PRANATA KEWARISAN
Guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pranata Hukum Islam di Indonesia
Dosen Pengampu: Dr. H. Aab Abdullah,S.IP., M.Ag
Disusun Oleh :
Imron Muhamad Nassay
Saepul Rahman
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh sekali dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang mampu membangkitkan jiwa
kami, sangat diharapkan. Mudah-mudahan makalah ini mamapu memberi manfaat
serta menunjang ilmu pengetahuan bagi penullis khususnya dan bagi para generasi
yang akan datang. Serta senantiasa mendapat ridho-Nya. Amin.
warisan yang diatur oleh Islam dengan plebelan Hukum Waris Islam.
Masalah waris adalah masalah yang sangat penting dan selalu menjadi
salah satu pokok bahasan utama dalam hukum Islam, karena hal ini selalu
ada dalam setiap keluarga dan masalah waris ini rentan dengan
adil atau ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Oleh sebab itu syariat
Islam membuat aturan yang begitu lengkap tentang masalah waris yang
juga ketat mengatur tentang waris dikarenakan aturan ini berlaku khusus
pembagian warisannya menurut agama Islam, dan jika ada sengketa harus
1
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Dalam Islam (Depok : Fathan Prima
Media, 2013), h. 32.
kewenangan/kekuasaan Peradilan Agama yaitu berwenang memeriksa,
wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan c. waqaf
(1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan
tentang objek hak milik dan bidang keperdataan lainnya, haruslah terlebih
dahulu diputus oleh lingkungan Peradilan Umum, hal ini secara tegas
terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-
objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh
waris harus dilakukan di depan sidang Pengadilan Negeri. Hal ini terlihat
sudah jelas dan tidak ada masalah. Di dalam hukum perdata tidak ada
2
Pagar, Himpunan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (Medan: Perdana
Publishing, 2010), h. 117.
3
Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.
2
agama. Hal ini dapat dilihat dari sistem hukum waris perdata Barat (BW)
yaitu menganut :
1. Sistem Pribadi
ahli waris.
2. Sistem Bilateral
3. Sistem Perderajatan
Lain hal jika ada kasus sengketa pembagian harta warisan yang di
dalamnya terlibat salah satu yang lain agama, misalnya ahli waris satu beragama
Islam dan satu lagi beragama nonmuslim (Kristen). Dimana hal ini diselesaikan ?
Ada masyarakat yang menyelesaikannya secara adat (hukum Adat). Hal ini
pastinya akan berbeda hasilnya jika dibandingkan dengan hukum Islam dan
hukum Perdata (BW). Begitu kompleknya aturan yang kemudian satu sama lain
4
Efendi Perangin-angin, Hukum Waris (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 4-5.
3
1.2 Rumusan Masalah
Hukum Islam ?
Hukum Islam ?
Islam ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
perbedaan tentang arti dan makna hukum waris. Namun demikian, apabila
berbicara mengenai hukum waris, maka pusat perhatian tidak terlepas dari 3
yang disebut warisan; adanya pewaris yaitu orang menguasai atau memiliki
harta warisan dan mengalihkan atau meneruskannya; dan adanya ahli waris,
itu.
khusus mengenai bagian ahli waris yang ditentukan besar kecilnya oleh
syara.5
5
Abdullah Syah.1994.Hukum Waris Ditinjau Dari Segi Hukum Islam (Fiqh), Kertas
Kerja Simposium Hukum Waris Indonesia Dewasa Ini, Program Pendidikan Spesialis Notariat
5
2. Menurut Soepomo ditinjau dari hukum adat, pengertian hukum waris
Hukum waris tunduk kepada hukum yang di anut oleh pewaris. Sistem
merasa diri terikat satu sama lain, karena mereka berketurunan dari nenek
satu sama lain karena mereka bertempat kedudukan di suatu daerah yang
sama.
6
Persekutuan genelogis disebut desa atau gampong di Aceh dan sebagian
dan di Batak disebut Kuria atau Huta. Dalam persekutuan geneologis ini
terbagi pula menjadi tiga tipe tata susunan yaitu patrilineal (kebapaan),
ini keturunan diambil dari garis bapak, yang merupakan pancaran dari bapak
asal dan menjadi penentu dalam keturunan anak cucu. Dalam hal ini
Wanita yang kawin dengan laki-laki ikut dengan suaminya dan anaknya
menjadi keluarga ayahnya. Sistem pertalian seperti ini terjadi di Nias, Gayo,
berasal dari Ibu, sehingga yang menjadi ukuran hanyalah pertalian darah
dari garis ibu yang menjadi ukuran dan merupakan suatu persekutuan
hukum. Wanita yang kawin tetap tinggal dan termasuk dalam gabungan
matrilineal lebih menghargai ahli waris dari pihak perempuan daripada ahli
7
Selama masih ada anak perempuan, anak laki-laki tidak mendapatkan
tirkah. Sedangkan yang terakhir, pertalian darah dilihat dari kedua sisi,
bapak dan ibu serta nenek moyang. Kedua keturunan sama-sama penting
anak laki atau perempuan dan keturunan mereka. Kalau tidak ada anak
atau keturunan secara menurun, maka warisan itu jatuh pada ayah,
nenek dan seterusnya keatas. Kalau ini juga tidak ada, yang mewarisi
bahwa jika seorang anak sebagai ahli waris dari ayahnya, dan anak
tersebut meninggal dunia maka tempat dari anak itu digantikan oleh
anak-anak dari yang meninggal dunia tadi (cucu dari sipeninggal harta).
Dan warisan dari cucu ini adalah sama dengan yang akan diperoleh
8
pengangkatan anak (adopsi), dimana hak dan kedudukan pun seperti anak
tidak menentukan kapan waktu harta warisan itu akan dibagi atau kapan
sebaiknya diadakan pembagian, begitu pula siapa yang menjadi juru bagi
yang disebut tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, atau seribu hari
setelah pewaris wafat. Sebab pada waktu-waktu tersebut para anggota waris
berkumpul.
pengaturan hukum waris adat, terutama terhadap penetapan ahli waris dan
bagian harta peninggalan yang diwariskan, hukum waris adat mengenal tiga
9
3) Sistem Kewarisan Mayorat, yaitu sistem kewarisan yang menentukan
misalnya di Lampung.
Perdata (BW)
menurut kehendaknya.8
8
Ahlan Sjarif, Surini dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan BW “Pewrisan menurut
undang-undang”. (Depok : Badan penerbit fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005) hal 13.
10
Pembatasan tersebut dalam kewarisan perdata disebut dengan istilah
849 BW, yaitu undang-undang tidak memandang akan sifat atau asal
pewarisan.
11
undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta
golongan, yaitu :
anak dan keturunan mereka beserta suami atau isteri yang hidup
paling lama
mereka.
pewaris.
ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka
12
Undang-undang menyebut empat hal yang menyebabkan
yaitu :
membunuh pewaris;
wasiat;
sebagai berikut :
2) Harus ada ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat
13
3. Hukum Waris Islam
waris.
benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan
waris.9
Gravenhage), h. .8
14
1) Ahli waris menurut Al-Quran atau yang suah ditentukan di
2) Ahli waris yang ditarik dari garis ayah, disebut ashabah yaitu
golongan ahli waris yang mendapat bagian terbuka atau sisa. Jadi,
3) Ahli waris menurut garis ibu, disebut dzul arhaam. Golongan ini
baru akan mewaris jika sudah tidak ada dzul-Faraa’idh tidak ada
pula ashabah.
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang taqwa
keadaan dan kondisi yang berbeda-beda bukan satu jenis yang sama,
15
hakikat itulah yang menjadi suatu keniscahyaan di muka bumi ini
tentang perbedaan.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
hukum satu belum tentu benar menurut hukum yang lainnya. Ini
3.2 Saran
tesis lagi yang meresfon persoalan di atas, karna itu maka kritik dan saran
16
Daftar Pustaka
2003),