apa saja yang dating dari agama bersifat mutlak,
dan kebenaran itu harus disampaikan kepada orang lain agar orang lain itu tidak
sesat dari anggapan inilah lahir pula anggapan bahwa keyakinan di luar keyakinan
dirinya itu adalah salah dan sesat

Prinsip-prinsip dasar dalam toleransi beragama

 Tidak ada pemaksaan dalam beragama

Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan.


Oleh karena itu, hal-hal yang dapat memicu lahirnya konflik anta kelompok harus
dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan adalah pemaksaan satu kelompok
terhadap kelompok lain. Agama bagi islam adalah keyakinan yang harus datang
dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Dalam surat Al-
Baqarah ayat 256 Allah berfirman yang artinya,

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

 Kebebasan memilih dan menentukan keyakinan

Manusia, dalam perspektif islam adalah khalifah di muka bumi yang bebas
memilih dan menentukan pilihannya sesuai dengan keinginan hati nuraninya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 29, yang artinya

“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa


yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang

13
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.”

 Tidak melarang untuk bekerjasama dengan orang yang tidak sepaham

Islam mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan


dengan siapa saja, termasuk dengan agama lain sepanjang kerjasama mereka
dilakukan untuk kebaikan. Sebagaimana firman Allahdalam surat Al-Mumtahanah
ayat 8 yang artinya,

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”

 Mengakui adanya keragaman

Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini dengan bermacam suku
bangsa, ras maupun bahasa. Keragaman ini merupakan sunnatullah yang tidak
dapat dihindari dan harus disikapi dengan wajar. Oleh karena itu, hak-hak hidup
bagi orang dan pengikut agama yang berbeda harus diberikan secara wajar dan
proporsional. Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 99 yang artinya,

“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di


muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik orang
adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan: “Apa
hati yang mahmum itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada
dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki”. Ditanyakan:
“Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?”. Jawabnya : “Orang-orang yang
membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan : “Siapa lagi setelah itu?”.
Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

14
Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk
menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-
meliputi, baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak
lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan
ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material
maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi
(as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah
(hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).

Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil


bathil (mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat
dilarang dilakukan oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama
dengan toleransi sebagai landasannya.  Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat
Al-Quran dibawah ini, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)

Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-


Rahmah), keadilan (al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-
Tauhid). Konsep-konsep dasar inilah yang mengikat makna tasamuh dalam Islam.
Dan masing-masing konsep tidak dapat dipisahkan karena semuanya memiliki
makna yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan ciri khas Islam yang
mampu membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh karena itu,
hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar
(perspektif Islam) tersebut.

Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik


orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan:
“Apa hati yang mahmum itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih

15
tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki”.
Ditanyakan: “Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?”. Jawabnya : “Orang-orang
yang membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan : “Siapa lagi setelah itu?”.
Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk


menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-
meliputi, baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak
lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan
ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material
maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi
(as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah
(hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).

Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil


bathil (mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat
dilarang dilakukan oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama
dengan toleransi sebagai landasannya.  Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat
Al-Quran dibawah ini, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)

Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-


Rahmah), keadilan (al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-
Tauhid). Konsep-konsep dasar inilah yang mengikat makna tasamuh dalam Islam.
Dan masing-masing konsep tidak dapat dipisahkan karena semuanya memiliki
makna yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan ciri khas Islam yang
mampu membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh karena itu,

16
hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar
(perspektif Islam) tersebut.

2.3. Macam-macam Toleransi/Tasamuh

Toleransi / tasamuh terdiri dari dua macam yaitu : toleransi terhadap


sesama muslim dan toleransi terhadap selain muslim.

a.       Toleransi terhadap sesama muslim merupakan suatu kewajiban, karena di


samping sebagai tuntutan sosial juga merupakan wujud persaudaraan yang terikat
oleh tali aqidah yang sama. Bahkan dalam hadits nabi dijelaskan bahwa seseorang
tidak sempurna imannya jika tidak memiliki rasa kasih sayang dan tenggang rasa
terhadap saudaranya yang lain.

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai


saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sikap toleran dan baik hati terhadap sesama terlebih lagi dia seorang
muslim pada akhirnya akan membias kembali kepada kita yaitu banyak
memperoleh kemudahan dan peluang hidup karena adanya relasi, disamping itu
Allah akan membalas semua kebaikan kita di akhirat kelak.

b.      Adapun toleransi terhadap non muslim mempunyai batasan tertentu selama


mereka mau menghargai kita, dan tidak mengusir kita dari kampung halaman.
Mereka pun harus kita hargai karena pada dasarnya sama sebagai makhluk Allah
SWT.

Bersikap tasamuh bukan berarti kita toleran terhadap sesuatu secara


membabi buta tanpa memiliki pendirian, tetapi harus dibarengi dengan suatu
prinsip yang adil dan membela kebenaran. Kita tetap harus tegas dan adil jika
dihadapkan pada suatu masalah baik menyangkut diri sendiri, keluarga ataupun
orang lain. Walaupun keputusan tersebut akan berakibat pahit pada diri sendiri.
Dalam ajaran Islam  keadilan ditegakkan tanpa memandang bulu baik rakyat jelata

17
maupun raja harus tunduk kepada hukum dan ajaran Allah SWT. Jika ia
melanggar harus menerima segala konsekwensinya.

Bentuk- bentuk tasamuh dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain :

1. Tidak menggangu ketenangan tetangga

Rasulullah SAW bersabda :

Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak
beriman,. Saat itu beliau ditanya “ Ya Rasullah siapakah yang tidak beriman itu
“Rasulullah saw Bersabda ‘ (yakni) orang yang tetangganya tidak merasa nyaman
karena gangguannya. (H.R. Bukhori)

Hadits tersebut  menjelaskan bahwa pengakuan iman seseorang tidak


sempurna apabila masih suka menganggu ketenagan tenangganya, baik dengan
ucapan yang jelek maupun perbuatan.

2. Kerukunan antar umat islam

Saat ini dalam agama Islam berkembang berbagai macam paham dan aliran.
Walaupun demikian antara muslim yang satu dengan muslim yang lainnya tetap
merupakan saudara. Munculnya aliran yang berbeda-beda dari perbedaan
penafsiran karena penguasaan ilmu yang mendukung penafsiran itu berbeda. Akan
tetapi umat Islam harus menjunjung tinggi persaudaraan karena yang mengikat
persaudaraan diatara mereka adalah Islam. Dalam hadits Rasulullah SAW
bersabda : “Perumpamaan orang Islam di dalam sayang menyayangi dan kasih
mengasihi adalah bagaikan satu tubuh yang apabila ada salah satu anggota yang
sakit maka anggota tubuh yang lain akan merasakannya yaitu tidak bisa tidur dan
merasa demam”(H.R. Muslim)

Salah satu wujud kerukunan adalah adanya kemauan untuk saling membantu,
menolong dan saling menghargai satu sama lain.

18
3. Kerukunan umat Islam dengan umat beragama lain

Islam merupakan agama yang mempunyai tolerasi tinggi terhadap golongan


yang beragama lain. Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan cara
kekerasan dan paksaan akan tetapi harus dengan cara yang damai Firman Allah
SWT dalam Q.S Al-Baqarah : 256 yang artinya : “Tidak ada paksaan untuk
(memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghutb dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali
yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.

4. Menyukai sesuatu untuk tetangganya, sebagaimana ia suka untuk dirinya


sendiri.

Rasulullah SAW bersabda : “Demi Dzat yang aku berada di dalam


kekuasannya, tidaklah seorang beriman sehingga ia menyukai buat tetangganya
atau saudara sesuatu yang ia sukai buat dirinya sendiri” (H.R. Muslim).

2.4 Manfaat dari Toleransi

Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain:

1. Menghindari terjadinya perpecahan

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam


mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi
yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan
beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi
maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan
pesan yang bersifat universal, berikut firman Allah SWT:

19
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang
telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama
itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -Nya orang yang
kembali.”(As-Syuro:13)

”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan


janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103)

Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak
terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan
antar umat beragama maupun sesama umat beragama.

2. Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan

Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan
memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang
baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima
perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu
sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama
adanya konflik antar sesama manusia.

Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika
masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi
beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual
agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi
beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima

20
adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan
kesejahteraan.

3.   Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil haknya sebagaimana


mestinya.

4.   Kepuasan batin yang tercermin dalam raut wajahnya menjadikan semakin


eratnya hubungan persaudaraan dengan orang lain.

5.   Eratnya hubungan baik dengan orang lain dapat memperlancar terwujudnya


kerjasama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

6.   Dapat memperluas kesempatan untuk memperoleh rezeki karena banyak


relasi.

2.5 Akibat Toleransi Diabaikan

Hal-hal yang dapat terjadi apabila toleransi di dalam masyarakat diabaikan


adalah:

1. Menimbulkan konflik di dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya saling


menghormati satu sama lain.  Yang paling membahayakan dari konfllik adalah
menyebabkan lahirnya kekerasan dan adanya korban, dan hal ini dapat
berpengaruh pada keamanan dan stabilitas suatu negara.

2 Semakin maraknya pelanggaran HAM.  Hal ini disebabkan oleh reduksi


universalitas agama yang mengakibatkan agama tersekat dalam tempurung yang
sempit dan mewujudkan angan-angan tersendiri bagi pengikutnya bisa dalam
bentuk fanatisme sempit yang tidak rasional bahkan menimbulkan ketakutan
terhadap agama atau kelompok yang bisa terkespresi dengan perilaku melanggar
HAM.

21
BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang
amat komprehensif.  Kita harus bersikap melindungi dan saling tolong-menolong
tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan.  Prinsip yang mengakar paling kuat
dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah
keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua
manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.

Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam


mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak
berbuat aniaya kepada umat Islam.

Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan
tercipta berkat adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan
untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut
serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk
mencapai sebuah kesejahteraan hidup dinegeri ini.

3.2  Saran

Toleransi sebagai salah satu kunci untuk mewujudkan hal tersebut perlu
mendapatkan perhatian yang lebih, agar terciptanya Negara yang terhindar dari
perpecahan, menerima adanya perbedaan serta mencintai silaturrahmi.

Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan
mengeksistensi sejak Islam itu ada. Maka teori toleransi di dalam Islam harus
diimplementasikan dan dipraktikkan secara konsisten

22
Daftar Pustaka
http://www.romadecade.org/pengertian-toleransi/#!

http://sharetikel.blogspot.co.id/2015/04/makalah-toleransi-dalam-islam.html

http://milakucaya.blogspot.co.id/p/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html

https://aljaami.wordpress.com/2011/03/31/toleransi-as-samahah-dalam-pandangan-
islam/

http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-toleransi/

https://rumaysho.com/5673-toleransi-dalam-islam.html

23

Anda mungkin juga menyukai