Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH KODIFIKASI DAN PENULISAN AL-QURAN


Studi Al-quran

Dosen Pengampu : H. Hairul Hadi M.Pd.i

Kelompok 3:
1.Muhammad Januar Rosidin
2.Muh. Arif Hizbullah

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (1B)

FAKULTAS TARBIYAH
IAI HAMZANWADI NW LOTIM
2022/ 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Konsep Dasar
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi  pembaca dalam mempelajari studi “al qur’an” semester ganjil ini.
Kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kita sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Anjani, 5 November 2022

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................3
A. Sejarah penulisan Al-Quran pada masa Nabi SAW................................................
B. Penghimpunan Al-Quran pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.................
C. Penghimpunan Al-Quran pada masa Khalifah Utsman Bin Affan..........................
D. Kaidah penulisan Al-Quran.....................................................................................
E. Kehebatan Rasm Utsmani.......................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


A. Kesimpulan..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Al Qur’an adalah kitab suci yang Allah turunkan kepada Nabi dan Rasul-
Nya Muhammad SAW Tiada yang meragukan bahwa AlQur’an sebagai
pedoman hidup umat Islam, diturunkan kepada manusia pilihan Nabi
Muhammad SAW sebagai mukjizat yang diberikan Allah. Tentunya sejarah
mengenai kodifikasi (penghimpunan) dan penulisan Al Qur’an menjadi sangat
penting dipelajari oleh umat Islam.

Wahyu Allah ini diturunkan untuk dijadikan sebuah tuntunan dalam


kehidupan manusia. Malaikat Jibril a.s sebagai perantara yang terpercaya
menyampaikan wahyu-wahyu Allah ke dunia secara bertahap Al Qur’an
diturunkan, selama 22 tahun 6 bulan 23 hari, merupakan waktu yang tidak
sebentar. Sebutan nama-nama lain seperti Al Huda, Al Furqan, Al Kitab, Adz
Dzikru, As Syifa, dan banyak yang lainnya, menambah keistimewaan Al
Qur’an.

Masa Rasulullah B‫ صلى هللا عليه وسلم‬Al Qur’an belum menjadi satu kesatuan
dalam bentuk mushaf. Dari Zaid bin Tsabit yang mengatakan, “Di kediaman
Rasulullah kami dahulu menyusun ayat-ayat al-Qur'an yang tercatat pada riqa’
” (Al Bukhari dan Muslim). Riqa’ diartikan sebagai lembaran kulit,
lembaran daun atau lembaran kain. Kodifikasi Al Qur'an pun diteruskan oleh
para Sahabat, Abu Bakar Ash-Shidiq dan Utsman bin Affan adalah Sahabat
yang masyhur mengenai perjalanan alQur’an hingga menjadi sebuah mushaf.

Pengertian Penghimpunan (Kodifikasi) Al Qur’an

Kodifikasi Al Qur’an mempunyai dua pengertian, kedua-duanya disebut


dalam nash. 
Dalam Al Qur’an Allah telah berfirman:
 ١٧ ُ‫ِإ َّن َعلَ ۡينَا َجمۡ َع ۥهُ َوقُ ۡر َءانَهۥ‬
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penghimpunannya (di dalam
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” [QS. Al Qiyamah : 17]
Ayat di atas kita mengetahui bahwa arti penghimpunan bermakna
“penghafalan”. Bahwa Allah SWT telah memberikan karuniaNya kepada Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬sebagai penghafal Al Qur’an yang pertama tertanam dalam dada
atau qalbu. Beliau ‫ ﷺ‬dikenal sebagai Sayyidul Huffadz dan AwwalulJumma’,
manusia pertama penghafal alQur’an tak ada bandingannya.
            
Arti lain dari penghimpunannya (jam’ahu) ialah “penulisan” yakni,
penulisan seluruh Al Qur’an yang memisahkan masingmasing ayat dan surah;
atau hanya mengatur susunan ayat-ayat Al Quran saja dan susunan tiap surah
shahifah tersendiri. Sebagaimana terdapat dalam Al Qur’an Allah berfirman:

Bٖ َ‫ك ِك ٰتَبٗ ا فِي قِ ۡرط‬


ٞ ِ‫ر ُّمب‬ٞ ‫اس فَلَ َمسُوهُ بَِأ ۡي ِدي ِهمۡ لَقَا َل ٱلَّ ِذينَ َكفَر ُٓو ْا ِإ ۡن ٰهَ َذٓا ِإاَّل ِس ۡح‬
٧ ‫ين‬ َ ‫ َولَ ۡو نَ َّز ۡلنَا َعلَ ۡي‬ 

“Dan kalau kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka
dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir
itu berkata:’Ini tidak lain hanyalah sihir belaka’.” [QS. AlAn’am : 7]

Ayat tersebut menerangkan bahwa Al Qur’an tidak ditulis dalam sebuah


kertas dengan arti lain belum dibukukan. Dengan demikian arti penghimpunan
bermakna “penulisan” jelas adanya. Bahwa proses penulisan terjadi karena
kehendak manusia.
Menurut Al Zarkani bahwa kodifikasi Al Qur’an ada dua media. Pertama,
penghafalan dan penjagaan dalam dada dengan medianya ialah hati dan dada.
Kedua, penulisan secara keseluruhan, huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat
demi kalimat dalam shahifah-shahifah dan lembaranlembarannya.
 
Dengan demikian bahwa penghimpunan atau kodifikasi Al Qur’an
merupakan suatu cara agar Al Qur’an itu mejadi satu-kesatuan wahyu Allah
dalam sebuah mushaf. Adapun caranya yaitu melalui penghafalan dan penulisan
yang penukilannya yakni memindahkan materi yang sama dari sumber asli ke dalam mushaf.
B.Rumusan Masalah
a.Sejarah penulisan Al-quran pada masa Nabi SAW.
b.Penghimpunan Al-Quran pada masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.
c.Penghimpunan Al-Quran pada masa Khalifah Utsman Bin Affan.
d.Kaidah penulisan Al-Quran.
e.Kehebatan Rasm Utsmani.

BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah penulisan Al-Quran pada masa Nabi SAW.


Rasulullah ‫ ﷺ‬mempunyai beberapa orang pencatat wahyu. Diantarannya,
empat orang sahabat yang kemudian menjadi para Khalifah Rasyidin (Abu
Bakar, Umar, Utsman dan Ali) Mu’awiyah, Zaid bin Tsabit, Khalid bin Al
Walid, Ubay bin Ka’ab dan Tsabit bin Qais. Beliau menyuruh mereka mencatat
setiap wahyu yang turun, sehingga Al Qur’an yang terhimpun di dalam dada
menjadi kenyataan tertulis.
Semasa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬pengumpulan Al Qur’an dilakukan dengan
dua cara, yakni dengan hafalan dan penulisan dalam lembaran (shuhuf). Al
Qur’an secara lisan telah dinukil melalui hafalan dari Nabi Muhammad ‫ﷺ‬
kepada para sahabat. Dalam Al Qur’an Allah berfirman :

 ١٩ ُ‫ثُ َّم ِإ َّن َعلَ ۡينَا بَيَانَ ۥه‬  ١٨ ُ‫فَِإ َذا قَ َر ۡأ ٰنَهُ فَٱتَّبِ ۡع قُ ۡر َءانَهۥ‬ 
“Apabila kami telah selesai memebacakannya maka ikutilah bacaan itu
kemudian sesungguhnya atas tanggungan kami penjelasannya”. [QS. Al
Qiyamah : 18-19]
Ketika Rasul ‫ ﷺ‬menyampaikan wahyu, beliau meminta sahabatnya agar
dihafalkan dan juga meminta para penulis wahyu kuttab al wahy untuk
menulisnya.
Jumlah penulis wahyu menurut Al Katani adalah Usman bin Affan dan Ali
bin Abi Thalib adalah penulis wahyu Rasulullah ‫ﷺ‬. Jika keduanya tidak ada
maka Ubay bin Kaab dan Zaid bin Tsabit yang menulis. Ubay adalah salah satu
penulis wahyu sebelum Zaid, sedangkan Zaid adalah orang yang menugaskan
para sahabat untuk menulis wahyu. Jika Ubay tidak hadir, Rasulullah ‫ ﷺ‬akan
memanggil Zaid bin Tsabit. Jika salah seorang diantara mereka tidak hadir
wahyu akan ditulis oleh siapapun yang hadir diantara mereka, seperti
Muawiyah, Jabir bin Said bin Al Ash, Iban bin Said, Al ‘Ala Al Hadhrami,
Handlalah bin Arrabi.
Namun ketika penulisan Al Qur’an ini dilakukan oleh para penulis wahyu
ketika itu orang Arab belum mengenal kertas. Istilah waraq pada zaman itu
digunakan untuk menyebut daun kayu, sedangkan qirthas digunakan untuk
bendabenda untuk menulis, seperti kulit binatang, batu tipis, pelepah kurma,
tulang belulang, dan lain-lain. Setelah itu materi yang ditulis tadi disimpan pada
rumah Rasulullah ‫ﷺ‬. Semua itu telah terkumpul dalam bentuk lembaran--
lembaran. 
Allah telah berfirman di dalam Al Qur’an:
 ٣ ‫ة‬ٞ ‫ب قَيِّ َم‬ٞ ُ‫ فِيهَا ُكت‬٢ ‫صح ُٗفا ُّمطَه ََّر ٗة‬ ْ ُ‫ُول ِّمنَ ٱهَّلل ِ يَ ۡتل‬
ُ ‫وا‬ ٞ ‫ َرس‬ 
“Yaitu seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan
lembaranlebaran yang disucikan (Al Qur’an) didalamnya terdapat (isi) kitab-
kitab yang lurus.” [QS. Al Bayyinah: 2-3]
Zakarsyi berpendapat bahwa pada masa Rasulullah, Al Qur’an tidak
tertulis pada mushaf untuk mencegah kemungkinan terjadinya perubahan
sewaktuwaktu. Karena itulah penulisannya ditangguhkan hingga Al Qur’an
turun selengkapnya pada saat Rasulullah ‫ ﷺ‬telah wafat.
Dengan demikian pada masa Rasulullah ‫ ﷺ‬penghimpunan (kodifikasi) Al
Qur’an telah dilaksanakan baik dihafalkan secara lisan maupun dikumpulan
dalam bentuk tulisan secara material (diatas kulit, lempeng batu, kulit kayu) dan
penyusunan Al Qur’an tidak dihimpun dalam mushaf. Penghimpunan
(kodifikasi) memang belum dibutuhkan karena wahyu belum secara tuntas
diturunkan kepada Rasulullah sampai beliau wafat, dan para sahabat menghafal
Al Qur’an di dalam dada sesuai petunjuk Rasul ‫ﷺ‬.
Setiap ayat yang dicatat dan disimpan di rumah Rasulullah SAW,
sedangkan para pencacat membawa salinannya untuk mereka sendiri, sehingga
terjadinya saling kontrol pada naskah yang berada ditangan para pencatat wahyu
itu dan suhuf  (lembaran tulisan/wahyu) yang berada di rumah Rasulullah.
Di samping itu ada kontrol lain dari para Sahabat yang menghafal Al
Qur’an, baik yang buta huruf maupun tidak. Keadaan itulah yang menjamin Al
Qur’an tetap terjaga dan terpelihara keasliannya, sebagai mana ditegaskan oleh
Allah SWT dalam Al Quran: 

٩ َ‫ِإنَّا ن َۡحنُ نَ َّز ۡلنَا ٱل ِّذ ۡك َر َوِإنَّا لَهۥُ لَ ٰ َحفِظُون‬ 


“Kamilah yang menurunkan alQur’an dan kami jugalah yang
menjaganya”. [QS. Al Hijr : 9]
B.Penghimpunan Al-Quran pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Setelah wafatnya Rasulullah ‫ ﷺ‬para sahabat belum merasa perlu agar Al


Qur’an dikumpulkan dalam satu kitab, hingga terbunuhnya sejumlah penghafal
Al Qur’an.
Yang pertama kali yang menghimpun Al Qur’an adalah Abu Bakar Ash
Shiddiq, atas usulan Umar bin Khaththab. Pada masa tersebut terjadi perang
Riddah pada tahun 10 H (632 M) dan perang Yamamah pada tahun 11 H (633
M). Dalam peperangan tersebut sejumlah penghafal dan qurra’ (pembaca Al
Qur’an) telah terbunuh ada yang mengatakan 70 orang dan ada yang
mengatakan 500 orang.
Kondisi ini sempat mencemaskan Umar bin Khaththab yang dikhawatirkan
akan berdampak pada hilangnya sebagian suhuf, lalu mengajukan hal ini kepada
Abu Bakar untuk mengumpulkan Al Qur’an. Akan tetapi, Abu Bakar menolak
usulan ini dan keberatan melakukan apa yang tidak dilakukan Rasulullah ‫ﷺ‬.
Namun Umar bin Khaththab tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan
hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut.
Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, mengingat
kedudukannya dalam masalah qira’at, hafalan, penulisan pemahaman dan
kecerdasannya serta kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu
Bakar menceritakan kepadanya kekhawatiran dan usulan Umar. Pada awalnya
Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar pada waktu itu. 
Keduaanya lalu bertukar pendapat sampai akhirnya Zaid menerima dengan
lapang dada perintah penulisan mushaf Al Qur’an itu. Pengumpulan yang
dilakukan yaitu memindahkan semua tulisan yang semula terdapat dalam riqa’
kemudian dikumpulkan dalam satu mushaf. Karena kekhawatiran beliau akan
hilangnya Al Qur’an setelah para penghafal Al Qur’an wafat dalam peperangan.
Metode Zaid bin Tsabit dalam mengumpulkan alQu’ran bahwa
pengumpulan tersebut berpijak dalam 2 (dua) hal :

         Hafalan yang tersimpan pada dada sahabat.


       Materi yang tertulis di depan Rosul. Materi tersebut tidak dapat
diterima, kecuali dengan kesaksian dua orang yang adil.

Perintah kodifikasi alQur’an oleh Abu Bakar selesai dilaksanakan dalam


waktu satu tahun. Zaid menerima perintah beberapa saat setelah berakhirnya
perang Yamamah pada tahun 11 H dan selesai beberapa waktu menjelang
wafatnya Abu Bakar.
Adapun Umar bin Khatab, dalam sejarah ia tercatat sebagai pemilik
gagasan kodifikasi Al Qur’an, sedangkan Zaid bin Tsabit tercatat sebagai
pelaksana teknis.
Al Qur’an hasil kodifikasi Zaid bin Tsabit berada ditangan Abu Bakar
sampai beliau wafat. Kemudian berpindah tangan kepada Umar bin Khatab
sebagai khalifah kedua dan beliau pun wafat. Setelah khalifah Umar wafat
mushaf disimpan oleh Hafshah binti Umar dan bukan kepada tangan Utsman
bin Affan.

Lalu jika ada pertanyaan, kenapa mushaf tersebut tidak diberikan kepada
Utsman bin Affan sebagai yang berhak (khalifah)?
Karena Hafshah adalah isteri Rasululullah ‫ ﷺ‬putri dari Umar bin Khatab,
Ummul ‘Muminin. Seorang wanita penghafal Al Qur’an, pandai baca
tulis. Pada saat itu belum ada pengganti Umar sebagai Khalifah, sedangkan
Utsman bin Affan belum menjadi Khalifah.            
Penamaan Al Qur’an dengan mushaf timbul pada masa Khalifah Abu
Bakar. Setelah Al Qur’an dikodifikasi dan ditulis pada kertas, Abu Bakar
memerintahkan kepada para sahabat untuk mencarikan namanya. Ketika itu ada
yang mengusulkan nama As Sifr, namun Abu Bakar tidak setuju karena nama
tersebut biasa dipakai orangorang Yahudi. Lalu ada yang mengusulkan nama Al
Mushaf, Akhirnya semuannya sepakat menamai al Qur’an yang telah
dikodifikasi dengan nama Al Mushaf.

C.Penghimpunan Al-Quran pada masa Khalifah Utsman Bin Affan.


Jika motif Abu Bakar Ash Shidiq bersama para sahabat pada masanya
untuk mengumpulkan Al Qur’an dalam mushaf karena khawatir akan hilangnya
materi tertulis, sebagai akibat dari banyaknya penulis dan penghafal alQur’an
pada masa Rasulullah telah meninggal dunia. Adapun motif atau tujuan
Khalifah Utsman bin Affan untuk mengumpulkan alQur’an dalam mushaf, yaitu
karena takut akan terjadinya perbedaan yang meruncing mengenai ragam
bacaan.
Pengumpulannya dilakukan dengan menyalinnya dalam satu mushaf yang
bersumber pada mushaf induk Abu Bakar, menggunakan satu huruf di antara
ketujuh huruf itu. Karena banyaknya perbedaan dalam hal qira’at pembacaan al
Qur’an yang terjadi di daerah-daerah kekuasaan Islam, yang puncaknya saling
menyalahkan satu sama lain.
Pengumpulan Al Qur’an yang terjadi pada masa Utsman bin Affan tersebut
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.     Menggandakan tulisan yang sama yang telah dikumpulkan oleh Zaid
bin Tsabit pada masa Abu Bakar, dimana kumpulan tulisan yang berbentuk
shuhuf itu telah disimpan secara berturut-turut, masing-masing di sisi Abu
Bakar, Umar dan Hafshah. Dari tangan Hafshah-lah, Utsman memperoleh
naskah asli atau mushaf Al Qur’an untuk digandakan menjadi beberapa
eksemplar mushaf.
2.    Orang yang ditunjuk Utsman bin Affan sama dengan yang dipilih oleh
Abu Bakar, yaitu Zaid bin Tsabit.
3.     Kasus pembakaran mushaf lain, selain yang ada pada Hafshah dan
duplikatnya, bertujuan untuk menyamakan mushaf dan meninggalkan syadz
(keraguan) serta tafsir-tafsir tambahan lain.
Khalifah Utsman mengirimkan salinan mushaf itu ke daerah-daerah.
Adapun mushaf-mushaf lain selain mushaf Hafshah yang paling terkenal luas
adalah mushaf yang pencatatannya dilakukan oleh Ubay bin Ka’ab dan
Abdullah bin Mas’ud.
Mushaf-mushaf inilah yang memunculkan pertengkaran dan perselilisahan.
Mushaf-mushaf itu tidak sampai ke tangan kita semua. Kita mengetahui hal itu
hanya dari riwayat-riwayat tentang penyusunan surah-surah Al Qur’an dan
tentang beberapa macam bacaannya.
Mushaf Al Qur’an Utsman bin Affan mencakup seluruhnya yaitu :

1.   Ada 114 surat


2.  Ditulis tanpa titik tanpa syakal (harokat) sehingga penulisannya
hanya berupa huruf yang    dapat dibaca lebih dari satu cara.
3.  Tanpa nama surah.
4.  Tanpa tanda-tanda pemisah, persis mengikuti jejak penulisan
mushaf Abu Bakar.
5.  Tidak pula mencantumkan uraian atau tafsir.

D.Kaidah penulisan Al-Quran


Kaidah rasm utsmani ada 6:
1. Hadzf (‫)ا ْل َح ْذف‬
Hadzf artinya membuang. Nah dalam penulisan Al-Qur’an ada beberapa huruf
yang dibuang. Huruf yang dibuang diantaranya alif, wau, ya’, lam dan nun.

Contoh wau yang dibuang:


) َ‫اَ ْل َغاونَ (اَ ْلغَاوُوْ ن‬
Contoh ya’ yang dibuang:
)‫َولِ َي ِدي ِْن ( ِد ْينِ ْي‬
Contoh lam yang dibuang:
)‫(واللَّي ِْل‬
َ ‫َوالَّ ْي ِل‬
Contoh nun yang dibuang:
)‫ك (نَ ُك ْن‬
ُ َ‫لَ ْم ن‬

2. Ziyadah (‫)ال ِّزيَادَة‬


Ziyadah artinya menambah. Maksudnya dalam kaidah imlai huruf-huruf
tersebut tidak ada, namun dalam penulisan di Al-Qur’an dimunculkan walaupun
tidak memengaruhi bacaan. Huruf yang ditambahkan diantaranya alif, wau, ya’
dan Ha’.
Contoh penambahan alif:
)ُ‫َأوْ َأَل ْاذبَ َحنَّهُ (َأَل ْذبَ َحنَّه‬
Contoh penambahan wau:
)‫م ( َسُأ ِر ْي ُك ْم‬Bْ ‫ور ْي ُك‬
ِ ‫َس‬
‫ُأ‬
Contoh penambahan ya’:
)‫بَِأيْي ٍد (بَِأ ْي ٍد‬
Contoh penambahan Ha:
)‫َما ِهيَ ْه ( ِه َي‬
3. Badal (‫)البَدْل‬
Badal artinya mengganti. Adapun dalam rasm utsmani, badal adalah mengganti
huruf dengan huruf yang lain.
Mengganti alif dengan wau:
)‫ َك ِم ْش َكو ٍة ( َك ِم ْش َكا ٍة‬،)ُ‫صاَل ة‬ َّ ‫صلَوةُ (ال‬ َّ ‫ال‬
Mengganti alif dengan ya’:
)‫ يَأ َسفَى (يَأ َسفَا‬،)‫الضُّ َحى (الضُّ َحا‬
Mengganti ta’ marbuthah dengan ta’ maftuhah:
)ُ‫ت (ا ْم َراَة‬ ُ َ‫ ا ْم َرا‬،)َ‫(رحْ َمة‬ َ َ‫َرحْ َمت‬
Mengganti nun dengan alif:
)‫لَنَ ْسفَعًا (لَنَ ْسفَ َع ْن‬
4. Hamzah (‫)ا ْل َه ْمزَ ة‬
Hamzah ditulis dalam bentuk alif, ya’, wau, atau seperti kepala ain.
> Hamzah di awal kata ditulis dalam bentuk alif.
Contoh:
‫ اِب ٌْن‬،ُ‫ اَاْل َ ْنهَار‬، َ‫َأ ْن َع ْمت‬
> Hamzah di tengah kata ditulis menyesuaikan dengan harakat pada hamzah
dan huruf sebelumnya. Urutan harakat terkuat antara hamzah dan huruf
sebelumnya adalah kasrah, dhammah, fathah dan sukun. Ditulis dalam bentuk
alif apabila mengacu pada harakat fathah; ditulis dalam bentuk ya’ apabila
mengacu pada harakat kasrah; ditulis dalam bentuk wau apabila mengacu pada
harakat dhammah.
Contoh penulisan hamzah di tengah:
‫ سَُؤ ا ٌل‬،‫ ُسِئ َل‬،‫َسَأ َل‬
> Adapula hamzah yang ditulis mufradah atau seperti kepala ‘ain apabila berada
diakhir kata dan sebelumnya adalah huruf sukun.
Contoh:
‫ َش ْي ٌء‬،‫ سُوْ ٌء‬،‫ َما ٌء‬،‫ِملْ ٌء‬
Tapi ada penulisan hamzah di Al-Qur’an ada keluar dari ketentuan di atas
diantaranya:
Al-Ma’arij: 13
)‫صيلَتِ ِه الَّتِي تُْئ ِو ْي ِه (تُْؤ ِو ْي ِه‬ ِ َ‫َوف‬
Al-Isra: 60
َ ‫ َو َما َج َع ْلنَا الرُّ ءْ يَا الَّتِي َأ َر ْينَا‬....
ِ َّ‫ك ِإالَّ فِ ْتنَةً لِّلن‬
)‫ (الرُّ ْؤ يَا‬... ‫اس‬
Seharusnya pada Al-Ma’arij 13 dan Al-Isra 60 hamzahnya ditulis dengan
bentuk wau.
5. Fashal dan Washal (‫صل‬ ْ ‫ص ُل َوا ْل َو‬ْ َ‫)ا ْلف‬
Yang dimaksud fashal atau washal adalah pemisahan atau penggabungan dalam
penulisan. Istilah lainnya adalah maqthu’ dan maushul namun maksudnya sama.
Dalam Al-Qur’an, ada dua kata yang ditulis bersambung, namun kadang pula
ditulis terpisah.
Contoh:
‫َأ ْن اَّل – َأاَّل‬
‫ِإ ْن لَ ْم – ِإلَّ ْم‬
‫َأ ْن لَ ْن – َألَّ ْن‬
‫ِإ ْن َّما – ِإ َّما‬
‫ع َْن َّما – َع َّما‬
‫ِم ْن َّما – ِم َّما‬
‫َأ ْم َّم ْن – َأ َّم ْن‬
‫ُك ّل َما – ُكلّ َما‬
‫فِ ْي َما – فِ ْي َما‬
‫ يَوْ َمهُ ْم‬- ‫يَوْ َم هُ ْم‬
6. Kata yang terdapat dua qiraat dan ditulis salah satunya.
Apabila ada kata yang dibaca berbeda oleh para ahli qiraat, maka penulisannya
hanya satu saja diambil dari yang paling banyak menggunakan.
Contoh:
‫ك يَوْ ِم الدِّي ِن‬ ِ ِ‫َمل‬
Kata (‫ك‬ ِ ِ‫ ) َمل‬pada mimnya tidak terdapat alif walaupun dibaca panjang dalam
riwayat Imam Hafsh karena kebanyak qiraat membacanya dengan pendek.
‫ ْال ُمستَقِي َم‬Bَ‫ص َراط‬ ِّ ‫اه ِدنَا ال‬
Kata (Bَ‫ َراط‬BB‫)الص‬
ِّ ditulis dengan shad walaupun dalam qiraat lain ada yang
membacanya dengan sin.
َ‫ َوِإلَ ْي ِه تُرْ َجعُون‬Bُ‫صط‬ ُ ‫ َوهّللا ُ يَ ْقبِضُ َويَ ْب‬...
Pada Al-Baqarah 235, kata (ُ‫صط‬ ُ ‫ )يَ ْب‬ditulis dengan shad walaupun dalam riwayat
Imam Hafsh dibaca dengan sin. Hal ini karena kebanyakan qiraat membacanya
dengan shad.

E. Kehebatan Rasm Utsmani


Rasm Usmani memiliki beberapa faedah sebagai berikut:
1. Memilihara dan melestarikan penulisan al-Qur’an sesuai dengan pola
penulisan al-Qur’an pada alaw penulisan dan pembukuannya.
2. Memberi kemungkinan pada lafaz yang sama untuk dibaca dengan versi
qira’at,seperti dalam firman Allah swt. Dalam Qs.2:7
3. Kemungkinan dapat menunjukan makna atau maksut yang tersembunyi,
dalam ayat-ayat tertentu yang penulisannya menyalahi rasm imla’I seperti
dalam firman Allah SWT Qs.:51:47
4. Kemungkinan dapat menunjukan keaslian harakat (syakal) suatu lafaz.

BAB II
PENUTUP
A.Kesimpulan
Kuttab al-wahy (para penulis wahyu), diantaranya adalah Khalifah yang
empat (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali), Zayd bin Abi Tsabit, Ubay bin
Ka’ab, Mu’awiyah bin Abi Sufyin, Hanzhalah bin al-Rabi’, Zubayr bin al-
Awwan,’Amir bin Fuhayrah, ‘Abdullah bin al-Arqam, Mughirah bin Syu’bah,
‘Abdullah bin Rawahah, Khalid bin al-Walid, Tsabit bin Qays, dan lain-lain.
Sejarah telah mencatat bahwa pada masa-masa awal kehadiran agama
Islam, bangsa Arab tempat diturunkannya Al-Qur'an-tergolong ke dalam bangsa
yang buta aksara, tidak pandai membaca dan menulis
Media pengumpulan Al-Qur’an dilakukan melalui Tulisan pada beberapa
benda berupa batu licin, pelapa kurma, kulit kayu dan lain-lain yang ditulis
khusus untuk Nabi. Dokumen yang dikumpulkan tersebut diperkuat oleh
beberapa tulisan lain yang dikoleksi oleh sahabat-sahabat Nabi untuk diri
mereka sendiri. Disamping itu, hapalan sahabat-sahabat yang dipandu langsung
oleh Nabi juga menjadi penguat keabsahan dokumen Al-Qur’an sebagai suatu
kitab yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Hafidz. Ulumul Quran Praktis. Bogor : Pustaka
Utama. 2003.

http://anharululum.blogspot.co.id/2013/02/penulisandankodifikasial-
quran.html. 11/29/2016. Penulisan Dan Kodifikasi AlQur`an

https://wanssihabuddin.wordpress.com/2013/05/22/sejarahturun-
penulisandankodifikasialquran. 11/29/2016. SEJARAH TURUN,
PENULISAN DAN KODIFIKASI ALQUR’AN. kawani media

Anda mungkin juga menyukai