Anda di halaman 1dari 2

Tanda titik dua

Tanda titik dua (atau tanda dua titik) adalah tanda baca yang dilambangkan dengan dua titik berukuran sama
yang diletakkan satu di atas yang lain, atau diletakkan di tengah garis vertikal yang sama. Seperti halnya tanda
baca lain, penggunaan tanda titik dua bervariasi antara berbagai bahasa dan bahkan pada bahasa yang sama pada
periode yang berbeda. Sebagai aturan umum, tanda titik dua memberitahukan pembaca bahwa uraian setelah
tanda ini memberi bukti dan menjelaskan, atau merupakan unsur dari apa yang sudah dijelaskan sebelum tanda
tersebut.

Dalam pedoman EYD [1], tanda titik dua dipakai:

1. Pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Contoh:

Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.

2. Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Contoh:

Ketua: Ahmad Wijaya

3. Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Contoh:

Ibu: (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"

4. Di antara (i) jilid atau nomor dan halaman, (ii) bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) judul dan anak judul
suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Contoh:

Tanda petik

Tanda petik atau tanda kutip (bahasa Inggris: quotation mark) adalah tanda baca yang digunakan secara


berpasangan untuk menandai ucapan, kutipan, frasa, atau kata. Ada dua jenis tanda petik, yaitu tunggal (‘. . .’)
dan ganda (“. . .”). Dalam bahasa Indonesia, istilah tanda petik umumnya merujuk pada tanda petik ganda atau
disebut juga tanda petik dua. Sedangkan istilah tanda petik tunggal biasanya disebut secara spesifik.

Tergantung pada jenis huruf, tanda kutip pembuka dan penutup bisa berbentuk serupa atau berbeda antara kiri
(pembuka) dan kanan (penutup). Tanda petik penutup mirip dengan tanda penyingkat (apostrof), simbol prima,
dan juga dengan tanda dito, meskipun keempatnya memiliki fungsi yang berbeda.

Menurut EYD, tanda petik (dua) digunakan untuk [1]:

1. Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Contoh:

"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!" " Saya takut," kata Udin.

2. Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Contoh:

Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.

3. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Contoh:

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.

Wayan adalah anak yang sangat "alay."


4. Menutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Contoh:

Kata Tono, "Saya juga minta satu."

5. Menutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata
atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Contoh:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".

Sedangkan tanda petik tunggal digunakan untuk [2]:

1. Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Contoh:

Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"

2. Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Contoh:

Anda mungkin juga menyukai