Anda di halaman 1dari 68

Kabupaten

Karawang
Kabupaten di Jawa Barat

Karawang beralih ke halaman ini. Untuk


kota yang bernama sama, lihat
Karawang (kota). Untuk kegunaan lain,
lihat Karawang (disambiguasi).

Kabupaten Karawang (aksara Sunda: .

, Latin: Kab. Karawang) adalah sebuah


kabupaten di Tatar Pasundan Provinsi
Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya
adalah Karawang. Kabupaten ini
berbatasan dengan Kabupaten Bekasi
dan Kabupaten Bogor di barat, Laut Jawa
di utara, Kabupaten Subang di timur,
Kabupaten Purwakarta di tenggara, serta
Kabupaten Cianjur di selatan ini memiliki
luas wilayah 1.737,53 km2, dengan
jumlah penduduk 2.125.234 jiwa (sensus
2010) yang berarti berkepadatan 1.223
jiwa per km2.[5] Pada tahun 2012-an
Kabupaten Karawang sedang dibanjiri
proyek-proyek besar yaitu Summarecon,
Agung Podomoro, Agung Sedayu,
Metland dan lain-lain. Rencananya
Karawang akan memiliki bandara
internasional, dan kereta cepat yang
berada di selatan kota Karawang.[6][7].
Kabupaten Karawang
.

Lambang Kabupaten Karawang


.

Moto: Pangkal Perjuangan


Semboyan: INTERASIH (Indah Tertib Aman
Bersih)

Dari atas searah jarum jam : Gedung


Pemerintahan daerah (Pemda) kabupaten
Karawang di kecamatan Karawang Timur, Pintu
Jalan Bendungan Walahar di desa Walahar, Klari
(dibangun 1918 - selesai 1925), Kompleks
Pemakaman Bupati Karawang di desa
Manggung Jaya, Cilamaya Kulon, Pantai
Tanjung Baru di desa Pasir Jaya, Cilamaya
Kulon, Curug Cigentis, di desa Mekar Buana,
Tegal Waru, Persawahan Karawang dan
Perbukitan di kawasan pegunungan
Sanggabuana.

Peta lokasi Kabupaten Karawang


. di Jawa Barat
Koordinat: 107º02`–107º40` BT, 5º56`–6º34` LS

Provinsi Jawa Barat

Tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H,


peresmian atau bertepatan dengan
tanggal 14 September 1633
M
Ibu kota Karawang (kota)

Pemerintahan

 - Bupati dr. Cellica Nurrachdiana

 - Wakil Bupati H. Ahmad Zamakhsyari,


S.Ag.
[1]
 - DAU Rp1.134.530.200.000.-(2013)

Luas 1.737,30 km2

Populasi
[2]
 - Total 2.073.356 jiwa (2007)

 - Kepadatan 1.193,44 jiwa/km2

Demografi

 - Bahasa Indonesia, Sunda, Bahasa


Cirebon (dengan beragam
dialek, Bahasa Cirebon
dialek Cilamaya menjadi
dialek khas wilayah Pesisir
Karawang),Bahasa Betawi
(termasuk dialek Bekasi)
Penyebarannya terpusat
disekitar Kecamatan
Tirtajaya dan Batujaya.[3][4]

 - Kode area 0267, 0264 (Khusus Wilayah


telepon Eks-Kawedanan Cikampek)

Pembagian administratif

 - Kecamatan 30

 - Kelurahan 309

Simbol khas daerah

 - Flora resmi Jambu Air Cincalo

 - Fauna resmi Ayam Ciparage

Situs web www.karawangkab.go.id

Toponomi dan sejarah


Hiasan penanda hajatan pernikahan pada

masyarakat wilayah Kabupaten Karawang wilayah


selatan, hiasan terbuat dari batang bambu utuh yang
disisakan daun bagian atasnya dilengkapi dengan
topi caping yang digantung lengkap dengan tali-tali
berwarna-warni dibawahnya yang menjuntai
(penggunaan tali bisa disubtitusi atau digantikan
dengan kertas warna-warni).

Hiasan ini merupakan kearifan lokal masyarakat


Kabupaten Karawang bagian selatan yang ditumbuhi
banyak pohon bambu.
Toponomi

Kata "karawang" muncul pada Naskah


Bujangga Manik dari akhir abad ke-15
atau awal abad ke-16. Bujangga Manik
menuliskan sebagai berikut:

Leteng karang ti Karawang,


Leteng susuh ti Malayu,
Pamuat aki puhawang.
Dipinangan pinang tiwi,
Pinang tiwi ngubu cai,

Dalam bahasa Sunda, karawang


mempunyai arti "penuh dengan lubang".
Bisa jadi pada daerah Karawang zaman
dulu banyak ditemui lubang.
Cornelis de Houtman, orang Belanda
pertama yang menginjakkan kakinya di
pulau Jawa, pada tahun 1596
menuliskan adanya suatu tempat yang
bernama Karawang sebagai berikut:

Di tengah jalan antara Pamanukan


dan Jayakarta, pada sebuah tanjung
terletak Karawang.[8]

Meskipun ada sumber sejarah primer


yaitu Naskah Bujangga Manik dan
catatan dari Cornelis de Houtman yang
menyebutkan kata Karawang, sebagian
orang menyebutnya Kerawang adapula
yang menyebut Krawang seperti yang
ditulis dalam buku Miracle sight West
Java yang diterbitkan oleh Provinsi Jawa
Barat.

R. Tjetjep Soepriadi dalam buku Sejarah


Karawang berspekulasi tentang asal-
muasal kata karawang, pertama
kemungkinan berasal dari kata karawaan
yang mengandung arti bahwa daerah ini
terdapat "banyak rawa", dibuktikan
dengan banyaknya daerah yang
menggunakan kata rawa di depannya
seperti, Rawa Gabus, Rawa Monyet,
Rawa Merta dan lain-lain; selain itu
berasal dari kata kera dan uang yang
mengandung arti bahwa daerah ini
dulunya merupakan habitat binatang
sejenis monyet yang kemudian berubah
menjadi kota yang menghasilkan uang;
serta istilah serapan yang berasal dari
bahasa Belanda seperti caravan dan
lainnya.

Pemukiman awal

Wilayah Karawang sudah sejak lama


dihuni manusia. Peninggalan Situs
Batujaya dan Situs Cibuaya yang luas
menunjukkan pemukiman pada awal
masa modern yang mungkin mendahului
masa Kerajaan Tarumanagara. Penduduk
Karawang semula beragama Hindu dan
Budha dan wilayah ini berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Sunda.
Penyebaran Islam

Agama Islam mulai dianut masyarakat


setempat pada masa Kerajaan Sunda,
setelah seorang patron bernama Syekh
Hasanudin bin Yusuf Idofi, konon dari
Makkah, yang terkenal dengan sebutan
"Syekh Quro", Syekh Quro merupakan
seorang utusan Raja Campa yang
mengikuti pelayaran persahabatan ke
Majapahit dari Dinasti Ming yang
dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho
(Kapal Laksamana Cheng Ho tercatat
mendarat di Pelabuhan Muara Jati,
Kerajaan Singapura (cikal bakal
Kesultanan Cirebon pada tahun 1415[9].),
ketika kapal sudah berada di Pura,
Karawang, Syekh Quro beserta
pengikutnya turun dan tinggal untuk
menyebarkan agama Islam di wilayah
Pura dan kemudian menikah dengan
Putri Ki Gede Karawang yang bernama
Ratna sondari[10] dan meluaskan
pengajarannya hingga ke wilayah Pura
Dalem (Pedalaman Pura) kemudian
mendirikan pesantren di Desa Pulo
Kelapa (sekarang masuk kecamatan
Lemah Abang, Kabupaten Karawang)

Dari pernikahannya dengan Ratna


Sondari, Syekh Quro memiliki seorang
anak yang diberi nama Ahmad, Ahmad
inilah yang kemudian dikenal dengan
nama Syekh Ahmad (Penghulu Pertama
di Karawang), Syekh Ahmad pernah
diperintahkan oleh ayahnya untuk
membantu Syekh Nur Jati atau Syekh
Datuk Kahfi di Pesambangan (sekarang
masuk wilayah kecamatan Gunung Jati,
Kabupaten Cirebon).

Hubungan penyebaran Islam di


Karawang dengan Kesultanan
Cirebon

Wayang kulit Cirebon gaya Cilamaya karya Ki Ardi,


disungging ulang oleh Ki Enang Sutria dan dibrom
l l hA i N h
ulang oleh Arie Nugraha

Puteri Ki Gede Karawang yaitu Ratna


sondari memberikan sumbangan
hartanya untuk mendirikan sebuah
masjid di Gunung Sembung (letaknya
berdekatan dengan Gunung Jati) atau
dikenal dengan sebutan (Nur Giri Cipta
Rengga) yang bernama Masjid Dog
Jumeneng atau Masjid Sang Saka Ratu,
yang sampai sekarang masih digunakan
dan terawat baik.[11]

Syekh Ahmad (Anak Syekh Quro dengan


Ratna sondari) kemudian berkeluarga
dan memiliki seorang putera bernama
Musanudin, Musanudin inilah yang
kemudian menjadi Lebai di Kesultanan
Cirebon dan memimpim Masjid Agung
Sang Cipta Rasa pada masa
kepemimpinan Sunan Gunung Jati

Pengangkatan juru kunci di situs makam


Syekh Quro dikuatkan oleh pihak Keraton
Kanoman, Cirebon.

Syekh Quro memberikan ajaran yang


kemudian dilanjutkan oleh murid-murid
Wali Sanga. Makam Syeikh Quro terletak
di Pulobata, Kecamatan Lemahabang.

Masa kekuasaan Kesultanan


Cirebon

Setelah Kerajaan Sunda runtuh maka


wilayah antara sungai Angke dan sungai
Cipunegara terbagi dua. Menurut Carita
Sajarah Banten, Sunan Gunung Jati pada
abad ke 15[12] membagi wilayah antara
sungai Angke dan sungai Cipunegara
menjadi dua bagian dengan sungai
Citarum sebagai pembatasnya, sebelah
timur sungai Citarum hingga sungai
Cipunegara masuk wilayah Kesultanan
Cirebon yang sekarang menjadi
Kabupaten Karawang, Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang dan
sebelah barat sungai Citarum hingga
sungai Angke menjadi wilayah bawahan
Kesultanan Banten dengan nama
Jayakarta.[13][14].

Pemerintahan mandiri
Sebagai suatu daerah berpemerintahan
sendiri tampaknya dimulai semenjak
Karawang diduduki oleh Kesultanan
Mataram, di bawah pimpinan
Wiraperbangsa dari Sumedang Larang
tahun 1632. Kesuksesannya
menempatkannya sebagai wedana
pertama dengan gelar Adipati Kertabumi
III. Semenjak masa ini, sistem pertanian
melalui pengairan irigasi mulai
dikembangkan di Karawang dan
perlahan-lahan daerah ini menjadi daerah
pusat penghasil beras utama di Pulau
Jawa hingga akhir abad ke-20.

Selanjutnya, Karawang menjadi


kabupaten dengan bupati pertama Raden
Adipati Singaperbangsa bergelar
Kertabumi IV yang dilantik 14 September
1633. Tanggal ini dinobatkan menjapada
hari jadi Kabupaten Karawang.
Selanjutnya, bupatinya berturut-turut
adalah R. Anom Wirasuta 1677-1721, R.
Jayanegara (gelar R.A Panatayuda II)
1721-1731, R. Martanegara (R.
Singanagara dengan gelar R. A
Panatayuda III) 1731-1752, R. Mohamad
Soleh (gelar R. A Panatayuda IV) 1752-
1786. Pada rentang ini terjadi peralihan
penguasa dari Mataram kepada VOC
(Belanda).

Menjelang kemerdekaan
Pada masa menjelang Kemerdekaan
Indonesia, Kabupaten Karawang
menyimpan banyak catatan sejarah.
Rengasdengklok merupakan tempat
disembunyikannya Soekarno dan Hatta
oleh para pemuda Indonesia untuk
secepatnya merumuskan naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
pada tanggal 16 Agustus 1945.

Kabupaten Karawang juga menjadi


inspirasi sastrawan Chairil Anwar
menulis karya Antara Karawang-Bekasi
karena peristiwa pertempuran di daerah
sewaktu pasukan dari Divisi Siliwangi
harus meninggalkan Bekasi menuju
Karawang yang masih menjadi daerah
kekuasaan Republik.

Kecamatan Rengasdengklok adalah


daerah pertama milik Republik Indonesia
yang gagah berani mengibarkan bendera
Merah Putih sebelum Proklamasi
kemerdekaan Indonesia di Gaungkan.
Oleh karena itu selain dikenal dengan
sebutan Lumbung Padi Karawang juga
sering disebut sebagai Kota Pangkal
Perjuangan. Di Rengasdengklok didirikan
sebuah monumen yang dibangun oleh
masyarakat sekitar, kemudian pada
masa pemerintahan Megawati didirikan
Tugu Kebulatan Tekad untuk mengenang
sejarah Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan

Wilayah Karawang pada masa lalu (hasil


pembagian oleh Sunan Gunung Jati pada
abad ke 15) kemudian dipecah menjadi
dua bagian pada masa perang
kemerdekaan sekitar tahun 1948 dengan
sungai Citarum dan sungai Cilamaya
menjadi pembatasnya, wilayah
Kabupaten Karawang Barat meliputi
wilayah Kabupaten Karawang sekarang
ditambah desa-desa di sebelah barat
Citarum yaitu desa-desa Sukasari dan
Kertamanah dengan ibukota di
kecamatan Karawang, sementara
Kabupaten Karawang Timur meliputi
wilayah Kabupaten Purwakarta dikurangi
desa-desa di kecamatan Sukasari (yang
dahulu masih bagian dari Kabupaten
Karawang) dan Kabupaten Subang
dengan ibukota di kecamatan
Subang.[15].

lalu kemudian pada tahun 1950 nama


Kabupaten Karawang Timur diubah
menjadi Kabupaten Purwakarta dengan
ibukota di kecamatan Subang dan
Kabupaten Karawang Barat menjadi
Krawang dengan ibukota di kecamatan
Karawang.[16].

Pada tahun 1968 terjadi pemekaran


wilayah Kabupaten Purwakarta yang
sebelumnya bernama Kabupaten
Karawang Timur menjadi Kabupaten
Subang dengan ibukota di kecamatan
Subang dan Kabupaten Purwakarta
dengan ibukota di kecamatan
Purwakarta, karena pada tahun yang
sama berlangsung proyek besar
bendungan Ir. Djuanda atau yang dikenal
dengan nama Bendungan Jatiluhur maka
pemerintah pusat pada masa itu merasa
perlu untuk menyatukan wilayah waduk
Jatiluhur ke dalam satu wilayah kerja
yang akhirnya diputuskan dimasukan ke
dalam wilayah Kabupaten Purwakarta
sehingga pada tahun 1968 wilayah
Kabupaten Krawang harus melepaskan
desa-desa yang berada disebelah barat
sungai Citarum yang masuk dalam
proyek besar bendungan Ir. Djuanda atau
Bendungan Jatiluhur, desa-desa tersebut
adalah desa-desa Sukasari dan
Kertamanah yang sekarang masuk
dalam kecamatan Sukasari, Kabupaten
Purwakarta, sehingga dengan
diterbitkannya Undang-Undang No. 4
Tahun 1968 maka wilayah Kabupaten
Krawang menjadi berkurang dan wilayah
inilah yang dikemudian hari disebut
sebagai Kabupaten Karawang[17]
Candi Jiwa di Situs Percandian Batujaya

Gedung Juang Karawang

Geologi
Wilayah Kabupaten Karawang sebagian
besar dataran pantai yang luas,
terhampar di bagian pantai Utara dan
merupakan endapan batuan sedimen
yang dibentuk oleh bahan–bahan lepas
terutama endapan laut dan aluvium
vulkanik. Sedangkan di bagian tengah
kawasan perbukitan yang sebagian besar
terbentuk oleh batuan sedimen, sedang
di bagian Selatan terdapat Gunung
Sanggabuana dengan ketinggian ± 1.291
m di atas permukaan laut.

Topografi

Sebagian besar wilayah Kabupaten


Karawang adalah dataran rendah, dan di
sebagian kecil di wilayah selatan berupa
dataran tinggi.
Iklim

Sesuai dengan bentuk morfologinya


Kabupaten Karawang terdiri dari dataran
rendah yang mempunyai temperatur
udara rata-rata 270C dengan tekanan
udara rata-rata 0,01 milibar, penyinaran
matahari 66 persen dan kelembaban
nisbi 80 persen. Curah hujan tahunan
berkisar antara 1.100 – 3.200 mm/tahun.
Pada bulan Januari sampai April bertiup
angin Muson Laut dan sekitar bulan Juni
bertiup angin Muson Tenggara.
Kecepatan angin antara 30 – 35 km/jam,
lamanya tiupan rata-rata 5 – 7 jam.

Hidrografi
Kabupaten Karawang dilalui oleh aliran
sungai yang melandai ke arah utara:
Cibe'et yang mengalir dari selatan
karawang menuju sungai citarum yang
juga menjadi batas antara Kabupaten
Karawang dan Bekasi,Citarum, yang
merupakan pemisah Kabupaten
Karawang dari Kabupaten Bekasi, dan
Cilamaya, yang merupakan batas wilayah
dengan Kabupaten Subang. Selain
sungai, terdapat juga tiga buah saluran
irigasi yang besar yaitu Saluran Induk
Tarum Utara, Saluran Induk Tarum
Tengah dan Saluran Induk Tarum Barat
yang dimanfaatkan untuk pengairan
sawah, tambak, dan pembangkit tenaga
listrik.

Curah hujan

Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi


oleh keadaan iklim, keadaan orografi dan
perputaran/ pertemuan arus udara. Oleh
karena itu, jumlah curah hujan sangat
beragam menurut bulan. Catatan rata-
rata curah hujan di Kabupaten Karawang
selama tahun 2005 mencapai 2.534 mm
dengan rata-rata curah hujan per bulan
sebesar 127 mm, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan rata-rata curah
hujan pada tahun 2004 yang mencapai
1.677 mm dengan rata-rata curah hujan
per bulannya mencapai 104 mm. Kadang
suka pindah ke wilayah Kabupaten
Bekasi awannya biar Jakarta hujan
deras.

Pada tahun 2005 rata-rata curah hujan


tertinggi terjadi di Kecamatan Tegalwaru
yaitu mencapai 318 mm per bulan, dan
yang terendah terjadi di Kecamatan
Talagasari yaitu hanya 51 mm.

Curug Cigentis
Demografi
Penduduk umumnya adalah suku Sunda
yang menggunakan Bahasa Sunda. Di
daerah utara Kabupaten Karawang,
seperti di Kecamatan Batujaya dan
Kecamatan Pakisjaya, Kecamatan
Tempuran Kecamatan Cilamaya, mereka
menggunakan Bahasa Sunda Kasar,
beberapa kosakata yang mereka
gunakan adalah 'aing' (bhs. Sunda
standar kuring/abdi), 'nyanéh' (bhs.
Sunda standar manéh/anjeun), nyanéhna
(bhs. Sunda standar manéhna/anjeunna),
nyaranéhna (bhs. Sunda standar
maranéhna/aranjeunna), manyaho (bhs.
Sunda standar nyaho/terang). Tetapi di
daerah selatan Kabupaten Karawang,
mereka menggunakan bahasa Sunda
standar.

Penduduk Kabupaten Karawang


mempunyai mata pencaharian yang
beragam, tetapi di sejumlah kecamatan,
mayoritas masyarakatnya bekerja
sebagai petani atau pembajak sawah
karena Kabupaten Karawang adalah
daerah penghasil padi.
Mesjid Agung Karawang

Vihara Hiap Thian Kiong


Pusat Pertokoan Jalan Tuparev

Stasiun Karawang
Mall Karawang

Bagian dalam Stasiun Besar Cikampek

Penduduk menurut jenis


kelamin
Tahun/
Jenis 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kelamin

Laki-laki - 916.554 935.634 972.174 968.511 985.727 - - -

Perempuan - 872.971 927.205 931.337 965.761 985.736 - - -

Total - 1.799.525 1.862.839 1.903.511 1.934.272 1.971.463 - - -

Sumber: Buku DDA: BPS Kabupaten Karawang[18]

Jumlah penduduk, rumah


tangga, dan rata-rata
penduduk per rumah tangga
Tahun/
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Rincian

Penduduk - - - - 1.934.272 1.971.463 - - -

Rumahtangga - - - - 475.251 490.414 - - -

Penduduk/Rumahtangga - - - - 4,07 4,02 - - -

Sumber: Buku DDA: BPS Kabupaten Karawang[18]

Pemerintahan
Kabupaten Karawang terdiri atas 30
kecamatan, yang dibagi lagi atas 197
desa dan 12 kelurahan. Pusat
pemerintahan di Kecamatan Karawang
Timur, tepatnya di kelurahan Karawang
Wetan.

Potensi

Kabupaten Karawang merupakan lokasi


dari beberapa kawasan industri, antara
lain Karawang International Industry City
KIIC, Kawasan Surya Cipta, Kawasan
Bukit Indah City atau BIC di jalur
Cikampek (Karawang). Salah satu
industri strategis milik negara juga
memiliki fasilitasnya di deretan kawasan
industri tersebut, yaitu Perusahaan
Umum Percetakan Uang Republik
Indonesia (http://www.peruri.co.id/ )
yang mencetak uang kertas, uang logam,
maupun dokumen-dokumen berharga
seperti paspor, pita cukai, meterai dan
lain sebagainya.

Di bidang pertanian, Karawang terkenal


sebagai lumbung padi Jawa Barat.

Stasiun radio

Suara Kita 88,2 MHz jangkauan


Karawang, Bekasi, Subang, sebagian
Jakarta dan Bogor

Pemekaran daerah

Karawang merupakan ibukota Kabupaten


Karawang yang direncanakan akan
dimekarkan dari Kabupaten Karawang
yang terdiri dari 4 kecamatan, yakni
kecamatan Karawang Barat, kecamatan
Karawang Timur, kecamatan Telukjambe
Timur dan kecamatan Telukjambe Barat
dan nantinya ibukota Kabupaten
Karawang akan dipindahkan ke
Cikampek.[19]

Namun jika Cikampek juga dimekarkan


menjadi kota juga seperti Karawang,
maka ibukota Kabupaten Karawang akan
dipindahkan ke kecamatan Talagasari
karena selain terletak ditengah - tengah
Kabupaten Karawang, juga dekat dengan
Pelabuhan Cilamaya yang akan dibangun
dan akan menjadi pusat perekonomian
yang baru.[20]
Fauna identitas
Ayam Ciparage adalah ayam khas asli
dari Kabupaten Karawang yang
merupakan ayam laga legendaris, Karena
ayam ini memiliki gaya bertarung yang
cepat seperti ayam Birma. Pukulan
tajinya akurat dan bertubi-tubi mengarah
ke kepala dan leher lawan. Gaya
bertarung seperti ini sangat "mematikan"
bagi lawan yang ukuran tubuhnya sama.
Bahkan, ayam Ciparage seringkali
mampu mengalahkan lawan yang lebih
besar. Ayam Ciparage adalah varietas
ayam petarung lokal terbaik asli
Indonesia. Ayam ini berasal dari
kampung Ciparage, Desa Cilamaya,
Kabupaten Karawang Provinsi Jawa
Barat. Konon ayam Ciparage adalah
keturunan dari ayam milik adipati
Singaperbangsa yang melegenda.

Flora identitas
Flora atau tumbuhan yang menjadi
identitas wilayah kabupaten Karawang
adalah Jambu air Cincalo, menurut data
statistik dari dinas pertanian provinsi
Jawa Barat, wilayah kabupaten
Karawang merupakan wilayah yang
terbesar sebagai sentra penanaman
pohon Jambu. Jambu air Cincalo yang
berwarna merah banyak terdapat di
wilayah kabupaten Karawang yang oleh
masyarakat sekitar disebut sebagai
Jambu Bolang[21] yang jika matang maka
akan berwarna merah tua kebiruan
dengan rasa manis asam segar,
kecamatan yang terkenal dengan "Jambu
Bolang" ini adalah kecamatan
Tirtajaya[22]

Kesenian Daerah

Pagelaran Wayang kulit Cirebon pada Mei 2015 yang


diabadikan oleh Arie Nugraha (budayawan Cirebon)
dengan lakon "Rit Madenda" di desa Mekar Asih,
kecamatan Banyu Sari, kabupaten Karawang yang
y gy g
dipimpin oleh Ki Dalang Enang Sutriya

Kesenian daerah kabupaten Karawang


dipengaruhi oleh budaya dari tiga suku
asli Jawa Barat yaitu Sunda, Betawi dan
Cirebon.

Wayang kulit Cirebon di


Karawang

Wayang kulit Cirebon yang terdapat di


wilayah kabupaten Karawang merupakan
bagian dari wilayah pedalangan Cirebon
gaya kulonan yang di antaranya berada di
kabupaten Subang dan kabupaten
Karawang, pada pola penyebarannya di
kabupaten Karawang wilayah desa-desa
di kecamatan Cilamaya Wetan,
kabupaten Karawang ( termasuk di
antaranya wilayah desa Cilamaya dan
pemekarannya ), sebagian wilayah desa
di kecamatan Banyu Sari ( termasuk di
antaranya desa Banyu Asih ) menjadi
pusat utama pelestariannya , desa-desa
tersebut juga bersinergi dengan desa-
desa lain yang masih satu budaya di
wilayah kabupaten Subang seperti desa
Rawa Meneng dan sekitarnya yang juga
memegang peranan penting dalam
menghidupkan dan melestarikan wayang
kulit Cirebon di kabupaten Karawang

Gaya sunggingan (pewarnaan) pada


wayang kulit Cirebon gaya kulonan
terutama Cilamaya memiliki perbedaan
yang tidak jauh dengan gaya sunggingan
wayang kulit Cirebon gaya kidulan
terutama Palimanan, menurut Waryo
(budayawan Cirebon) hal tersebut
dimungkinkan karena pada masa lalu
para pedalang dan pengrajin wayang
antar kedua wilayah saling bertukar dan
saling melakukan pembelian wayang
kulit cirebon.

Tradisi Mapag Sri dan Wayang


kulit Cirebon

Tahun 2014 tepatnya pada bulan Oktober


menandai berakhirnya kekosongan
tradisi syukuran panen atau yang oleh
masyarakat setempat dikenal dengan
istilah mapag sri yang selama kurang
lebih lima puluh tahun hampir tidak
pernah digelar di blok Cibango, desa
Cilamaya, kecamatan Cilamaya Wetan,
kabupaten Karawang. Tradisi ini juga
disempurnakan dengan pagelaran
wayang kulit cirebon gaya kulonan (
cilamaya ).

Menurut Aef Sudrajat yang merupakan


ketua Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) Saluyu yang menggelar
syukuran tersebut, kekosongan yang
terjadi selama kurang lebih lima puluh
tahun disebabkan oleh modernisasi dan
rendahnya kesadaran masyarakat untuk
melestarikan tradisi syukuran.[23]
Berkurangnya masyarakat yang
melakukan tradisi syukuran mapag sri
dimungkinkan terjadi dalam kondisi
masyarakat yang mayoritas muslim
dikarenakan dalam salah satu urutan
prosesi tradisi mapag sri ada sebuah
prosesi mengarak simbolisasi dewi sri
untuk mengelilingi kampung yang oleh
beberapa kalangan masyarakat muslim
bagian ini dianggap tidak Islami walau
bagian lain dalam prosesi syukuran
mapag sri pada budaya Cirebon telah
kental nuansa Islamnya. Beberapa
masyarakat adat Cirebon telah
mengganti simbolisasi dewi sri ini
dengan sepasang pengantin padi seperti
pada tradisi mapag sri di pesisir timur
kabupaten Indramayu sehingga tidak
bertentangan dengan nilai-nilai
keislaman.[24]

Pada masyarakat adat Cirebon di wilayah


Cilamaya dan sekitarnya, tradisi syukuran
mapag sri dimaknai sebagai wujud
syukur kepada Allah swt menjelang
musim panen, tradisi syukuran mapag sri
merupakan bagian dari rangkaian tradisi
panen, pasca panen dan menjelang
tanam padi, pada masyarakat adat
Cirebon di wilayah Cilamaya dan
sekitarnya rangkaian tradisi selanjutnya
setelah syukuran mapag sri adalah tradisi
hajat bumi atau dalam bahasa setempat
dikenal dengan istilah Babaritan yang
dilakukan setelah prosesi panen dan
kemudian tradisi mapag cai ( membawa
air ) yang dilakukan menjelang musim
tanam.

Menurut Aef Sudrajat prosesi Mapag Sri


di wilayahnya dapat dilakukan dengan
dukungan dari donatur dan sumbangan
dari delapan kelompok tani yang
tergabung di dalam Gapoktan
pimpinannya, prosesi mapag sri
disempurnakan dengan pagelaran
wayang kulit cirebon gaya kulonan yang
dipimpin oleh Ki Dalang Udama dari desa
Rawa Meneng, kecamatan Blanakan,
kabupaten Subang. Pagelaran wayang
kulit cirebon gaya kulonan tersebut
dipentaskan siang - malam di kompleks
pemakaman sesepuh blok Cibango, oleh
masyarakat sekitar prosesi pagelaran
wayang kulit ini disebut "prosesi
ngaruwat" atau selamatan guna
memohon doa dari Allah swt agar
dijauhkan dari bahaya, penyakit dan
kesulitan. pada pagelaran wayang kulit
cirebon yang menjadi pelengkap prosesi
adat mapag sri, lakon wayang yang
biasanya dipentaskan adalah lakon
Sulanjana yang bercerita tentang asal
muasalnya padi.

Set Wayang kulit Cirebon gaya


Kulonan ( Cilamaya )
Bisma wicara pada Wayang kulit
Cirebon gaya kulonan - 'ditatah oleh Arie
Nugraha dan Ki Tasma Atmaja

Bambang Arasoma pada Wayang kulit


Cirebon gaya kulonan yang disungging
oleh Arie Nugraha ( lakon ini terdapat
kerusakan pada ornamen Garuda
Mungkur kecilnya yang terdapat di atas
kepala )

Salya pada Wayang kulit Cirebon gaya


kulonan - ditatah oleh Arie Nugraha dan
Ki Tasma Atmaja.
Pangeran Duryodana pada Wayang kulit
Cirebon gaya kulonan - karya Ki Ardi,
disungging ulang oleh Ki Enang Sutria
dan dibrom ulang oleh Arie Nugraha.
Gunungan Wayang kulit Cirebon gaya
Kulonan ( Cilamaya ) dengan Kayon
Windu, ditatah oleh Ki Tasma Atmaja
dan disungging oleh Arie Nugraha

Jabang karya Arie Nugraha


Arjuna ( mangu ) - ditatah oleh Arie
Nugraha dan Ki Tasma Atmaja

Begawan Sekutrem pada Wayang kulit


Cirebon gaya kulonan karya Arie
Nugraha
Betara Guru - ditatah oleh Arie Nugraha
dan Ki Tasma Atmaja

Betara Narada pada Wayang kulit


Cirebon gaya Kulonan karya Pak Usup
Betara Narada pada Wayang kulit
Cirebon gaya Kulonan karya Arie
Nugraha

Cungkring pada Wayang kulit Cirebon


gaya kulonan
Semar ( Jamblang ) pada Wayang kulit
Cirebon gaya kulonan, cempurit
disungging oleh Arie Nugraha

Bagong Sunda - disungging oleh Arie


Nugraha
Togog pada Wayang kulit Cirebon gaya
kulonan

Transportasi
Ibukota kabupaten Karawang berada di
jalur pantura. Kabupaten Karawang
dilintasi ruas jalan tol Jakarta-
Cikampek(Karawang) serta Cipularang
(Cikampek(Karawang)-Purwakarta-
Padalarang) dan Cipali
(Cikopo(Karawang)-Palimanan(Cirebon)).
Cikampek merupakan kecamatan yang
berada di bagian timur Kabupaten
Karawang. Di Cikampek terdapat stasiun
kereta api yang merupakan pertemuan
dua jalur utama dari Bandung dan dari
Cirebon menuju Jakarta.

Pariwisata[25]
Pantai Tanjung Pakis
Bendungan Walahar
Curug Bandung
Curug Cigeuntis
Pantai Tanjung Pakis
Pantai Samudra Baru
Pantai Tanjung Baru
Danau Cipule
Olahraga
Karawang adalah tuan rumah
PORPROV Jabar X tahun 2006.
Klub olahraga yang berbasis di
kabupaten Karawang di antaranya
adalah Persika Karawang dan Pelita
Jaya FC (sepak bola), Persika
Karawang dan Pelita Jaya
menggunakan Stadion
Singaperbangsa.

Lihat pula
Daftar bupati Karawang
Jabotabek - Cirangkarta

Referensi
1. ^ "Perpres No. 10 Tahun 2013" . 2013-
02-04. Diakses tanggal 2013-02-15.
2. ^ Penduduk Kabupaten Karawang tahun
2007 menurut BPS Provinsi Jawa Barat
3. ^ Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
No. 5 Tahun 2003
4. ^ Peta Budaya Provinsi Jawa Barat
Tahun 2011
5. ^ Gatra
6. ^ Sumarecon Karawang
7. ^ Daftar gedung tertinggi di
Karawang#Referensi
8. ^ Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta
Jilid II, Adolf Heuken SJ, Cipta Loka
Caraka, Jakarta, 2000
9. ^ Yuanzhi Kong, Hembing
Wijayakusuma. 2011. Muslim Tionghoa
Cheng Ho: misteri perjalanan muhibah di
Nusantara. : Yayasan Obor Indonesia.
10. ^ [1] |Kerajaan Pura
11. ^ [2] |Sumur Jalatunda - IAIN Syekh
Nurjati
12. ^ [3] |Sungai Citarum Sekilas Sejarah,
Banjir: Dulu hingga Sekarang, Menuju
Tujuan Bersama
13. ^ Perang, Dagang, Persahabatan:
Surat-surat Sultan Banten, Titik
Pudjiastuti, Buku Obor, Jakarta, 2007
14. ^ [4] |jayakarta
15. ^ Surat Keputusan DPRD Kabupaten
Subang - DPRD No.: 01/SK/DPRD/1977
16. ^ Undang-Undang No. 14 tahun 1950 -
Tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten
Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat
17. ^ Undang-Undang No. 4 Tahun 1968 -
Pembentukan Kabupaten Purwakarta Dan
Kabupaten Subang Dengan Mengubah
Undang-Undang NO.14 Tahun 1950
Tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi
Jawa Barat
18. ^ a b Buku DDA: BPS Kabupaten
Karawang
19. ^ Wacana Pemekaran Kabupaten
Karawang Kembali Santer pikiran-
rakyat.com
20. ^ Cikampek Layak Pisahkan Diri Dari
Karawang inilah.com
21. ^ Warintek kabupaten Bantul - Jambu
Air
22. ^ Karawang News - Produksi Buah
Jambu Bisa Meningkatkan Ekonomi
Warga Miskin (edisi tahun 2013)
23. ^ Radar Karawang - Petani Gelar
Wayang Kulit (edisi tahun 2014)
24. ^ Pambudi, J. 2013. Mapag Sri, Cara
Petani Syukuri Hasil Bumi. Bandung :
Pikiran Rakyat
25. ^ Kutayu

Pranala luar
(Indonesia) Situs web terintegrasi
Kabupaten Karawang
(Indonesia) Sejarah singkat Karawang

(Indonesia) Karawang Info - Gerbang


Informasi Karawang

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kabupaten_Karawang&oldid=13183603"

Lihat riwayat suntingan halaman ini.

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai