Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Banyuwangi

Bab I
Kerajaan Belambangan
Berawal dari kata**.
Ber-lambang-an artinya banyak lambang
Hamblambang artinya mengalir
Mblambang artinya melimpah ruah kekayaan alamnya
Belamboang
Sonangkoro adalah umbul-umbul kerajaan Belambangan yang mempunyai warna dasar merah
bergambar kepala srigala yang sedang mengaum Menurut Mishadi dari hasil wawancara dengan
Sayu Darmani (Temenggungan), bahwa ibunya yang bernama Sayu Suwarsih telah lama
menyimpan Sonangkoro tersebut, namun ketika dirasa tidak kuat lagi mengemban amanah
tersebut, maka dibuanglah satu kotak pusaka yang berisi Umbul-umbul Sonangkoro, cemeti dan
Lebah pencari musuh.

A. Awal mula berdirinya Kerajaan Belambangan

Tahun 1293 Raden Wijaya (Prabu Kertarejasa Jayawardana ) meminta Arya Wiraraja
untuk membantu menguasai kerajaan Kediri yang saat itu dipimpim oleh Jayakatwang. Setelah
berhasil menaklukkan Kediri, maka diberikanlah separuh wilayah kekuasaan Singosari kepada
Raden Wijaya, dan pada tahun 1294 berdirilah kerajaan Belambangan dengan pusat kerajaan di
Lumajang.Majapahit dan Belambangan merupakan kerajaan yang saling menghargai satu sama
lainnya dan sama-sama kerajaan Merdeka yang saling bekerjasama. Sebagai ungkapan
terimakasih, Arya wiraraja yang mempunyai seorang putra bernana Aria Nambi yang mengabdi
kepada kerajaan Majapahit.PAda masa Prabu kertarejasa Jayawardani memerintah sampai
dengan tahun 1308, setelah wafat digantikan oleh Raden Kalagemet yang bergelar Prabu
Joyonegoro.Namun Prabu Joyonegoro memerintah dengan kurang bijaksana, sehingga banyak
terjadi pemberontakan dari beberapa patihnya yakni Ronggolawe, Aria Sora, Juru Demung,
Gajah Biru, Aria Semi dan Ra Kuti, yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Majapahit.
Joyonegoro terpaksa menyingkir di desa Bedander dengan dikawal oleh Pasukan Bhayangkari
yang dipimpin oleh Gajah Mada, sehingga peristiwa ini disebut peristiwa Bedander.
Joyonegoro yang berambisi ingin memulihkan kerajaan Majapahit, membuat Aria Nambi
tidak betah tinggal di kerajaan Majapahit, sehingga mengundurkan diri dengan alas an ayahnya
yakni Arya Wiraraja sedang sakit.Namun kepulangan Nambi membuat Joyonegoro marah dan
menganggap Belambangan ingin mengadakan perlawanan, maka terjadilah pertempuran antara
kerajaan Majapahit dan Belambangan.
Pada tahun 1311, Arya Wiraraja meninggal Dunia dan kedudukan digantikan oleh Aria
Nambi, dan mulailah antara kerajaan Belambangan dengan Bali terjalin kerjasama dalam bidang
pertahanan.
Pada tahun 1328, Prabu Joyonegoro terbunuh oleh Ra Tanca yang merupakan Tabib
Istana di kerajaan Majapahit, dan Ra Tanca akhirnya dihukum mati oleh Patih Gajah Mada.
Kedudukan Majapahit digantikan oleh Ratu Gayatri, kemudian karena usia beliau sudah lanjut,
maka diserahkanlam kerajaan Majapahit kepada Dyah Ayu Sri Gitarja yang bergelar Ratu Ayu
Tribuana Tunggadewi yang menikah dengan Raden Kertawardana (Raden Cakradara), yang
memerintah sejak tahun 1328 1350, dengan patihnya yaitu Gajah Mada yang menggantikan
Aria Tadah sebagai Mentri. Dan saat dilantik terucaplah sumpah Amukti Palapa yang berbunyi,
Aku tidak akan berpesta pora dan tidak akan makan buah Palapa sebelum Nusantara bersatu
dibawah panji-panji Majapahit.
Sekitar tahun 1332 Prabu Aria Nambi, meninggal dunia, dan sekita tahun 1350 Sri Ratu
Tribuana Tunggadewi meninggal dan digantikan oleh putranya yitu Hayam Wuruk. Disaat inilah
Gajah Mada mampu mewujudkan sumpah amukti palapanya dan Majapahit mengalami msa
keemasan II. Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada meninggal dunia.
Pada tahun 1389 Hayam Wuruk mengundurkan diri dan kedudukannya digantikan oleh
Kusumawardani dengan gelar Sri Ratu Ayu Ratna Kanigara, dan menikah dengan sepupunya
sendiri yaitu Wikramawardana.
B. Perang Paregreg
Atas restu Hayam Wuruk dingangkalah Bhree Wirabumi untuk menjadi raja di kerajaan
Belambangan dan menikahi Dyah Negarawardani adik dari Wikramawardana dengan pusat
kerajaan di Banger Probolinggo kemudian memindahkannya ke Muncar.
Pada tahun 1399, putra dari Wikramawardana yaitu Hyang Wekas Ing Soka meninggal
dunia, dan membuat beliau merasa putus asa dan mengundurkan diri intuk menjadi Resi, dan
mengangkat Dewi Suhita menggantikan kedudukannya. Tindakan tersebut, oleh Bhree Wirabumi

dinggap menyalahi aturan, sehingga membuat emosi dan pertentangan antara Majaphit dan
Belambangan menjadi mengerucut dan terjadilah perang saudara berkisar antara tahun 14021406. dan peristiwa ini disebut Perang Paregreg. Dalam perang tersebut, Bhree Wirabumi
terbunuh oleh Raden Gajah putra Majapahit.
C. Blambangan Dipimpin Oleh Menak Dedali Putih
Pada Tahun 1500, Menak Dedali Putih menjadi penguasa di Kerajaan Belambangan dan
mempunyai dua orang putra yakni Santaguna dan Putri Sekardalu. Suatu ketika Belambangan
terserang wabah penyakit dan banyak penduduk yang mati, sehingga Menak Dedali Putih
mengeluarkan sebuah pengumuman, barangn siapa bisa mengobati penduduk Belambangan, jika
perempuan akan diangkat menjadi saudaranya dan jika laki-laki akan dinikahkan dengan putrid
Sekardalu.Tersebutlah seoranng dsenga julukan Syeh Wali LAnang yang berasal dari Mesir
mampu menyembuhkan banyak penduduk Belambangan, sehingga sebagai seorang Raja Menak
Dedali Putih menepati janjinya. Maka dinikahkanlah Syeh Wali Lanang dengan putrid Sekardalu
dan diberi kedudukan di Pobolinggo. Setelah menikah, syeh Wali Lanang meneruskan tujuannya
menjadi pengembara di pulau Jawa, yakni menyebarkan agama islam.Pada masa itu Menak
Dedali Putih masih beragama hindu, sehingga menganggap Syeh Wali Lanang menyebarkan
agama sesat. Maka diusirlah Syeh Wali Lanang dari tanah Belambangan.Saat itu Putri Sekardalu
sedang mengandung tiga bulan. Setelah bayi dalam kandungan putri Sekardalu lahir, ternyata
laki-laki. Karena takut membalas dendan kepada Prabu Menak Dedali putih yang telah mengusir
ayahnya,maka Menak Dedali putih menyuruh untuk membuang bayi trersebut ke laut.
Bayi tersebut akhirnya ditemukan oleh seorang nelayan dan diberi nama Bayu Samudra.
Lalu bayi tersebut diserahkan kepada seorang Janda yang bernama Nyi Ageng Serang yang
bertempat tinggal di Gresik dan beliau memberi nama bayi tersebut dengan sebutan Raden Paku.
Setelah menginjak dewasa, maka Raden Paku menimba ilmu kepada Sunan Ampel dari
Surabaya.Ketika dirasa keilmuan Raden Paku sudah mencukupi, maka pulanglah Raden Paku
dan mendirikan sebuah pesantren kecil di Giri-Gresik, Sehingga banyak juga yang memberi
julukan kepada Raden Paku dengan sebutan Sunan Giri.

D. Keluarga Besar Prabu Tawang Alun

Pangeran Tawang Alun memerintah kerajaan kedawung pada th.1685-1686.Politik adu


domba belanda mengakibatkan mas Wila berambisi menduduki tahta kerajaan .akhirnya MAs
Wila mengambil alih kedudukan kerajaan Belambangan dan Pangeran Tawang Alun yan
memiliki sifat bijaksana & berbudi luhur, demi keutuhan keluarga istana, pada tahun 1686
dengan sukarela menyerahkan kekuasaan kepada mas Wila sebagai raja di Istana Kedawung
dengan gelar Pangeran Prabu Mas Wilabrata sedangkan Mas Ayu Tunjung sekar diangkat
menjadi patih dan putra Mas Wila yaitu Mas Wilataruna ditunjuk sebagai panglima perang
kerajaan, di lain pihak Tawang alun beserta 40 pengikutnya menyingkir dan membangun
pedesaan di wana Bayu Songgon
Sementara itu rakyat Kedawung yang hidup dalam kecemasan telah mendengar peri
kehidupan rakyat Bayu yang aman dan damai, maka banyak penduduk di Kedawung pindah ke
Desa Bayu. Terdorong oleh watak keras Mas Wila yang kurang bijaksana, beliau amat murka
mendenar banyak penduduk yang berpidah ke Bayu dan langsung memberi perintah kepada patih
dan panglima perang untuk mengerahkan prajurit guna menggempur Bayu.
Pertempuran saudara tidak dapat dihindarkan dan pertempuran berkobar dengan sengitnya.
Prabu Mas Wila, Mas Ayu Tunjung Sekar serta Mas Wilateruna gugur dalam pertempuran sengit
dan perang saudara berakhir pd th 1687. Tahta singgasana kedawung diserahkan pd Mas Ayu
Meloka dan Mas Ayu Gringsing Retno diangkat ssebagai patih kedawung.
E. Berdirinya Istana Macan putih
Prabu Tawang Alun merasa menyesal atas terbunuhnya Mas Wilabrata, Mas Ayu Tunjung
Sekar dan Wilateruna dan untuk pertaubatan, Tawang Alun melakukan Tapabrata di hutan
Sudamara (lereng Gunung Raung), Prabu Tawang Alun dibangunkan oleh suara gaib yang
mengisyaratkan beliau harus berjalan kearah utara, sesaat setelah melakukan perjalanan,
bertemulah Prabu Tawang Alun dengan macan putih yang besarnya seperti kuda teji dan dengan
penuh waspada Prabu Tawang Alun menaiki Macan putih tersebut yang kemudian macan putih
tadi menunjukkan tempat dimana Prabu Tawang Aluin harus membangun lagi sebuah kerajaan
baru yang akhirnya kerajaan tersebut dinamakan kerajaan macan putih. Kerajaan tersebut
dibangun dengan batu bata merah dengan ukuran persatuannya panjang 1 m, lebar 0,5 m , tinggi
20 cm dengan pager berkeliling lengkap dengan parit sepanjang 4,5 km dan diselesaikan dengan

kurun waktu 4 tahun 10 bulan dengan dibantu oleh penasehatnya yaitu Mas Bagus Wongsokaryo
dan masa kepemimpinan Tawang Alun, kerajaan Blambangan memasuki jaman Keemasan.
Pada tahun 1691, kanjeng sinuwon Prabu Tawang Alun meninggal dunia, dan digantikan
oleh putranya yaitu Sosronegoro yang memerintah sampai dengan tahun 1698,Namun karena
Sosronegoro jiwanya labil maka kakanya yang bernama Mas Macan Apura yang dibantu oleh
penasehatnya yaitu Endog sawiji, pada tahun 1697, meletus perlawanan Mas Macan Apura,
karena Sosronegoro emosinya tidak terkendali dan membunuh semua orang ditemuinya, maka
datanglah Wongsokaryo yang dengan meminta persetujuan seluruh penduduk Blambangan serta
Mas Macan Apuro untuk membunuh Mas Sosronegoro yang sudah kalap dengan tombaknya
yang bernama kyai baru klithik. Maka diserahkannyalah tombak tersebut kepada Mas Macan
Apuro, namun karena tidak tega membunuh adiknya sendiri, beliau meminta Raden Ngebehi
untuk mumbunuh Mas Sosronegoro kala lengah dan kepayahan. Setelah mas Sosronegoro
meninggal, kedudukan kerajaan dikendalikan oleh Mas Macan Apuro sampai dengan tahun
1701.
Akibat perang yang berkecamuk, istana macan putih rusak berat dan pusat kerajaan
dipindahkan ke Wijenan kecamatan Singojuruh, Wongsokaryo sendiri meninggal dunia dan
dimakamkan di Cungking Banyuwang yang dikenal sebagai Mbah buyut Cungking.
Setelah Mas Macan Apuro meninggal, penggantinya adalah Mas Purbo dengan gelar
Pangeran Danurejo atas restu Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung yang selama ini sudah
bekerjasama dengan Prabu Tawang Alun untuk mengusir Belanda dan merasa mempunyai beban
moral untuk menyelesaikan persengketaan di tanah Belambangan. Danurejo berkuasa selama 8
tahun yaitu pada 1701 1708 dan memerintahkan untuk membuka istana baru di wilayah
Kawedanan Rogojampi dengan usaha yang tiada henti untuk kembali menyatukan Belambngan.
F. Peran Wong Agung Wilis
Setelah Danurejo meninggal, pada tahun 1736 atas persetujuan Gusti Dewa Agung dari
kerajaan Klungkung pula diangkatlah Mas Nuweng yang bergelar Danurejo sebagai raja
Belambangan dengan Walinya yang bernama Ronggosetoto.dan Mas Sirna yang bergelar Wong
Agung Wilis sebagai sebagai Patih. Setelah Mas Nuweng yang mendapat gelar Danuningrat
dewasa, maka kekuasaan dikendalikan sendiri oleh Danuningrat dengan keinginan ingin lepas
dari pengaruh Bali. Karena Ronggosetoto dan Wong Agung Wilis selalu condong ke Bali, maka
untuk menghindari persengketaan dengan Danuningrat. Wong Agung Wilis bersemedi di
Rajegwesi antara lain bertapa di pantai lampon, gunung Dodong, dan akhirnya membuat sanggar
kecil di Tumpeng pitu kecamatan Pesanggaran.
G. Peristiwa Di Pakem-Banyuwangi Dan Pantai Seseh-Bali
Dilain pihak, para perompak dari Bugis berjumlah 800 orang yang dipimpin oleh Daeng
Pangersah dan Daeng Pageruyung telah tiba di Belambangan dan bersaing dagang dengan
portugis, Cina dan VOC. Dan membangun kubu-kubu di pakem, dan Ingris juga membangun
kantor perdagangan yang sekarang terkenal dengan Gedung Inggrisan.
Danuningrat merasa kedudukannya terancam oleh kedatangan orang Bugis tersebut,
sehingga mengutus Singomumpuni untuk meminta bantuan kepada Wong Agung Wilis
membasmi pasukan Bugis tersebut, Namun Wong Agung Wilis tidak bersedia, sehingga
pulanglah Singomumpuni menghadap dan melaporkan keadaan tersebut kepada Danuningrat.
Namun sepeninggal Singomumpuni, Wong Agung Wilis bertemu dengan Ronggosetoto yang
berhasil membujuk Wong Agung Wilis untuk menumpas pasukan bugis.

Pada malam yang ditentukan, diseranglah perompak Bugis, dan kurang lebih 500 pasukan
Bugis gugur sekaligus pemimpinnya yang dimakamkan di Pakem dan peristiwa ini disebut Bong
Pakem.
Danuningrat yang sudah kurang suka terhadap Ronggosetoto, mulai mencari kesalahan dan
Ronggosetoto ditangkap dan disiksa namun Ronggosetoto amat sakti sehingga tidak bisa
dibunuh, akhirnya Ronggosetoto dengan ikhlas memberitahu letak kelemahannya, maka
gugurlah Ronggosetoto dan disemayamkan di desa Lugonto Rogojampi.
Mendengar Danuningrat prilakunya sudah kelewat batas, maka dipanggillah Danuningrat
oleh Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung dan Cokorde Menguwi untuk segera
menghadap. Setelah sampai di Bali, Danungrat diadili dan dihukum pancung dan jasadnya
dimakamkan di pantai Seseh Bali.
Kebijakan VOC diwilayah Blambangan yang sewenang-wenang,eksploitif dan kejam
sehingga terlahir rezim otoriter, memonopoli perdagangan dan memanjakan penguasa lokal,
melancarkan politik devide et empera serta menciptakan jurang pemisah antara rakyat dan
pemimpin
Pemerintahan Blambangan saat itu diserahkan kepada Ketut Ngurah Dewa yang berwatak
keras dan secara perekonomian bekerjasama dengan pedagang Inggris. Belanda sendiri sudah
mengangkat Mas Anom dan Mas Weka (Keluarga Danuningrat}sebagai raja di kerajaan
Belambangan, padahal dilain pihak, rakyat Belambangan sudah mengangkat Wong Agung Wilis
sebagai raja Belambangan. Maka pertempuran juga terjadi antara Mas Kembar untuk menumpas
raja Ketut dan pengikutnya, sedangkan Mas Ayu Nawangsasi istri dari Danuningrat dengan
beberapa putra-putrinya meninggalkan Blambangan dan pergi ke Bangkalan-Madura dan
dipersunting Pangeran Cakraningrat IV, putranya yakni Mas Alit dan Mas Thalib diasuh oleh
panembahan Rasamala.
Dengan di angkatnya Mas Weka dan Mas Anom sebagai raja Blambangan oleh Belanda
yang bersamaan saat itu Wong Agung Wilis sudah diangkat sebagai raja oleh rakyat.Meski
setelah itu mas kembar hanya memerintah 1 tahun yakni 1766-1767 dibuang ke Selong
Pasuruan.setelah berhasil menginformasikan kedudukan Wong Agung Wilis yang berhasil
ditangkap oleh Belanda dan dijebloskan ke penjara, meski Wong agung Wilis pada akhirnya bisa
meloloskan diri dan kembali berjuang, Dan kembali tertangkap dan di penjara di Selong dekat
Pasuruan.. Untuk kesekian kalinya Wong Agung Wilis berhasil meloloskan diri dan menuju
pulau Dewata, sekitar tahun 1980 an Wong agung Wilis meninggal dunia dan dimakamkan di
pantai seseh Bali. Perjuangan dilanjutkan oleh MAs Pambeg dengan sebutan Rempeg Jagapatis
yang diangkat menjadi Raja Belambangan pada tanggal 24 September 1771
Untuk kesekian kalinya Belanda mengangkat Sutanegara dan Wangsengsari, meski mereka
pada akhirnya memihak kepada Cokorde Menguwi dan membantu perjuangan rakyat
Belambangan.Mereka berdua ditangkap oleh Kapten Luzack dan di buang ke pulau Edam.
Pengangkatan penguasa Belambangan yakni patih Kanoman oleh Belanda dengan gelar
Tumenggung Jaksanegara yang mengemudikan pemerintahan 1771-1773. Pada masa ini mas
Pambeg atau Rempeg Jagapati sebagai keturunan dari Prabu Tawang Alun terus berjuang
melawan Belanda sampai titik darah penghabisan dengan adanya perang Puputan Bayu. Dan
tanpa sepengetahuan Belanda Tumenggung Jaksanegara menghimpun kekuatan untuk membantu
perelawanan Rempeg JAgapati melawan Belanda. Sehingga pada akhirnya Tumenggung
Jaksanegara diburu oleh Belanda, namun beliau berhasil meningkir, dan meninggal serta
dimakamkan di daerah Boyolangu.

o
o
o
o

H. Proses Terjadinya Perang Puputan Bayu


Tanggal 3 Agustus 1771; 70 orang pribumi bersenjata lengkap dikirim VOC dipimpin oleh
Biesheuvel, di medan pertempuran banyak pasukan membelot kepada Rempeg jagapati.
Akhir Agustus pemimpin VOC dibantui dengan Imhof dan L.Monte, bantuan dari bupati-bupati
pantai utara jawa.
22 September 1771 meminta bantuan 150 orang Eropa.dan 1000 orang pribumi dari jawa,
yogyakarta dan Batavia. Sedangkan Rempeg Jagapati dibantu oleh 2000 rakyat Blambangan
ditambah 300 pasukan bantuan dari Bali.
Awal November 1771, Biesheuvel gugur dalam pertempurandi Uluh Pang-pang, digantikan oleh
Hendrik Schopoff dan menghancurkan gudang makanan yang ada di Banjar Glagah dan mampu
menguasai Grajagan. Terutama dengan mengiming-imingi rakyat Blambangan dengan surat
pengampunan apabila turun dari Bayu dan tidak membantu Rempeg Jagapati.
13-14 Desember oleh VOC dianggap sebagai Minggu Kehancuran karena saat VOC
menyerang dari dua arah yakni susukan dan Songgon, malah terkepung dengan sendirinya
sampai terdesak ke kota latheng, dan Kapten Reyges di Uluh Pang-pang, sedangkan Kapten
Henrik terluka parah.
18 Desmber 1771 oleh Belanda dianggap sebagai De Dramatische verniatiging van het
compagniesleger ( Malam Dramatis }karena VOC mendatangkan Bantuan 100000 orang dari
berbagai daerah termasuk Bupati Alap-alap Sumenep Madura untuk menyerang 65000 orang
Blambangan yang berada di Bayu. Ternyata perang tersebut adalah perang yang paling keji
karena tiap orang blambangan tetangkap, maka kepalanya dipengal dan ditancapkan disepanjang
jalan mulai Lincing Rogojampi, . Namun Bayu tetap tidak terkalahkan, hanya saja dari 65000
penduduk, 60000 mati,2500 ditangkap dan disiksa dan banyak yang di tenggelamkan di Uluh
pang-pang. Sedangkan dari 100000 pasukan VOC, tersisa hanya beberapa gelintir saja. Bupati
Alap-alap terbunuh oleh Rempeg Jagapati dan beliau sendiri terluka kakinya kena sabetan
tombak dan akhirnya Gugur. Pucuk pimpinan digantikan oleh Sayu (Wanita yang disucikan
untuk dipersembahkan mengabdi kepada Dewa} Wiwit (namanya sendiri}. Sayu Wiwit
merupakan sosok wanita yang senantiasa berpakaian seperti laki-laki putra dari Mas Gumuk
Jati dari Kedathon Jember (di babad lain diterangkan beliau adalah putra dari Wong Agung
Wilis} dan setiap memimpin peperangan untuk melawan Belanda, Sayu Wiwit selalu seperti
kejinan dan kesusupan rohnya Mas Ayu Prabu (Putra dari Wong Agung Wilis), serta senantiasa
mampu menghimpun kekuatan untuk melawan VOC dibantu Bopo Endo.
11 Oktober 1771, Benteng Bayu dapat dikuasai oleh VOC dan Sayu Wiwit menyingkir ke lereng
Gunung Raung. Sisa pasukan Sayu Wiwit banyak ditangkap dan dibuang ke Surabaya serta
Batavia.
Kekhasan perang puputan Bayu
1. Belanda mengakui sebagai perang palling dahsyat se tanah Jawa padahal tidak sumbut
dengan hasil yang akan didapatkan di tanah Blambangan. Dituliskan oleh VOC di
Bondowoso oleh Adison 1848 halaman 75-76 Daerah Blambangan adalah daerah di
pulau Jawa yang sangat padat penduduknya, dan dibinasakan oleh VOC
2. Perang paling kejam
3. VOC menghabiskan 8 Ton emas untuk membiayai perang tersebut

4. Korban perang dari pasukan Blambangan 60000


Untuk meredam kemarahan rayat Belambangan maka dijemputlah Mas Alit dan Mas
Thalib yang selama ini di asuh oleh Panembahan Rasamala Bangkalan Madura yang pro kepada
Belanda atas persetujuan juru kunci Blambangan yang juga pro VOC dijemput untuk diangkat
sebagai Bupati, Mas Alit di wisuda sebagai Bupati di istana Ulu Pang-Pang pada tahun 1773.
Karena dirasa istana Ulu Pang-Pang kurang aman karena masih banyak perlawanan rakyat
Belambangan, maka pada tanggal 24 Oktober 1773 Dipindahkanlah pusat pemerintahan di
WanaTirtoganda /Tirto arum/ Banyuwangi. Pada tahun 1782, dengan akal licik Belanda, Mas Alit
dibunuh di Gresik dan dimakamkan di Sedayu (buyut Sedayu}. Lalu digantikan berturut-turut
kedudukannya oleh generasi Tawang Alun antara lain; Mas Thalib 1782-1818, Mas Suronegoro
1818-1832, Mas Wirya Danu Adiningrat 1832-1862, Pringgokusumo 1867-1881, Tumenggung
Arya Suganda 1991-1888 putra Mataram, terakhir Astrokusumo a888-1889.
Penetapan Hari Jadi Banyuwang ada tiga hal, yakni;
1. Kesejarahan,
2. Kejuangan/Heroisme,
3. filosofi yang mengandung nilai-nilai Pancasila.
Dari persyaratan diatas, maka pantaslah kiranya tanggal terjadinya Perang Puputan Bayu yang
puncaknya tanggal 18 Desember dijadikan sebagai landasan dan penetapan
Hari Jadi
Banyuwangi.
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh
Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan
sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk
blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Mataram tidak pernah bisa menguasai
daerah Blambangan yang saat itu merupakan kerajaan hindu terakhir di pulau Jawa. Namun
VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika
pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang
dikenal sebagai "kompleks Inggrisan" adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.[rujukan?]
VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad ke18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu
terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir
Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu
terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi.
Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan
kompeni Belanda. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan
diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya
kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun
VOC sudah menguasai Blambangan. Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang
dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.

Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di
pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya
tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya
kepada sang suami sang putri berkata: "Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang
janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu". Maka
seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang
suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.
Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak
terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan.
Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama
tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada
Brhe Wirabumi yang memang putra prabu hayam wuruk dari selir. Bagi masyarakat
Blambangan, cerita Damarwulan tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk propaganda Mataram
yang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong oleh kerajaan
hindu Mengwi di Bali.

Anda mungkin juga menyukai