1. PERAHU BANDONG
Bandong adalah perahu bermotor yang bentuknyamenyerupai sebuah rumah, beratap limas
denganbahan dari kayu sirap atau bilah-bilah kayu yang di buat dandisusun berbaris saling
bertindihan dengan panjang sekitar20 - 25 meter dan lebar 10 - 12 meter. Kapal kayu
inidirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuahrumah terapung.
Kapal Bandong merupakan alat transportasi sungaiyang mulai langka. Hingga tahun 1970-
an, alat transportasisungai ini masih terlihat hilir-mudik di sungai Kapuas,Kalimantan
Barat dengan membawa orang maupun barangyang diangkut melayari sungai hingga ke
daerah-daerahpedalaman. NamunKapal Bandong sekarang ini sudah mulaiterpinggirkan
seiring dengan pesatnya kemajuan akses jalandan transportasi darat. Bahkan banyak dari
generasi mudayang tidak mengetahui keberadaanya.
Kapal Bandong terbuat dari kayu yang terdiri dari tigabagian utama. Bagian depan
digunakan sebagai ruangpengemudi, bagian tengah digunakan sebagai tempatistirahat
karena disertai beberapa bilik atau kamar dantempat menyimpan barang bawaan.
Sedangkan bagianbelakang digunakan sebagai MCK dan dapur.
2. ORANG BANOKNG
Pada tahun 1325 Masehi, berdirilah Kerajaan Lawai yang didirikan oleh Babay Cinga' dan
Dara Nante. Tersebutlah seseorang bernama Singa Takalokng Banokng, anaknya Harakng
Batur yang merupakan keturunan terakhir dari Raja Thang Raya. Pada masa tersebut Singa
Takalokng Banokng bermukim di wilayah Banokng yang kemudian terlogatkan menjadi
Bandong, yang untuk sekarang ini masuk dalam wilayah Kabupaten Landak. Singa
Takalokng Banokng memiliki beberapa orang anak, diantaranya yaitu Tamanggong
Lubishkng, Singa Tobakng Benuaq dan anak perempuan yang bernama Dara Ollakng.
Ketika berdirinya Kerajaan Lawai, Singa Takalokng Banokng mengirim Singa Tobakng
Benuaq bersama Dara Ollakng dan suaminya bernama Lau Biqiun serta Orang- orang
Banokng dan Pontiant untuk menyampaikan restu dari Singa Takalokng Banokng kepada
Kerajaan Lawai.
Rombongan dari Banokng ini pergi ke Kerajaan Lawai menggunakan beberapa buah kapal
yang disebut sebagai Banokng, karena berasal dari Banokng. Kapal itu kemudian disebut
kapal Banokng yang terlogatkan menjadi kapal Bandong. Kapal Bandong adalah perahu
besar yang bentuknya menyerupai sebuah rumah terapung, beratap limas dengan bahan
dari kayu sirap atau bilah-bilah kayu yang di buat dan disusun berbaris saling bertindihan
dengan panjang sekitar 20-25 meter dan lebar 10-12 meter.
the Kapal Bandong terbuat dari kayu yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagian depan
digunakan sebagai ruang mengemudi, bagian tengah terdapat beberapa bilik atau kamar
sebagai tempat untuk beristirahat ataupun untuk menyimpan barang-barang, dan bagian
belakang sebagai dapur serta tempat untuk buang air.
Setelah menyampaikan restu dari Singa Takalokng Banokng kepada Raja Lawai yaitu
Patee Babay Cinga', rombongan Singa Tobakng Benuaq ini tidak kembali ke Banokng,
karena mereka diberikan sebuah wilayah oleh Patee Babay Cinga', dan Singa Tobakng
Benuaq kemudian diangkat sebagai salah satu Raja dari Sepuluh Raja oleh Patee Babay
Cinga'. Wilayah itu kemudian disebut sebagai Tebang Benua. Rombongan dari Banokng
ini selanjutnya disebut sebagai Orang Tobak atau Toba
5. LAU JONG
Pada tahun 1325 Masehi, berdirilah Kerajaan Lawai yang didirikan oleh Babay Cinga' dan
Dara Nante. Tersebutlah seseorang bernama Singa Takalokng Banokng, anaknya Harakng
Batur yang merupakan keturunan terakhir dari Raja Thang Raya. Pada masa tersebut Singa
Takalokng Banokng bermukim di wilayah Banokng yang kemudian terlogatkan menjadi
Bandong, yang untuk sekarang ini masuk dalam wilayah Kabupaten Landak. Singa
Takalokng Banokng memiliki beberapa orang anak, diantaranya yaitu Tamanggong
Lubishkng, Singa Tobakng Benuaq dan anak perempuan yang bernama Dara Ollakng yang
kemudian menikah dengan Lau Biqiun. Pada masa itu Singa Takalokng Banokng
mengirim utusan dari Banokng yang dipimpin oleh Singa Tobakng Benuaq untuk
menyampaikan restu atas berdirinya Kerajaan Lawal.
Rombongan dari Banokng ini pergi ke Kerajaan Lawai menggunakan beberapa buah kapal
yang disebut sebagai Banokng, karena berasal dari Banokng. Kapal itu kemudian disebut
kapal Banokng yang terlogatkan menjadi kapal Bandong. Kapal Bandong adalah sebuah
perahu besar yang bentuknya menyerupai sebuah rumah terapung, beratap limas dengan
bahan dari kayu sirap atau bilah-bilah kayu yang di buat dan disusun berbaris saling
bertindihan dengan panjang sekitar 20-25 meter dan lebar 10 - 12 meter. Kapal Bandong
terbuat dari kayu yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu bagian depan digunakan sebagai
ruang mengemudi, bagian tengah terdapat beberapa bilik atau kamar sebagai tempat untuk
beristirahat ataupun untuk menyimpan barang-barang, dan bagian belakang sebagai dapur
serta tempat untuk buang air.
6. PONTI TAPAU
Pada permulaan tahun 1700-an Masehi, Bangsa Pontiant yang bermukim di sepanjang
daratan Sheng Hie terkena bencana yang terjadi hingga bertahun- tahun lamanya. Bencana
tersebut berupa bayi-bayi yang baru dilahirkan sering menangis berkepanjangan. Tangisan
bayi ini begitu lama tanpa diketahui sebabnya dan tiba-tiba berhenti. Ketika tangisan
berhenti, mereka dapati bayi-bayi tersebut telah menghilang begitu saja tanpa diketahui
kemana perginya. Peristiwa tersebut tersebar hingga ke penjuru wilayah sehingga kejadian
bayi yang berhenti menangis tiba-tiba ini disebut orang sebagai "Pontiant Anak" yang
artinya "Anak Bangsa Pontiant Menghilang", namun ada juga yang mengartikan sebagai
"Anak Dalam Ayunan Berhenti Menangis". Peristiwa yang terjadi selama bertahun-tahun
tersebut menyebabkan masyarakat Bangsa Pontiant tidak bertambah.
Demong Pontiant pada masa tersebut telah berusaha untuk menangkal bencana tersebut,
namun selalu gagal, Akibatnya adalah masyarakat Bangsa Pontiant semakin tahun
semakin berkurang akibat ada yang meninggal dunia, sedangkan bayi-bayi yang
diharapkan sebagai penerus keturunan Bangsa Pontiant sering menghilang begitu saja
ketika sedang dalam ayunan. Bahkan sebagian orang-orang Pontiant yang tidak tahan
dengan kondisi itu kemudian memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, sehingga
masyarakat Bangsa Pontiant semakin sedikit.
Berdasarkan petunjuk dari Pemangku adat Bangsa Pontiant, bahwa bayi-bayi mereka
sering menghilang dalam ayunan secara ghaib karena diambil oleh mahkluk-makhluk
halus. Untuk sebab musabab munculnya bencana makhluk halus tersebut, terdapat riwayat
yang menyatakan bahwa awal mulanya ketika sekelompok Orang-orang Jeruju yang pada
masa tersebut telah bermukim di wilayah pedalaman Jeruju mencari intan. Menurut
petunjuk yang telah mereka dapatkan bahwa diseberang daratan Jeruju terdapat intan yang
tertimbun tanah. Orang-orang Jeruju itu kemudian pergi ke seberang daratan yang
sekarang telah dibangun tugu Khatulistiwa. Daratan tersebut mereka gali, dan intan yang
mereka maksudkan berhasil mereka dapatkan dalam sebuah lubang yang tertimbus tanah.
Intan yang ditemukan oleh Orang-orang Jeruju dalam bentuk bongkahan yang sangat
besar. Setelah mereka mengambil intan tersebut, maka terjadilah bencana yang kemudian
menimpa Bangsa Pontiant.
Sementara itu di Negeri Matan Tanjung Pura telah kedatangan seorang Ulama bernama
Habib Husein AlQadri. Suatu hari Sultan Matan mengadakan perjamuan. Dalam acara
perjamuan itu terjadi peristiwa Saiyid Hasyim AlYahya merusak kacip besi berukiran
kepala ular. Kacip yang telah patah itu diambil oleh Habib Husein AlQadri, kemudian
kacip tersebut ia usap-usap dengan air liurnya sehingga kacip yang patah itu kembali utuh
sediakala.
Kejadian karomah Habib Husein AlQadri itu tersiar ke seluruh pelosok negeri, hingga
terdengar oleh masyarakat Bangsa Pontiant di Daratan Dermaga Sheng Hie. Demong
Pontiant kemudian mengirim utusan untuk menemui Habib Husein AlQadri guna
menolong mengatasi bencana yang telah menimpa mereka. Rupanya tidak seorang pun
dari mereka yang mengerti arah menuju Negeri Matan Tanjung Pura. Namun Pemangku
adat Bangsa Pontiant membekali mereka dengan nasi yang dibungkus dengan daun dan
berpesan bahwa jika bungkusan tersebut terbuka maka disitulah tempat yang mereka tuju.
Maka berangkatlah utusan Bangsa Pontiant tersebut. Namun di tengah perjalanan para
utusan ini tersesat. Berhari-hari mereka mendayung sampan hingga di suatu tempat mereka
dapati bungkus nasi itu sedikit terbuka. Mereka beranggapan barangkali ditempat tersebut
lah keberadaan Habib Husein AlQadri.
Orang-orang utusan dari Demong Pontiant tersebut akhirnya berhasil bertemu dengan
Habib Husein AlQadri yang baru beberapa bulan menetap di Negeri Mempawah dan
menyampaikan tentang bencana yang telah mereka alami selama bertahun-tahun. Mereka
berharap bahwa Habib Husein AlQadri bersedia untuk menolong melepaskan bencana
yang mereka alami.
Selanjutnya Habib Husein AlQadri berangkat bersama para utusan Bangsa Pontiant
tersebut menuju daerah Daratan Dermaga Sheng Hie. Sesampainya disana, Habib Husein
AlQadri mendapati bahwa begitu banyak makhluk halus yang telah mengganggu dan
mencuri bayi-bayi Bangsa Pontiant yang baru dilahirkan. Gangguan para makhluk halus
itu sangat dahsyat. Dalam tafakurnya, Habib Husein AlQadri mendapat petunjuk untuk
mencari Tiang Cahaya Penyangga Langit dan melaksanakan ibadah ditempat itu. Karena
hanya dengan berdo'a dari tempat itu saja para makhluk halus itu dapat di usir dari kawasan
tersebut.
Habib Husein AlQadri bersama Demong Pontiant dan beberapa orang Bangsa Pontiant
selanjutnya mencari Tiang Cahaya Penyangga Langit tersebut. Pada tanggal 18 Jumadil
Tsani 1160 Hijriah, Tiang Cahaya Penyangga Langit tersebut ditemukan. Tiang Cahaya
Penyangga Langit tersebut keluar dari sebuah lubang besar didaratan bekas tempat Orang-
orang Jeruju menggali Intan.
Habib Husein AlQadri kemudian beribadah dan berdo'a di tempat tersebut. Selepas
beribadah, bayi-bayi Bangsa Pontiant tidak lagi menangis berkepanjangan dan tidak lagi
menghilang secara ghaib. Makhluk halus juga tidak lagi mengganggu masyarakat Bangsa
Pontiant dan bencana yang mereka alami terhenti.
SELESAI