Anda di halaman 1dari 23

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, yang
telah memberi rahmat serta hidayahNya kepada kita sehingga kita dapat
menyelesaikan makalah ini. Tak lupa sholawat serta salam tetap terlimpahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sang  pilihan dan sang pemilik
ukhwah.Penulis membuat makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
pendidikan agama islam
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan karena masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, penulis dengan
terbuka akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca khususnya.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
2.1 Pengertian Toleransi................................................................................................3
2.2 Toleransi Dalam Islam..............................................................................................3
2.3. Macam-macam Toleransi/Tasamuh......................................................................15
2.4 Manfaat dari Toleransi...........................................................................................17
2.5 Akibat Toleransi Diabaikan.....................................................................................18
BAB III...............................................................................................................................19
3.1   Kesimpulan...........................................................................................................19
3.2  Saran.....................................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

               Toleransi dalam Islam adalah topik yang penting ketika dihadapkan pada
situasi saat ini ketika Islam dihadapkan pada banyaknya kritikan bahwa Islam
adalah agama intoleran, diskriminatif dan ekstrem. Islam dituduh tidak
memberikan ruang kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, sebaliknya
Islam sarat dengan kekerasan atas nama agama sehingga jauh dari perdamaian,
kasih sayang dan persatuan.

Padahal dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep


yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan
bagi kami agama kami”  adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain
ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah
hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu
menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing.
Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya
kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka.
Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan
pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam
masyarakat Islam.

1
1.2 Rumusan masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, kami dapat merumuskan masalah dalam
makalah ini, yaitu sebagai berikut ;
1. Apa pengertian toleransi?

2. Bagaimana toleransi dalam pandangan Islam ?

3. Macam-macam toleransi?     

4. Apa saja manfaat toleransi ?

5. Bagaimana akibat jika toleransi diabaikan ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1.      Untuk mengetahui makna toleransi

2.      Untuk memahami makna toleransi dalam Islam

3.      Agar mengetahui manfaat dari toleransi dan akibat bila tidak ada toleransi

4.      Sebagai tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toleransi

Toleransi berasal dari bahasa Latin yaitu “tolerare” yang berarti bertahan atau
memikul. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran”,
yang berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan
sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.  Toleransi
juga berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.

Toleran diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau
memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat.

Dalam bahasa Arab, toleransi biasa disebut “tasamuh”, sikap saling menghormati dan
saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara
etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep
agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama,
termasuk agama Islam.

2.2 Toleransi Dalam Islam

Bagaimana toleransi dalam islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-
Hadist. Islam diturunkan oleh Allah ke dunia bukan hanya bertujuan untuk
mempertahankan eksistensi sebagai agama, tetapi juga mengakui eksistensi
agama-agama lain dan juga memberinya hak untuk hidup berdampingan sambil
menghormati pemeluk-pemeluk agama lain.

Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat
komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam
beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di
antara umat manusia. Abu Ju’la  dengan amat menarik mengemukakan, “Semua
makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang
paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”.

Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu
man fil ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi
maka akan sayang pula mereka yang di langit kepadamu).  Persaudaran universal
adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan
terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu
masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan,

3
perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan
semua keburukan.

Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah.  Piagam
ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah
dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara
Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap
saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta
saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Contoh lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh Umar bin
Khattab.  Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk Yerussalem, setelah
kota suci itu ditaklukan oleh kaum Muslimin.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari


pemahaman bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan sifat
kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai
bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.

Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang
mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama
fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia
merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas.
“Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami
agama kami”  (QS. Al-Kafirun:6) adalah contoh populer dari toleransi dalam
Islam.

Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan


agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak berbuat aniaya
kepada umat Islam.  Al-Qur’an juga mengajarkan agar umat Islam mengutamakan
terciptanya suasana perdamaian, hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat
Islam dengan umat beragama lain.  Kerjasama dalam bidang kehidupan
masyarakat seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan penyakit sosial,
pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah beberapa contoh
kerja sama yang dilakukan antara umat Islam dengan umat beragama lain.

Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama artikan dengan
mengakui kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk
mengikuti ibadat-ibadat agama lain.  Toleransi harus dibedakan dari
komfromisme, yaitu menerima apa saja yang dikatakan orang lain asal
bisa menciptakan kedamaian dan kebersamaan.

4
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat
komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam
beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di
antara umat manusia. Abu Ju’la  dengan amat menarik mengemukakan, “Semua
makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang
paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”.

Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu
man fil ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi
maka akan sayang pula mereka yang di langit kepadamu).  Persaudaran universal
adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan
terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu
masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan,
perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan
semua keburukan.

Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah.  Piagam
ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah
dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW pada awal pembangunan Negara
Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap
saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta
saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Contoh lain wujud toleransi Islam kepada agama lain diperlihatkan oleh Umar bin
Khattab.  Umar membuat sebuah perjanjian dengan penduduk Yerussalem, setelah
kota suci itu ditaklukan oleh kaum Muslimin.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari


pemahaman bahwa umat manusia adalah satu kesatuan, dan akan kehilangan sifat
kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai
bagian dari inti toleransi, menjadi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.

Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang
mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama
fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia
merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas.
“Tidak ada paksaan dalam agama”, “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami
agama kami”  (QS. Al-Kafirun:6) adalah contoh populer dari toleransi dalam
Islam.

5
Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan
agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak berbuat aniaya
kepada umat Islam.  Al-Qur’an juga mengajarkan agar umat Islam mengutamakan
terciptanya suasana perdamaian, hingga timbul rasa kasih sayang diantara umat
Islam dengan umat beragama lain.  Kerjasama dalam bidang kehidupan
masyarakat seperti penyelenggaraan pendidikan, pemberantasan penyakit sosial,
pembangunan ekonomi untuk mengatasi kemiskinan, adalah beberapa contoh
kerja sama yang dilakukan antara umat Islam dengan umat beragama lain.

Namum perlu ditegaskan lagi, toleransi tidak dapat disama artikan dengan
mengakui kebenaran semua agama dan tidak pula dapat diartikan kesediaan untuk
mengikuti ibadat-ibadat agama lain.  Toleransi harus dibedakan dari
komfromisme, yaitu menerima apa saja yang dikatakan orang lain asal
bisa menciptakan kedamaian dan kebersamaan.

Adapun dalam tataran praktisnya toleransi dalam islam seperti yang telah di
contohkan oleh para Nabi, banyak sekali jenisnya, antara lain:

1.Toleransi Dalam Jual Beli dan Hukum-Hukumya.

Allah Ta’ala berfirman.

‫َويَا َق ْوِم أ َْوفُوا الْ ِم ْكيَ َال َوالْ ِم َيزا َن بِالْ ِق ْس ِط ۖ َواَل َتْب َخ ُسوا‬
ِ ‫ض م ْف ِس‬
‫ين‬
َ ‫د‬ ُ ِ ‫َّاس أَ ْشيَاءَ ُه ْم َواَل َت ْعَث ْوا يِف اأْل َْر‬ َ ‫الن‬
Artinya "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah
kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” [Hud : 85]

َ ُ‫اس َيسْ َت ْوف‬


( ‫ون‬ ِ ‫ِين إِ َذا ا ْك َتالُوا َع َلى ال َّن‬
َ ‫) الَّذ‬١( ‫ِين‬ َ ‫َو ْي ٌل ل ِْل ُم َط ِّفف‬
َ ‫ظنُّ أُو َلئ‬
‫ِك‬ ُ ‫) أَال َي‬٣( ‫ُون‬ َ ‫) َوإِ َذا َكالُو ُه ْم أَ ْو َو َز ُنو ُه ْم ي ُْخسِ ر‬٢

6
ِّ‫) َي ْو َم َيقُو ُم ال َّناسُ ل َِرب‬٥( ‫) لِ َي ْو ٍم َعظِ ٍيم‬٤( ‫ون‬ ُ ‫أَ َّن ُه ْم َم ْبع‬
َ ‫ُوث‬
)٦(        ‫ِين‬ َ ‫ْال َعا َلم‬
Terjemah Surat Al Muthaffifin Ayat 1-6

 [1]Celakalah

[2] bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)

[3](yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka
minta dipenuhi

[4]dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi

[5]. pada suatu hari yang besar

 [6]Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan


dibangkitkan,(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit

2. Toleransi dalam berhutang

Allah yang Maha Agung berfirman.

‫ص َّدقُوا َخْيٌر‬ ‫ت‬


َ ‫ن‬
ْ َ
‫أ‬ ‫و‬ ۚ ٍ
‫ة‬ ‫ر‬ ‫س‬ ‫ي‬‫م‬ ٰ ‫ىَل‬ِ
‫إ‬ ‫ة‬
ٌ ‫ر‬ ِ َ‫وإِ ْن َكا َن ذُو عسر ٍة َفن‬
‫ظ‬
َ َ َ َ َْ َ َْ ُ َ
‫لَ ُك ْم ۖ إِ ْن ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُمو َن‬

7
“Artinya : Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka beri tangguhlah
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang itu)
labih baik bagimu, jika kamu mengetahui” [Al-Baqarah : 280]

Sungguh peletak syari’ah (Allah) yang Maha Hikmah telah menghasung untuk
memberi tangguh orang yang kesulitan hutang dan memberikan keistimewaan
agung sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pasal ‘Keutamaan Toleransi”,
cukuplah bagimu untuk sekedar tahu, bahwa memberi tangguh orang yang
kesukaran dan mema’afkannya termasuk penghapus dosa dan sebab Allah
mema’afkan kesalahan-kesalahannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Dahulu ada seorang saudagar yang biasa menghutangi orang, bila dia
melihat orang yang kesukaran (dalam membayar hutang), maka dia
memerintahkan para pegawainya : “Ma’afkanlah dia mudah-mudahan Allah
mema’afkan kita !” Maka Allah-pun mema’afkan dia …” [Hadits Riwayat
Bukhari 4/309- Al-Fath]

Termasuk cara menagih yang bagus adalah toleran dalam menagih, menerima
kekurangan sedikit yang ada padanya. Menuntutnya dengan mudah, tidak menjilat
(rentenir, -pent), tidak mempersulit orang dan mema’afkan mereka mudah-
mudahan Allah merahmati kita.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Mudah-mudahan Allah merahmati lelaki yang toleran bila menjual,


membeli dan menagih” [Hadits Riwayat Bukhari 4/206 -Al-Fath]

Lafadh “samhun” artinya “sahlun” yakni mudah, dia adalah sifat musyabbahah
yang menunjukkan penetapan, oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengulangi keadaan jual-beli dan keputusan hukum. Hal ini menunjukkan
sikap mempermudah dalam hubungan sosial dan membuang sikap kikir serta
memberikan hak-hak menusia dengan segera (tidak terlambat).

Termasuk keindahan keputusan hukum adalah bahwa orang yang meminjam


sesuatu lalu mengembalikannya dengan yang lebih baik atau lebih banyak dengan
tanpa syarat adalah orang yang berbuat baik, dan hal ini halal bagi pihak yang
meminjamkan.

3. Toleransi Dengan Ilmu

8
Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini
termasuk pintu toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi
dengan harta, sebab ilmu lebih mulia daripada harta.
Maka seyogyanya seorang alim menyebarkan ilmu kepada setiap orang yang
bertanya tentangnya bahkan mengeluarkannya secara keseluruhan, bila ia ditanya
tentang suatu masalah. Maka dia memperinci jawabannya dengan perincian yang
memuaskan dan menyebutkan sisi-sisi dalilnya, dia tidak cukup menjawab
pertanyaan si penanya, namun dia menyebutkan contoh kasus serupa dengan
kaitan-kaitannya serta faedah-faedah yang dapat memuaskan dan mencukupinya.

Para sahabat yang mulia Radliyallahu ‘anhum pernah bertanya kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang berwudlu dengan air laut, maka
beliau menjawab.

“Artinya : Laut itu suci airnya lagi halal bangkainya” [Hadits Riwayat Ashabus
Sunan dan Malik, lihat takhrijnya secara rinci dalam Ash-Shahihah 480]

Beliau menjawab pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka ketarangan


tambahan yang mungkin sewaktu-waktu lebih mereka butuhkab daripada apa
yang mereka pertanyakan.

Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-


jalannya beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup
bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah,
ibadah, budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus
dan penuh toleransi.

4. Toleransi Dengan Kehormatan

Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati
dari rasa permusuhan.
Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu memberi uang belanja kepada
Misthoh bin Utsatsah karena hubungan famili dan kefakirannya.

Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari kalangan ashabul ifki
(pembuat berita dusta), lalu dia tenggelam bersama orang yang tenggelam
menuduh As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu ‘anha berbuat mesum, maka Abu

9
Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu bersumpah tidak akan memberi uang
belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun bershodaqoh dengan
kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.

Sungguh indah ucapan penyair.

“Sesungguhnya kadar dosa Misthoh


dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya
Sunnguh telah terjadi apa yang terjadi
Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh)

Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu


anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau mengisahkan : ”
….Maka Allah menurunkan (ayat) tentang kesucianku” Abu Bakr Ash-Shiddiq
Radliyallahu ‘anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya memberi uang belanja
kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan kefakirannya ” Demi Allah !
Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun kepada si Misthoh selamanya
setelah tuduhannya kepada Aisyah” maka Allah menurunkan (ayat).

“Artinya : Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan


diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada
kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah,
dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin
bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” [An-Nur : 22]

Abu Bakr mengatakan : “Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah
mengampuniku” beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan
menyatakan : “Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya”
[Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi]

5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung Beban

Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang
mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang
sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan
kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya
terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.

10
Allah Ta’ala berfirman.

“Artinya : Lemah lembut terhadap kaum mukminin” [Al-Maidah : 54]

Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada saudara mereka kaum
mukminin, namun dia tidak menghinakan dirinya.

Allah yang Maha Mulia berfirman.

“Artinya : Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari


kalangan orang-orang yang beriman” [Asy-Syu’ara : 215]

Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut, sebab : “Sekiranya kamu


bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu ….” [Ali Imran : 159]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Kaum mukminin adalah orang yang lemah lembut dan lunak, seperti
halnya onta jinak bila diikat dia terikat, bila dituntun dia tertuntun dan bila engkau
menambatkannya pada sebuah batu maka diapun tertambat” [Lihat Ash-
Shahihah : 936]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin seperti


onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun, dia
menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan kedunguan,
namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan kedermawanan karena
seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang jahat (fajir) adalah
orang yang jelek lagi penipu.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas, kemana-pun


beliau dibawa belaiu ikut.

Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan : “Sungguh ada seorang
budak wanita dari Madinah ‘mengambil tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu ia mengajak beliau sekehendaknya” [Dikeluarkan oleh Bukhari
10/489 secara mu’allaq dan disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan
lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174,
215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad’an dia lemah namun dapat
dijadikan penguat]

Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan : “Yang dimaksud dengan


‘mengambil tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan
tunduk/patuh … Ungkapan ‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak

11
perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan
membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua
menunjukkan kelebihan sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap
kesombongan, Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Fathul Bari 10/490]

6. Toleransi dalam beragama.

Toleransi ini adalah menyangkut dengan keyakinan atau aqidah. Loyalitas dan
keyakinan terhadap agama melahirkan dogma-dogma yang kebenarannya tidak
bisa di ganggu gugat, sekalipun bertentangan dengan rasio atau logika. Orang
sering menganggap bahwa apa saja yang dating dari agama bersifat mutlak, dan
kebenaran itu harus disampaikan kepada orang lain agar orang lain itu tidak sesat
dari anggapan inilah lahir pula anggapan bahwa keyakinan di luar keyakinan
dirinya itu adalah salah dan sesat

Prinsip-prinsip dasar dalam toleransi beragama

 Tidak ada pemaksaan dalam beragama

Islam adalah agama yang menebarkan perdamaian, persaudaraan, dan persamaan.


Oleh karena itu, hal-hal yang dapat memicu lahirnya konflik anta kelompok harus
dihindari. Salah satu yang tidak diperkenankan adalah pemaksaan satu kelompok
terhadap kelompok lain. Agama bagi islam adalah keyakinan yang harus datang
dari kesadaran diri terhadap eksistensi dan kekuasaan Tuhan. Dalam surat Al-
Baqarah ayat 256 Allah berfirman yang artinya,

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

 Kebebasan memilih dan menentukan keyakinan

Manusia, dalam perspektif islam adalah khalifah di muka bumi yang bebas
memilih dan menentukan pilihannya sesuai dengan keinginan hati nuraninya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 29, yang artinya

“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa


yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu
neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,

12
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat
yang paling jelek.”

 Tidak melarang untuk bekerjasama dengan orang yang tidak sepaham

Islam mendorong umatnya untuk bekerjasama dalam berbagai segi kehidupan


dengan siapa saja, termasuk dengan agama lain sepanjang kerjasama mereka
dilakukan untuk kebaikan. Sebagaimana firman Allahdalam surat Al-Mumtahanah
ayat 8 yang artinya,

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.”

 Mengakui adanya keragaman

Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini dengan bermacam suku
bangsa, ras maupun bahasa. Keragaman ini merupakan sunnatullah yang tidak
dapat dihindari dan harus disikapi dengan wajar. Oleh karena itu, hak-hak hidup
bagi orang dan pengikut agama yang berbeda harus diberikan secara wajar dan
proporsional. Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 99 yang artinya,

“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di


muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya
mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik orang
adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan: “Apa
hati yang mahmum itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada
dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki”. Ditanyakan:
“Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?”. Jawabnya : “Orang-orang yang
membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan : “Siapa lagi setelah itu?”.
Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan


bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi, baik
lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati,
dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk
menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun

13
spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-
samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum
minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).

Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil


(mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat dilarang
dilakukan oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama dengan
toleransi sebagai landasannya.  Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat Al-
Quran dibawah ini, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)

Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah),


keadilan (al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-Tauhid).
Konsep-konsep dasar inilah yang mengikat makna tasamuh dalam Islam. Dan
masing-masing konsep tidak dapat dipisahkan karena semuanya memiliki makna
yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan ciri khas Islam yang mampu
membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh karena itu,
hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar
(perspektif Islam) tersebut.

Dalam konteks ini Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Sebaik-baik orang
adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur”, ditanyakan: “Apa
hati yang mahmum itu?” Jawabnya : “Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada
dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki”. Ditanyakan:
“Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?”. Jawabnya : “Orang-orang yang
membenci dunia dan cinta akhirat”. Ditanyakan : “Siapa lagi setelah itu?”.
Jawabnya: “Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan


bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi, baik
lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati,
dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk
menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun
spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-

14
samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum
minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).

Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil


(mencampuradukan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat dilarang
dilakukan oleh seorang muslim, seperti halnya menikah antar agama dengan
toleransi sebagai landasannya.  Sebagaimana yang telah dijelaskan diayat Al-
Quran dibawah ini, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya”. (QS.Ali Imran: 19)

Secara umum, konsep tasamuh mengandung makna kasih sayang (ar-Rahmah),


keadilan (al-‘Adalah), keselamatan (al-salam), dan ketauhidan (al-Tauhid).
Konsep-konsep dasar inilah yang mengikat makna tasamuh dalam Islam. Dan
masing-masing konsep tidak dapat dipisahkan karena semuanya memiliki makna
yang saling terkait. Konsep tersebut merupakan ciri khas Islam yang mampu
membedakan toleransi perspektif Islam dengan lainnya. Oleh karena itu,
hendaknya pendidikan toleransi beragama diarahkan kepada konsep-konsep dasar
(perspektif Islam) tersebut.

2.3. Macam-macam Toleransi/Tasamuh

Toleransi / tasamuh terdiri dari dua macam yaitu : toleransi terhadap sesama
muslim dan toleransi terhadap selain muslim.

a.       Toleransi terhadap sesama muslim merupakan suatu kewajiban, karena di


samping sebagai tuntutan sosial juga merupakan wujud persaudaraan yang terikat
oleh tali aqidah yang sama. Bahkan dalam hadits nabi dijelaskan bahwa seseorang
tidak sempurna imannya jika tidak memiliki rasa kasih sayang dan tenggang rasa
terhadap saudaranya yang lain.

15
“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya
sebagaimana mencintai dirinya sendiri. ” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sikap toleran dan baik hati terhadap sesama terlebih lagi dia seorang muslim pada
akhirnya akan membias kembali kepada kita yaitu banyak memperoleh
kemudahan dan peluang hidup karena adanya relasi, disamping itu Allah akan
membalas semua kebaikan kita di akhirat kelak.

b.      Adapun toleransi terhadap non muslim mempunyai batasan tertentu selama


mereka mau menghargai kita, dan tidak mengusir kita dari kampung halaman.
Mereka pun harus kita hargai karena pada dasarnya sama sebagai makhluk Allah
SWT.

Bersikap tasamuh bukan berarti kita toleran terhadap sesuatu secara membabi buta
tanpa memiliki pendirian, tetapi harus dibarengi dengan suatu prinsip yang adil
dan membela kebenaran. Kita tetap harus tegas dan adil jika dihadapkan pada
suatu masalah baik menyangkut diri sendiri, keluarga ataupun orang lain.
Walaupun keputusan tersebut akan berakibat pahit pada diri sendiri. Dalam ajaran
Islam  keadilan ditegakkan tanpa memandang bulu baik rakyat jelata maupun raja
harus tunduk kepada hukum dan ajaran Allah SWT. Jika ia melanggar harus
menerima segala konsekwensinya.

Bentuk- bentuk tasamuh dalam kehidupan bermasyarakat, antara lain :

1.      Tidak menggangu ketenangan tetangga

Rasulullah SAW bersabda :

Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman,.
Saat itu beliau ditanya “ Ya Rasullah siapakah yang tidak beriman itu “Rasulullah
saw Bersabda ‘ (yakni) orang yang tetangganya tidak merasa nyaman karena
gangguannya. (H.R. Bukhori)

16
Hadits tersebut  menjelaskan bahwa pengakuan iman seseorang tidak sempurna
apabila masih suka menganggu ketenagan tenangganya, baik dengan ucapan yang
jelek maupun perbuatan.

2.      Kerukunan antar umat islam

Saat ini dalam agama Islam berkembang berbagai macam paham dan aliran.
Walaupun demikian antara muslim yang satu dengan muslim yang lainnya tetap
merupakan saudara. Munculnya aliran yang berbeda-beda dari perbedaan
penafsiran karena penguasaan ilmu yang mendukung penafsiran itu berbeda. Akan
tetapi umat Islam harus menjunjung tinggi persaudaraan karena yang mengikat
persaudaraan diatara mereka adalah Islam. Dalam hadits Rasulullah SAW
bersabda : “Perumpamaan orang Islam di dalam sayang menyayangi dan kasih
mengasihi adalah bagaikan satu tubuh yang apabila ada salah satu anggota yang
sakit maka anggota tubuh yang lain akan merasakannya yaitu tidak bisa tidur dan
merasa demam”(H.R. Muslim)

Salah satu wujud kerukunan adalah adanya kemauan untuk saling membantu,
menolong dan saling menghargai satu sama lain.

3.      Kerukunan umat Islam dengan umat beragama lain

Islam merupakan agama yang mempunyai tolerasi tinggi terhadap golongan yang
beragama lain. Dakwah Islam tidak boleh dilaksanakan dengan cara kekerasan
dan paksaan akan tetapi harus dengan cara yang damai Firman Allah SWT dalam
Q.S Al-Baqarah : 256 yang artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghutb dan beriman kepada Allah,
Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

4.      Menyukai sesuatu untuk tetangganya, sebagaimana ia suka untuk dirinya


sendiri.

Rasulullah SAW bersabda : “Demi Dzat yang aku berada di dalam kekuasannya,
tidaklah seorang beriman sehingga ia menyukai buat tetangganya atau saudara
sesuatu yang ia sukai buat dirinya sendiri” (H.R. Muslim).

2.4 Manfaat dari Toleransi

Manfaat-manfaat yang diperoleh dari sikap toleransi antara lain:

17
1.      Menghindari terjadinya perpecahan

Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam


mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi
yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan
beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi
maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan
yang bersifat universal, berikut firman Allah SWT:

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang
telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama
itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada -Nya orang yang
kembali.”(As-Syuro:13)

”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah
kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu,
lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan
kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103)

Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak
terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan
antar umat beragama maupun sesama umat beragama.

2.      Memperkokoh silaturahmi dan menerima perbedaan

Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan
memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang
baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima
perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu
sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama
adanya konflik antar sesama manusia.

18
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika
masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi
beragama, bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual
agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi
beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima
adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan
kesejahteraan.

3.      Memuaskan batin orang lain karena dapat mengambil haknya sebagaimana


mestinya.

4.      Kepuasan batin yang tercermin dalam raut wajahnya menjadikan semakin


eratnya hubungan persaudaraan dengan orang lain.

5.      Eratnya hubungan baik dengan orang lain dapat memperlancar terwujudnya


kerjasama yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

6.      Dapat memperluas kesempatan untuk memperoleh rezeki karena banyak


relasi.

2.5 Akibat Toleransi Diabaikan

Hal-hal yang dapat terjadi apabila toleransi di dalam masyarakat diabaikan adalah:

1.                 Menimbulkan konflik di dalam masyarakat dikarenakan tidak adanya


saling menghormati satu sama lain.  Yang paling membahayakan dari konfllik
adalah menyebabkan lahirnya kekerasan dan adanya korban, dan hal ini dapat
berpengaruh pada keamanan dan stabilitas suatu negara.

2.                 Semakin maraknya pelanggaran HAM.  Hal ini disebabkan oleh


reduksi universalitas agama yang mengakibatkan agama tersekat dalam
tempurung yang sempit dan mewujudkan angan-angan tersendiri bagi
pengikutnya bisa dalam bentuk fanatisme sempit yang tidak rasional bahkan
menimbulkan ketakutan terhadap agama atau kelompok yang bisa terkespresi
dengan perilaku melanggar HAM.

BAB III

Penutup

3.1   Kesimpulan

19
Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat
komprehensif.  Kita harus bersikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa
mempersoalkan perbedaan keyakinan.  Prinsip yang mengakar paling kuat dalam
pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan
kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan
kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini.

Dalam hubungannya dengan orang-orang yang tidak seagama, Islam mengajarkan


agar umat Islam berbuat baik dan bertindak adil.  Selama tidak berbuat aniaya
kepada umat Islam.

Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai dan
tercipta berkat adanya toleransi agama. Kerukunan umat beragama bertujuan
untuk memotivasi dan mendinamisasikan semua umat beragama agar dapat ikut
serta dalam pembangunan bangsa dan menjadi hal yang sangat penting untuk
mencapai sebuah kesejahteraan hidup dinegeri ini.

3.2  Saran

Toleransi sebagai salah satu kunci untuk mewujudkan hal tersebut perlu
mendapatkan perhatian yang lebih, agar terciptanya Negara yang terhindar dari
perpecahan, menerima adanya perbedaan serta mencintai silaturrahmi.

Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan
mengeksistensi sejak Islam itu ada. Maka teori toleransi di dalam Islam harus
diimplementasikan dan dipraktikkan secara konsisten

Daftar Pustaka

http://sharetikel.blogspot.co.id/2015/04/makalah-toleransi-dalam-islam.html

http://milakucaya.blogspot.co.id/p/toleransi-umat-beragama-dalam-islam.html

20
https://aljaami.wordpress.com/2011/03/31/toleransi-as-samahah-dalam-pandangan-
islam/

http://www.pengertianmenurutparaahli.com/pengertian-toleransi/

https://rumaysho.com/5673-toleransi-dalam-islam.html

21

Anda mungkin juga menyukai