Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “sejarah
penghimpunan dan pembukuan Al-Qur’an” dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganya
tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhir nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehatnya,baik berupa sehat fisik maupun akal pikiran,sehingga penulis mampu untuk
menyelsaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Al-Qur’an Hadist.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar besarnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen mata kuliah
kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.
penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Proses Penghimpunan Al-qur’an pada Zaman Rasulullah SAW ...................... 3
B. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an....................................................................... 4
C. Manfaat Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an .................................... 10
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman Rasulullah, ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau
dibukukan seperti sekarang. Namun disebabkan berapa faktor, maka ayat Al-
Qur’an mulai dikumpulkan atau dibukukan, yaitu dikumpulkan dalam satu
mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa nabi hanya dilakukan pada dua
cara yaitu dituliskan melalui benda-benda seperti yang terbuat dari kulit
binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah kurma, tulang binatang, dan
lainya. Tulisan-tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk nabi dan
beberapa diantaranya menjadi koleksi pribadi sahabat yang pandai baca tulis.
Tulisan-tulisan mellaui benda yang berbeda tersebut memang dimiliki oleh
Rasulullah namun tidak tersusun sebgaimana sebagai mushaf yang sekarang
ini. Pemeliharaan ayat-ayat Al-Qur’an juga dilakukan melalui hapalan baik
oleh Rasulullah maupun oleh para sahabat.
Peninggalan Nabi pun hanya mewariskan dokumen tulisan dari benda-
benda sebagaimana tersebut diatas yang kemudian dipindahkan kepada
khalifah Abu Bakar As-siddiq yang tidak lengkap. Berangkat dari banyaknya
sahabat nabi yang tewas dalam peperangan (dikenal dengan perang
yamamah). Olehnya itu muncul inisiatif dari Umar bin Khatab untuk
membukukan Al-Qur’an, lalu disampaikan niatnya itu pada khalifah Abu
Bakar. Meskipun tidak langsung disetujui oleh khalifah Abu Bakar, namun
alasan Umar bin Khattab bisa diterima dan dimulailah pengumpulan Al-
Qur’an hingga selesai. Dengan demikian, disusunlah kepanitiaan atau tim
penghimpun Al-qur’an yang teridiri atas Zaid bin Tsabit sebagai ketua
dibantu oleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin Affan, Ali bin abi Thalib, dan para
sahabat lainnya sebagai anggota. Namun dengan rentan waktu yang panjang,
mulai mulai tanggal 12 rabiul awal tahun 11 H/632M yang ditandai dengan
wafatnya Rasulullah, hingga 23-35 H/644-656 M (masa pemerintahan
Khalifah Usman bin Affan) atau sekitar 18 tahun setelah wafatnya nabi
barulah dibukukan Al-Qur’an yang dikenal dengan mushaf Utsmani. Antara
rentan waktu yang cukup panjang hingga beragam suku dan dialek apakah
berpengaruh atas penyusunan kitab suci al-qur’an tentunya masih menjadi
tanda tanya.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses penghimpunan Al-qur’an di zaman Rasulullah SAW?
b. Bagaimana sejarah pembukuan Al-qur’an?
c. Mengapa Al-qur’an harus dihimpun dan dibukukan?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses penghimpunan Al-qur’an
b. Untuk mengetahui sejarah pembukuan Al-qur’an
c. Untuk mengetahui manfaat penghimpunan dan pembukuan Al-qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
Pada awal kelahiran agama Islam, bangsa Arab tergolong bangsa yang
buta huruf, sangat sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca.
Bahkan, nabi Muhammad Saw sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi, yang
berarti tidak pandai membaca dan menulis. Kondisi ini disebutkan dalam al-Quran
surat al-Jumuah ayat (2), yaitu:
“Dialah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang
rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al- Kitab (al-Quran)
dan hikmah; dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar(berada)
dalam kesesatan yang nyata”.
Walaupun pada awal penurunan al-Quran bangsa Arab masih dalam
kondisi buta huruf, akan tetapi mereka dikenal memiliki daya ingat yangkuat.
Mereka memiliki kebiasaan untuk menghafal banyak sekali sya’ir Arab. Itulah
mengapa Rasulullah menganjurkan supaya al-Quran itu dihafal,dan diwajibkan
untuk membacanya dalam shalat.
Beberapa sahabat seperti Abu bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab,Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zain bin Tsabit, Ubay bin Ka’abdan beberapapa
sahabat lainnya diangkat dan ditugaskan oleh Rasulullah untuk merekam semua
wahyu yang diturunkan dalam bentuk tulisan.
Rasulullah memanggil juru tulis wahyu dan memerintahkan sahabatnya
untuk mencatat, menempatkan dan mengurutkannya sesuai petunjuk beliau.
Mengingat pada masa itu masih belum dikenal pembukuan dan kertas, maka
tulisan tersebut dicatat dan dihimpun pada benda-benda yang mungkin digunakan
sebagai sarana tulis-menulis seperti pelepah kurma, kulit hewan, tulang belulang,
bebatuan dan juga dihafal oleh para hafizh muslimin. Sebelum wafat, Rasulullah
telah mencocokan al-Quran yang diturunkan Allah kepada beliau dengan al-Quran
yang dihafal para hafizh, surat demi surat, ayat demi ayat. Maka al-Quran yang
dihafal para hafizh itu merupakan duplikat al-Quran yang dihafal oleh Rasulullah
Saw. Setelah para penghafal menguasai dengan sempurna, para hafizh (penghafal
ayat-ayat Quran) menyebarluaskan apa yang telah mereka hafal, mengajarkannya
kepada anak-anak kecil dan kepada mereka yang tidak menyaksikan saat wahyu
turun, baik dari penduduk Makkah maupun Madinah serta daerah sekitarnya.
Dari sini kita belajar bahwa Umar bin Khattab tidak hanya mempelajari
akan perkataan nabi dalam hal ini adalah hadis secara mentah atau tekstual,
namun ia juga belajar dari metodologi yang senantiasa nab iterapkan dalam
kehidupan bersama sahabat; dari kebijakannya, sikapnya ataupun caranya
dalam mengambil sebuah keputusan. Sehingga meskipun belum dikatakan
oleh Nabi, namun Umar yakin bahwa sekiranya Nabi ada tentu ia akan setuju
dengan apa yang dilakukan olehnya. Inilah mengapa meskipun saat itu
gagasannya ditolak oleh Abu Bakar dengan alasan belum dilakukan Nabi,
Umar pun terus mendorongnya berharap bisa direalisasikan.
Mencetuskan sebuah ide baru yang belum pernah ada apalagi dalam
masalah agama atau bisa dibilang melakukan pembaharuan, itu bukan berarti
merusak pondasinya.
Dari sini kita kita pun dapat memahami bahwa Islam tidak selalu terika
tdengan teks. Tidak benar apa yang dikatakan Nasr Hamid AbuZaid bahwa
Islam merupakan ‘peradaban teks’.
Yang benar, jika ada teks (nash) dan indikasi yang jelas (qot’iyy al -
Dilalah) maka tidak ada pintu ijtihad di sana. Inilah mengapa para ahli fikih
berijtihad dalam masalah cabang saja, bukan pada masalah pokok. Adapun
hal-hal yang tidak disebutkan oleh teks, namun terdapat indikasi kebaikan dan
tidak membentur batas batas hukum syariat, maka itu termasuk
diperbolehkan. Dalam
ushul fiqih, kita mengenalnya dengan masolih mursalah. Dalam hal ini Nabi
pun pernah bersabda:
“Barang siapa yang melakukan suatu Sunnah (perbuatan) dalam Islam maka
ia mendapat pahala sekaligus pahala orang lain yang mengamalkannya
sampai hari kiamat.”
Jika Umar bin Khattab saja yang dalam hal ini merupakan orang yang
hidup pada masa terbaik sudah mengerjakan hal demikian, ini berarti kita pun
dituntut untuk seperti itu. Ini bukan masalah siapa kita dan siapa Umar bin
Khattab. Derajat kita pasti beda. Coba kita ambil pesan di balik itu semua,
yakni kembangkanlah apa yang sudah dibuat oleh para pendahulu kita. Inilah
mengapa ulama-ulama dulu membuat syarh,hasyiyah, dan sebagainya, karena
inign mengembangkan apa yang telah dibuat oleh pendahulunya. Jika pesan
ini sampai di telinga setiap muslim yang berakal dan baligh, maka kita semua
yakin peradaban Islam akan terus dan pasti maju dari peradaban lainnya.
Wallahu alam bissowab.
Setelah ‘Umar wafat, mushhaf tersebut disimpan oleh Hafshah binti Umar
atas pesan ‘Umar sendiri, dengan beberapa pertimbangan, antara lain :
oleh panitia. Panitia tersebut menulis sebanyak lima buah mushhaf. 4 buah
diantaranya dikirimkan ke daerah-daerah,yaitu Makkah, Syiria, Bashrah, Kufah
dan yang satu lagi tetap di Madinah untuk khalifah ‘Usman. Inilah yang
dinamakan mushhaf Usmani atau mushhaf Al-Iman.
2. Mereka juga dapat disatukan pada qiraat yang sama yang tidak menyalahi
ejaan tulisan pada mushhaf itu, walaupun setelah wafatnya khalifah Usman
sampai sekarang ini masih tetap ada bermacam- macam qiraat, namun qiraat-
qiraat itu adalah yang telah diakui kebenarannya dan di riwayatkan dengan
mutawattir dari Rasulullah SAW, dan tidak pula berlawanan dengan ejaan
tulisan pada mushhaf ‘Usman itu. Adapun qiraat-qiraat yang tidak sesuai
dengan ejaan tulisan itu telah dapat dilenyapkan.
3. Kaum muslimin dapat pula di satukan mengenai susunan surat pada mushhaf-
mushhaf mereka. Dengan demikian dapatlah dihindarkan bahaya yang lebih
besar, sebab kalau susunan mushhaf itu tidak seragam dimana-mana tentulah
akan timbul keraguan pada generasi- generasi yang akan datang kemudian
tentang kebenaran Al-qur’an itu.
4. Dengan adanya 5 buah mushhaf yang resmi itu, maka kaum muslimin telah
mempunyai standar yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca,
menghafal dan memperbanyak mushhaf-mushhaf Al-qur’an itu,sehingga
penyiaran dan pemeliharaan Al-qur’an itu lebih baik dan lebih terjamin
keasliannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
https://www.slideshare.net/KeonkHawk/sejarah-penghimpunan-dan-pembukuan-
Al-Qur’an.
https://iqra.republika.co.id/berita/p6a817313/di-masa-khalifah-utsman-alquran-
dibukukan.
http://alalala-baymax.blogspot.com/2017/03/penghimpunan-alquran-pada-
masa.html.
https://rihlah.republika.co.id/posts/108386/peran-para-sahabat-menjaga-alquran.
https://tanwir.id/pembukukan-al-quran-pada-masa-usman-bin-affan/
https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/substantia/article/download/4833/3118/Pen
ulisan-al-Qur'an-telah,masa-khalifah-Utsman-bin-Affan