Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Singkat

Kabupaten Karawang
Abad ke-17 kerajaan terbesar di Pulau Jawa adalah Mataram dengan rajanya yang
terkenal yaitu Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Agung adalah seorang raja
yang tidak menginginkan wilayah Nusantara dikuasai atau dijajah oleh bangsa asing
dan ingin mempersatukan Nusantara dibawah satu kekuasaan bangsa sendiri.

Pada abad ke-17 VOC sudah menanamkan kekuasaannya di Batavia oleh karena itu
Sultan Agung berupaya mengusir VOC dari bumi Nusantara dengan jalan menyerang
Batavia, tetapi pada waktu itu para raja di wilayah Nusantara belum ada persatuan
dan kesatuan untuk menghadapi musuh dari luar, masing-masing berjuang sendiri
bahkan ada sebagian yang memihak penjajah.

Hal ini disebabkan adanya politik Devide Et Impera dari penjajah sehingga Sultan
Agung bukan saja harus berhadapan dengan serdadu VOC tetapi juga harus
menghadapi tentara dari kerajaan Banten. Sebagai daerah atau tempat untuk
menyerang VOC di Batavia, Karawang pada waktu itu dikuasasi oleh para prajurit
Mataram dijadikan sebagai basis atau pangkal perjuangan. Sultan Agung
memerintahkan Rangga Gede untuk :

• Mempersiapkan bala tentara/membenahi


prajurit
• Mempersiapakan logistik dengan jalan menjadikan daerah Karawang menjadi
lumbung padi.

Tanggal 14 September 1633 Masehi, bertepatan dengan Tanggal 10 Maulud 143


Hijriyah. Raja Mataram, Sultan Agung melantik Singaperbangsa sebagai Bupati
Karawang pertama, sehingga secara tradisi setiap tanggal 10 Mualud diperingati
sebagai Hari Jadi Kabupaten Karawang.

Pada zaman revolusi kemerdekaan Republik Indonesia, Karawang merupakan salah


satu daerah yang menjadi kancah perjuangan melawan penjajah Belanda, seperti
yang dilukiskan dalam sajak Chairil Anwar berjudul " Karawang Bekasi".

Menjelang Proklamasi Kemerdakaan Bung Karno dan Bung Hatta bersama para
pemuda militan mempersiapkan diri di Rengasdengklok tepatnya di Kampung Bojong
Kecamatan Rengasdengklok, Proklamator Sukarno – Hatta menyusun naskah
proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Peristiwa penting ini merupakan bukti otentik bahwa Kabupaten Karawang memiliki
nilai HISTORIS yang besar peranannya bagi kejayaan Nusa dan Bangsa sehingga
tidak berlebihan kiranya Karawang diberi julukan sebagai daerah pangkal
perjuangan, maka di tempat-tempat tersebut dibangun tugu kesepakatan kebulatan
tekad untuk memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini tentunya
mendorong semua pihak untuk berperan serta dalam melaksanakan pembangunan
dengan lebih giat lagi.

Pelat Kuning Kandang Sapi Gede Mengawali berdirinya


Kabupaten Karawang
Karawang berdiri sejak dikeluarkannya piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede oleh
Sultan Agung kepada Raden Singaperbangsa dan Raden Wirasaba, 3,8 abad lampau.
Saat itu, wilayah Karawang sangat luas, meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta.

Memasuki sejarah perjalanan Kabupaten Karawang, kita awali dengan kedatangan


seorang Hafidz Qur’an dari Champa sekitar abad ke XV masehi yang bernama Syech
Hasanudin bin Yusuf Idofi, atau yang terkenal dengan julukannya, Syech Quro. Ia
mendirikan paguron-paguron islam di Karawang, tepatnya di kampung Pulobata desa
Pulokalapa, kecamatan
Lemahabang-Wadas. Sejak penyebaran agama yang diwahyukan Allah SWT kepada
Rasulullah SAW itulah, kemudian agama Islam menyebar di seantero jagat oleh para
waliullah yang terkenal dengan sebutan wali Sanga.

Pada masa penyebaran agama Islam di Karawang, komplek pemakaman Syech Quro
masih merupakan hutan belantara dan rawa-rawa. Hal ini bisa kita duga apabila
menelaah asal kata Karawang berasal dari bahasa sunda Ka-Rawa-an yang artinya
tempat penuh rawa. Nama tersebut sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten
Karawang yang berawa-rawa. Bukti yang
memperkuat pendapat tersebut yakni dengan banyaknya nama-nama daerah di
Kabupaten Karawang yang diawali dengan kata Rawa seperti; Rawasari,
Rawagempol, Rawa sikut, Rawa Gede, Rawa Merta, Rawa Gabus dan rawa-rawa
lainnya.

Namun, menurut sumber lain pada buku-buku Portugis (tahun 1512 dan 1522)
menyebutkan, nama Karawang diambil dari bahasa Portugis “Caravan”. Istilah ini
diberikan bangsa Portugis karena apabila orang-orang yang bepergian akan melawati
daerah rawan, untuk keamanan mereka pergi berkafilah-kafilah dengan
menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau Keledai. Demikian pula halnya
yang terjadi pada jaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah yang dalam bahasa
Portugis disebut “Caravan” membuat pelabuhan-pelabuhan di sekitar muara sungai
Citarum yang menjorok ke pedalaman Karawang. Sehingga disebut dengan
“Caravan” yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dalam sumber pada buku-
buku Portugis (tahun 1512 dan 1522) tadi, Karawng memang terletak di sekitar
Sungai Citarum. Memang pada masa itu, keberadaan Karawang dikenal sebagai jalu
Lalu Lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Padjajaran
dengan Kerajaan Galuh Pakuan yang berpusat di daerah Ciamis.

Hal diatas ada kaitannya dengan yang dijelaskan Tendam. Menurut Tendam”…dari
Pakuan Padjajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah,
Warung Gede, Tanjung Pura, Karawang, Cikao, Purwakarta, Sagalaherang terus ke
Sumedang, Tomo, Sindang Kasih, Raja
Galuh, Talaga, Kawali dan akhirya berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis dan
Bojong Galuh. Luas wlayah kabupaten Karawang saat itu, tidak sama dengan luas
wilayah Kabupaten Karawang pada masa sekarang. Pada masa itu, luas wilayah
Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.

Perang Mataram-Banten
Kerajaan Padjajaran runtuh pada tahun 1579 M. Pada tahun 1570 M kerajaan
Sumedang Larang berdiri sebagai penerus kerajaan Padjajaran dengan rajanya yang
bernama Prabu Geusan Ulun, putra pasangan Ratu Pucuk Umum (disebet juga
Pengeran istri) deingan Pangeran Santri
keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Kerajaan Ilam Sumedang Larang, pusat
pemerintahannya berada di Dayeuh Luhur membawahi Sumedang, Galuh,
Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Prabu Geusan Ulun wafat pada tahun 1608,
dan digantikan oleh putranya Rangga Gempol Kusumahdinata, putra Prabu Geusan
Ulun dari istrinya Harismaya keturunan Madura.

Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri kerajaan Mataram dengan rajanya Sultan
Agung (1613-1345) yang bercita-cita ingin menguasai Pulau Jawa dan mengusir
Kompeni (Belanda) dari
Batavia.

Demi menjaga keselamatan wilayah kekuasaan Mataram di daerah Barat, pada tahun
1628 dan 1629, Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC (Belanda) di
Batavia. Namun gagal sehubungan situasi medan yang sangat berat dan
berjangkitnya penyakit Malaria serta karena kurangnya kebutuhan logistik.

Dengan kegagalan tersebut, Sultan Agung mencari strategi penyerangan terhadap


kompeni dan menunjuk Karawang sebagai pusat logistik yang mempunyai
pemerintahan sendiri dibawah kekuasaan Mataram dan dikomandani oleh seorang
pemimpin yang cakap dan ahli perang serta mampu menggerakkan masyarakat
untuk membangun pesawahan guna mendukung pengadaan
Logistik dalam persiapan melakukan penyeragan kembali terhadap VOC (Belanda)
diBatavia.

Tahun 1632, Sultan Agung mengutus Wiraperbangsa Sari Galuh untuk membawa
1000 prajurit beserta keluarganya ke Karawang. Tujuan pasukan yang dipimpin oleh
Wiraperbangsa adalah selain membebaskan pengaruh Banten di Karawang juga
untuk mempersiapkan kebutuhan logistik sebagai bekal melakukan penyerangan
kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia.

Tugas yang diemban Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik. Hasilnya


bahkan sempat dilaporkan kepada Sultan Agung di Mataram. Atas keberhasilannya,
Wiraperbangsa dianugerahi jabatan Wedana (sekarang tingkat Bupati) di Karawang
dan mendapat gelar Adipati Kertabumi III serta diberi hadiah senjata berupa sebilah
Keris yang bernama “Karo sinjang”.

Setelah penganugerahan dilakukan di Mataram, Wiraperbangsa melanjutkan kembali


tugasnya dan melakukan perjalanan ke Karawang. Namun takdir illahi berkata lain.
Saat singgah sementara untuk menjenguk keluarganya di Galuh, Wiraperbangsa
keburu wafat.

Pelat Kuning Kandang Sapi Gede


Jabatan Wiraperbangsa sebagai Wedana di Karawang kemudian digantikan oleh
anaknya yang bernama Raden Singaperbangsa yang di anugrahi gelar Adipati
Kertabumi IV memerintah di Karawang pada tahun 1633-1677. tugas pokok Raden
Singaperbangsa di awal kepemimpinannya adalah mengusir VOC (Belanda) di
Batavia.

Untuk itu, Raden Singaperbangsa membangun pesawahan untuk kebutuhan logistik


semasa perang. Selain itu, Raden Singaperbangsa juga mendapat tambahan 2000
keluarga.

Pembangunan pusat logistik dan pesawahan demi memenuhi kebutuhan logistik


perang itu tersurat dalam “Piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede” yang bunyinya
adalah sebagai berikut; “panget ingkang Piagam Kanjeng ing Ki Rangga Gede ing
Sumedang kagadehaken ing si Astrawardana. Mulane sun gdehi peagem, sun
kongkon anggraksa kaagengan dalem siti Nagara Agung, kilen waten Cipamingkis,
wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isina Pun Pari Limang tkes
punjul tiga welas jait. Basakala tan anggrawahani piagem, lagi lampahipan Kyai
Yudha-bangsa kaping kalih ki wangsa Taruna, ingkang potusan Kanjeng Dalem
Ambakta tata titi yang kalih ewu; Wadana nipun Kyai Singaperbangsa, kalih ki
Wirasaba kang dipunwadanahakeun ing manir. Sasangpun katampi dipunrenahakeun
Waringinpitu lan ing Tanjungpura, anggraksa siti NagaraGung Bongan Kilen, kala
nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi Mulud tahun alif. Kang anulis
piagem manira anggaprana titi”.

Terjemahan isi piagam tersebut didalam bahasa Indonesia adalah; “Peringatan


piagam Raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si
Astrawardana. Sebabnya maka saya serahi piagam, ialah karena saya berikan tugas
menjaga tanah negara agung di sebelah timur berbatas Cilamaya, serta saya
tugaskan menunggu lumbung berisi Padi lima takes lebih tiga welas jahit. Adapun
padai tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa, baskalatan yang menyaksikan
piagam dan kedua Ki Wangsataruna yang diutus oleh Raja untuk pergi dengan
membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kyai Singaperbangsa serta Ki
Wirasaba. Sesudah piagam diterima, kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu
dan di Tanjungpura. Tugasnya adalah menjaga tanah nagara agung di sebelah barat.
Piagam ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10
bulan Mulud tahun Alif. Yang menulis piagam ini ialah saya, Anggaprana. Selesai”.

Demikian isi ‘Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede’ yang dibuat pada tanggal
10 bulan Mulud tahun Alif atau hari Rabu tanggal 10 Rabi’ul awal tahun 1043 hijriah,
yang bertempatan dengan tanggal 14 September 1633 Masehi dan pada hitungan
tahun Jawa/Saka adalah hari Rabu tanggal 10 Mulud 1555.

Tanggal yang tercantum dalam isi Piagam Pelat Kuningan Kandang Sapi Gede
kemudian dijadikan sebagai “Hari Jadi Kabupaten Karawang”. Penetapan tanggal itu
berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan surat Keputusan
Bupati Kepala daerah Tingkat II Karawang, Letkol (inf) H. Husni Hamid dengan SK-nya
nomor 170/PEM/H?SK/1968 pada tanggal 1 Juni 1968. adapun bukti hasil penelitian
dan pengkajian itu terdapat dalam tulisan para pakar sejarah yakni; Dr. Brenes
dalam “Tyds Taal Land en Volkenkude’ XXVIII halaman 352, 355 yang menetapkan
tahun 1633 sebagai tahun jadinya Karawang.

Anda mungkin juga menyukai