Anda di halaman 1dari 16

Makalah Al-Qur’an Hadist

Sejarah Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah


“Al-Qur’an Hadist”

Dosen Pengampu : KHAIRUN NITA AULIA M.pd.i

Disusun oleh klompok 4 :


MUHAMMAD AHLAN SAPUTRA (2271020121)
PUTRI VINA RAHMAWATI (2271020138)
RAJAB (2271020142)

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “sejarah
penghimpunan dan pembukuan Al-Qur’an” dengan tepat waktu. Tanpa pertolonganya
tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhir nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehatnya,baik berupa sehat fisik maupun akal pikiran,sehingga penulis mampu untuk
menyelsaikan pembuatan makalah dari mata kuliah Al-Qur’an Hadist.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar besarnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen mata kuliah
kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini
dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandar lampung,16 maret 2023

penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN
A. Proses Penghimpunan Al-qur’an pada Zaman Rasulullah SAW ...................... 3
B. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an....................................................................... 4
C. Manfaat Penghimpunan Dan Pembukuan Al-Qur’an .................................... 10

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman Rasulullah, ayat Al-Qur’an tidak dikumpulkan atau
dibukukan seperti sekarang. Namun disebabkan berapa faktor, maka ayat Al-
Qur’an mulai dikumpulkan atau dibukukan, yaitu dikumpulkan dalam satu
mushaf. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa nabi hanya dilakukan pada dua
cara yaitu dituliskan melalui benda-benda seperti yang terbuat dari kulit
binatang, batu yang tipis dan licin, pelepah kurma, tulang binatang, dan
lainya. Tulisan-tulisan dari benda-benda tersebut dikumpulkan untuk nabi dan
beberapa diantaranya menjadi koleksi pribadi sahabat yang pandai baca tulis.
Tulisan-tulisan mellaui benda yang berbeda tersebut memang dimiliki oleh
Rasulullah namun tidak tersusun sebgaimana sebagai mushaf yang sekarang
ini. Pemeliharaan ayat-ayat Al-Qur’an juga dilakukan melalui hapalan baik
oleh Rasulullah maupun oleh para sahabat.
Peninggalan Nabi pun hanya mewariskan dokumen tulisan dari benda-
benda sebagaimana tersebut diatas yang kemudian dipindahkan kepada
khalifah Abu Bakar As-siddiq yang tidak lengkap. Berangkat dari banyaknya
sahabat nabi yang tewas dalam peperangan (dikenal dengan perang
yamamah). Olehnya itu muncul inisiatif dari Umar bin Khatab untuk
membukukan Al-Qur’an, lalu disampaikan niatnya itu pada khalifah Abu
Bakar. Meskipun tidak langsung disetujui oleh khalifah Abu Bakar, namun
alasan Umar bin Khattab bisa diterima dan dimulailah pengumpulan Al-
Qur’an hingga selesai. Dengan demikian, disusunlah kepanitiaan atau tim
penghimpun Al-qur’an yang teridiri atas Zaid bin Tsabit sebagai ketua
dibantu oleh Ubay bin Ka’ab, Usman bin Affan, Ali bin abi Thalib, dan para
sahabat lainnya sebagai anggota. Namun dengan rentan waktu yang panjang,
mulai mulai tanggal 12 rabiul awal tahun 11 H/632M yang ditandai dengan
wafatnya Rasulullah, hingga 23-35 H/644-656 M (masa pemerintahan
Khalifah Usman bin Affan) atau sekitar 18 tahun setelah wafatnya nabi
barulah dibukukan Al-Qur’an yang dikenal dengan mushaf Utsmani. Antara
rentan waktu yang cukup panjang hingga beragam suku dan dialek apakah
berpengaruh atas penyusunan kitab suci al-qur’an tentunya masih menjadi
tanda tanya.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses penghimpunan Al-qur’an di zaman Rasulullah SAW?
b. Bagaimana sejarah pembukuan Al-qur’an?
c. Mengapa Al-qur’an harus dihimpun dan dibukukan?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses penghimpunan Al-qur’an
b. Untuk mengetahui sejarah pembukuan Al-qur’an
c. Untuk mengetahui manfaat penghimpunan dan pembukuan Al-qur’an
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Penghimpunan Al-qur’an pada Zaman Rosululloh SAW.

Pada awal kelahiran agama Islam, bangsa Arab tergolong bangsa yang
buta huruf, sangat sedikit di antara mereka yang pandai menulis dan membaca.
Bahkan, nabi Muhammad Saw sendiri dinyatakan sebagai nabi yang ummi, yang
berarti tidak pandai membaca dan menulis. Kondisi ini disebutkan dalam al-Quran
surat al-Jumuah ayat (2), yaitu:
“Dialah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf, seorang
rasul dari kalangan mereka sendiri yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al- Kitab (al-Quran)
dan hikmah; dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya benar-benar(berada)
dalam kesesatan yang nyata”.
Walaupun pada awal penurunan al-Quran bangsa Arab masih dalam
kondisi buta huruf, akan tetapi mereka dikenal memiliki daya ingat yangkuat.
Mereka memiliki kebiasaan untuk menghafal banyak sekali sya’ir Arab. Itulah
mengapa Rasulullah menganjurkan supaya al-Quran itu dihafal,dan diwajibkan
untuk membacanya dalam shalat.
Beberapa sahabat seperti Abu bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab,Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zain bin Tsabit, Ubay bin Ka’abdan beberapapa
sahabat lainnya diangkat dan ditugaskan oleh Rasulullah untuk merekam semua
wahyu yang diturunkan dalam bentuk tulisan.
Rasulullah memanggil juru tulis wahyu dan memerintahkan sahabatnya
untuk mencatat, menempatkan dan mengurutkannya sesuai petunjuk beliau.
Mengingat pada masa itu masih belum dikenal pembukuan dan kertas, maka
tulisan tersebut dicatat dan dihimpun pada benda-benda yang mungkin digunakan
sebagai sarana tulis-menulis seperti pelepah kurma, kulit hewan, tulang belulang,
bebatuan dan juga dihafal oleh para hafizh muslimin. Sebelum wafat, Rasulullah
telah mencocokan al-Quran yang diturunkan Allah kepada beliau dengan al-Quran
yang dihafal para hafizh, surat demi surat, ayat demi ayat. Maka al-Quran yang
dihafal para hafizh itu merupakan duplikat al-Quran yang dihafal oleh Rasulullah
Saw. Setelah para penghafal menguasai dengan sempurna, para hafizh (penghafal
ayat-ayat Quran) menyebarluaskan apa yang telah mereka hafal, mengajarkannya
kepada anak-anak kecil dan kepada mereka yang tidak menyaksikan saat wahyu
turun, baik dari penduduk Makkah maupun Madinah serta daerah sekitarnya.

B. Sejarah Pembukuan Al-Qur’an


1. Masa Kholifah Abu Bakar
Al-qur ’an telah selesai diturunkan semuanya pada tanggal 19 dzulhijjah tahun
ke 10 hijriah, yaiutu dengan diturunkan ayat yangterakhir di arofah ketika
Rosululloh saw mengerjakan hajjah al-wada’, kira-kira 81 malam sebelum
wafatnya. Setelah Rosululloh saw wafat, timbulah kekacauan di Jazirah Arab,
karena beberapa orang dari pemimpin Qobilah mengadakan pemberontkan.
Mereka berusaha mempengaruhi rakyat supaya turut pula dalam
pemberontakan itu. Tujuan pemberontakan ini bermacam- macam, antara lain:
 Karena ingin membebaskan diri dari tuntutan-tuntutan agama Islam,
misalnya mengerjakan sholat, dan membayar zakat. Golongan inilah yang
disebut mani’al-zakat (orang-orang yang enggan membayar zakat).
 Diantara mereka ada yang ingin mendapatkan kekuasaaan dan pengaruh,
karena mereka telah melihat nabi Muhammad saw mendapat kekuasaan
yang besar serta pengikut yang banyak justru setelah menjadi nabi dan
rasul, maka mereka ingin pula meniru, lalu memproklamirkan diri mereka
menjadi nabi, dan berusaha mendapatkan pengikut terutama dikalangan
suku mereka masing-masing. Mereka iniadalah: 1) Musailamah Al-
kahzab, dari suku bani hanifah diYamamah; 2) Sajah, dari suku bani
Taghlab dan Tamim; 3) Thulaihah ibn khuwailid, dari suku bani As’ad; 4)
Al-aswad Al-‘anasidi Yaman. Sebenarnya mereka ini telah muncul juga di
wktu Rosululloh masih hidup, namun baru sesudah nabi wafat, mereka
mendapat kesempatan yang baik.
 Orang-orang yang hanya keluar dari agama Islam. Tapi tidak mengadakan
tindakan-tindakan lain yang bersifat memusuhi Islam dan kaum muslimin,
dan mereka tidak pula menggabungkan diri pada salah seoang dari nabi-
nabi palsu itu.
Pemberontakan ini pecah dalam peperangan Yamamah dan
menggugurkan 360 orang dari gologan ansor dan 300 orang dari golongan
muhajirin, termasuk di dalamnya 70 para qurra. Pertempuran di Yamamah
ini mencemaskan pemimpin Islam di Madinah, terutama Umar bin
Khattab’. Ia khawatir pertempuran semacam itu terjadi lagidi tempat lain
yang mengakibatkan pula gugurnya para qurra. Hal ini akan
mengakibatkan habisnya secara berangsur-angsur orang yang hafal Al-
qur ’an.
Umar lalu mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar supaya
mengeluarkan perintah untuk pengumpulan Al-qur ’an itu. Pada mulanya
terjadi perbedaan pendapat, ‘Umar di satu pihak dan Abu Bakar bersama
Zaid di pihak lain.
Akhirnya setelah diadakan musyawarah, Abu Bakar dan Zaid
menerima usul tersebut, dan menugaskan kepada Zaid untuk
melaksanakan pengumpulan Al- qur’an itu. Tugas ini dilaksanaka oleh
Zaid dengan sangat teliti, di kumpulkannya Al-qur ’an itu bukan saja dari
tulisan-tulisan yang telah ada pada lembaran-lembaran yang telah
disebutkan di atas, bahkan juga didengarkan pula dari mulut orang-orang
yang hafal Al- qur ’an, kemudian dituliskannya kembali pada lembaran-
lembaran yang baru, dengan susunan ayat-ayatnya tetap seperti yang
ditunjukkan Rasulullah SAW. Lembaran– lembaran ini kemudian diikat
menjadi satu, lalu diberi nama mushhaf, dan disimpan sendiri oleh
khalifah Abu Bakar, kemudian oleh khalifah ‘Umar.
Di samping itu para qurra berangsur-angsur meninggal dunia,
padahal mereka itu merupakan faktor utama dalam pengumpulan Al-qur
’an. Maka faedah yang nyata dalam pengumpulan Al-qur ’an di masa Abu
Bakar ini ialah bahwa Al-qur ’an itu terkumpul di dalam satu mushhaf
yang terbuat dari lembaran-lembaran yang seragam, baik bahannya
maupun ukurannya, dan ayat-ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah
ditunjukkan Rasulullah.

2. Masa Khalifah ‘Umar bin Khattab


Setelah khalifah Abu Bakar wafat, maka‘Umar diangakat menjadi
khalifah. Mushhaf yang semula disimpan oleh Abu Bakar, kini disimpan oleh
khalifah ‘Umar . Selama masa pemerintahan khalifah‘Umar, tidak dilakukan
usaha- usaha penyempurnaan mushhaf. Hal ini terutama karena:
 Hurub al-fath (perang penaklukan) semakin diperhebat di masa
khalifah ‘Umar.
 Kaum muslimin merasa telah tentram dengan adanya mushhaf yang
telah ditulis di masa Abu Bakar.
Meskipun tidak ada usaha-usaha penyempurnaan mushaf Al-qur’an pada
masa khalifah Umar, tetapi Umar bin Khattab lah yang paling berpengaruh
dalam proses pembukuan Al-qur’an. Karena gagasanya itulah Al-qur’an dapat
tersusun seperti sekarang ini.

Dari sini kita belajar bahwa Umar bin Khattab tidak hanya mempelajari
akan perkataan nabi dalam hal ini adalah hadis secara mentah atau tekstual,
namun ia juga belajar dari metodologi yang senantiasa nab iterapkan dalam
kehidupan bersama sahabat; dari kebijakannya, sikapnya ataupun caranya
dalam mengambil sebuah keputusan. Sehingga meskipun belum dikatakan
oleh Nabi, namun Umar yakin bahwa sekiranya Nabi ada tentu ia akan setuju
dengan apa yang dilakukan olehnya. Inilah mengapa meskipun saat itu
gagasannya ditolak oleh Abu Bakar dengan alasan belum dilakukan Nabi,
Umar pun terus mendorongnya berharap bisa direalisasikan.

Pemikiran seperti inilah yang membuat umat Islam berkembang.


Mungkin kita bisa menyebutnya dengan ‘bid’ ah hasanah’ atau perkara baru
yang dimunculkan dengan muatan manfaat dan ragam faedah.

Perhatikanlah, ilmu ilmu yang berkembang dalam Islam, seperti


nahwu, mustolah hadis, ulumul quran, dll nya, apakah itu semua ada pada
masa Rasul? Jika para ahli dan pakar pada masa itu hanya berpikir sempit
dengan mengatakan ‘Nabi tidak pernah melakukannya’ maka aneka ilmu
tersebut tidak akan pernah ada dan Islam tidaklah berkembang. Namun
realitanya tidak seperti itu. Dan kalua bukan karena perjuangan mereka
dengan ilmu yang dibuat mereka, niscaya hari ini kita akan lebih sulit untuk
memahami ayat Allah dan Rasul-Nya.

Inilah mengapa Rasulullah pernah mengatakan: “Hikmah adalah


dambaan seorang mukmin, di mana pun dia menemukanya, maka dia lebih
berhak atasnya (mengamalkanya).”
Kita pun sering sekali mendengar sebuah pepatah Arab yang
mengatakan: “Memelihara sesuatu yang lama yang masih baik, serta
mengambil hal baru yang lebih baik.”

Mencetuskan sebuah ide baru yang belum pernah ada apalagi dalam
masalah agama atau bisa dibilang melakukan pembaharuan, itu bukan berarti
merusak pondasinya.

Menurut seorang penulis tafsir al-Quran, hal ini ibarat merenovasi


bangunan tanpa mengubah pondasi bahkan bentuknya. Hanya bagian
lapuknya saja yang diganti dan ikatan-ikatan yang sudah longgar yang
diperkuat. Sebab, kelak, demi kemasalahatan umat muslim, Khalifah Utsman
pun membakar semua mushaf al-Qur`an yang ada, termasuk yang ada di
rumah Rasulullah, dan menyiapkan mushaf baru untuk disebar.nMungkin
inilah maksud dari kalimat ‘merenovasi tanpa menghancurkan pondasi’.

Dari sini kita kita pun dapat memahami bahwa Islam tidak selalu terika
tdengan teks. Tidak benar apa yang dikatakan Nasr Hamid AbuZaid bahwa
Islam merupakan ‘peradaban teks’.

Yang benar, jika ada teks (nash) dan indikasi yang jelas (qot’iyy al -
Dilalah) maka tidak ada pintu ijtihad di sana. Inilah mengapa para ahli fikih
berijtihad dalam masalah cabang saja, bukan pada masalah pokok. Adapun
hal-hal yang tidak disebutkan oleh teks, namun terdapat indikasi kebaikan dan
tidak membentur batas batas hukum syariat, maka itu termasuk
diperbolehkan. Dalam

ushul fiqih, kita mengenalnya dengan masolih mursalah. Dalam hal ini Nabi
pun pernah bersabda:

“Barang siapa yang melakukan suatu Sunnah (perbuatan) dalam Islam maka
ia mendapat pahala sekaligus pahala orang lain yang mengamalkannya
sampai hari kiamat.”

Jika Umar bin Khattab saja yang dalam hal ini merupakan orang yang
hidup pada masa terbaik sudah mengerjakan hal demikian, ini berarti kita pun
dituntut untuk seperti itu. Ini bukan masalah siapa kita dan siapa Umar bin
Khattab. Derajat kita pasti beda. Coba kita ambil pesan di balik itu semua,
yakni kembangkanlah apa yang sudah dibuat oleh para pendahulu kita. Inilah
mengapa ulama-ulama dulu membuat syarh,hasyiyah, dan sebagainya, karena
inign mengembangkan apa yang telah dibuat oleh pendahulunya. Jika pesan
ini sampai di telinga setiap muslim yang berakal dan baligh, maka kita semua
yakin peradaban Islam akan terus dan pasti maju dari peradaban lainnya.
Wallahu alam bissowab.

Setelah ‘Umar wafat, mushhaf tersebut disimpan oleh Hafshah binti Umar
atas pesan ‘Umar sendiri, dengan beberapa pertimbangan, antara lain :

 Hafshah adalah seorang istri Rasulullah dan sebagai putri khalifah

 Hafshah dikenal sebagai seorang yang cerdas dan pandai tulis


baca,lagi pula ia hafal keseluruhan Al-qur ’an. (Ash- Shiddieqy,1965-
80).

3. Masa Khalifah ‘Usman ibn Affan

Karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas, muncul beberapa perbedaan


pendapat megenai Al-qur’an. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat membawa
akibat yang lebih besar andaikan tidak dilenyapkan segera. Perbedaan tersebut
ialah:

 Perbedaan mengenai susunan surat. Naskah-naskah yang mereka miliki itu


tidak sama susunan atau tertib urut surat- suratnya. Hal ini disebabkan,
karena Rasulullah SAW sendiri memang tidak memerintahkan supaya
surat-surat Al-qur ’an itu disusun menurut tertib urut tertentu, karena
masing-masing surat itu pada hakikatnya adalah berdiri sendiri, sehingga
seolah-olah Al-qur’an itu terdiri dari 114 kitab. Rasulullah SAW hanya
menetapkan tertib urut ayat dalam masing-masing surat itu.
 Perbedaan mengenai bacaan. Asal mula pertikaian bacaan ini adalah
karena Rasulullah SAW sendiri memang memberikan kelonggaran kepada
qabilah-qabilah Islam di jazirah Arab untuk membaca dan melafazhkan
ayat-ayat Al-qur’an itu menurut dealek/lahjah mereka masing-masing.
Kelonggaran ini diberikan oleh Rasulullah SAW aga rmudah bagi mereka
untuk membaca dan menghafalkan Al-qur’an itu. Tetapi kemudian
kelihatanlah tanda- tanda, bahwa pertikaian tentang qiraat itu.
Kalau dibiarkan berlangsung terus, tentu akan mendatangkan perpecahan yang
lebih luas dikalangan kaum muslimin, terutama karena masing-masing qabilah
menganggap bahwa bacaan merekalah yang paling baik, dan ejaan merekalah
yag paling benar. Lebih berbahayalagi apabila mereka menuliskan ayat-ayat itu
dengan ejaan/tulisan yang sesuai dengan lahjah mereka masing-masing.

Hudzaifah merasa khawatir melihat kenyataan ini, sebab itu ketika ia


kembali ke Madinah, ia menghadap khalifah‘Usman, dan melaporkan apa-apa
yang telah dilihat dan didengarnya. Mengenai perbedaan qiraat itu Hudzaifah
berkata “Tertibkanlah ummat, sebelum mereka berselisih seperti perselisihan
nya orang-orang Yahudi dan Nasrani”.

Usul Hudzaifah ini diterima khalifah ‘Usman, dan selanjutnya khalifah


‘Usman meminjam mushhaf yang ada pada Hafshah yang telah ditulis pada
masa khalifah Abu Bakar untuk disalin atau ditulis kembali. Kemudian
khalifah ‘Usman membentuk suatu panitia yang terdiri dari 1) Zaid ibn Tsabit,
sebagai ketua, 2) Abdullah ibn Zubair, 3) Sa’ad ibn Al-‘Ash, 4) Abd al-
Rahman ibn al-Harist ibn Hisyam.

Tugas panitia ini ialah membukukan Al-qur’an, yaitu menuliskan atau


menyalin kembali ayat-ayat Al-qur’an itu dari lembaran- lembaran itu yang
telah ditulis pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushhaf yang lebih
sempurna yang akan dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai
sumber bacaan dan hafalan mereka.

Kepada panitia ini khalifah ‘Usman memberikan patokan sebagai berikut:

 Supaya panitia itu berpedoman kepada bacaan orang-orangyang hafal


Al-qur’an, disamping tulisan-tulisan yang ada pada mushhaf Abu
Bakar.

 Jika terjadi pertikaian antar panitia itu sendiri tentang bahasa/bacaan


Al-qur’an, maka panitia hendaklah menuliskannya menurut dealek suku
Quraisy, karena Al-qur’an itu diturunkan menurut dealek mereka.

Setelah panitia ini selesai mengerjakan tugasnya, maka naskahyang dipinjam


dari Hafshah dikembalikan kepadanya. Kemudian khalifah ‘Usman
memerintahkan untuk mengumpulkan dan membakar semua lembaran-
lembaran yang bertuliskan ayat-ayat Al-qur’an, selain dari lembaran-
lembaran/naskah yang ada pada mushhaf, dan naskah-naskah yang baru ditulis

oleh panitia. Panitia tersebut menulis sebanyak lima buah mushhaf. 4 buah
diantaranya dikirimkan ke daerah-daerah,yaitu Makkah, Syiria, Bashrah, Kufah
dan yang satu lagi tetap di Madinah untuk khalifah ‘Usman. Inilah yang
dinamakan mushhaf Usmani atau mushhaf Al-Iman.

C. Manfaat Penghimpunan dan Pembukuan Al-Qur’an

Adapun manfaat dari usaha penulisan kembali Al-qur’an di masa khalifah


‘Usman ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kaum muslimin telah dapat dipersatukan pada mushhaf-mushhaf yang


seragam ejaan dan tulisannya.

2. Mereka juga dapat disatukan pada qiraat yang sama yang tidak menyalahi
ejaan tulisan pada mushhaf itu, walaupun setelah wafatnya khalifah Usman
sampai sekarang ini masih tetap ada bermacam- macam qiraat, namun qiraat-
qiraat itu adalah yang telah diakui kebenarannya dan di riwayatkan dengan
mutawattir dari Rasulullah SAW, dan tidak pula berlawanan dengan ejaan
tulisan pada mushhaf ‘Usman itu. Adapun qiraat-qiraat yang tidak sesuai
dengan ejaan tulisan itu telah dapat dilenyapkan.

3. Kaum muslimin dapat pula di satukan mengenai susunan surat pada mushhaf-
mushhaf mereka. Dengan demikian dapatlah dihindarkan bahaya yang lebih
besar, sebab kalau susunan mushhaf itu tidak seragam dimana-mana tentulah
akan timbul keraguan pada generasi- generasi yang akan datang kemudian
tentang kebenaran Al-qur’an itu.

4. Dengan adanya 5 buah mushhaf yang resmi itu, maka kaum muslimin telah
mempunyai standar yang akan menjadi pedoman mereka dalam membaca,
menghafal dan memperbanyak mushhaf-mushhaf Al-qur’an itu,sehingga
penyiaran dan pemeliharaan Al-qur’an itu lebih baik dan lebih terjamin
keasliannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Usaha pengumpulan dan penulisan al-quraan sudah di lakukan pada masa


Rasulullah saw, namun pengumpulan dan penulisan Al-qura’an belum tersusun
secara sempurna, karena pada masa ini pengumpulan Al-qura’an baru sebatas
hafalan saja melalui sahabat-sahabat, sedangkan penulisanya dituliskan di media-
media seperti pelepah kurma dan tulang belulang. Baru lah pada masa Khalifah
Abu Bakar mulai di lakukan penulisan dan pengumpulan al-qur’an di lakukan
secara serius dengan di buatnya mushaf Al-qur’an secara menyeluruh. Pada masa
khalifah umar penulisan dan pengumpulan al-qur’an tidak di lakukan lagi. Karena
pada masa khalifah Umar lebih menekankan pada penyebaran pengajaran Al-
qur’an melalui para sahabat. Pada masa khalifah Usman penulisan dan
pengumpulan Al-qura’an kembali di lakukan namun masih mengacu pada mushaf
yang di tulis Abu Bakar. Pada masa Khalifah Ali bin abi Thalib tidak lagi di
lakukan penulisan atau pengumpulan Al-qur’an dikarena pada masa Khalifah Ali
kondisi politik tdk lagi stabil.
Sampai saat ini kita mengenal Al-qur’an Ustmani yang selalu terjaga
keaslian nya dan akan selalu dijaga oleh Allah swt. Sebagaimana firman Allah swt
dalam surah A-Dzikr : 9 yang artinya: sesungguh nya Kamilah yang menurunkan
Adz-Dzikr (Al-qur’an) dan sesungguh nya Kami benar-benar akan menjaganya.
DAFTAR PUSTAKA

Abd.Chalik, Chaerudji. 2013 Ulum Al-Quran. Jakarta Timur: Hartomo Media


Pustaka.

https://www.slideshare.net/KeonkHawk/sejarah-penghimpunan-dan-pembukuan-
Al-Qur’an.

https://iqra.republika.co.id/berita/p6a817313/di-masa-khalifah-utsman-alquran-
dibukukan.

http://alalala-baymax.blogspot.com/2017/03/penghimpunan-alquran-pada-
masa.html.

https://rihlah.republika.co.id/posts/108386/peran-para-sahabat-menjaga-alquran.

https://tanwir.id/pembukukan-al-quran-pada-masa-usman-bin-affan/

https://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/substantia/article/download/4833/3118/Pen
ulisan-al-Qur'an-telah,masa-khalifah-Utsman-bin-Affan

Anda mungkin juga menyukai