Muncar merupakan ujung timur pulau Jawa yang dikenal sebagai kota ikan. Dengan
luas wilayah +76,9 km2 dan dihuni oleh ras Jawa, Madura, dan Bugis, juga terdapat
etnis pendatang seperti etnis Tionghoa.
Mayoritas masyarakat di daerah ini bekerja sebagai nelayan dan buruh pabrik,
serta sebagian kecil sebagai petani. Daerah ini pernah menjadi pemasok ikan
terbesar di Indonesia, mencapai 27.748 ton.
Sejarah Desa Muncar
Melalui sejarah yang panjang, nama kawasan ini mengalami perubahan karena
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Dahulu kawasan ini bernama Ulupampang
dan menjadi pelabuhan bagi kerajaan Blambangan, serta menjadi penghubung
kegiatan ekonomi antara kerajaan Blambangan dengan kerajaan Bali.
Di Ulupampang terdapat sebuah tempat yang bernama “Sitihinggil” yang artinya
tempat atau dataran tinggi, tempat ini merupakan pos kendali pelabuhan. Yang
diawasi oleh syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan, berupa
batu loncatan yang terletak di atas gundukan batu itu memiliki “hak istimewa”
untuk mengawasi situasi di sekitar Teluk Pang Pang dan Semenanjung
Blambangan. Di sini juga orang Tionghoa diberi izin oleh Raja Danuningrat sebagai
tempat tinggal.
Pada masa penjajahan kolonial di bagian timur Pulau Jawa, masih banyak orang
yang membencinya. Oleh karena itu, dibangunlah pabrik gula di daerah Karangrejo
yang diberi nama “Naga Bulan”. Namun masih banyak yang membencinya, maka
penjajah Belanda memutuskan untuk menjadikan Ulupampang sebagai kawasan
industri. Karena potensi di bidang perikanan sangat melimpah. Begitu banyak
pabrik didirikan di Muncar.
Di Muncar terdapat semenanjung yang dinamakan “Sembulungan”, disana
terdapat bungker dan juga Goa Jepang. Pada saat perang dunia 2 jepang mulai
terdesak, kemudian Jepang ingin merebut wilayah nusantara yang menjadi jajahan
Belanda, setelah itu Jepang mulai memperkuat pertahanannya dan mulai membuat
banyak bunker di sepanjang garis pantai termasuk di Sembulungan dan juga
membuat goa. Oleh sebab itu, banyak ditemukan bunker Jepang yang ada di
Sembulungan.
Bunker dan goa tersebut dijadikan sebagai pos pengintaian. Selain itu ada pula
meriam yang digunakan sebagai alat serang ketika ada musuh, di Sembulungan
terdapat dua jenis meriam, yaitu : meriam kecil, dan meriam yang panjangnya
mencapai 5 meter. Meriam tersebut diyakini sebagai meriam terbesar yang
ditemukan di Indonesia.
Di desa ini juga ada perayaan atau ritual yang disebur “petik laut”, kegiatan ini
telah dilaksanakan secara turun temurun dan menjadi warisan yang kekal di
Muncar. Hal tersebut didasari oleh peninggalan 2 makam yang ada di semenanjung
Sembulungan, banyak versi yang mengatakan siapa pemilik makam tersebut. Ada
yang mengatakan bahwa makam tersebut dimiliki oleh orang yang pertama
membuka daerah Muncar dan seorang penari Gandrung.
Kemudian, dengadengan seiring perjalanan waktu hasil ikan di daerah ini semakin
melimpah layaknya sumber, setelah itu digantilah nama ulu pampang menjadi
Muncar, dari kata “muncrat”.
Tradisi Dan Budaya Desa Muncar
Penduduk desa Muncar memiliki tradisi Petik laut yang biasanya dilaksanakan
pada tanggal 10 Suro. Pada tradisi ini biasanya setiap orang kaya yang hasil
kekayaannya dari hasil laut membawakan sebagian kekayaannya seperti uang,
emas, dan juga membawakan tumpeng, kemudian semua itu dibuang ke tengah laut.
Selain itu, tarian gandrung juga memeriahkan tradisi ini, karena menurut sejarah
tarian gandrung dianggap kramat pada tradisi ini.
Pemerintahan Desa Muncar
Dahulu, desa Muncar memiliki wilayah yang amat luas dan dipimpin kepala desa,
dari kalangan suku Jawa mereka menyebutnya carik, kemudian desa Muncar
dipecah menjadi bebrapa bagian seperti Tembokrejo, Sumbersewu, dan masih
banyak daerah lain, dan nama desa Muncar pun menjadi desa Kedungrejo, nama
Muncar saat ini digunakan sebagai nama dusun dan kecamatan.
Lampiran