Bab I
Kerajaan Belambangan
Berawal dari kata**.
Ber-lambang-an artinya banyak lambang
Hamblambang artinya mengalir
Mblambang artinya melimpah ruah kekayaan alamnya
Belamboang
Sonangkoro adalah umbul-umbul kerajaan Belambangan yang mempunyai warna dasar merah
bergambar kepala srigala yang sedang mengaum Menurut Mishadi dari hasil wawancara dengan
Sayu Darmani (Temenggungan), bahwa ibunya yang bernama Sayu Suwarsih telah lama
menyimpan Sonangkoro tersebut, namun ketika dirasa tidak kuat lagi mengemban amanah
tersebut, maka dibuanglah satu kotak pusaka yang berisi Umbul-umbul Sonangkoro, cemeti dan
Lebah pencari musuh.
Tahun 1293 Raden Wijaya (Prabu Kertarejasa Jayawardana ) meminta Arya Wiraraja
untuk membantu menguasai kerajaan Kediri yang saat itu dipimpim oleh Jayakatwang. Setelah
berhasil menaklukkan Kediri, maka diberikanlah separuh wilayah kekuasaan Singosari kepada
Raden Wijaya, dan pada tahun 1294 berdirilah kerajaan Belambangan dengan pusat kerajaan di
Lumajang.Majapahit dan Belambangan merupakan kerajaan yang saling menghargai satu sama
lainnya dan sama-sama kerajaan Merdeka yang saling bekerjasama. Sebagai ungkapan
terimakasih, Arya wiraraja yang mempunyai seorang putra bernana Aria Nambi yang mengabdi
kepada kerajaan Majapahit.PAda masa Prabu kertarejasa Jayawardani memerintah sampai
dengan tahun 1308, setelah wafat digantikan oleh Raden Kalagemet yang bergelar Prabu
Joyonegoro.Namun Prabu Joyonegoro memerintah dengan kurang bijaksana, sehingga banyak
terjadi pemberontakan dari beberapa patihnya yakni Ronggolawe, Aria Sora, Juru Demung,
Gajah Biru, Aria Semi dan Ra Kuti, yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Majapahit.
Joyonegoro terpaksa menyingkir di desa Bedander dengan dikawal oleh Pasukan Bhayangkari
yang dipimpin oleh Gajah Mada, sehingga peristiwa ini disebut peristiwa Bedander.
Joyonegoro yang berambisi ingin memulihkan kerajaan Majapahit, membuat Aria Nambi
tidak betah tinggal di kerajaan Majapahit, sehingga mengundurkan diri dengan alas an ayahnya
yakni Arya Wiraraja sedang sakit.Namun kepulangan Nambi membuat Joyonegoro marah dan
menganggap Belambangan ingin mengadakan perlawanan, maka terjadilah pertempuran antara
kerajaan Majapahit dan Belambangan.
Pada tahun 1311, Arya Wiraraja meninggal Dunia dan kedudukan digantikan oleh Aria
Nambi, dan mulailah antara kerajaan Belambangan dengan Bali terjalin kerjasama dalam bidang
pertahanan.
Pada tahun 1328, Prabu Joyonegoro terbunuh oleh Ra Tanca yang merupakan Tabib
Istana di kerajaan Majapahit, dan Ra Tanca akhirnya dihukum mati oleh Patih Gajah Mada.
Kedudukan Majapahit digantikan oleh Ratu Gayatri, kemudian karena usia beliau sudah lanjut,
maka diserahkanlam kerajaan Majapahit kepada Dyah Ayu Sri Gitarja yang bergelar Ratu Ayu
Tribuana Tunggadewi yang menikah dengan Raden Kertawardana (Raden Cakradara), yang
memerintah sejak tahun 1328 1350, dengan patihnya yaitu Gajah Mada yang menggantikan
Aria Tadah sebagai Mentri. Dan saat dilantik terucaplah sumpah Amukti Palapa yang berbunyi,
Aku tidak akan berpesta pora dan tidak akan makan buah Palapa sebelum Nusantara bersatu
dibawah panji-panji Majapahit.
Sekitar tahun 1332 Prabu Aria Nambi, meninggal dunia, dan sekita tahun 1350 Sri Ratu
Tribuana Tunggadewi meninggal dan digantikan oleh putranya yitu Hayam Wuruk. Disaat inilah
Gajah Mada mampu mewujudkan sumpah amukti palapanya dan Majapahit mengalami msa
keemasan II. Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada meninggal dunia.
Pada tahun 1389 Hayam Wuruk mengundurkan diri dan kedudukannya digantikan oleh
Kusumawardani dengan gelar Sri Ratu Ayu Ratna Kanigara, dan menikah dengan sepupunya
sendiri yaitu Wikramawardana.
B. Perang Paregreg
Atas restu Hayam Wuruk dingangkalah Bhree Wirabumi untuk menjadi raja di kerajaan
Belambangan dan menikahi Dyah Negarawardani adik dari Wikramawardana dengan pusat
kerajaan di Banger Probolinggo kemudian memindahkannya ke Muncar.
Pada tahun 1399, putra dari Wikramawardana yaitu Hyang Wekas Ing Soka meninggal
dunia, dan membuat beliau merasa putus asa dan mengundurkan diri intuk menjadi Resi, dan
mengangkat Dewi Suhita menggantikan kedudukannya. Tindakan tersebut, oleh Bhree Wirabumi
dinggap menyalahi aturan, sehingga membuat emosi dan pertentangan antara Majaphit dan
Belambangan menjadi mengerucut dan terjadilah perang saudara berkisar antara tahun 14021406. dan peristiwa ini disebut Perang Paregreg. Dalam perang tersebut, Bhree Wirabumi
terbunuh oleh Raden Gajah putra Majapahit.
C. Blambangan Dipimpin Oleh Menak Dedali Putih
Pada Tahun 1500, Menak Dedali Putih menjadi penguasa di Kerajaan Belambangan dan
mempunyai dua orang putra yakni Santaguna dan Putri Sekardalu. Suatu ketika Belambangan
terserang wabah penyakit dan banyak penduduk yang mati, sehingga Menak Dedali Putih
mengeluarkan sebuah pengumuman, barangn siapa bisa mengobati penduduk Belambangan, jika
perempuan akan diangkat menjadi saudaranya dan jika laki-laki akan dinikahkan dengan putrid
Sekardalu.Tersebutlah seoranng dsenga julukan Syeh Wali LAnang yang berasal dari Mesir
mampu menyembuhkan banyak penduduk Belambangan, sehingga sebagai seorang Raja Menak
Dedali Putih menepati janjinya. Maka dinikahkanlah Syeh Wali Lanang dengan putrid Sekardalu
dan diberi kedudukan di Pobolinggo. Setelah menikah, syeh Wali Lanang meneruskan tujuannya
menjadi pengembara di pulau Jawa, yakni menyebarkan agama islam.Pada masa itu Menak
Dedali Putih masih beragama hindu, sehingga menganggap Syeh Wali Lanang menyebarkan
agama sesat. Maka diusirlah Syeh Wali Lanang dari tanah Belambangan.Saat itu Putri Sekardalu
sedang mengandung tiga bulan. Setelah bayi dalam kandungan putri Sekardalu lahir, ternyata
laki-laki. Karena takut membalas dendan kepada Prabu Menak Dedali putih yang telah mengusir
ayahnya,maka Menak Dedali putih menyuruh untuk membuang bayi trersebut ke laut.
Bayi tersebut akhirnya ditemukan oleh seorang nelayan dan diberi nama Bayu Samudra.
Lalu bayi tersebut diserahkan kepada seorang Janda yang bernama Nyi Ageng Serang yang
bertempat tinggal di Gresik dan beliau memberi nama bayi tersebut dengan sebutan Raden Paku.
Setelah menginjak dewasa, maka Raden Paku menimba ilmu kepada Sunan Ampel dari
Surabaya.Ketika dirasa keilmuan Raden Paku sudah mencukupi, maka pulanglah Raden Paku
dan mendirikan sebuah pesantren kecil di Giri-Gresik, Sehingga banyak juga yang memberi
julukan kepada Raden Paku dengan sebutan Sunan Giri.
kurun waktu 4 tahun 10 bulan dengan dibantu oleh penasehatnya yaitu Mas Bagus Wongsokaryo
dan masa kepemimpinan Tawang Alun, kerajaan Blambangan memasuki jaman Keemasan.
Pada tahun 1691, kanjeng sinuwon Prabu Tawang Alun meninggal dunia, dan digantikan
oleh putranya yaitu Sosronegoro yang memerintah sampai dengan tahun 1698,Namun karena
Sosronegoro jiwanya labil maka kakanya yang bernama Mas Macan Apura yang dibantu oleh
penasehatnya yaitu Endog sawiji, pada tahun 1697, meletus perlawanan Mas Macan Apura,
karena Sosronegoro emosinya tidak terkendali dan membunuh semua orang ditemuinya, maka
datanglah Wongsokaryo yang dengan meminta persetujuan seluruh penduduk Blambangan serta
Mas Macan Apuro untuk membunuh Mas Sosronegoro yang sudah kalap dengan tombaknya
yang bernama kyai baru klithik. Maka diserahkannyalah tombak tersebut kepada Mas Macan
Apuro, namun karena tidak tega membunuh adiknya sendiri, beliau meminta Raden Ngebehi
untuk mumbunuh Mas Sosronegoro kala lengah dan kepayahan. Setelah mas Sosronegoro
meninggal, kedudukan kerajaan dikendalikan oleh Mas Macan Apuro sampai dengan tahun
1701.
Akibat perang yang berkecamuk, istana macan putih rusak berat dan pusat kerajaan
dipindahkan ke Wijenan kecamatan Singojuruh, Wongsokaryo sendiri meninggal dunia dan
dimakamkan di Cungking Banyuwang yang dikenal sebagai Mbah buyut Cungking.
Setelah Mas Macan Apuro meninggal, penggantinya adalah Mas Purbo dengan gelar
Pangeran Danurejo atas restu Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung yang selama ini sudah
bekerjasama dengan Prabu Tawang Alun untuk mengusir Belanda dan merasa mempunyai beban
moral untuk menyelesaikan persengketaan di tanah Belambangan. Danurejo berkuasa selama 8
tahun yaitu pada 1701 1708 dan memerintahkan untuk membuka istana baru di wilayah
Kawedanan Rogojampi dengan usaha yang tiada henti untuk kembali menyatukan Belambngan.
F. Peran Wong Agung Wilis
Setelah Danurejo meninggal, pada tahun 1736 atas persetujuan Gusti Dewa Agung dari
kerajaan Klungkung pula diangkatlah Mas Nuweng yang bergelar Danurejo sebagai raja
Belambangan dengan Walinya yang bernama Ronggosetoto.dan Mas Sirna yang bergelar Wong
Agung Wilis sebagai sebagai Patih. Setelah Mas Nuweng yang mendapat gelar Danuningrat
dewasa, maka kekuasaan dikendalikan sendiri oleh Danuningrat dengan keinginan ingin lepas
dari pengaruh Bali. Karena Ronggosetoto dan Wong Agung Wilis selalu condong ke Bali, maka
untuk menghindari persengketaan dengan Danuningrat. Wong Agung Wilis bersemedi di
Rajegwesi antara lain bertapa di pantai lampon, gunung Dodong, dan akhirnya membuat sanggar
kecil di Tumpeng pitu kecamatan Pesanggaran.
G. Peristiwa Di Pakem-Banyuwangi Dan Pantai Seseh-Bali
Dilain pihak, para perompak dari Bugis berjumlah 800 orang yang dipimpin oleh Daeng
Pangersah dan Daeng Pageruyung telah tiba di Belambangan dan bersaing dagang dengan
portugis, Cina dan VOC. Dan membangun kubu-kubu di pakem, dan Ingris juga membangun
kantor perdagangan yang sekarang terkenal dengan Gedung Inggrisan.
Danuningrat merasa kedudukannya terancam oleh kedatangan orang Bugis tersebut,
sehingga mengutus Singomumpuni untuk meminta bantuan kepada Wong Agung Wilis
membasmi pasukan Bugis tersebut, Namun Wong Agung Wilis tidak bersedia, sehingga
pulanglah Singomumpuni menghadap dan melaporkan keadaan tersebut kepada Danuningrat.
Namun sepeninggal Singomumpuni, Wong Agung Wilis bertemu dengan Ronggosetoto yang
berhasil membujuk Wong Agung Wilis untuk menumpas pasukan bugis.
Pada malam yang ditentukan, diseranglah perompak Bugis, dan kurang lebih 500 pasukan
Bugis gugur sekaligus pemimpinnya yang dimakamkan di Pakem dan peristiwa ini disebut Bong
Pakem.
Danuningrat yang sudah kurang suka terhadap Ronggosetoto, mulai mencari kesalahan dan
Ronggosetoto ditangkap dan disiksa namun Ronggosetoto amat sakti sehingga tidak bisa
dibunuh, akhirnya Ronggosetoto dengan ikhlas memberitahu letak kelemahannya, maka
gugurlah Ronggosetoto dan disemayamkan di desa Lugonto Rogojampi.
Mendengar Danuningrat prilakunya sudah kelewat batas, maka dipanggillah Danuningrat
oleh Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung dan Cokorde Menguwi untuk segera
menghadap. Setelah sampai di Bali, Danungrat diadili dan dihukum pancung dan jasadnya
dimakamkan di pantai Seseh Bali.
Kebijakan VOC diwilayah Blambangan yang sewenang-wenang,eksploitif dan kejam
sehingga terlahir rezim otoriter, memonopoli perdagangan dan memanjakan penguasa lokal,
melancarkan politik devide et empera serta menciptakan jurang pemisah antara rakyat dan
pemimpin
Pemerintahan Blambangan saat itu diserahkan kepada Ketut Ngurah Dewa yang berwatak
keras dan secara perekonomian bekerjasama dengan pedagang Inggris. Belanda sendiri sudah
mengangkat Mas Anom dan Mas Weka (Keluarga Danuningrat}sebagai raja di kerajaan
Belambangan, padahal dilain pihak, rakyat Belambangan sudah mengangkat Wong Agung Wilis
sebagai raja Belambangan. Maka pertempuran juga terjadi antara Mas Kembar untuk menumpas
raja Ketut dan pengikutnya, sedangkan Mas Ayu Nawangsasi istri dari Danuningrat dengan
beberapa putra-putrinya meninggalkan Blambangan dan pergi ke Bangkalan-Madura dan
dipersunting Pangeran Cakraningrat IV, putranya yakni Mas Alit dan Mas Thalib diasuh oleh
panembahan Rasamala.
Dengan di angkatnya Mas Weka dan Mas Anom sebagai raja Blambangan oleh Belanda
yang bersamaan saat itu Wong Agung Wilis sudah diangkat sebagai raja oleh rakyat.Meski
setelah itu mas kembar hanya memerintah 1 tahun yakni 1766-1767 dibuang ke Selong
Pasuruan.setelah berhasil menginformasikan kedudukan Wong Agung Wilis yang berhasil
ditangkap oleh Belanda dan dijebloskan ke penjara, meski Wong agung Wilis pada akhirnya bisa
meloloskan diri dan kembali berjuang, Dan kembali tertangkap dan di penjara di Selong dekat
Pasuruan.. Untuk kesekian kalinya Wong Agung Wilis berhasil meloloskan diri dan menuju
pulau Dewata, sekitar tahun 1980 an Wong agung Wilis meninggal dunia dan dimakamkan di
pantai seseh Bali. Perjuangan dilanjutkan oleh MAs Pambeg dengan sebutan Rempeg Jagapatis
yang diangkat menjadi Raja Belambangan pada tanggal 24 September 1771
Untuk kesekian kalinya Belanda mengangkat Sutanegara dan Wangsengsari, meski mereka
pada akhirnya memihak kepada Cokorde Menguwi dan membantu perjuangan rakyat
Belambangan.Mereka berdua ditangkap oleh Kapten Luzack dan di buang ke pulau Edam.
Pengangkatan penguasa Belambangan yakni patih Kanoman oleh Belanda dengan gelar
Tumenggung Jaksanegara yang mengemudikan pemerintahan 1771-1773. Pada masa ini mas
Pambeg atau Rempeg Jagapati sebagai keturunan dari Prabu Tawang Alun terus berjuang
melawan Belanda sampai titik darah penghabisan dengan adanya perang Puputan Bayu. Dan
tanpa sepengetahuan Belanda Tumenggung Jaksanegara menghimpun kekuatan untuk membantu
perelawanan Rempeg JAgapati melawan Belanda. Sehingga pada akhirnya Tumenggung
Jaksanegara diburu oleh Belanda, namun beliau berhasil meningkir, dan meninggal serta
dimakamkan di daerah Boyolangu.
o
o
o
o
Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di
pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya
tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya
kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang
janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu". Maka
seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang
suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.
Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak
terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan.
Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama
tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada
Brhe Wirabumi yang memang putra prabu hayam wuruk dari selir. Bagi masyarakat
Blambangan, cerita Damarwulan tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk propaganda Mataram
yang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong oleh kerajaan
hindu Mengwi di Bali.