Kabupaten Karawang
Abad ke-17 kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram dengan rajanya yang
terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Agung adalah seorang raja
yang tidak menginginkan wilayah Nusantara dikuasai atau dijajah oleh bangsa asing
dan ingin mempersatukan Nusantara dibawah satu kekuasaan bangsa sendiri.
Pada abad ke-17 VOC sudah menanamkan kekuasaannya di Batavia oleh karena itu
Sultan Agung berupaya mengusir VOC dari bumi Nusantara dengan jalan menyerang
Batavia, tetapi pada waktu itu para raja di wilayah Nusantara belum ada persatuan
dan kesatuan untuk menghadapi musuh dari luar, masing-masing berjuang sendiri
bahkan ada sebagian yang memihak penjajah.
Hal ini disebabkan adanya politik Devide Et Impera dari penjajah sehingga Sultan
Agung bukan saja harus berhadapan dengan serdadu VOC tetapi juga harus
menghadapi tentara dari kerajaan Banten. Sebagai daerah atau tempat untuk
menyerang VOC di Batavia, Karawang pada waktu itu dikuasasi oleh para prajurit
Mataram dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan. Sultan Agung
memerintahkan Rangga Gede untuk :
Menjelang Proklamasi Kemerdakaan Bung Karno dan Bung Hatta bersama para
pemuda militan mempersiapkan diri di Rengasdengklok tepatnya di Kampung Bojong
Kecamatan Rengasdengklok, Proklamator Sukarno – Hatta menyusun naskah
proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945.
Peristiwa penting ini merupakan bukti otentik bahwa Kabupaten Karawang memiliki
nilai HISTORIS yang besar peranannya bagi kejayaan Nusa dan Bangsa sehingga
tidak berlebihan kiranya Karawang diberi julukan sebagai daerah pangkal
perjuangan, maka di tempat-tempat tersebut dibangun tugu kesepakatan kebulatan
tekad untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini tentunya
mendorong semua pihak untuk berperan serta dalam melaksanakan pembangunan
dengan lebih giat lagi.
Pada masa penyebaran agama Islam di Karawang, komplek pemakaman Syech Quro
masih merupakan hutan belantara dan rawa-rawa. Hal ini bisa kita duga apabila
menelaah asal kata Karawang berasal dari bahasa sunda Ka-Rawa-an yang artinya
tempat penuh rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten
Karawang yang berawa-rawa. Bukti yang
memperkuat pendapat tersebut yakni dengan banyaknya nama-nama daerah di
Kabupaten Karawang yang diawali dengan kata Rawa seperti; Rawasari,
Rawagempol, Rawa sikut, Rawa Gede, Rawa Merta, Rawa Gabus dan rawa-rawa
lainnya.
Namun, menurut sumber lain pada buku-buku Portugis (tahun 1512 dan 1522)
menyebutkan, nama Karawang diambil dari bahasa Portugis “Caravan”. Istilah ini
diberikan bangsa Portugis karena apabila orang-orang yang bepergian akan melawati
daerah rawan, untuk keamanan mereka pergi berkafilah-kafilah dengan
menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau Keledai. Demikian pula halnya
yang terjadi pada jaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah yang dalam bahasa
Portugis disebut “Caravan” membuat pelabuhan-pelabuhan di sekitar muara sungai
Citarum yang menjorok ke pedalaman Karawang. Sehingga disebut dengan
“Caravan” yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dalam sumber pada buku-
buku Portugis (tahun 1512 dan 1522) tadi, Karawng memang terletak di sekitar
Sungai Citarum. Memang pada masa itu, keberadaan Karawang dikenal sebagai jalu
Lalu Lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Padjajaran
dengan Kerajaan Galuh Pakuan yang berpusat di daerah Ciamis.
Hal diatas ada kaitannya dengan yang dijelaskan Tendam. Menurut Tendam”…dari
Pakuan Padjajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah,
Warung Gede, Tanjung Pura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Sagalaherang terus ke
Sumedang, Tomo, Sindang Kasih, Raja
Galuh, Talaga, Kawali dan akhirya berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan
Bojong Galuh. Luas wlayah kabupaten Karawang saat itu, tidak sama dengan luas
wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada masa itu, luas wilayah
Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Perang Mataram-Banten
Kerajaan Padjajaran runtuh pada tahun 1579 M. Pada tahun 1570 M kerajaan
Sumedang Larang berdiri sebagai penerus kerajaan Padjajaran dengan rajanya yang
bernama Prabu Geusan Ulun, putra pasangan Ratu Pucuk Umum (disebet juga
Pengeran istri) deingan Pangeran Santri
keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Kerajaan Ilam Sumedang Larang, pusat
pemerintahannya berada di Dayeuh Luhur membawahi Sumedang, Galuh,
Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608,
dan digantikan oleh putranya Rangga Gempol Kusumahdinata, putra Prabu Geusan
Ulun dari istrinya Harismaya keturunan Madura.
Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri kerajaan Mataram dengan rajanya Sultan
Agung (1613-1345) yang bercita-cita ingin menguasai Pulau Jawa dan mengusir
Kompeni (Belanda) dari
Batavia.
Demi menjaga keselamatan wilayah kekuasaan Mataram di daerah Barat, pada tahun
1628 dan 1629, Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di
Batavia. Namun gagal sehubungan situasi medan yang sangat berat dan
berjangkitnya penyakit Malaria serta karena kurangnya kebutuhan logistik.
Tahun 1632, Sultan Agung mengutus Wiraperbangsa Sari Galuh untuk membawa
1000 prajurit beserta keluarganya ke Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh
Wiraperbangsa adalah selain membebaskan pengaruh Banten di Karawang juga
untuk mempersiapkan kebutuhan logistik sebagai bekal melakukan penyerangan
kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.
Demikian isi ‘Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede’ yang dibuat pada tanggal
10 bulan Mulud tahun Alif atau hari Rabu tanggal 10 Rabi’ul awal tahun 1043 hijriah,
yang bertempatan dengan tanggal 14 September 1633 Masehi dan pada hitungan
tahun Jawa/Saka adalah hari Rabu tanggal 10 Mulud 1555.
Tanggal yang tercantum dalam isi Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede
kemudian dijadikan sebagai “Hari Jadi Kabupaten Karawang”. Penetapan tanggal itu
berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan surat Keputusan
Bupati Kepala daerah Tingkat II Karawang, Letkol (inf) H. Husni Hamid dengan SK-nya
nomor 170/PEM/H?SK/1968 pada tanggal 1 Juni 1968. adapun bukti hasil penelitian
dan pengkajian itu terdapat dalam tulisan para pakar sejarah yakni; Dr. Brenes
dalam “Tyds Taal Land en Volkenkude’ XXVIII halaman 352, 355 yang menetapkan
tahun 1633 sebagai tahun jadinya Karawang.