Anda di halaman 1dari 3

Sambungan 1

dan sampailah di sungai Sangkilan satu buah anak sungai dari Batang
sungai pengabuan. Menurut cerita  rombongan ini berhenti dan beristirahat
beberapa hari dan cukup lama dibandingkan  berhenti di tempat lainnya. Di
Sangkilan rombongan tersebut berunding untuk bermusyawarah mencari
kesepakatan dan kata mufakat sehingga rombongan 199 orang tadi sepakat
berpencar menjadi 2 bagian yaitu rombongan 100 orang menunggu di Sangkilan
dan rombongan 99 orang mengiliri batang sungai dengan janji 10 sampai 15 hari
kembali ke Sangkilan sesuai dengan pepatah petitih adat kato dulu kato berbuat
kato kemudian dak becari lagi. Rombongan 99 orang dipimpin langsung oleh
Penghulu Datuk Andiko yang juga membawa 2 orang anak kandungnya dan 1
orang anak angkat.
Setelah mengiliri batang sungai yang belum bernama ini diperkirakan
rombongan  sampai di desa Penyabungan dan pada waktu itu juga belum
bernama, maka rombongan berhenti dan beristirahat. Karena diantara rombongan
tersebut ada yang membawa ayam, maka sambil beristirahat dan menghilangkan
lelah selanjutnya ayam tadi mereka adu atau disabung. Sejak saat itulah mereka
memberi nama tempat itu dengan nama Penyabungan. Selanjutnya rombongan ini
mengiliri lagi batang sungai dan sampailah mereka di desa Merlung sekarang atau
dikatakan pulau ringan yang pada waktu itu diperkirakan berhenti di muara sungai
Merlung.
Di pulau Ringan ini rupanya ada penghuninya yang dipimpin oleh seorang
Demong Nato dan menurut kisah mereka ini merupakan peninggalan dari kerajaan
Melayu Kuntala yang tunduk dengan kerajaan Singosari.  Selanjutnya rombongan
Penghulu Datuk Andiko berangkat mengiliri sungai dan setelah beberapa hari
dalam perjalanan mereka pun tiba di sungai kebanyakan yang waktu itu belum
bernama. Rombongan kemudian membuat semacam kemah-kemah dan pada
waktu itu disebut kubu-kubuan  istilah Johor atau bagan menurut keterangan
orang tuo-tuo.
Dikarenakan telah berjalan cukup lama dan jauh, sehingga rombongan
Penghulu Datuk Andiko terlupa dengan janji yang telah dibuat semula. Ketika

1
besok harinya akan kembali ke Sangkilan, pada malam harinya turunlan hujan
yang cukup deras dan tak henti-hentinya sehingga batang sungai Pengabuan
meluap melimpah ke daratan dan disinilah terjadinya putus sungai Asam  yang
bermuara ke Teluk Lubuk Bandung mengarah ke alur teluk Amburan Jalo. Setelah
hujan telah reda maka berangkatlah rombongan  menuju ke Ulu, karena air masih
cukup besar rombongan agak terlambat sampai di Sangkilan. Setelah sampai di
Sangkilan rupanya rombongan yang menunggu di Sangkilan yang berjumlah 100
orang sudah tidak ada lagi, maka ingat dengan  pepatah adat ke darat cari jejaknya
ke air cari riaknya.
Rombongan 99 orang kemudian meneliti dan mencari jejak dan tampaklah
bekas rintisan pancungan kayu kecil-kecil dimana sebahagian  juga ada yang
dipatahkan menunjukan arah tujuan perjalanan rombongan yang berjumlah 100
orang tadi. Sebagaimana pepatah adat mengatakan jalan nan berintis (berambah)
nan diikut batang nan ditebang nan dititi, akhirnya rombongan 99 orang tidak
dapat lagi mengikuti jejak karena jejak rintisan yang diikuti semakin jauh
ditempuh lalu mereka pun berteriak dan dipekikan serta diteriakan dengan suara
yang keras dengan memanjat pokok kayu atau dari atas bukit yang tinggi sehingga
terdengarlah jawaban dari rombongan 100 orang tadi dari sayup-sayup semacam
isyarat tidak boleh diikuti lagi karena rombongan 99 telah memungkir janji yang
telah dibuat. Mendengar jawaban itu, rombongan Penghulu Datuk Andiko pun
mengambil langkah baru dan dikarenakan cuaca sudah baik dan sungai telah surut
berangkatlah mereka ke tempat bagan yang lama dan beristirahat untuk
selamanya.
Sejarah kedatangan masyarakat ke Tanah Merlung & Tungkal batang
Pengabuan juga diwarnai kedatangan utusan Raja Talun/Raja Johor sekitar sekitar
abad ke-17 sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Raja Talun ini merupakan 
rajo yang dikenal besutan dimato berajo dihati dan sangat ditakuti serta disegani.
Sejak itu Tungkal dibawah Pemerintahan Raja Johor. Pada suatu hari Raja Johor
memanggil Tokoh-tokoh masyarakat dan Hulubalang kerajaannya. Dimana
Pemerintah kerajaan Johor ingin menambah tanah jajahan, karena tanah wilayah
kekuasaannya telah sempit sehingga timbulah suatu ide dari tokoh masyarakat,

2
cerdik pandai di sana  untuk menambah tanah jajahan ke wilayah seberang atau
bagian timur pulau Sumatera. Setelah bermufakat, maka raja Talun
memerintahkan Hulubalang bersama laskar/ tentara kerajaan johor untuk
berangkat ke tanah seberang dengan menggunakan perahu layar dengan amanat
raja Talun bahwa dimana ada suak-suak atau kuala sungai yang besar harus
dimasuki sampai ke hulunya dan bila menemukan barang-barang yang ganjil yang
tidak ditemukan di Johor supaya dibawa kehadapan raja.
Setelah perahu layar kerajaan Johor berlayar menuju ke bahagian  pantai
timur pulau Sumatera akhirnya mereka sampai ke ujung beting sehingga ke
Tanjung Babu sekarang  dan ketika beberapa orang menoleh ke arah barat dan
tampaklah suak yang besar yaitu kuala batang Pengabuan sekarang, maka
masuklah perahu layar ke suak Kuala Tungkal sekarang. Selanjutnya mereka terus
berlayar menuju ke mudik dan  dalam beberapa hari perjalanan sampailah mereka
di pedalaman lalu berhentilah diperbatasan air keruh dan air jernih yakni kapan air
pasang airnya keruh dan kapan air surut airnya jernih, berkemungkinan inilah
diperkirakan  Tebing Tinggi sekarang. Selanjutnya perahu mereka meluncur ke
arah mudik dan sampailah di muara simpang sungai yang bersimpang dua dimana
sebelah kiri mudik sungai Pengabuan dan sebelah kanan batang asam sekarang.
Setelah beberapa hari berhenti di simpang muara sungai tadi, ketika hulubalang
raja Johor menciduk air terlihatlah olehnya sebutir buah kayu yang bagus dan
indah dan belum pernah dilihatnya di Johor. Buah tadi lalu diambil dan
dibungkusnya guna diperlihatkan kepada raja Johor sesuai dengan perintah dan
amanah raja. Hulubalang beserta rombongan kemudian memutar haluan dan
kembali ke Johor, setelah sampai di Johor buah tadi dihadapkan kepada raja. Oleh
raja buah tadi dibolak balik dan diamanti, maka hulubalang diperintahkan untuk
membelah dan merasakan isi buah tersebut. Setelah dirasakan rupanya buah tadi
rasanya asam, maka oleh raja Talun dinamakanlah batang sungai yang sebelah
kanan tempat dimana buah tadi ditemukan dengan nama sungai asam dan sampai
sekarang belum berubah

Anda mungkin juga menyukai