Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SEJARAH KODIFIKASI AL-QUR’AN


(Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an)
Dosen Pengampu: Dr. Nasiruddin, M.Si, M.Pd

Disusun Oleh:
Amsaina Mufidah Rahmah (22104020005)
Putri Nabilah (22104020004)
Syinta Dwi Khusnul Khotimah (22104020006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayahNya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ SEJARAH KONDIFIKASI AL
QUR’AN ”.

Sholawat serta salam, semoga tetap kita limpahkan kepada nabi besar kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang
benderang seperti hari ini.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan. Baik dari segi materi pembahasan maupun dari segi tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala masukan, baik saran maupun kritik yang bersifat membangun
dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Kami berharap, semoga makalah ini dapat
memberi manfaat maupun inspirasi kepada pembaca

Yogyakarta , 04 September 2022


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan salah satu mukjizat yang diturunkan kepada Rasulullah
SAW. yang menjadi pedoman bagi kehidupan umat Islam diseluruh dunia sejak
diturunkannya sampai saat ini. Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. di gua Hira melalui perantara Malaikat Jibril. Pada saat itu,
Malaikat Jibril datang dan mendekapnya sambil mengatakan “Bacalah”, namun Nabi
SAW, menjawab “Aku orang yang tidak bisa membaca” sebanyak 3 kali, setelah itu
baru beliau mengikuti bacaan Malaikat Jibril yang merupakan 5 ayat awal surah
al-‘Alaq yang peristiwa itu sering kita kenal dengan awal mula wahyu turun.
Mushaf al-Qur‟an yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui
perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun yang
silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui. Selain itu
jaminan atas keotentikan al-Qur‟an langsung diberikan oleh Allah Swt yang
termaktub dalam firman-Nya; “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur‟an,
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. al-Hijr: 9)
Pada zaman dewasa ini, banyak para pengkaji al-Qur’an dari kalangan
orientalis mengkritik sejarah kodifikasi al-Qur’an. Diantara mereka adalah Theodor
Noldeke yang mengkritik bahwa dalam penyampaian al-Qur’an itu Nabi SAW,
mengakomodir ajaran-ajaran Yahudi dan Nasrani, sehingga ajaran otentik Islam
dalam al-Qur’an perlu diragukan. Melalui karyanya yang berjudul Geschichte des
Qorans tahun 1860, ia merekonstruksi sejarah al-Qur’an. Kemudian Arthur Jeffery
mendekonstruksi Mushaf Utsmani dengan menyusun mushaf baru. Ia merekonstruksi
teks al-Qur’an berdasarkan Kitab al-Mashahif karya Ibn Abi Dawud al-Sijistani
dengan beraguman bahwa di dalamnya terkandung bacaan-bacaan tandingan (ragam
qiraat), ia mengistilahkannya dengan ‘rival codices’, serta masih banyak lagi
orientalis yang berfokus mengkaji kodifikasi al-Qur’an.
Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk menjelaskan kodifikasi Al-
Qur’an baik pada zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar Ash-Siddiq, dan Utsman bin
Affan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian kodifikasi al-Qur’an ?
2. Bagaimana sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW?
3. Bagaimana sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Khalifah ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui pengertian kodifikasi al-Qur’an.
2. Mengetahui sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.
3. Mengetahui sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Khalifah.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kodifikasi al-Qur’an

B. Sejarah Kodifikasi al-Qur’an pada Masa Rasulullah SAW


Usaha penulisan dan kodifikasi alquran sudah dimulai sejak masa Rasulullah
SAW. Alquran diturunkan secara berangsur-angsur berupa beberapa ayat atau
beberapa surat pendek secara lengkap. Penyampaian Alquran secara keseluruhan
kurang lebih selama 23 tahun, yaitu dimulai dari 13 tahun saat Rasulullah masih
tinggal di Makkah sebelum Hijriyah dan 10 tahun saat Rasulullah hijrah ke
Madinah.Wahyu ilahi yang diturunkan sebelum Hijriyah disebut surat makkiyah yang
berisikan surat dan ayat-ayat pendek serta gaya bahasa yang singkat padat (ijaz). Isi
surat makkiyah adalah berupa seruan untuk bertauhid secara murni serta pelatihan
mental dan akhlak. Sedangkan wahyu ilahi yang diturunkan sesudah Hijriyah disebut
surat madaniyah yang berisikan surat serta ayat-ayat panjang dengan gaya bahasa
yang panjang lebar dan lebih jelas. Isi surat madaniyah berupa norma hukum untuk
pembentukan dan pelatihan suatu masyarakat atau umat Islam dan negara yang adil
dan makmur serta diridhoi Allah SWT.
Pada masa Rasulullah SAW ketika ayat Alquran diturunkan beliau segera
berusaha untuk menghafalkannya secara pribadi. Dikarenakan di dalam sejarah
tercatat bahwa beliau tidak bisa membaca dan menulis, tetapi beliau dianugerahi
keistimewaan berupa kemampuan otomatis membaca menghafal dan
memahami.Setelah Rasulullah SAW menghafalkan kemudian beliau akan
menyampaikan dan mengajarkan kepada para sahabatnya persis seperti apa yang
diterimanya tanpa ada perubahan dan penggantian sedikitpun. Kemudian Rasulullah
menganjurkan para sahabat untuk menghafalkan dan meneruskan kepada para
pengikutnya.Wahyu yang diturunkan tersebut ditulis dan dicatat oleh dewan penulis
wahyu (Khuttab Al Wahyu) yang telah dibentuk oleh Rasulullah dan berjumlah 16
orang, di antaranya:
1. Abu Bakar As Shiddiq
2. Umar bin Khattab
3. Utsman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Amir bin Fuhairah
6. Amir bin Al-'Ash
7. Muawiyah bin Abi Sufyan
8. Yazid bin Abi Sufyan
9. Al mughirah bin Syu'bah
10. Zubair bin Al-Awwam
11. Khalid bin Walid
12. Al-'Ala Al-Hadhramiy
13. Muhammad bin Salamah
14. Ubay bin Ka'ab
15. Zaid bin Tsabit
16. Tsabit bin Qais Ibn Syammas
Kepada para penulis wahyu ini, Rasulullah SAW tidak hanya membacakan
ayat yang diturunkan tetapi juga menunjukkan letak masing-masing ayat yang akan
mereka tulis, yaitu di dalam surat mana,sebelum atau sesudah ayat mana. Hal ini
dikarenakan susunan ayat yang diturunkan tidak kronologis karena kebanyakan surat
tidaklah diturunkan sekaligus komplit. Apabila suatu surat telah lengkap diturunkan
semua ayat-ayatnya, lalu Rasulullah memberikan nama untuk surat itu dan untuk
memisahkan antara surat satu dengan yang lain Rasulullah memerintahkan untuk
meletakkan lafadz basmalah pada awal masing-masing surat. Urutan ayat-ayat
tersebut dikokohkan pula oleh Rasulullah SAW sendiri dengan bacaan-bacaannya
dalam waktu shalat ataupun di luar shalat.
Pada masa Rasulullah SAW media yang dipakai sangatlah sederhana bahkan
seadanya mengingat fasilitas tulis-menulis yang terbatas. Pada saat itu Alquran
terhimpun dalam tulisan-tulisan sederhana pada benda-benda seperti:'usub (pelepah
kurma), likhaf (batu halus berwarna putih, riqa' (kulit), aktaf (tukang unta),dan aqtab
(bantalan dari kayu yang biasa dipasang di atas punggung unta). Keterbatasan tersebut
menggambarkan betapa sulitnya tugas seorang dewan penulis. Oleh karena itu mereka
juga menghafalkan Alquran dalam ingatan masing-masing untuk memudahkan tugas
dan kemudian menyetorkan hafalan serta tulisan mereka kepada Rasulullah SAW.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menyerukan kaum muslimin untuk memberantas
buta huruf terhadap Alquran melalui cara berikut:
1. Memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada orang-
orang yang telah pandai menulis dan membaca.
2. Menggunakan tenaga para tawanan perang dalam usaha memberantas buta
huruf.
3. Setiap kali ayat turun, Rasulullah SAW menyampaikan kepada para
sahabat dan menyuruh mereka menghafalkannya.

C. Sejarah Kodifikasi al-Qur’an pada Masa Khalifah


1. Kodifikasi al-Qur’an masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq ra.
Sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar ra. memliki latar
belakang karena banyaknya para qura’ atau huffadz yang gugur pada perang
Yamamah yang terjadi pada tahun 12 H. Hal ini menjadikan sahabat ‘Umar bin
Khattab ra. khawatir karena jika tidak diantisipasi maka akan berakibat fatal bagi
kelangsungan Islam di masa yang akan datang, dan lama-lama semakin habislah para
penghafal al-Qur’an dari golongan sahabat disebabkan peperangan-peperangan yang
lain. Kemudian sahabat ‘Umar bin Khattab ra. menghadap Khalifah Abu Bakar ra.
dan mengusulkan agar mengumpulkan dan membukukan al-Qur’an agar tidak
musnah. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar ra. keberatan akan usulan tersebut, karena
khawatir termasuk dalam perbuatan bid’ah karena tidak pernah dilakukan dan
diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Akan tetapi, sahabat ‘Umar ra. berhasil
meyakinkan Khalifah Abu Bakar ra. bahwa apa yang yang diusulkannya itu termasuk
meneruskan apa yang telah Rasulullah SAW. rintis sendiri, karena beliau telah
memerintahkan kepada para penulis wahyu untuk menuliskan semua ayat yang turun.
Tugas kita, kata ‘Umar ra., hanyalah mengumpulkan tulisan-tulisan yang berserakan
itu dan kemudian membendelnya menjadi satu sehingga terpelihara keutuhan dan
keasliannya. Kemudian Khalifah Abu Bakar ra. memilih Zaid bin Tsabit sebagai
ketua tim untuk melakukan tugas suci tersebut, mengingat Zaid termasuk dalam
barisan huffadz al-Qur’an sekaligus salah seorang penulis wahyu yang ditunjuk Nabi
SAW, apalagi beliau menyaksikan tahap-tahap akhir diturunkannya al-Qur’an kepada
Rasul. Selain itu, Zaid juga terkenal akan pemahaman dan kecerdasannya,
kedudukannya dalam masalah qiraat, sangat wara’, amanah dan istiqomah. Pada
awalnya, Zaid juga ragu-ragu menerima tugas tersebut, namun setelah dijelaskan oleh
Khalifah Abu Bakar ra. akhirnya Zaid menerima dengan lapang dada tugas tersebut.
Dalam menjalankan tugasnya tersebut, Zaid melakukannya dengan sangat
selektif dan hati-hati. Dengan demikian, pengumpulan al-Qur’an yang dilakukan oleh
Zaid ini berpijak pada 4 hal, yaitu:
a. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis dihadapan Nabi dan yang disimpan di rumah
beliau.
b. Ayat-ayat yang ditulis adalah yang dihafal oleh para sahabat penghafal al-Qur’an.
c. Tidak menerima ayat yang hanya terdapat pada tulisan atau hafalan saja, namun
harus disertai bukti bahwa itu tertulis dan dihafal.
d. Penulisan dipersaksikan oleh 2 orang sahabat, bahwa ayat-ayat tersebut memang
benar ditulis dihadapan Nabi pada saat Nabi masih hidup.

Tugas ini dilaksanakan dengan baik dan berlangsung selama satu tahun sejak
selesianya perang Yamamah sampai sebelum Khalifah Abu Bakar ra. wafat.
Pembukuan al-Qur’an masa Khalifah Abu Bakar ra. ini disebut pembukuan al-Qur’an
kedua setelah masa Rasulullah SAW. Mushaf ini disimpan oleh Khalifah Abu Bakar
ra. sampai wafat dan kemudian disimpan Khalifah ‘Umar bin Khattab ra. sampai
wafat, hingga akhirnya disimpan oleh putrinya sekaligus istri Rasulullah SAW. yakni
Hafshah binti ‘Umar.

Adapun karakteristik penulisan al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar ra,
yaitu:
a. Dihimpun dengan sangat teliti, ayat dan surah telah tersusun menurut susunan
seperti yang diwahyukan Allah swt. kepada Nabi SAW.

b. Meniadakan ayat-ayat yang telah dimansukh.

c. Mencakup 7 bahasa sebagaimana al-Qur’an diturunkan.

d. Telah diterima secara luas dan semua ayatnya bersifat mutawattir.

2. Kodifikasi al-Qur’an masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan ra.

Sejarah kodifikasi al-Qur’an pada masa Khalifah ‘Utsman bn ‘Affan ra.


memiliki latar belakang yakni semakin meluasnya wilayah kekuasan Islam sehingga
semakin banyak perbedaan pendapat di antara kaum Muslim tentang penulisan dan
bacaan al-Qur’an. Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan fitnah dan
malapetaka bagi umat Islam jika tidak segera diatasi. Oleh karena itu, Khalifah
‘Utsman pun berinisiatif dengan meminta Hafshah untuk meminjamkan mushaf yang
disimpannya untuk di salin dan membentuk sebuah tim yang terdiri dari Zaid bin
Tsabit sebagai ketua tim yang berasal dari kaum Anshar di Madinah, Abdullah bin az-
Zubair, Sa’id bin al-Ash dan Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam sebagai anggota.
Mereka bertiga berasal dari suku Quraisy. Komposisi tim yang terdiri dari 1 orang
dari Madinah dan 3 orang dari Quraisy ini memang diperlukan agar apabila nanti
terjadi perbedaan pendapat antara anggota tim dengan Zaid, maka ditulislah dengan
logat Quraisy sesuai dengan petunjuk Khalifah ‘Utsman ra. dan karena al-Qur’an
diturunkan dalam logat atau dialek Quraisy.
Pelaksanaan kodifikasi ini terjadi pada tahun ke-25 H. Ada pendapat yang
mengatakan pada tahun ke-24 H. Mushaf hasil salinan tersebut kemudian dikirim ke 4
negara, dan ada yang berpendapat 5 negara, yaitu Kufah, Basrah, Mesir, Syam, dan
Yaman. Sehingga total mushaf salinan tersebut ada yang mengatakan 5 dan ada yang
mengatakan 6 untuk dijadkan standart termasuk di dalamnya ada satu mushaf yang
disimpan oleh Khalifah ‘Utsman ra. sendiri yang dikenal dengan Mushaf al-Imam
atau Mushaf Utsmani. Setelah itu, Khalifah ‘Utsman ra. memerintahkan kepada para
sahabat atau siapapun yang memiliki shahifah, shuhuf atau mushaf pribadi supaya
membakarnya atau mernyerahkannya kepada pemerintahan untuk dibakar. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat atau
perselisihan di kemudian hari. Sedangkan Mushaf Abu Bakar ra. dikembalikan
kembali kepada Hafshah. Dengan demikian, keistimewaan pembukuan al-Qur’an
pada masa Khalifah ‘Utsman ra., yaitu:
a. Adanya penyederhanaan dialek dari tujuh dialek menjadi satu dialek.
b. Khalifah ‘Utsman ra. bermaksud menyatukan mushaf umat.
c. Peringkasan terhadap apa yang ditetapkan pada pemeriksaan terakhir dan
membuang selain hal tersebut.
d. Susunan ayat dan surat sama seperti yang dikenal (saat ini).

Adapun tulisan yang dipakai oleh panitia yang dibentuk oleh Khalifah
‘Utsman ra. ini berpegang pada Rasm al-Anbath tanpa harakat atau syakl (tanda baca)
dan Nuqath (titik sebagai pembeda huruf). Huruf-huruf dibiarkan tanpa titik dan
syakal agar dapat mengakomordir pebedaan. Untuk kata-kata yang sekalipun ditulis
tanpa titik dan syakal tetap hanya bisa dibaca dalam satu versi qiraah saja. Perbedaan
kodifikasi al-Qur’an pada masa Khalifah Abu Bakar ra. dengan masa Khalifah
‘Utsman ra. yaitu kalau mushaf yang disusun pada masa Khalifah Abu Bakar ra.
sudah disusun ayat demi ayat sesuai dengan urutannya yang taufiqi tetapi belum
disusun surat demi surat dengan urutannya. Sedangkan pada masa Khalifah ‘Utsman
ra. menyempurnakannya dengan menyusun surat demi surat sesuai dengan urutannya
(tartib as-suwar). Perbedaan yang lainnya yaitu pada tujuannya. Kalau pada masa
Khalifah Abu Bakar ra. bertujuan untuk menghimpun al-Qur’an secara keseluruhan
dalam satu mushaf sehingga tidak ada satupun yang tercecer tanpa mendorong orang-
orang agar bersatu dalam satu mushaf saja, dikarenakan belum tampak implikasi yang
signifikan dari adanya perbedaan seputar qiraat sehingga mengharuskan tindakan ke
arah tersebut. Sedangkan pada masa Khalifah ‘Utsman ra. bertujuan untuk
menghimpun al-Qur’an secara keseluruhan dalam satu mushaf sekaligus mendorong
orang-orang agar bersatu dalam satu mushaf saja, dikarenakan adanya implikasi yang
sangat mengkhawatirkan dari beragam versi qiraat.

3. Adanya Tanda Baca pada Al-Qur’an


Setidaknya masih ada 4 mushaf yang sampai saat ini disinyalir merupakan
salinan mushaf pada masa Khalifah ‘Utsman ra. Umat Islam tetap mempertahankan
keberadaan mushaf yang asli apa adanya. Sampai suatu saat ketika umat Islam sudah
hampir terdapat di seluruh belahan dunia, memberikan inspirasi sahabat Khalifah Ali
ra. yakni Abul Aswad ad-Dualy untuk membuat tanda baca (Nuqathu I‘rab) yang
berupa tanda titik dan membubuhkannya pada mushaf atas persetujuan Khalifah. Abul
Aswad ad-Dualy menggunakan titik bundar penuh berwarna merah untuk menandai
fathah, kasrah, dhommah, tanwin dan warna hijau untuk menandai hamzah. Jika suatu
kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan huruf Halq
(idzhar), maka dibubuhkan tanda titik dua horizontal seperti “’adzaabun aliim” dan
tanda titik dua vertikal untuk menandai idgham seperti “ghofuurur rahiim”.
Adapun orang yang pertama kali membuat tanda titik untuk membedakan
huruf-huruf yang sama karakternya (Nuqathu Hart) yakni Nasr bin Ashim (W. 89 H)
atas permintaan Hajjaj bin Yusuf as-Tsaqafy, salah seorang gubernur pada masa
Dinasti Daulah Umayyah (40-95 H). Sedangkan orang yang pertama kali
menggunakan tanda fathah, kasrah, dhommah, sukun, dan tasydid yakni al-Khalil bin
Ahmad al-Farahidy (W.170 H) pada abad ke II H. Pada masa Khalifah Al-Makmun,
para ulama berijtihad untuk mempermudah orang dalam membaca dan menghafal al-
Qur’an khususnya bagi orang selain orang Arab dengan menciptakan tanda baca
tajwid seperti isymam, rum, dan mad. Sebagaimana mereka juga membuat tanda
lingkaran bulat sebagai pemisah ayat dan mencantumkan nomor ayat, tanda-tanda
waqaf, ibtida, menerangkan identitas surah di awal setiap surah seperti nama, tempat
turun, jumlah ayat, dan jumlah 'ain. Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan
al-Qur’an adalah tajzi' yaitu tanda pemisah antara satu juz dengan yang lainnya
berupa kata “Juz” dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk
juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima,
sepersepuluh, setengah juz dan juz itu sendiri.
Sebelum ditemukan mesin cetak, al-Qur’an disalin dan diperbanyak dari
Mushaf Utsmani dengan cara tulisan tangan sampai abad ke-16 M. Ketika Eropa
menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan), maka dicetaklah
al-Qur’an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M. Naskah
tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Mushaf al-Qur’an yang pertama
kali dicetak oleh kalangan umat Islam sendiri yakni mushaf edisi Malay Usman yang
dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia. Kemudian diikuti
oleh percetakan lainnya. Mulai Abad ke-20, pencetakan al-Qur’an dilakukan umat
Islam sendiri. Cetakan al-Qur’an yang banyak dipergunakan di dunia Islam saat ini
yakni cetakan Mesir yang dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang
memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan
pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada
tahun 1947 M untuk pertama kalinya al-Qur’an dicetak dengan teknik cetak offset
yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan
di Turki atas prakarsa ahli kaligrafi Turki yang terkemuka bernama Said Nursi.

Anda mungkin juga menyukai