Anda di halaman 1dari 4

Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem (suara) atau kata dan frasa pada

suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan organisasi suatu tulisan, dan juga
intonasi serta jeda yang dapat diamati sewaktu pembacaan. Aturan tanda baca berbeda antar bahasa,
lokasi, waktu, dan terus berkembang. Beberapa aspek tanda baca adalah suatu gaya spesifik yang
karenanya tergantung pada pilihan penulis.

1. Tanda kurung (bahasa Inggris: bracket) adalah tanda baca yang digunakan secara
berpasangan (kurung buka dan kurung tutup) untuk memisahkan atau menyisipkan teks ke dalam
teks lain. Ada empat jenis tanda kurung, yaitu

1. tanda kurung/kurung lengkung (round brackets): ( )


2. tanda kurung siku/kurung tegak (square brackets): [ ]
3. tanda kurung kurawal (curly brackets): { }
4. tanda kurung sudut (angle brackets):  < >

Dalam bahasa Indonesia, istilah tanda kurung saja merujuk pada tanda kurung lengkung. Dalam
bahasa Inggris, istilah bracket umumnya merujuk kepada keempat jenis tanda kurung tersebut,
meskipun di Amerika Serikat, istilah bracket secara spesifik digunakan untuk tanda kurung siku
[1]

Menurut pedoman EYD [2], tanda kurung (lengkung) digunakan untuk:

1. Mengapit keterangan atau penjelasan. Contoh:

Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

2. Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh:

Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada
tahun 1962.

3. Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Contoh:

Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

4. Mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Contoh:

Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

Sedangkan tanda kurung siku [3] digunakan untuk:


1. Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat
atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Contoh:

Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

2. Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Contoh:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman
35-38]) perlu dibentangkan di sini.

Penggunaan tanda kurung kurawal (disebut juga tanda kurung besar atau akolade) dan tanda
kurung sudut (kadang disebut juga tanda kurung lancip atau tanda kurung bersudut) tidak diatur
dalam pedoman EYD.

2. tanda petik

Tanda petik atau tanda kutip (bahasa Inggris: quotation mark) adalah tanda baca yang
digunakan secara berpasangan untuk menandai ucapan, kutipan, frasa, atau kata. Ada dua
jenis tanda petik, yaitu tunggal (‘. . .’) dan ganda (“. . .”). Dalam bahasa Indonesia, istilah
tanda petik umumnya merujuk pada tanda petik ganda atau disebut juga tanda petik dua.
Sedangkan istilah tanda petik tunggal biasanya disebut secara spesifik.

Tergantung pada jenis huruf, tanda kutip pembuka dan penutup bisa berbentuk serupa
atau berbeda antara kiri (pembuka) dan kanan (penutup). Tanda petik penutup mirip
dengan tanda penyingkat (apostrof), simbol prima, dan juga dengan tanda dito, meskipun
keempatnya memiliki fungsi yang berbeda.

Menurut EYD, tanda petik (dua) digunakan untuk [1]:

1. Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis
lain. Contoh:

"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"

2. Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Contoh:

Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.

3. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh:

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.


4. Menutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Contoh:

Kata Tono, "Saya juga minta satu."

5. Menutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit
kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian
kalimat. Contoh:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".

Sedangkan tanda petik tunggal digunakan untuk [2]:

1. Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Contoh:

Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"

2. Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Contoh:

feed-back 'balikan'

3. Tanda garis miring

Tanda garis miring adalah tanda baca yang berbentuk garis hampir vertikal yang bagian
atasnya agak condong ke sebelah kanan dan bagian bawahnya ke sebelah kiri garis vertical

Menurut pedoman EYD [1], tanda ini dipakai:

1. Di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim. Contoh:
o No. 7/PK/1973
o Jalan Kramat III/10
o tahun anggaran 1985/1986
2. Sebagai pengganti kata atau, tiap. Contoh:
o dikirimkan lewat darat/laut (dikirimkan lewat darat atau laut)
o harganya Rp25,00/lembar (harganya Rp25,00 tiap lembar)
4. Tanda penyingkat

Tanda penyingkat atau apostrof adalah tanda baca pada bahasa yang menggunakan alfabet
Latin atau alfabet tertentu lainnya. Menurut Oxford English Dictionary, kata apostrof berasal dari
bahasa Yunani ἡ ἀπόστροφος [προσῳδία] (hē apóstrophos [prosōidía], "peniadaan bunyi dalam
ucapan"). Tanda ini mirip dengan penutup tanda petik tunggal dan juga dengan simbol prima,
meskipun memiliki fungsi yang berbeda.

Menurut pedoman EYD [1], tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun. Misalnya:

 Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)


 Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
 1 Januari '88 ('88 = 1988)

Anda mungkin juga menyukai