Anda di halaman 1dari 11

ULUMUL QUR’AN

“Jam’ Al-Qur’an”

Dosen Pengampu:

Dr. Syarif, S.A., M.A.

Ihsan Nurmansyah S.Ag,. M.Ag

Disusun Oleh

Dinda Wulandari
12201184

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2022/2023
DAFTAR ISI

BAB I .........................................................................................................................................3
A. Latar Belakang .................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................3
C. Tujuan Masalah ................................................................................................................3
BAB II ........................................................................................................................................4
A. Pengertian Jam’ Al-Quran ................................................................................................4
B. Penghimpunan Al-Quran dalam arti penghafalannya Masa Rasulullah ..............................4
C. Penghimpunan Al-Qur’an dalam arti penulisannya pada Masa Rasullullah .......................5
D. Penghimpunan Al-Quran pada masa Abu Bakar ...............................................................6
E. Penghimpunan A-Quran pada Masa Utsman ra. ................................................................8
BAB III ..................................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 10
B. Saran .............................................................................................................................. 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran adalah sebagai petunjuk(Al-Hudha), penjelas(Al-Bayina), menjadi pemisah yang
benar dan salah(Al-Furqan) bagi umat muslimin, diturunkan kurang lebih dua puluh tahun
secara berangsur-angsur.
Selama masa Nabi Muhammad, para sahabat langsung bertanya kepadanya tentang
pemahamannya tentang Al-Qur'an. Sebelum wafatnya Nabi, umat Islam berusaha mencari
cara untuk memahami Al-Qur'an.Pengumpulan dan penyusunan Al-Qur'an tidak hanya
memakan waktu satu periode tetapi beberapa tahun karena upaya banyak orang dan berbagai
kelompok. dan Sahabat, cara yang biasa dilakukan untuk melestarikan Al-Qur'an adalah
dengan menghafal (al-jan'fissudur). Ini karena banyak para sahabat yang masih buta huruf,
tetapi juga karena ingatan orang-orang Arab pada waktu itu sangat kuat. Secara teknis, alat
tulis pada saat itu masih sangat mendasar dan rentan terhadap kerusakan, sehingga dapat
dipahami bahwa menulis Al-Qur'an belum menjadi sarana pelestarian yang dapat diandalkan.
Alat tulis terdiri dari daun dan tulang, kurma lapuk dan rapuh, tinta agak pudar, dan alat tulis
paling sederhana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Jam’ al-Qur’an?
2. Bagaimana pengumpulan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW?
3. Bagaimana pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafa’ al-Rasyidin?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Jam’ Qur’an.
2. Untuk mengetaui pengumpulan al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW.
3. Untuk mengetahui pengumpulan al-Qur’an pada masa Khulafa’ al-Rasyidin.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jam’ Al-Quran


Menurut buku Manna' al-Qatthan Mababits fi 'ulum al-Qur'an, kata kodifikasi (al-jam'u)
memiliki dua makna yang berkembang. Arti pertama dari al-jam'u adalah al-hifzh, yang
berarti menghafal. Hal ini berdasarkan Surah al qiyamah ayat 16-19:
َ ‫علَ ْينَا َج ْمعَه َوقُ ْرا نَهٗ فَ ِا ذَا قَ َرأْنهُ فَا ت َّ ِب ْع قُ ْرا نَهٗ ث ُ َّم اِ َّن‬
ٗ‫علَ ْينَا بَيَا نَه‬ َ ‫ا َِّن‬

Artinya
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannya
itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”
Diriwayatkan oleh ibn’Abbas, kata jam’ menunjukkan makna al-Hifzh. Karena ayat al-Nuzul
adalah Nabi Saw. Ketika ayat itu terungkap, dia dengan cepat menghafal apa yang dia dengar
karena takut melupakan apa yang telah dia baca. Dia kemudian mengingatkannya dengan
kata-kata "laa tubarrik bih lisaanaka li ta’jala bih”(Jangan gerakkan lidahmu agar cepat
melafalkan (Alquran)itu). Allah, yang benar-benar membuat Al-Qur'an, terjaga dalam hati
Nabi Muhammad.
Arti kedua dari al-jam'u adalah al-Kitabah(penulisan Al-Qur`an). Dengan demikian, Al
Jam'u bisa berbentuk satu ayat, sebuah ayat, atau kumpulan dari beberapa surah, demikian
pendapat Manna' al-Qatthan. Dalam kaitannya dengan Jam’ Al-Quran berarti kumpulan atau
himpunan Al-Quran1.

B. Penghimpunan Al-Quran dalam arti penghafalannya Masa Rasulullah


Pada periode pertama, Jam'u Al-Qur'an berupa pengajaran Al-Qur'an langsung dari Nabi saw.
Pada sahabat. Ada yang menuliskannya pada beberapa media yang masih sederhana, seperti
pelepah kurma atau tulang hewan. pada periode ini, ada sejumlah sahabat yang dikenal
menghafal semua ayat Al-Qur'an yang diturunkan. Sebagaimana disebutkan oleh al-Bukhari
dalam Shahih-nya, Rasulullah bersabda:

1
Saifuddin.Ulumul Qur’an.( Pontianak,2018)hlm.17.
“Tujuh orang ini adalah para penghafal (Al-Quran),Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Ma’qil
mawla Abu Hudzaifah, Mu’adz bin jabal, Ubay bin Ka’ab, Zayd bin Tsabit, Abu Zayd bin al-
Sakan, Aubu al-Darda.”
Hadis tersebut dan riwayat hadits lainnya menyebutkan siapa saja sahabat yang menghafal
Al-Quran, tidak serta merta menunjukkan bahwa hanya tujuh orang sahabat saja yang
menghafal Al-Quran. Yang benar adalah para sahabat para Nabi Saw. Dahulu, mereka saling
berlomba untuk mengingat dan memahami apa yang diturunkan kepada mereka oleh para
Nabi Saw. Mereka membacanya dalam shalat dan mengajarkannya kepada istri mereka.
Suatu malam, suara sahabat saling bersaut-sautan. Karena mereka semua sedang membaca
Al-Qur'an. Dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari, Abu Musa al-Asy‘ari pernah berkata
bahwa Nabi saw. Saat dia berjalan melalui kota Madinah di malam hari, dia mendengar suara
itu. Diantaranya adalah suara Abu al-Hasan al-Asy‘ari. Nabi Saw memuji suaranya sebagai
"sebuah petikan sitar diantara sitar Nabi Daud As". 2

C. Penghimpunan Al-Qur’an dalam arti penulisannya pada Masa Rasullullah


Untuk menulis ayat-ayat Al-Qur'an, Nabi Saw menunjuk beberapa juru tulis. Tugas mereka
adalah mencatat secara tertulis semua wahyu yang diturunkan kepada Rasullah. Mereka
adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabi, Ubai bin Ka’ab, Tsabit bin Qais dan
beberapa lainnya.
Alat yang mereka gunakan masih sangat sederhana. Para sahabat menulis Al-Qur'an dalam
‘usub(pelepah kurma), likhaf (batu putih halus), riqa’ (kulit), aktaf (tulang unta) dan aqtab
(bantalan kayu yang biasanya dipasang di punggung unta). Zayd bin Sabit, salah satu " juru
tulis " terpercaya Nabi Saw. menggambarkan pengalamannya dalam riwayat Al-Bukhari”
Dahulu kami di sisi Rasulullah menyusun Al-Quran dari riqa’, Aku mengumpulkannya dari
riga’ aktaf(tulang unta), dan hafalan-hafalan para sahabat”.
Untuk menghindari kehancuran dengan cara menyamakan ayat-ayat Al-Qur'an dengan teks-
teks lain, seperti Hadits Rasulullah, Beliau tidak mengizinkan sahabatnya untuk menulis apa
pun selain Al-Qur'an. Hal ini terlihat dari hadits-hadits diriwayat Muslim dari Abi Said Al-
Khudriy yang berbunyi”Janganlah kalian tulis dariku sesuatu kecuali A-Quran. Barang
siapa yang telah menulis dari(sumberku)selain Al-Quran supaya menghapusnya”

2
Saifuddin.Ulumul Qur’an.(Pontianak,2018)hlm.18.
Setiap kali sebuah ayat Al-Qur'an diturunkan, Rasulullah memanggil “juru tulis”wahyu. Hal
ini terlihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban dan Al-Hakim, Abdullah bin Abbas dan Utsman bin Afan. Setelah memanggil
mereka, Rasulullah memeerintahkan mereka untuk meletakkan ayat-ayat yang turun itu surah
yang beliau sebutkan.
Menurut Al-Suyuthiy, seluruh Al-Qur'an telah ditulis sejak zaman Nabi, tetapi belum disusun
oleh al-Mustadraknya, menyatakan, " Penghimpunan Al-Quran berlangsung tiga kali. Salah
satunya disaksikan pleh Rasulullah Saw”. Keanehan riwayat al-Hakim semakin terasa ketika
pembahasan sampai penghimpunan Al-Qur'an dari masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan.3

D. Penghimpunan Al-Quran pada masa Abu Bakar


Setelah kematian Nabi, Abu Bakar al-Siddiq terpilih sebagai khalifah pertama. sahabat yang
juga mertua Rasulullah Saw, beliau telah menghadapi banyak masalah serius sejak awal
menjadi kepala negara. Salah satunya adalah murtadnya banyak orang dari Islam. Ini karena
Musailamah, yang disebut Al-Kadzdzab atau Pembohong, mengaku sebagai seorang nabi.
Dengan kata lain, Muhammad Saw bukanlah Nabi terakhir oleh Allah SWT. Klaim takhayul
Musaimah berhasil menipu Bani Hanifah di Yamamah, yang akhirnya murtad dari nabi palsu
Musailamah.
Sebagai kepala negara,Abu Bakar melihat gerakan Musailamah sebagai bahaya besar. Dia
bertekad untuk menghancurkan gerakan itu. Dia mengumpulkan sekitar 4.000 serdadu untuk
menyerang Musailamah dan para pengkhianatnya. Sebuah pasukan Muslim berhasil
melakukannya. Musailamah dan pengikutnya dapat dijatuhkan dan sayangnya pasukan
muslim yang dipimpin oleh Panglima Khalid bin Walid mengalami banyak korban jiwa.
Sedikitnya 70 Hafiz al-Quran gugur. Di antara mereka adalah Zain bin Khatab, saudara dari
Umar bin Khatab yang masyur itu.
Umar melihat pengalaman pahit ini dengan mata kepala sendiri. Tokoh yang bijaksana dan
terkenal ini menyadari bahwa kematian sejumlah besar Hafiz Al-Qur'an menimbulkan
bahaya yang dapat membahayakan kelestarian Al-Qur'an. Diperlukan tindakan segera, maka
Umar segera datang kepada khalifah pertama, Abu Bakar, untuk mengarahkan pengumpulan
Al-Qur'an dari berbagai sumber hafalan dan tulisan.

3
Acep.Ulumul Qur’an.(PT.Remaja Rosdakarya:Bandung,2016).hlm.83
Menurut riwayat al-Bukhari, salah satu “juru tulis”, Zaid bin Sabit, diminta untuk menemui
Abu Bakar setelah peristiwa berdarah yang menimpa sekitar 70 orang penghafal Al Quran di
Yamamah. Umar bin Khatab juga hadir dalam pertemuan tersebut. Abu Bakar mengadakan
pertemuan dan berkata, “Umar datang kepada saya dan mengatakan bahwa pertempuran di
Yamamah sangat sengit dan menuntut pengorbanan banyak qari’ al-Qur’an. Takut, jika
demikian, banyak Qur’an (Hafiz) yang hilang. Saya merasa perlu untuk menghimpun al-
Quran. ”
Selanjutnya giliran Abu Bakar yang berbicara kepada Zaid: “Kamu adalah seorang pemuda
yang cerdas, kami tidak menyalahkanmu, dahulu kau pernah menulis wahyu kepada
Rasulullah, sekarang carilah dan kumpulkan al-Quran”
Bagi Zaid, tugas yang dipercayakan Khalifah Abu Bakar tidak mudah. Mampu memahami
ungkapan tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal ini dapat dipahami dari
pernyataan yang keluar dari mulutnya di hadapan Abu Bakar dan Umar saat itu: “Demi
Allah, jika seseorang memaksa saya untuk memindahkan gunung, itu tidak akan lebih berat
bagi saya dibandingkan dengan apa yang kau perintahkan saya untuk mengumpulkan. Al-
Qur'an”.
Dapat dimengerti bagaimana perasaan Zaid ketika dia harus memikul tanggung jawab. Zaid
harus mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang ditulis di atas kayu, pelepah kurma, tulang, dan
batu. Selain itu, Zaid harus mencocokkan catatannya dengan catatan para sahabat yang lain.
Dan yang tidak kalah beratnya juga harus sesuai dengan catatan yang ditulis dengan hafalan
para sahabat. Tanggung jawab seperti inilah yang membuatnya merasa diberi tanggung jawab
yang lebih besar daripada memindahkan gunung.
Kesunguhan Zaid dalam menjalankan tugasnya terlihat jelas dalam lanjutan hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Yakni, ketika ia menemukan ada satu ayat yang tertinggal,
dan belum menemukan bunyi yang pasti, ia terus mencarinya. Hingga akhirnya, menurut
pengakuan Zaid dalam riwayatnya, “Sampai aku menemukan akhir Surat At-Taubah pada
Khuzamah Al-Anshariy.
Dari uraian singkat di atas, terlihat bahwa apa yang dikumpulkan Zaid bukan hanya catatan
tertulis tetapi sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad. Zaid juga mencocokkan
catatan yang dikumpulkannya dengan hafalan para sahabat. Zaid berkata “Sampai aku
menemukan akhir Surat At-Taubah pada Abu Khuzaimah Al-Ansariy”, bukan berarti tidak
ada sahabat yang hafal akhir surat Al-Taubah. Zaid tidak dapat menemukan ayat tersebut
dalam bentuk tulisan, tetapi beberapa dari sahabat sudah hafal. Apa yang dilakukan Zaid
semata-mata karena ingin mendapatkan kepastian yang lebih meyakinkan. Itu bisa dibuktikan
Misalnya, jika ada sahabat yang mempunyai catatan ayat atau ayat-ayat Al-Quran tertentu,
maka Zaid, menurut Syekh Al-Sakhawiy, dapat menerimanya jika ayat itu benar-benar ditulis
di depan Rasulullah. Dan disaksikan oleh dua orang sahabat lainnya. Dan Umar, yang dalam
hal ini menjadi rekan Zaid, memiliki sikap yang sama, yakni terhadap sumber hafalan
sahabat, termasuk kesaksian dua sahabat lainnya.4
Semua ini dilakukan sebagai terobosan untuk menjaga kemurnian dan keaslian Al-Qur'an.

E. Penghimpunan A-Quran pada Masa Utsman ra.


Pada masa Utsman wilayah Islam semakin meluas, keadilan semakin ramai, umat Islam
tersebar di berbagai wilayah, dan mengharuskan muncul factor-faktor untuk mengkaji Al-
Qur'an. Orang-orang jauh dari zaman kerasulan dan wahyu. Setiap wilayah Muslim memiliki
qira'at teman-teman terkenal di antara mereka. sahabat yang terkenal dikalangan mereka.
Misalnya, warga Syam menggunakan qira’at Ubaiy ibn ka’b, warga kufah menggunakan
qira’at Abdullah Ibn Mas’ud dan yang lain menggunakan qira’at Abu Musa al-Asy’ari.
Diantaranya adalah perbedaan bacaan qira'at, yang membuka pintu perselisihan dan
perpecahan, seperti yang terjadi di antara para sahabat ketika mereka tidak mengetahui
bahwa Al-Qur'an telah diturunkan dalam tujuh huruf. Perselisihan ini menjadi lebih sengit,
karena mereka jauh dari masa kenabian dan tidak ada lagi Rasulullah, di antara mereka yang
menjadi pertengahan dan menjadi rujukan mereka. Penyakit itu semakin parah, sehingga
mengakibatkan saling mengkafirkan diantara sesama,dan hampir menjadi tragedi besar
dunia. Tidak hanya itu, perselisihan ini juga menyebar ke daerah lain, seperti Hijaz dan
Madinah,dikalangan tua maupun muda.

Di daerah lain yang jauh dari Hijaz dan Madinah, kontroversi yang lebih intens terjadi.
sewaktu bertemu atau sewaktu bersama sama melawan musuh mereka sangat heran.
Keheranan ini memunculkan sikap ragu, bahkan saling menyalahkan. Fitnah itu kembali
berkobar, membuat hampir kepala pecah, bercucuran darah, dan membuat kaum Muslimin
berkelahi. Inilah yang dikatakan Huzaifa kepada Usman dalam riwayatnya.

4
Muhammad,Studi Ulumul Qur’an.(mesir.1992)hlm.37.
Tambah lagi. Fakta bahwa ketujuh surat yang diturunkan Al-Qur'an itu termasuk, masih
belum diketahui oleh mereka. Tidak mudah bagi mereka untuk mengakui semuanya. Jadi
mereka saling menyalahkan. Seorang sahabat di daerah itu hanya mengajarkan huruf-huruf
yang ia tahu. Mereka tidak memiliki mushaf standar yang akan menjadi acuan mereka jika
terjadi perselisihan.
Karena sebab dan peristiwa tersebut, Utsman berpendapat bahwa luka itu harus segera
diobati dan diangkat sebelum menimbulkan penyakit lain. Kemudian dia mengumpulkan
para pakar untuk mendiskusikan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Mereka akhirnya
setuju untuk menyalin beberapa mushaf untuk dikirim ke daerah-daerah, memerintahkan
yang lain untuk dibakar, dan mereka hanya mempercayai satu mushaf. Dengan solusi seperti
itu, pertempuran menjadi tenang dan tidak ada pertumpahan. Mushaf Utsman adalah cahaya
yang membawa mereka keluar dari kegelapan perselisihan mereka, cahaya dalam kegelapan
fitnah, dan hakim yang adil untuk menyelesaikan perselisihan pahit mereka. 5

Perbedaan penulisan Al-Quran pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman bin Affan, yaitu 6:
1. Pada masa Abu Bakar
a. Dorongan untuk mengumpulkan Al-Quran adalah kekhawatiran tentang hilangnya Al-
Qur'an bersama dengan kesyahidan beberapa penghafal Al-Qur'an pada Perang
Yamamah.
b. Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan ayat-ayat AlQuran yang bertebaran
pada pelepah kurma,kulit,tulang,dan sebagainya
2. Pada masa Utsman ra
a. Motivasi pengumpulannya karena banyak perselisihan tentang cara membaca Al-Qur'an
(qira'at)
b. Utsman melakukannya dengan menyederhanakan penulisan mushaf pada salah satu huruf
dari tujuh huruf ketika Al-Qur'an diturunkan.

5
Muhammad.Manahil Al-‘Urfan fi Ulum Al-Quran.(Ciputat.jakarta,2002).hlm.272
6
Rosihon.Ulum Al-Quran(Bandung.2008).hlm.46
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Manna al-Qatthan kata al-jam’u memiliki dua makna yaitu yang pertama al-jam’u
dalam arti al-hifzh (menghafal) dan yang kedua al-jam’u dalam arti al-kitabah (tulisan itu
sendiri). Ketika Al-Quran turun Nabi langsung mendiktekannya kepada sahabat dan ditulis
menggunakan pelepah kurma dan tulang binatang. Abu Bakar menghimpun Alquran
dikarenakan banyaknya para Hafiz al-Quran gugur di perang yamamah. Pada masa Utsman
terjadinya perselisihan oleh para qira’at perbedaan bacaan, berujung saling menyalahkan dan
terjadinya pertikaian antara para qira’at. Oleh sebab itu Utsman mengumpulkan Al-Quran
menjadi satu mushaf.

B. Saran
Demikianlah dengan makalah yang kami buat menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
banyak kurangnya dan jauh dari sempurna, kedepannya kami akan lebih baik lagi dan details
dalam membuat penulisan makalah ini dengan sumber-sumber yang lebih banyak lagi dan
yang dapat dipertanggung jawabkan. Semoga penulisan makalah ini dapat diterima dengan
baik dan memberi manfaat untuk para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Herlambang, Saifuddin. 2018. Ulumul Qur’an. IAIN, Pontianak.


Hermawan, Acep. 2016. Ulumul Quran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Syuhbah, Muhammad bin Muhammad Abu. 1992. Studi Ulumul Quran. Mesir: CV Pustaka Setia
Al-Zarqani, 2002. Syeikh Muhammad Abdull Adzim. Manafill Al-‘Urfan Fi Ulum Al-Quran.
Jakarta: Gaya Media Pertama,
Anwar, Rosihon. 2008. Ulum Al-Quran. Bandung: CV Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai