Bab I
Pengantar
Segala puji bagi Allah Swt. Yang telah menurunkan al-Qur’an ke bumi sebagai petunjuk, pedoman dan
pengetahuan bagi manusia.
Sholawat serta salam tetap dan terus mengalir kepada Nabi Muhammad Saw. manusia yang
mempunyai jasa besar sebagai perantara turunya al-Qur’an kepada umat manusia.
Sesungguhnya al-Qur’an adalah Wahyu Ilahi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. yang
telah disampaikan kepada kita ummatnya dengan jalan mutawatir, yang dihukumi kafir bagi orang yang
mengikarinya.[1]
Al-Qur’an adalah sebuah undang-undang bagi agama Islam, yang diyakini oleh orang muslim akan
keaslian dari Sang Ilahi, tanpa ada campur tangan manusia dalam merubah atau menggati lafadz serta
ma’nanya.
Ibarat pengemudi yang akan mengantarkan penumpangnya ke jalan lurus selamat dan sukses di dunia
maupun di akhirat, ia tidak akan membawa penumpangnya menjadi tersesat dijalan, ataupun menjadi
bingung dengan jalan yang banyak bahkan murtad, namun ia akan menjadikan penumpangnya
merasakan ketenangan, mendapat petunjuk dan mengantar ketujuan penumpang dengan selamat.
Akan tetapi, terkadang juga ada penumpang yang masih mempunyai keraguan dalam hatinya, terhadap
jalur arah dan tujuan yang ditempuh si pengemudi ini, dia masih melihat kanan-kiri jalan, apakah
jalannya sudah lurus apa tidak ?.
Tidak sedikit dari kalangan orang Islam sendiri yang masih teromabang-ambingkan dalam laut
keyakinan, yang bisa juga, menjadikan orang Islam itu sendiri tenggelam dalam jurang kesesatan,
padahal sudah jelas kita sudah mempunyai peta dan petunjuk untuk menempuh lautan dunia.
Fonemana yang sering terjadi ditengah-tengah perjalanan kehidupan kita, terkadang juga kita masih
merasakan lemah dan tipisnya pengetahuan tentang agama Islam, apalagi dikhalayak masyarakat yang
sangat sensitif sekali dengan masalah keyakinan, karena keyakinan agama mereka terbentuk
berdasarkan budaya disekitar yang masih berpontensi besar bergoyang dan bergesar kekiri atau jatuh
kebawah. Hal itu semua, tidak lain disebabkan oleh kedangkalan dan buramnya Ilmu pengetahuan
tentang agama Islam, baik dari segi isi kandungan al-Qur’an, maupun tentang sejarah pembukuan al-
Qur’an.
Dewasa ini para orientalis sudah menyoroti dan memantau setiap aksi atau activitas yang dilakukan
orang Islam, mereka sedang mencari cela-cela kelemahan dan kebodohan orang Islam dalam beragama,
mereka hendak meruntuhkan ajaran Islam dan keyakinan melalui cela kebodohan itu.
Dikalangan orientalis berusaha menepis sejarah punulisan al-Qur’an, kendati melihat rentang masa
lima belas tahun setelah wafatnya Rasulullah Saw. dengan didistribusikan naskah al-Qur’an ke
pelbagai wilayah dunia Islam, banyak mereka memaksakan pendapat tentang kemungkinan terjadinya
kesalah yang menyeruak ke dalam teks al-Qur’an dimasa itu.[1]
Maka dari sini lah pentingnya kita mempelajari historis kodifikasi al-Qur’an pada masa Rasulullah
hingga masa Ustman, serta mencari argument-argument yang tidak diragukan lagi kebenaranya untuk
menjawab dan mematahkan pendapat para orientalis terhadap al-Qur’an, dan segera menutupi cela
jalan bagi orang orientalis yang hendak mendistorsikan permasalah yang benar.
Dalam bahasan kali ini mencoba menyoroti permasalah yang sedang dipermasalahkan oleh para
oreintalis yaitu tentang sejarah kodifikasi al-Qur’an dari masa Nabi Muhammad Sw. Masa Kholifat
Abu Bakar dan masa Kholifah Ustman bin ‘Afan.
Bab II
Pembahasan
Mushaf ‘Ustmani
Terdapat perbedaan diantara Ulama mengenai berapa jumlah mushaf yang dikirim ke kota. Ada yang
mengatakan 4 buah mushaf yaitu dikirim ke Kufa, Basra, Syiria dan satu lagi di Madinah yang dibawa
oleh Khalifah Ustman. Dan ada yang mengatakan tujuh buah mushaf.[28]
Khalid bin Iyas bin Shakr bin Abi al-Jahm, dalam meneliti Mushaf milik `Utsman sendiri, mencatat
bahwa naskah itu berbeda dengan Mushaf Madinah pada dua belas tempat. Untuk lebih jelasnya lihat
gambar dibawah.
Dengan jelas, naskah `Uthman miliki pribadi sama seperti Mushaf yang ada di tangan kita sekarang.
Sedangkan dalam Mushaf Madinah terdapat sedikit perbedaan yang boleh kita simpulkan seperti
berikut: (1) satu tambahan dalam ; (2) Tidak ada dalam ; (3) tidak ada dalam ; (4) ada dua dalam ;
Semua perbedaan, yang hampir tiga belas huruf dalam 900 baris, akan tetapi tidak mempengaruhi arti
setiap ayat dan tidak membawa alternatif lain kepada arti semantik. Mereka juga tidak bisa disifatkan
sebagai sikap tidak hati-hati. Zaid bin Stabit memegang teguh prinsip bahwa dalam setiap penemuan
bacaan dalam berbagai naskah diperlukan kesahihan, dan status yang sama (equal status), dan
kemudian meletakkannya dalam naskah yang berbeda
Banyak ilmuwan yang telah menguras waktu dan tenaga mereka dalam membandingkan Mushaf
'Uthmani, dan melaporkan apa yang mereka dapatkan dengan ikhlas dan tidak menyembunyikan apa
pun walau sedikit. Abil Uarda, seorang sahabat terkenal, telah bekerja keras tentang perkara ini
sebelum dia meninggal dunia pada dekade yang sama dengan pengiriman Mushaf, dan meninggalkan
istrinya (janda) untuk menyampaikan penemuannya. Untuk memudahkan, ketika semuanya
dikumpulkan sungguh sangat mengejutkan. Semua perbedaan yang terdapat dalam Mushaf Mekah,
Madinah, Kufah, Basra, Suriah, dan Naskah induk Mushaf 'Uthmani, melibatkan satu huruf, seperti: ...
dst. Kecuali hanya adanya (dia) dalam satu ayat yang artinya tidak terpengaruhi. Perbedaan ini tidak
lebih dari empat puluh huruf terpisah di seluruh Mushaf enam ini.[29]
Sedangkan untuk keberadaan Mushaf Ustmani yang khusus itu ternyata memancing perdebatan yang
rumit.[30] Berikut ini beberapa pendapat keberadaannya :
1. al-Maqrizi berpendapat bahwa mushaf tersebut dikirim ke Mesir. Pada mulanya mushaf ini
ditemukan di perpustakaan al-Muqtadir billah, salah satu dinasti Abbasyiah, lalu dipindahkan
kemasjid Amr. Lalu mushaf tersebut dipindah ke masjid Zaenab, pada tahun 1304 H, dan
pada akhirnya dipindah dimesjid Hussen. Mushaf tersebut diduga mushaf ‘Ustmani yang
khusus.
2. pendapat kedua, bahwa mushaf ini sekarang berada di basrah, mushaf tersebut berada di
masjid Ali, karena melihat tetesan dara Ustman pada lembaran mushaf tersebut, ketika
khalifah Ustman dikepung oleh perampok.
3. bahwa mushaf tersebut berada di Instambul, tepatnya dimuseum Thub Qabu Saray.
Sampai hari ini terdapat banyak Mushaf yang dinisbatkan langsung kepada ‘Uthman, artinya bahwa
Mushaf-mushaf tersebut asli atau kopian resmi dari yang asli. Inda Office Library (London), dan di
Tashkent (dikenal dengan Mushaf Samarqand). Mushaf-mushaf ini ditulis pada kulit, bukan kertas, dan
tampak sejaman. Teks-teks kerangkanya cocok satu sama lainnya dan sama dengan Mushaf-mushaf
dari abad pertama hijrah dan setelahnya, sampai pada mushaf-mushaf yang digunakan pada masa kita
ini.[31]
Bab III
Penutup
Dalam makalah yang masih perlu didiskusikan dan masih banyak kekurangnya dalam isi dan lain
sebagainya, boleh kita tutup. Akan tetapi mengenai pembahasannya tidak bisa kita tutup dalam waktu
ini saja. Karena melihat begitu banyak perbedaan pendapat mengenai kodifikasi al-Qur’an. Dan
melihat penulis makalah ini, terkadang terbingungkan dengan adanya perbedaan kitab satu dengan
kitab lainnya, dikarenakan lemahnya pengetahuan bahasa arab. dan mungkin posisi penulis disini hanya
memberikan info-info dan sebagai pengantar kegerbang wacana yang lebih luas.
Kebenaran menurut kita belum tentu benar bagi orang lain, kebenaran orang lain belum tentu sama
benar dengan kita, dan kebenaran menurut kita semua belum tentu benar bagi Tuhan Yang Maha Esa,
yang tahu segala-galanya.
Untuk itu keritik dan saran yang pedas, sangat ditunggu dan diharapkan pagi penulis sebagai cambuk
untuk membuat makalah yang berkualitas lagi.
Wallahu A’lam.
KELOMPOK :
1. NUR DINI ROFIDATUL AULIA
2. NOVITA ANGGUN PERMATA
KELAS X F
MAN BONDOWOSO
2023/2024