Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH KODIFIKASI DAN


PENGUMPULAN AL – QUR,AN
Disusun guna memenuhi tugas
Disusun oeh :
MOCH. HEIKAL ABDULLOH, ABD. ROHMAN, ABDUL HAKIM
Dosen pengampu :
NAZAHAH ULIN NUHA M. Pd

STUDI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM STAI MUHAMMADIYAH
PROBOLINGGO 2021

I
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S W T yang telah melimpahkan


rahmatnya kepada kita sehingga kita diberikan nikmat sehat wal
afiyat.

Sholawat serta salam smoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda


Nabi Muhammad S A W yang telah membawa kita dari zaman
gelapnya kebodohan ke zaman terangnya ilmu, juga semoga tercurah
limpahkan kepada para keluarga serta para sahabat.

Alhamdulillah, pada akhirnya makalah ini dapat terselesaikan


tepat waktu dan kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh
dari kata sempurna, kami ucapkan terima kasih jika nanti ada kritik
dan saran dari semua pihak guna membangun agar kami lebih baik
kedepanyya, semoga makalah ini bisa bermanfaat.

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I

PENDAHULUAN

Mushaf Alquran yang ada di tangan kita sekarang ternyata telah melalui
perjalanan panjang yang berliku-liku selama kurun waktu lebih dari 1400 tahun
yang silam dan mempunyai latar belakang sejarah yang menarik untuk diketahui.
Selain itu jaminan atas keotentikan Alquran langsung diberikan oleh Allah SWT
yang termaktub dalam firman-NyaQS.ALHijr-(15):9:

"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr (Alquran), dan kamilah


yang akan menjaganya" Makalah ini akan menguraikan tentang sejarah kodifikasi
Alquran dari masa Rasulullah hingga masa khalifah Utsman bin Affan, serta
penambahan tanda baca Alquran yang banyak dilakukan setelah masa Utsman bin
Affan.

Usaha pengumpulan dan kodifikasi Alquran telah dimulai sejak masa Rasulullah
saw. Secara resmi kodifikasi Alquran dimulai pada masa khalifah Abu Bakar bin
Khattab. Pada masa khalifah Utsman, Alquran kemudian diseragamkan tulisan
dan bacaannya demi menghindari beberapa hal. Korpus yang diseragamkan inilah
yang kemudian dikenal dengan mushaf Utsmani. Mushaf Utsmani kemudian
diberi harakat dan tanda baca pada masa Ali bin Abi Thalib. Ada beberapa
perbedaan tentang urutan ayat maupun surah seperti yang dicantumkan dalam
mushaf Utsmani, hal ini dikarenakan perbedaan pendapat para penghapal Alquran
dan karena turunnya Alquran memang tidak berurutan seperti yang terdapat dalam
mushaf Utsmani.

Rumusan masalah :

a. Apa pengertian kodifikasi Al Qur-an?

b. Sebutkan sejarah kodifikasi dan pengumpulan Al Qur’an pada zaman Nabi dan
Khulafaur Rasyidin ?

IV
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 pengertian Kodifikasi Al Qur’an

Yang dimaksud dari pengumpulan Al Qur’an (jam’ul qur’an) menurut


ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut :

Pertama : pengumpulan dalam arti hifdhuhu (menghapalnya di dalam hati).


Sedangkan jumma’ul qur’an artinya huffadhuhu ( penghapal-penghapalnya, orang
yang menghapalkan qur’an di dalam hatinya)  Inilah makna yang dimaksudkan
dalam firman Allah kepada Nabi-Nabi senantiasa menggerak-gerakkan kedua
bibir dan lidahnya untuk membaca Al Qur’an ketika Al Qur’an itu turun
kepadanya sebelum jibril selesai membacakannya, karena ingin menghafalnya:

َ ‫ ثُ َّم إِ َّن َعلَيْنا‬,ُ‫ فَا ِء َذا قَ َر ْأنَاهُ فَاتَّبِ ْع قُرْ انَه‬,ُ‫ إِ َّن َعلَيْنا َ َج ْم َعهُ َوقُرْ انَه‬,‫ْج َل بِ ِه‬
َ ‫ِّك بِ ِه لِساَنكَ لِتَع‬
ْ ‫الت َحر‬
ُ‫بَياَنَه‬.                                                                                                 

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an karena hendak


cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah
mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, atas
tanggungan Kamilah penjelasannya.” (al-Qiyamah [75]:16-19).

Ibn Abbas mengatakan: “Rasulullah sangat ingin segera menguasai Al Qur’an


yang diturunkan. Ia menggerakkan lidah dan kedua bibirnya karena takut apa
yang turun itu akan terlewatkan. Ia ingin segera menghafalnya. Maka Allah
menurunkan: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk membaca Al Qur’an
karena hendak cepat-cepat menguasainya. Sesungguhnya atas tanggungan
Kamilah mengumpulkannya dan membacanya; maksudnya,

‘Kami yang mengumpulkannya di dadamu, kemudian Kami membacakannya.’


Apabila Kami telah selesai membacakannya; maksudnya, ‘apabila Kami telah

V
menurunkannya kepadamu’ maka ikutilah bacaan itu; maksudnya. ‘dengarkan dan
perhatikanlah ia.’ Kemudian, atas tanggungan Kamilah penjelasannya, yakni ‘
menjelaskannya dengan lidahmu.‘ Dalam lafal yang lain dikatakan: ‘Atas
tanggungan Kamilah membacakannya.’ Maka setelah ayat ini turun bila jibril
datang, Rasulullah diam. Dalam lafal lain: ‘ia mendengarkan. ‘Dan bila jibril telah
pergi, barulah ia membacanya sebagaimana diperintahkan Allah’’.

Kedua:pengumpulan dalam arti kitabatuhu kullihi (penulisan Al Qur’an


semuanya) baik dengan memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau
menertibkan ayat-ayat semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran secara
terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-
lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surah, sebagiannya ditulis
sesudah bagian yang lain.

2.2    Kodifikasi Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah SAW dan


Khulafaur Rasyidin.

Pengumpulan Al Quran dalam Arti Menghafalnya pada Masa Nabi.

Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu penurunan wahyu


dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya, persis seperti dijanjikan
Allah: Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya (al-Qiyamah [75]:17). Oleh sebab itu, ia
adalah hafiz (penghafal) Al Quran pertama dan merupakan contoh paling baik
bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai realisasi kecintaan mereka kepada
pokok agama dan sumber risalah. Al Quran diturunkan selama dua puluh tahun
lebih. Proses penurunannya terkadang hanya turun satu ayat dan terkadang turun
sampai sepuluh ayat. Setiap kali sebuah ayat turun, dihafal dalam dada dan
ditempatkan dalam hati, sebab bangsa Arab secara kodrati memang mempunyai
daya hafal yang kuat. Hal itu karena umumnya mereka buta huruf, sehingga dalam
penulisan berita-berita, syai-syair dan silsilah mereka dilakukan dengan catatan
dihati mereka.

VI
Pengumpulan Al Quran dalam Arti Penulisannya pada Masa Nabi.

Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu Al Quran dari sahabat-sahabat


terkmuka, seperti Ali, Mu’awiyah, Ubaid bin Ka’ab dan Zaid bin Sabit. Bila ayat
turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat
tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafal
di dalam hati. Di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan Qur’an yang turun
di atas kemauan mereka sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. mereka
menuliskannya pada pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun
kayu, pelana, potongan tulang belulang binantang. Zaid bin Sabit berkata:”Kami
menyusun Quran dihadapan Rasulullaalan pada kulit binatang.”

Ini menunjukkan betapa besar kesulitan yang dipikul para sahabat dalam
menuliskan Quran. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selai sarana-
sarana tersebut. Dan dengan demikian, penulisan Quran ini semakin menambah
hafalan mereka.

Jibril membacakan Qu’an kepada Rasululah pada malam-malam bulan Ramadhan


setiap tahunnya. Abdullah bin Abbas berkata:

“Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahannya pada bulan
Ramadhan ketika ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui Jibril pada setiap malam bulan
Ramadhan; Jibril membacakan Qur’an kepadanya ,dan ketika Rasulullah ditemui
oleh Jibril ia sangat pemurah sekali.”

Tulisan-tulisan Al Qur’an pada masa Nabi tidak terkumpul dalam satu


mushaf.rasulullah berpulang ke rahmatullah disaat Qur’an telah dihafal dan
tertulis dalam mushaf dengan susunan ayat-ayat dan surah-surah dipisah-
pisahkan, atau diterbitkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu
lembaran  secara terpisah dan dalam tujuh huruf, tetapi Al Qur’an belum
dikumpulkan dalam satu mushaf yang menyeluruh (lengkap), sebab Nabi masih

VII
selalu menanti turunnya wahyu dari waktu ke waktu. Disamping itu terkadang
terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang turun sebelumya.
Susunan penulisan Al Qur’an tidak menurut tertib nuzulnya,tetapi setiap ayat
yang turun dituliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi. Andai
kata (pada masa Nabi) Al Qur’an itu seluruhnya dikumpulkan diantara dua
sampul  dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan
bila wahyu turun lagi.

Pengumpulan Al Quran pada Masa Abu Bakar

Abu Bakar menjalankan urusan islam sesudah Rasulullah. Ia dihadapkan kepada


peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan sebagian orang Arab.
Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi
orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah yang terjadi pada tahun dua
belas Hijriah melibatkan sejumlah  besar sahabat yang hafal Quran. Dalam
peperangan ini  tujuh puluh qari dari para sahabat gugur. Umar bin Khattab
merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan
mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an
karena dikhawatirkan akan musnah, sebab peperangan Yamamah talah banyak
membunuh para qari.

Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalau-kalau peperangan di tempat-tempat


lain akan membunuh banyak qari pula sehingga Qur’an akan hilang dan musnah.
Abu Bakar menolak usulan ini dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah. Tetapi Umar tetap membujuknya, sehingga Allah
membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian
Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit, mengingat keudukannya dalam qira’at,
penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan
yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan
Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar sebelum itu.
Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima dengan
lapang dada perintah penulisan Qur’an itu. Zain bin Sabit memulai tugasnya yang
berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qurra dan

VIII
cacatan yang ada pada para penulis. Kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu
disimpan ditangan Abu Bakar. Setelah ia wafat pada tahun tiga belas Hijri,
lembaran-lembaran itu berpindah ke tangan Umar dan tetap berada di tangannya
hingga ia wafat. Kemudia mushaf itu berpindah ke tangan Hafsah, putri Umar.
Pada permulaan kekhalifahan Usman, Usman memintahnya dari tangan Hafsah.

Zaib bin Sabit berkata: “Abu Bakar memanggilku untuk menyampaikan berita
mengenai korban perang Yamamah. Ternyata Umar sudah ada di sana. Abu Bakar
berkata: ‘Umar telah datang kepadaku dan mengatakan, bahwa perang di
Yamamah telah menelan banyak korban dari kalangan qurra dan ia khawatir
kalau-kalau terbunuhnya para qurra itu juga akan terjadi di tempat-tempat lain,
sehingga sebagian besar Qur’an akan musnah. Ia menganjurkan agar aku
memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan Quran. Maka aku katakan
kepadanya, bagaimana mungkin kita akan melakukan sesuatu yang tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah? Tetapi Umar menjawab dan bersumpah, Demi allah,
perbuatan tersebut baik. Ia terus menerus membujukku sehingga Allah
membukakan hatiku untuk menerima usulnya, dan akhirnya aku sependapat
dengan Umar.”Zaid berkata lagi:”Abu Bakar kepadaku Engkau seorang pemuda
yang cerdas dan kami tidak  meragukan kemampuanmu. Engkau telah menuliskan
wahyu untuk Rasulullah. Oleh karena itu carilah Qur’an dan kumpulkanlah.’’’
‘’Demi Allah’’, kata Zaid lebih lanjut, “sekiranya mereka memintaku
memindahkan gunung, rasanya tidak lebih berat bagiku daripada menggumpulkan
Qur’an. Karena itu aku menjawab: ‘Mengapa anda berdua inggin melakukan
sesuatu yang tidak pernah dilakukan Rasulullah?’ Abu Bakar menjawab: ‘Demi
Allah, itu baik.’ Abu Bakar tetap membujukku sehingga Allah membukakan
hatiku sebagaimana Ia telah membukakan hati Abu Bakar dan Umar. Maka aku
pun mulai mencari Qur’an. Kukumpulkan ia dari pelepah kurma, kepingan-
kepingan batu dan hapalan para penghapal, sampai akhirnya aku mendapatkan
akhir surah Taubah berada pada Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak
kudapatkan pada orang lain, Sesungguhnya telah datang kepadamu seseorang
rasul dari kaummu sendiri... hingga akhir surah. Lembaran-lembaran (hasil
kerjaanku) tersebut kemudian disimpan ditangan Abu Bakar hingga wafatnya.

IX
Sesudah itu pindah ketangan Umar sewaktu masih hidup, dan selanjutnya berada
di tangan Hafsah binti Umar.”

Zaid bin Sabit bertindak sangat teliti, hati-hati. Ia tidak mencukupkan pada
hafalan semata tanpa disertai dengan tulisan. Kata-kata Zaid dalam keterangan di
atas: “Dan aku dapatkan akhir dari surah Taubah pada Abu Kuzaimah al-Ansari,
yang tidakaku dapatkan pada orang lain” tidak menghilangkan arti keberhati-
hatian tersebut dan tidak pula berarti akhir surah Taubah itu tidak mutawatir.

Ibn Abu Daud meriwayatkan melalui Yahya bin Abdurrahman bin Hatib, yang
meriwayatkan: “Umar datang lalu berkata: ‘Barang siapa menerima dari
Rasulullah sesuatu dari Qur’an, hendaklah ia menyampaikannya.’ Mereka
menuliskan Qur’an itu pada lembaran kertas, papan kayu dan pelepah kurma, dan
Zaid tidak mau menerima dari seseorang mengenai Qur’an sebelum disaksikan
oleh dua orang saksi.” Ini menunjukkan bahwa Zaid tidak merasa puas hanya
dengan adanya tulisan semata sebelum tulisan itu disaksikan oleh orang yang
menerimanya secara pendengaran (langsung dari Rasul), sekalipun Zaid sendiri
hafal. Ia bersikap demikian ini karena sangat berhati- hati. Dan diriwayatkan pula
oleh Ibn Abu Daud melalui Hasyim bin ‘Urwah, dari ayahnya, bahwa Abu Bakar
berkata kepada umar dan Zaid: “ Duduklah kamu berdua di pintu mesjid. Bila ada
yang datang kepadamu membawa dua orang saksi atas semua dari Kitab Allah,
maka tulislah.” Pada perawi hadis ini orang-orang terpercaya, sekalipun hadist
munqati’ (terputus). Ibn Hajar mengatakan: “Yang dimaksudkan dengan dua
orang saksi adalah hafalan dan catatan.”

Pengumpulan Qur’an pada Masa Usman

Penyebaran Islam bertambah luas dan para qurra tersebar di berbagai wilayah, dan
penduduk di setiap wilayah itu mempelajari qira’at (bacaan) dari qari yang dikirim
kepada mereka. Cara-cara pembacaan (qira’at) Qur’an yang mereka bawakan
berbeda-beda sejalan dengan perbedaan “huruf” yang dengannya Qur’an
diturunkan. Apa bila mereka berkumpul di suatu pertemuan atau disuatu  medan
peperangan, sebagian mereka merasa heran akan adanya perbedaan qira’at ini.

X
Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk Irak, di antara
orang yang ikut menyerbu kedua tempat iu ialah Huzaifah bin al-Yaman. Ia
melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Qur’an. Sebagian bacaan itu
bercampur dengan kesalahan; tetapi masing-masing mempertahankan dan
berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi
bacaanyan dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataannya
demikian Huzaifah segera menghadap Usman dan melaporkan kepadanya apa
yang telah di lihatnya.

Usman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah (untuk meminjamkan


mushaf Abu Bakar yang ada padanya) dan Hafsah pun mengirimkan lembaran-
lembaran itu kepadanya. Hafsah mengirimkan kepada Usman, dan Usman
memerintahkan Zaid bin Sabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin ‘As dan
Abdurrahman bin Haris bin Hisyam untuk menyalinnya. Mereka pun menyalinnya
menjadi beberapa mushaf.

Perbedaan antara Pengumpulan Abu Bakar dengan Usman

Pengumpulan (mushaf oleh) Abu Bakar berbeda dengan pengumpulan yang


dilakukan Usman dalam motif dan caranya. Motif Abu Bakar adalah kekhawatiran
beliau akan hilangnya Qur’an karena banyaknya para hafiz yang gugur dalam
peperangan yang banyak menelan korban dari para qari. Sedang motif Usaman
untuk mengumpulkan Quran adalah karena banyaknya perbrdaan dalam cara-cara
membaca Qur’an yang disaksikannya sendiri di daerah-daerah dan mereka saling
menyalahkan satu terhadap yang lain.

Pengumpulan Qur’an yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan semua


tulisan atau catatan Qur’an yang semula bertebaran di kulit-kulit binatang, tulang
belulang dan pelepah kurma, kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf, dengan
ayat-ayat dan surah-surahnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak
dimasukkan dan mencakup ketujuh huruf sebagaimana ketika Qur’an itu
diturunkan.sedangkan pengumpulan yang dilakukan Usman adalah menyalinnya
dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum

XI
Muslimin dalam satu mushaf dan satu huruf yang mereka baca tanpa keenam
huruf lainnya. Usman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam
(wajah) qiraat. Itu pun atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum Muhajirin
dan Ansar yang hadir di hadapannya, setelah ada kekhawatiran timbulnya kemelut
karena perbedaan yang terjadi antara penduduk Irak dengan Syam dalam cara
qiraat.

Dengan usahanya itu Usman telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan
mengkikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari penambahan dan
penyimpangan sepanjang zaman. para ulama berbeda pendapat tentang jumlah
mushaf yang dikirimkan Usman ke berbagai daerah:

A.          Ada yang mengatakan bahwa jumlahnya tujuh buah mushaf yang


dikirimkan ke Mekah, Syam, Basrah, Kufah, Yaman, Bahrain dan Madinah. Ibn
Abu Daud mengataan: “aku mendengar Abu Hatim as-Sijistani berkata: ‘telah
ditulis tujuh buah mushaf, lalu dikirimkan ke Mekah, Syam, Yaman, Bahrain,
Basrah, Kufah dan sebuah ditahanan di Madinah.”’

B.           Dikatakan bahwa jumlahnya ada empat buah, masing-masing dikirimkan


ke Irak, Syam, Mesir dan Mushaf Imam; atau dikirimkan ke Kufah, Basrah, Syam
Mushaf Imam. Berkata Abu ‘Amr ad-Dani dalam al-Muqni: “ sebagian besar
ulama berpendapat bahwa ketika Usman menulis Mushaf, ia membuatnya
sebanyak empat buah salinan dan ia kirimkan ke setiap daerah masing-masing
satu buah: ke Kufah, Basrah, Syam dan ditinggalkan satu buah untuk dirinya
sendiri.”

C.           Ada juga yang mengatakan bahwa jumlahnya ada lima. As-Suyuti


berkata bahwa pendapat inilah yang mansyur. Adapun lembaran-lembaran yang
dikembalikan kepada Hafsah, tetap berada di tangannya hingga ia wafat. Stelah itu
lembaran-lembaran tersebut dimusnahkan, dan dikatakan pula bahwa lembaran-
lembaran tersebut diambil oleh Marwan bin Hakam lalu dibakar.

XII
Keraguan yang Harus Ditolak

Ada beberapa keraguan yang ditiupkan oleh pengumbara hawa nafsu untuk
melemahkan kepercayaan terhadap Qur’an dan kecermatan pengumpulannya.
Disini kami akan kemukakan beberapa hal yang penting di antaranya dan
kemudian menjawabnya.

1.      Mereka berkata, sumber-sumber lama (asar) menunjukkan bahwa ada


beberapa bangian Qur’an yang tidak dituliskan dalam mushaf-mushaf yang ada di
tangan kita ini. Sebagai bukti (dalil) dikemukakannya:

A.    “ Aisyah berkata: ‘Rasulullah pernah mendengar seseorang membaca Al


Quran dimasjid, lalu berkata: ‘Semoga Alah mengasihinya. Ia telah mengingatkan
aku akan ayat (.anu.) dan ayat (.anu.) dari surah (.anu.).’(.ini.) dan (.ini.).’ Dan ada
lagi riwayat yang mengatakan ‘ Aku telah dibuat lupa terhadapnya.’’’

B.     Allah berfirman dalam Surah A’la :

“ Kami akan membacakan (Qur’an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak


akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki.” (al-A’la [87]:6-7). Pengecualian
dalam ayat ini menunjukkan bahwa ada beberapa ayat yang terlupakan oleh
Rasulullah.

XIII
BAB III

PENUTUPAN

A.    Kesimpulan

a)      Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah, yaitu bahwa semua Al-


Qur’an itu telah dituliskan dan telah tersusun berdasarkan petunjuk Rasul,
walaupun sutat-suratnya belum tersusun seperti apa yang dilihat sekarang ini dan
tulisan-tulisannya belum terhimpun dalam satu kesatuan yang terdiri dari benda-
benda yang beragam.

b)      Pengumpulan Al-Qur’an di masa Abu Bakar ini ialah bahwa Al-Qur’an itu
terkumpul di dalam satu mushaf yang terbuat dari lembaran-lembaran yang
beragam, baik bahannya maupun ukurannya, dan ayat-ayatnya tetap tersusun
sesuai yang telah ditunjukkan Rasulullah.

c)      Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Usman bin Affan adalah


menyeragamkan bacaan Al-Qur’an dengan jalan menyeragamkan penulisannya
kemudian membukukannya dengan menyalinkan kembali ayat-ayat Al-Qur’an
yang sudah  ditulis pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushaf yang lebih
sempurna yang akan dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai
sumber bacaan dan hafalan lalu diperbanyak dan dikirimkan ke daerah-daerah.

B.     Saran

a)       Kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW harus lebih menghargai dengan
kerja keras Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya yang berjuang mati-
matian untuk mengumpulkan ayat-ayat alqur’an yang terpisah-pisah dari
penghafalnya lalu di kumpulkan di kitabkan yang disusun begitu rapi dan tersusun

XIV
b)      Kita harus membacanya, mengamalkan, menyakininya, lebih baiknya
mengetahui maknanya. Karna itu alquran sebagai pedoman hidup kita

c)      Kita minta maaf apabila ada kesalahan di makalah kita, karna hanya ini yang
kita bisa curahkan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qattan,Munna Kholil.1973. studo ilmu-ilmu al-Qur’an.JAKARTA: PT Pustaka


Litera Antarnusa.

Manna Kholil al-Qottan,studi ilmu-ilmu al-Qur’an.(jakarta: PT Pustaka Litera


Antarnusa,1973),178

Ibid.175 

Ibid.179-180

Ibid.185-187

Ibid.188

 Ibid.189.

Ibid.191.

Ibid.193.

Ibid.196-199.

Ibid.200.

XV
XVI

Anda mungkin juga menyukai