Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH SINGKAT TERBENTUKNYA KABUPATEN KARAWANG

(Sumber : Catatan Sejarah Karawang dari Masa ke Masa; T. Bintang)

SEJARAH SINGKAT LAHIRNYA KABUPATEN KARAWANG


Bila kita melihat jauh ke belakang, ke masa Tarumanegara hingga lahirnya Kabupaten Karawang di Jawa
Barat, Berturut-turut berlangsung suatu pemerintahan yang teratur, baik dalam system pemerintahan pusat
(Ibu Kota). Pemegang kekuasaan yang berbeda, seperti Kerajaan Taruma Negara (375-618) Kerajaan Sunda
(Awal Abad VIII-XVI). Termasuk pemerintahan Galuh, yang memisahkan diri dari kerajaan Taruma Negara,
ataupun Kerajaan Sunda pada tahun 671 M. Kerajaan Sumedanglarang (1580-1608, Kasultanan Cirebon
(1482 M) dan Kasultanan Banten ( Abad XV-XIX M).
Sekitar Abad XV M, agama Islam masuk ke Karawang yang dibawa oleh Ulama besar Syeikh Hasanudin bin
Yusuf Idofi, dari Champa, yang terkenal dengan sebutan Syeikh Quro, sebab disamping ilmunya yang sangat
tinggi, beliau merupakan seorang Hafidh Al-Quran yang bersuara merdu. Kemudian ajaran agama islam
tersebut dilanjutkan penyebarannya oleh para Wali yang disebut Wali Sanga. Setelah Syeikh Quro Wafat,
tidak diceritakan dimakamkan dimana. Hanya saja, yang ada dikampung Pulobata, Desa Pulokalapa,
Kecamatan Lemahabang Wadas, Kabupaten Karawang, merupakan maqom (dimana Syech Quro pernah
Tinggal).
Pada masa itu daerah Karawang sebagian besar masih merupakan hutan belantara dan berawa-rawa. Hal ini
menjadikan apabila Karawang berasal dari bahasa Sunda. Ke-rawa-an artinya tempat berawa-rawa. Nama
tersebut sesuai dengan keadaan geografis Karawang yang berawa-rawa, bukti lain yang dapat memperkuat
pendapat tersebut. Selain sebagian rawa-rawa yang masih tersisa saat ini, banyak nama tempat diawali
dengan kata rawa, seperti : Rawasari, Rawagede, Rawamerta, Rawagempol dan lain-lain.
Keberadaan daerah Karawang telah dikenal sejak Kerajaan Pajajaran yang berpusat di daerah Bogor. Karena
Karawang pada masa itu, merupakan jalur lalu lintas yang sangat penting untuk menghubungkan Kerajaan
Pakuan Pajajaran denga Galuh Pakuan, yang Berpusat di Ciamis. Sumber lain menyebutkan, bahwa buku-
buku Portugis (Tahun 1512 dan 1522) menerangkan bahwa : Pelabuhan-pelabuhan penting dari kerajaan
Pajajaran adalah : “ CARAVAN “ sekitar muara Citarum”, Yang disebut CARAVAN, dalam sumber tadi adalah
daerah Karawang, yang memang terletak sekitar Sungai Citarum.
Sejak dahulukala, bila orang-orang yang bepergian akan melewati daerah-daerah rawa, untuk keamanan,
mereka pergi berkafilah-kafilah dengan menggunakan hewan seperti Kuda, Sapi, Kerbau atau, Keledai.
Demikian pula halnya yang mungkin terjadi pada zaman dahulu, kesatuan-kesatuan kafilah dalam bahasa
Portugis disebut “ CARAVAN ” yang berada disekitar muara Citarum sampai menjorok agak ke pedalaman
sehingga dikenal dengan sebutan “ CARAVAN “ yang kemudian berubah menjadi Karawang. Dari Pakuan
Pajajaran ada sebuah jalan yang dapat melalui Cileungsi atau Cibarusah, Warunggede, Tanjungpura,
Karawang, Cikao, Purwakarta, Rajagaluh Talaga, Kawali, dan berpusat di kerajaan Galuh Pakuan di Ciamis
dan Bojonggaluh.
Luas Kabupaten Karawang pada saat itu tidak sama dengan luas Kabupaten Karawang masa sekarang. Pada
saat itu Kabupaten Karawang meliputi Bekasi, Subang, Purwakarta dan Karawang sendiri.
Setelah Kerajaan Pajajaran runtuh pada tahun 1579 M, pada tahun 1580, berdiri Kerajaan Sumedanglarang,
sebagai penerus Kerajaan Pajajaran dengan Rajanya Prabu Geusan Ulun, Putera Ratu Pucuk Umum
(Disebut juga Pangeran Istri) dengan Pangeran Santri Keturunan Sunan Gunung Jati dari Cirebon.
Kerajaan Islam Sumedanglarang pusat pemerintahannya di Dayeuhluhur dengan membawahi Sumedang,
Galuh, Limbangan, Sukakerta dan Karawang. Pada tahun 1608 M, Prabu Geusan Ulum wafat digantikan oleh
puteranya Ranggagempol Kusumahdinata, putera Prabu Geusam Ulum dari istrinya Harisbaya, keturunan
Madura. Pada masa itu di Jawa Tengah telah berdiri Kerajaan Mataram dengan Rajanya Sultan Agung (1613-
1645), Salah satu cita-cita Sultan Agung pada masa pemerintahannya adalah dapat menguasasi Pulau Jawa
dan menguasai Kompeni (Belanda) dari Batavia.
Rangggempol Kusumahdinata sebagai Raja Sumedanglarang masih mempunyai hubungan keluarga dengan
Sultan Agung dan mengajui kekuasaan mataram. Maka pada tahun 1620, Ranggagempol Kusumahdinata
menghadap ke Mataram dan menyerahkan Kerajaan Sumdeanglarang dibawah naungan Kerajaan Mataram,
Sejak itu Sumedanglarang dikenal dengan sebutan “PRAYANGAN”. Ranggagempol Kusumahdinata, oleh
Sultan Agung diangkat menjadi Bupati Wadana untuk tanah Sunda dengan batas-batas wilayah disebelah
Timur Kali Cipamali, sebelah Barat Kali Cisadane, dsebelah Utara Laut Jawa dan, disebelah Selatan Laut
Kidul. Karena Kerajaan Sumedanglarang ada di bawah naungan Kerajaan Mataram, maka dengan sendirinya
Karawang pun berada di bawah kekuasaan Mataram.
Pada Tahun 1624 Ranggagempol Kusumahdinata wafat; dimakamkan di Bembem Yogyakarta. Sebagai
penggantinya Sultan Agung mengangkat Ranggagede, putra Prabu Geusan Ulun, dari istri Nyimas Gedeng
Waru dari Sumedang, Ranggagempol II, putra Ranggagempol Kusumahdinata yang mestinya menerima
Tahta Kerajaan. Merasa disisihkan dan sakit hati. Kemudian beliau berangkat ke Banten, untuk meminta
bantuan Sultan Banten, agar dapat menaklukan Kerajaan Sumedanglarang. Dengan Imbalan apabila
berhasil, maka seluruh wilayah kekuasaan Sumedanglarang akan diserahkan kepada Sultan Banten. Sejak
itu Banyak tentara Banten yang dikirim ke Karawang terutama di sepanjang Sungai Citarum, di bawah
pimpinan Pangeran Pager Agung, dengan bermarkas di Udug-udug.
Pengiriman bala tentara Banten ke Karawang, dilakukan Sultan Banten, bukan saja untuk memenuhi
permintaan Ranggagempol II, tetapi merupakan awal usaha Banten untuk menguasai Karawang sebagai
persiapan merebut kembali Pelabuhan Banten, yang telah dikuasai oleh Kompeni (Belanda) yaitu Pelabuhan
Sunda Kelapa.
Masuknya tentara Banten ke Karawang beritanya telah sampai ke Mataram, pada tahun 1624 Sultan Agung
mengutus Surengrono (Aria Wirasaba) dari Mojo Agung Jawa Timur, untuk berangkat ke Karawang dengan
membawa 1000 prajurit dan keluarganya, dari Mataram melalui Banyumas dengan tujuan untuk
membebaskan Karawang dari pengaruh Banten. Mempersiapkan logistik dengan membangun gudang-
gudang beras dan meneliti rute penyerangan Mataram ke Batavia.
Di Banyumas, Aria Surengrono meninggalkan 300 prajurit dengan keluarganya untuk mempersiapkan Logistik
dan penghubung ke Ibu kota Mataram. Dari Banyumas perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalur utara
melewato Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Ciasem. Di Ciasem ditinggalkan lagi 400 prajurit dengan
keluarganya, kemudian perjalanan dilanjutkan lagi ke Karawang.
Setibanya di Karawang, dengan sisa 300 prajurit dan keluarganya, Aria Surengrono, menduga bahwa tentara
Banten yang bermarkas di udug-udug, mempunyai pertahanan yang sangat kuat, karena itu perlu di imbangi
dengan kekuatan yang memadai pula.

1
Langkah awal yang dilakukan Surengrono membentuk 3 (Tiga) Desa yaitu desa Waringinpitu (Telukjambe),
Parakan Sapi (di Kecamatan Pangkalan) yang kini telah terendam air Waduk Jatiluhur ) dan desa Adiarsa
(sekarang termasuk di Kecamatan Karawang, pusat kekuatan di desa Waringipitu.
Karena jauh dan sulitnya hubungan antara Karawang dan Mataram, Aria Wirasaba belum sempat melaporkan
tugas yang sedang dilaksanakan Sultan Agung. Keadaan ini menjadikan Sultan Agung mempunyai anggapan
bahwa tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba gagal dilaksanakan.
Pengabdian Aria Wirasaba selanjutnya, lebih banyak diarahkan kepada misi berikutnya yaitu menjadikan
Karawang menjadi “lumbung padi” sebagai persiapan rencana Sultan Agung menyerang Batavia, disamping
mencetak prajurit perang.
Di desa Adiarsa, sangat menonjol sekali perjuangan keturunan Aria Wirasaba. Walaupun keturunan Aria
Wirasaba oleh Belanda hanya dianggap sebagai patih di bawah kedudukan Bupati dari keturunan
Singaperbangsa, tetapi ditinjau dari segi perjuangan melawan Belanda, pantas mendapat penghargaan dan
penghormatan.
Karena perlawanannya terhadap Belanda, akhirnya Aria Wirasaba II ditangkap oleh Belanda dan ditembak
mati di Batavia, Kuburannya ada di Manggadua, di dekat Makam Pangeran Jayakarta.
Putra Kedua Aria Wirasaba, yang bernama Sacanagara bergelar Aria Wirasaba III, berpendirian sama dengan
Aria Wirasaba I dan II, tidk mau tunduk pada Belanda, serta tidak meninggalkan misi sesepuhnya, yaitu
memajukan pertanian rakyat, irigasi dan syiar Islam.
Aria Wirasaba III meninggalkan kedudukannya sebagai patih, karena dirasakannya hanya menjadi jalur untuk
menekan rakyatnya. Setelah wafat beliau dimakamkan di Kalipicung, termasuk desa Adiarsa sekarang.

KEMATIAN SINGAPERBANGSA
Kematian Singaperbangsa, juga lebih diakibatkan oleh salah tafsir Raden Trunojoyo Bupati Panarukan yang
memberontak Pemerintahan Sunan Amangkurat I. Setelah Sultan Agung meninggal dalam usia 55 tahun
Sunan Amangkurat I sebagai Putera Mahkota dilantik menjadi Raja di Mataram. Sebagai pengganti almarhum
Ayahnya (Sultan Agung) Sunan Amangkurat I tidak seidiologi dengan perjuangan Ayahnya Sunan
Amangkurat I sangat otoriter dan kejam terhadap rakyatnya.
Bahkan Istana Mataram dijadikan Mataram tempat untuk mengeksekusi sekitar 300 ulama. Karena dianggap
sebagai pembangkang ulama-ulama pemimpin informal itu ditangkapi secara massal, termasuk Eyang dan
Ayahnya Trunojoyoyang mati ditangan Sunan Amangkurat I.
Selama memerintah Mataram, Sunan Amangkurat I lebih berpihak kepada Kompeni, hal itu membuat rakyat
Mataram marah besar. Tatkala Raden Trunojoyo memberontak bersama tentaranya yang dipimpin
Natananggala, spontan mendapat dukungan dari semua pihak. Termasuk dari padepokan padepokan Islam
Makasar, yang dipimpin Kraeng Galesung.
Trunojoyo seorang pemuda yang gagah dan berani, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama,
Pemerintahan Amangkurat I dapat diruntuhkan. Kota Plered, Jawa Tengah sebagai pusat Pemerintahan
Mataram dapat dikuasai Trunojoyo. Sedangkan Sunan Amangkurat I melarikan diri menuju Batavia, meminta
bantuan Belanda, namun baru sampai di Tegalarum (Tegal) Sunan Amangkurat I Meninggal. Namun sebelum
meninggal, ia sempat melantik putranya yakni Amangkurat II.
Amangkurat II sebagai Raja Mataram, perjuangannya juga tidak sejalan denga Sultan Agung (Eyangnya), ia
lebih cenderung meneruskan perjuangan ayahnya yakni Sunan Amangkurat I yang bekerjasama dengan
Belanda, Ia tetap berusaha meminta bantuan Kompeni, Ia meloloskan diri ke Batavia lewat Laut Utara.
Sementara perjuangan Aria Wirasaba dan keturunannya, tetap konsisten terhadap perjuangan Sultan Agung
terdahulu, bahwa Karawang dijadikan lahan Pertanian Padi untuk memenuhi logistik persiapan menyerang
Batavia.
Namun Jika Masih ada sebagian generasi sekarang, masih mempertanyakan nasib Aria Wirasaba, sebab
kalau mengacu kepada Pelat Kuning Kandang Sapi Besar, Pelantikan Wedana setingkat Bupati, antara
Singaperbangsa dan Aria Wirasaba, dilantik secara bersamaan. Saat itu Singaperbangsa sebagai Bupati di
Tanjungpura, sedangkan Aria Wirasaba Bupati Waringipitu. Tapi mengapa kini Aria Wirasaba tidak masuk
catatan Administratif Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang.
Perhatikan perkataan Hoofd-Regent (Bupati Kepala) dan Tweeden-Regent (Bupati Kedua) memang datang
dari Belanda, yang menyatakan bahwa kedudukan Singaperbangsa lebih tinggi dari Aria Wirasaba.
Sebaliknya kalau kita perhatikan sumber kekuasaan yang diterima kedua Bupati itu, yaitu Piagam Pelat
Kuning Kandang Sapi Besar, yang ditulis Sultan Agung tanggal 10 bulan Mulud Tahun Alip, sama sekali tidak
menyebut yang satu lebih tinggi dari lainnya “ Tapi dalam menyikapi hal ini, kita pun harus lebih arif dan
bijaksana, karena setiap peristiwa memiliki situasi dan kondisi yang berbesa-beda itulah Sejarah “ (Sumber
Suhud Hidayat Dalam Buku Sejarah Karawang Versi Peruri Halaman 42-51).
Demi menjaga keselamatan, Wilayah Kerajaan Mataram di sebelah Barat, pada tahun 1628 dan 1629 bala
tentara kerajaan Mataram diperintahkan Sultan Agung untuk melakukan penyerangan terhadap VOC
(Belanda) di Batavia Namun serangan ini gagal karena keadaan medan sangat berat berjangkitnya Malaria
dan kekurangan persediaan makanan.
Dari kegagalan itu, Sultan Agung menetapkan daerah Karawang sebagai pusat Logistik, yang harus
mempunyai pemerintahan sendiri dan langsung berada dibawah pengawasan Mataram, dan harus dipimpin
oleh seorang pemimpin yang cakap dan ahli perang, mampu menggerakan masyarakat untuk membangun
pesawahan, guna mendukung pengadaan logistic dalam rencana penyerangan kembali terhadap VOC
(Belanda) di Batavia.
Pada tahun 1632, Sultan Agung mengutus kembali Wiraperbangsa dari Galuh dengan membawa 1000 prajurit
dan keluarganya menuju Karawang tujuan pasukan yang dipimpin oleh Wiraperbangsa adalah membebaskan
Karawang dari pengaruh Banten, mempersiapkan logistik sebagai bahan persiapan melakukan penyerangan
kembali terhadap VOC (Belanda) di Batavia, sebagaimana halnya tugas yang diberikan kepada Aria Wirasaba
yang telah dianggap gagal.
Tugas yang diberikan kepada Wiraperbangsa dapat dilaksanakan dengan baik dan hasilnya dilaporkan
kepada Sultan Agung atas keberhasilannya, Wiraperbangsa oleh Sultan Agung dianugerahi jabatan Wedana
(setingkat Bupati ) di Karawang dan diberi gelar Adipati Kertabumi III, serta diberi hadiah sebilah keris yang
bernama “KAROSINJANG”.Setelah penganugerahan gelar tersebut yang dilakukan di Mataram,
Wiraperbangsa bermaksud akan segera kembali ke Karawang, namun sebelumnya beliau singgah dulu ke
Galuh, untuk menjenguk keluarganya. Atas takdir Ilahi beliau wafat di Galuh, jabatan Bupati di Karawang,
dilanjutkan oleh putranya yang bernama Raden Singaperbangsa dengan gelar Adipati Kertabumi IV yang
memerintah pada tahun 1633-1677, Tugas pokok yang diemban Raden Adipati Singaperbangsa, mengusir
VOC (Belanda) dengan mendapat tambahan parjurit 2000 dan keluarganya, serta membangun pesawahan
untuk mendukung Logistik kebutuhan perang.

2
Hal itu tersirat dalam piagam Pelat Kuning Kandang Sapi Gede yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut
: “ Panget Ingkang piagem kanjeng ing Ki Rangga gede ing Sumedang kagadehaken ing Si astrawardana.
Mulane sun gadehi piagem, Sun Kongkon anggraksa kagengan dalem siti nagara agung, kilen wates
Cipamingkis, wetan wates Cilamaya, serta kon anunggoni lumbung isine pun pari limang takes punjul tiga
welas jait. Wodening pari sinambut dening Ki Singaperbangsa, basakalatan anggrawahani piagem, lagi
lampahipun kiayi yudhabangsa kaping kalih Ki Wangsa Taruna, ingkang potusan kanjeng dalem ambakta tata
titi yang kalih ewu; dipunwadanahaken ing manira, Sasangpun katampi dipunprenaharen ing Waringipitu ian
ing Tanjungpura, Anggraksa siti gung bongas kilen, Kala nulis piagem ing dina rebo tanggal ping sapuluh sasi
mulud tahun alif. Kang anulis piagemmanira anggaprana titi “.

Terjemahan dalam Bahasa Indonesia :


“Peringatan piagam raja kepada Ki Ranggagede di Sumedang diserahkan kepada Si Astrawardana.
Sebabnya maka saya serahi piagam ialah karena saya berikan tugas menjaga tanah negara agung milik raja.
Di sebelah Barat berbatas Cipamingkis, disebelah Timur berbatas Cilamaya, serta saya tugaskan menunggu
lumbung berisi padi lima takes lebih tiga belas jahit. Adapun padi tersebut diterima oleh Ki Singaperbangsa.
Basakalatan yang menyaksikan piagam dan lagi Kyai Yudhabangsa bersama Ki Wangsataruna yang diutus
oleh raja untuk pergi dengan membawa 2000 keluarga. Pimpinannya adalah Kiayi Singaperbangsa serta Ki
Wirasaba. Sesudah piagam diterima kemudian mereka ditempatkan di Waringinpitu dan di Tanjungpura.
Tugasnya adalah menjaga tanah negara agung di sebelah Barat.
Piagan ini ditulis pada hari Rabu tanggal 10 bulan mulud tahun alif. Yang menulis piagam ini ialah anggaprana,
selesai.
Tanggal yang tercantum dalam piagam pelat kuningan kandang sapi gede ditetapkan sebagai hari jadi
Kabupaten Karawang berdasarkan hasil penelitian panitia sejarah yang dibentuk dengan Surat Keputusan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang nomor : 170/PEM/H/SK/1968 tanggal 1 Juni 1968 yang telah
mengadakan penelitian dari pengkajian terhadap tulisan :
1. Dr. Brandes dalam “ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII Halaman 352,355, menetapkan tahun 1633;
2. Dr. R Asikin Wijayakusumah dalam ‘ Tyds Taal-land En Volkenkunde “ XXVIII 1937 AFL, 2 halaman 188-
200 (Tyds Batavissc Genot Schap DL.77, 1037 halaman 178-205) menetapkan tahun 1633;
3. Batu nisan makam panembahan Kiyai Singaperbangsa di Manggungjaya Kecamatan Cilamaya tertulis
huruf latin 1633-1677;
4. Babad Karawang yang ditulis oleh Mas Sutakarya menulis tahun 1633.
Hasil Penelitian dan pengkajian panitia tersebut menetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Karawang pada
tanggal 10 rabi’ul awal tahun 1043 H, atau bertepatan dengan tanggal 14 September 1633 M atau Rabu
tanggak 10 Mulud 1555 tahun jawa/saka.

SILSILAH KEPALA DAERAH KABUPATEN KARAWANG.

1. RADEN ADIPATI SINGAPERBANGSA (1633-1677)


Raden Adipati Singaperbangsa putra Wiraperbangsa dari Galuh (Wilayah Kerjaaan Sumedanglarang)
Bergelar Adipati Kertabumi IV. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Singaperbangsa, pusat
pemerintahan Kabupaten Karawang berada di Bunut Kertayasa. Sekarang termasuk wilayah Kelurahan
Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat.
Dalam melaksanakan tugasnya Raden Adipati Singaperbangsa didampingi oleh Aria Wirasaba, yang
pada saat itu oleh kompeni disebut sebagai “ HET TWEEDE REGENT “, sedangkan Raden Adipati
Singaperbangsa sebagai “HOOFD REGENT”.
Raden Adipati Singaperbangsa, wafat pada tahun 1677, dimakamkan di Manggung Ciparage, Desa
Manggung Jaya Kecamatan Cilamaya Kulon.
Raden Adipati Singaperbangsa, dikenal pula dengan sebuatn Kiai Panembahan Singaperbangsa, atau
Dalem Kalidaon atau disebut juga Eyang AMnggung.

2. RADEN ANOM WIRASUTA (1677-1721)


Raden Anom Wirasuta Putra raden Adipati Singaperbangsa bergelar Adipati Panatayudha I.Beliau
dilantik menjadi Bupati di Citaman Pangkalan. Beliau setelah wafat, dimakamkam di Bojongmanggu
Pangkalan, Karena beliau dikenal pula dengan sebutan Panembahan Manggu.

3. RADEN JAYANEGARA (1721-1731)


Raden Jayanegara adalah putra Anom Wirasuta, bergelar Adipati Panatayudha II. Setela wafat beliau
dimakamkan di Waru Tengah Pangkalan. Karena itu beliau dikenal juga sebagai Panembahan Waru
Tengah

4. RADEN SINGANAGARA (1731-1752)


Raden Singanagara, putra Jayanegara, bergelar Raden Aria Panatyudha III. Raden Singanagara dikenal
juga dengan nama Raden Martanegara. Setalh wafat dimakamkan di Waru Hilir, Pangkalan. Karena itu
beliau dikenal dengan Panembahan Waru Hilir.
Pada tanggal 28 November 1994, makam Raden Anom Wirasuta (Bupati Karawang ke-2), makam Raden
Jayanegara (Bupati Karawang ke-3) dan Raden Singanagara (Bupati Karawang ke-4) dipindahkan ke
Areal dekat makam Raden Adipati Singaperbangsa di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya,
Kecamatan Cilamaya Kulon.

5. RADEN MUHAMMAD SALEH (1752-1786)


Raden Muhammad Saleh, putra Raden Singanagara, bergelar Raden adipati Panatayudha IV. Raden
Muhammad Saleh dikenal pula dengan nama Raden Muhammad Zaenal Abidin atau Dalem Balon.
Setelah wafat beliau dimakamkan di Serambi Mesjid Agung Karawang. Karena itu Raden Muhammad
Saleh dikenal juga dengan sebutan Dalem Serambi.
Pada tanggal 5 Januari 1994 Makam Raden Muhammad Saleh dipindahkan juga kea real Manggung
dekat dengan makam Raden Adipati Singaperbangsa, di Manggung Ciparage, Desa Manggungjaya,
Kecamatan Cilamaya Kulon

6. RADEN SINGASARI (1786-1809)


Raden Singasari, putra mantu Raden Muhammad Saleh, bergelar Raden adipati Aria Singasari atau
Pantayudha IV. Pada tahun 1809 Raden Aria Singasari dialihtugaskan menjabat Bupati Brebes Jawa
Tengah. Raden Adipati Aria Singasari wafat pada tahun 1836 dan dimakamkan di Duro Kebon agung Jati
Barang, Brebes Jawa Tengah. Karena beliau dikenal juga dengan sebutan Dalem Duro.

3
7. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1809-1811)
Raden Aria Sastradipura, putra Raden Muhammad Saleh, beliau ditugaskan sebagai Cutak (Demang)
setingkat Patih dengan tugas pekerjaan Bupati.

8. RADEN ADIPATI SURYALAGA (1811-1813).


Raden Adipati Suryalaga, pada waktu kecil bernama Raden Ema, beliau putra Sulung Raden Adipati
Suryalaga, Bupati Sumedang (1765-1783) Raden Suryalaga, adalah saudara misan dan menantu
Pangeran Kornel, yaitu Suami dan Putri Pangeran Kornel yang bernama Nyi Raden Ageng, Raden Adipati
Suryalaga wafat di Talun Sumedang. Karena itu beliau dikenal pula dengan sebutan Dalem Talun.

9. RADEN ARIA SASTRADIPURA (1831-1820)


Raden Aria Sastradipura, putra Muhammad Saleh ( Bupati Karawang ke-5).
Beliau untuk kedua kalinya ditugaskan sebagai Cutak di Karawang, setelah yang pertama pada Periode
tahun 1809-1811. Pada tahun 1813 Kabupaten Karawang dihapuskan, tetapi pada tahun 1821 dibentuk
kembali dengan pusat pemerintahan berkedudukan di Wanayasa, Purwakarta.

PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI PURWAKARTA.

10. RADEN ADIPATI SURYANATA (1821-1828)


Raden Adipati Suryanata, putra RAden Adipati Wiranata Dalem Sepuh Bogor Keturunan Cikundul. Raden
Adipati Suryanata Menikah dengan Nyi Salamah, putrid Aria Sastradipura, (Bupati Karawang ke-9). Pada
masa Pemerintahan Raden Adipati Suryanata, kantor dipindahkan dari Karawang ke Wanayasa
(Purwakarta). Raden Adipati Suryanata wafat pada tahun 182 dimakamkan di Nusa Situ Wanayasa,
Purwakarta.

11. R. ADIPATI SURYAWINATA (1828-1849)


Raden Suryawinata alias Raden Haji Muhammad Sirod, putra Raden Adipati Wiranata Dalem Sepuh
Bogor, (adik Raden Adipati Suryanata Bupati Karawang yang memerintah tahun 1821-1828). Pada awal
masa pemerintahan beliau, pusat pemerintahan masih di Wanayasa, selama 2 tahun, dan pada tahun
1830, pusat Pemerintahan dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih serta menamakan daerah
tersebut Purwakarta. Purwa artinya permulaan dan Karta, sama dengan Ramai atau hidup, dengan
demikian nama Purwakarta baru dikenal pada masa pemerintahan Raden Adipati Suryawinata.
Pada tahun 1849 Raden Adipati Suryawinata dialihtugaskan menjadi Bupati Bogor hingga wafat tahun
1872. Raden Adipati Suryawinata Dikenal pula dengan sebutan Dalem Solawat atau Dalem Santri.

12. RADEN MUHAMMAD ENOH (1849-1854)


Raden Muhammad Enoh, putar Dalem Aria Wiratanudatar VI, bergelar Raden Sastranagara. Taden
Muhammad Enoh, wafat pada tahun 1854 dan dimakamkan di Masjid agung Purwakarta.

13. RADEN ADIPATI SUMADIPURA (1854-1863).


Raden Adipati Sumadipura, putra Raden Adipati Sastradipura (Bupati Karawang Ke-8) yang dilahirkan
pada tahun 1814 dengan sebutan lainnya Uyang Ajian, atau Dalem Sepuh. Raden Adipati Sumadipura,
bergelar Raden Tumenggung Aria Sastradiningrat I. Beliau yang membangun Pendopo Kabupaten,
Mesjid Agung dan Situ Buleud di Purwakarta. Raden Adipati Sumadipura, wafat pada tahun 1863 di
Purwakarta dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

14. RADEN ADIKUSUMNAH (1863-1886)


Raden Adikusumah alias Apun Hasan, putra Uyang Ajian yang bergelar Raden Adipati Sastradiningrat II.
Beliau dilahirkan pada tahun 1837, wafat pada tahun 1886 dan, dimakamkan di Masjid Agung
Purwakarta.

15. RADEN SURYAKUSUMAH ( 1886-1911)


Raden Suryakusumah alias Apun Harun, putra Raden Adikusumah, bergelar Raden Sastradiningrat III,
Raden Suryakusunah, wafat pada tahun 1935 dan dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

16. RADEN TUMENGGUNG ARIA GANDANAGARA (1911-1925)


Raden Tumenggung Aria Gandanagara, Adik Raden Suryakusumah, bergelar Raden Adipati
Sastradiningrat IV, Beliau juga dikenal dengan sebutan Dalem Aria. Raden Tumenggung Aria
Gandanagara wafat pada tahun 1940 dimakamkan di Masjid Agung Purwakarta.

17. RADEN ADIPATI SURYAMIHARJA (1925-1942)


Raden Suryamiharja, putra Raden Rangga Haji Muhammad Syafe’I asal Garut, bergelar Raden Adipati
Songsong Kuning, Raden Adipati Aria Suryamiharja, merupakan Bupati Karawang terakhir masa
pendudukan Jepang.

18. RADEN PANDUWINATA (1942-1945)


Raden Panduwinata dikenal pula dengan sebutan Raden Kanjeng Pandu Suryadiningrat. Merupakan
Bupati pada masa pendudukan Jepang.

PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN DI SUBANG

19. RADEN JUARSA (1945-1948)


Berhubung sedang bergejolaknya Revolusi, maka pada masa Pemerintahan Raden Juarsa, Pusat
Pemerintahan Kabupaten Karawang dipindahkan dari Purwakarta ke Subang.

20. RADEN ATENG SURAPRAJA DAN, R. MARTA (1948-1949)


Pada tahun 1948-1949 di Kabupaten Karawang ditunjuk dua orang Bupati oleh dua Pemerintahan yang
berbeda, yaitu,
a. Radeng Ateng Surapraja, adalah Bupati Karawang yang ditunjuk oleh Negara Pasundan (Bentuk
Recomban).
b. R. Marta adalah Bupati Karawang jaman Gerilya yang ditunjuk oleh Pimpinan Badan Pemerintahan
Sipil Jawa Barat Bulan Oktober 1948.

4
PARA BUPATI KARAWANG YANG BERKEDUDUKAN KEMBALI DI KARAWANG

21. R.M. HASAN SURYA SATJAKUSUMAH (1949-1950)


R.M. Hasan Surya Satjakusumah, Bupati Karawang yang diangkat oleh Republik Indonesia, Serikat (RIS)
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 tahun 1950 tentang pembentukan daerah Kabupaten di
lingkungan Pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Maka pada saat itu Kabupaten
Karawang terpisah dari Kabupaten Purwakarta, Ibukota Kabupaten Karawang adalah di Karawang.
Sedang Ibukota Purwakarta tetap di Kabupaten Subang. Dalam Sumber lain dikatakan bahwa menurut
Keputusan Wali Negeri Pasundan nomor 12 tanggal 29 Januari 1949. Kabupaten Karawang dibagi
menjadi dua Bagian yaitu Kabupaten Karawang Barat dan Kabupaten Karawang Timur (Kabupaten
Purwakarta) di Subang, Kabupaten Karawang Barat meliputi daerah kewedanan Karawang,
Rengasengklok, Cikampek, Cikarang, Tambun, dan Sarengseng. Sedangkan Kabupaten Karawang
Timur (Purwakarta) meliputi daerah kewedanan Subang, Ciasem, Pamanukan, Sagalaherang dan
Kewedanan Purwakarta.

22. RADEN RUBAYA (1950-1951)


Raden Rubaya putra Raden Suryanatamiharja, asal Sumedang, yang menjabat Wedana Leles, di Garut.
Raden Rubaya memegang jabatan Bupati Karawang pada tahun 1950-1951.

23. MOH. TOHIR MANGKUDIJOYO (1951-1960)


Moh Tohir Mangkudijoyo Putra Jaka, Asal Plered Purwakarta, pada masa Pemerintahannya, Beliau
didampingi oleh Kepala Daerah Moh.Ali Muchtar, putra Cakrawiguna (Komis Pos Plered) asal Jatisari.
Pada Tahun 1950 sampai 1959 Kabupaten mengalami tiga macam pergantian pemerintahan daerah.
PERTAMA; Pemerintahan Daerah Sementara, yang berlangsung pada tanggal 30 Desember 1950
sampai dengan tanggal 22 September, 1956 yang terdiri atas.
a. Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) sebagai unsur Legislatif diketuai oleh M.
Sukarmawijaya.
b. Dewan Pemerintahan Daerah Sementara (DPRS) sebagai Eksekutif. Diketuai oleh Moh. Tohir
Mangkudijoyo, dengan Wakil Ketua Suhud Hidayat.
KEDUA; Pemerintah Daerah Peralihan yang berlangsung tanggal 22 September 1956 – 23 Januari 1958,
terdiri dari :
a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Peralihan (DPRDP), sebagai unsure Legislatif, diketuai oleh
A.Samosir Gultom.
b. Dewan Pemerintahan Rakyat Daerah Peralihan (DPDP).sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh
Moh. Tohir Mangkudijoyo.
KETIGA; Pemerintahan Daerah Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 yang berlangsung dari tanggal 25
Januari 1958 sampai dengan 20 Oktober 1959, terdiri dari:
a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRDP) sebagai unsure Legislatif diketuai oleh Samosir Gultom.
b. Dewan Pemerintahan Daerah (DPD) sebagai unsure Eksekutif diketuai oleh Moh. Tohir
Mangkudijoyo.

24. LETKOL INF.H.HUSNI HAMID (1960-1971)


Letnan Kolonel INF. H. Husni Hamid, putra ketiga haji Abdul Hamid asal Cilegon Banten. Sebelum
menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang Jabatan Beliau adalah Dandim 0604 Karawang.
Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1960,
Jabatan Bupati merangkap sebagai Kepala Daerah dan Ketua DPRD-GR, namun peraturan tersebut
dirubah lagi oleh undang-undang Nomor 19 tahun 1963, yang menyatakan bahwa Jabatan Bupati tidak
lagi merangkap sebagai ketua DPRD-GR, pada periode tahun 1964-1968, Bupati Karawang Letnan
Kolonel INF H.Husni Hamid, didampingi Ketua DPRD-GR Kosim Suchuri, putra Haji Ahmad Sa’id. Letnan
Kolonel INF.Husni Hamid, wafat tahun 1980 dan dimakamkan di Cikutra Bandung, Pada masa ini telah
di mulai di laksanakan Pembangunan Kota Karawang sebelah Utara.

25. KOLONEL INF.SETIA SYAMSI (1971-1976)


Kolonel INF, Setia Syamsi, putra E. Suparman asal Bandung, dilahirkan pada tanggal 3 April 1926,
Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Karawang, adalah Dan Dim 0604 Karawang (1964-1969) Kepala
Staf. Brig.12 / Guntur Dam, VI/Siliwangi di Cianjur (1969-1971).

26. KOLONEL INF. TATA SUWANTA HADISAPUTRA (1976-1981)


Kolonel INF.Tata Suwanta Hadisaputra, putra Taslim Kartajumena, asal Cirebon, dilahirkan di Bandung
pada tanggal 23 April 1924, Jabatan Beliau sebelum menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang,
adalah Dan Dim Garut, kemudian dialih tugaskan ke Korem Tarumanegara di Garut, Anggota DPRD TK
I Jawa Barat, di Bandung. Kolonel INF. Tata Suwanta Hadisaputra sewaktu menjabat Bupati Kepala
Daerah Tk.II Karawang didampingi oleh Ketua DPRD Letnan Kolonel INF R.H Jaja Abdullah sampai
dengan tanggal 7 Juli 1977, Ketua DPRD selanjutnya yang mendampingi Beliau mulai tanggal 26 Agustus
1977, adalah Letnan Kolonel INF, Sujana Priyatna.

27. KOLONEL CPL. H. OPON SOPANDJI (1981-1986)


Kolonel CPL. H. Opon Sopandji, putra Atmamiharja asal Sukapura Tasikmalaya. Sebelum menjabat
Bupati Kepala Daerah Tk.II Karawang Beliau adalah sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bogor, semasa
menjabat Bupati Daerah Tk.II Karawang, Kolonel CPL. H. Opon Sopandji didampingi oleh Ketua DPRD
Letnan Kolonel Inf. H. Sujana Priyatna.

28. KOLONEL CZI. H. SUMARNO SURADI


Kolonel CZI. H. Sumarno Suradi, putra Suradi asal Bandung. Sebelum menjabat Bupati Daerah Tingkat
II Karawang. Beliau menjabat sebagai Kepala Markas Pertahanan Wilayah Sipil (Kamawil) VIII Daerah
Tingkat Provinsi Jawa Barat. Selama menjabat Bupati Daerah Tingkat II Karawang, Kolonel CZI. H.
Sumarno Suradi, didampingi oleh Ketua DPRD Kolonel Inf.H Sujana Priyatna, sampai dengan tanggal 16
Juli 1992, Ketua DPRD yang mendampingi beliau selanjutnya adalah Kolonel INF. H. Jamal Safiudin,
yamg dilahirkan di Bandung pada tanggal 16 Juli 1938.

5
29. KOLONEL INF. Drs DADANG S. MUCHTAR
Kolonel INF, Drs H. Dadang S. Muchtar, putra RE. Herman, asal Cirebon dilahirkan di Klangenan Cirebon
pada tanggal 4 September 1952. Sebelum menjabat Bupati Kepala Daerah Tingkat II Karawang. Beliau
menjabat Asisten Logistik (Aslog) Kodam III Siliwangi (1996) dalam mengemban tugasnya beliau
didampingi oleh Ketua DPRD Kolonel INF. H. Jamal Safiudin sampai dengan tanggal 3 Agustus 1999,
kemudian yang mendampingi beliau adalah Adjar Sujud Purwanto, putra A.S.Wagianto seorang pejuang
45 dari Cikampek . Namun pada tanggal 21 Pebruari 2000, Kolonel INF, Drs. H. Dadang S. Muchtar resmi
berhenti dan kembali ke Mabes TNI.

30. Plt. RH. DAUD PRIATNA SH.M.Si (2000)


R.H. Daud Priatna SH, M.Si. putra R. Khoesoe Abdoelkohar, asal Pedes Karawang, lahir pada tanggal
29 Juli 1941. Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32.055 tanggal 21 Pebruari 2000.
Ditunjuk disamping Tugas dan Jabatan Wakil Bupati, merangkap sebagai Sekwilda Tingkat II Subang
dan dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Adjar Sujud Purwanto.

31. LETKOL (PURN) ACHMAD DADANG, PERIODE (2000-2005)


Letnan Kolonel Purnawirawan Achmad Dadang, putra Tjasban, beliau putra daerah Karawang, Lahir
pada tanggal 8 Agustus 1948, di Desa Cikalong Cilamaya, dilantik 16 Desember 2000, oleh Gubernur
R.Nuriana berdasarkan SK Mendagri dan Otonomi Daerah Nomor; 312.32.583 bersama Drs. H.D.
Sholahudin Muftie, putra H. Jamil B.Yusup, lahir di Karawang pada tanggal 3 Nopember 1945, sebagai
Wakil Bupati Karawang.
Sebelum menjabat Bupati Karawang beliau menjabat Dan Dim Aceh Timur Langsa dan Ketua DPRD
Tingkat II Aceh Timur Langsa. Dalam mengemban tugasnya didampingi oleh Ketua DPRD Kabupaten
Karawang Adjar Sujud Purwanto.

32. Plt. Drs. H.D. SHALAHUDIN MUFTIE MSi, PERIODE NOPEMBER – DESEMBER 2005
Drs. HD. SHALAHUDIN MUFTIE, M.Si, menjabat Bupati selama satu bulan berdasarkan SK Mendagri
menggantikan Letkol Purnawirawan H. Achmad Dadang.

33. Drs. DADANG S. MUCHTAR PERIODE 2005-2010


Drs. H. Dadang S. Muchtar, adalah Bupati Karawang pertama yang dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Dalam Pemilu yang diselenggarakan KPUD, Drs. H. Dadang S. Muchtar berpasangan
dengan Hj. Eli Amalia Priatna yang diusung Partai Golkar, mendapat suara terbanyak dan ditetapkan
sebagai Bupati dan Wakil Bupati.
Sebelumnya Drs. H. Dadang S. Muchtar pernah menjabat Bupati Karawang Tahun 1996-2000.
Demikianlah sejarah singkat silsilah Kepala Daerah Kab.Karawang yang sudah baku dan sumber
informasinya diperoleh dari Bagian Humas Pemkab Karawang tanggal 14 September, silsilah ini selalu
dibacakan, hingga sampai kini saat Bupati Drs. H. Dadang S. Muchtar, yang menjabat Bupati untuk
kedua kalinya.

34. Plt. Ir. H. IMAN SUMANTRI, PERIODE DESEMBER 2010


Ir. Iman Sumantri ditunjuk sebagai Plt. Bupati Karawang berdasarkan radiogram Kementerian Dalam
Negeri Nomor T.131.32/3816/OTDA tertanggal 14 Desember 2010 yang ditandatangani oleh Dirjen
Otonomi Daerah, Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA atas nama Menteri Dalam Negeri. Dalam
radiogram tersebut dinyatakan bahwa Sekretaris Daerah, Ir. Iman Sumantri melaksanakan tugas sehari-
hari Bupati sampai dengan ditetapkannya Bupati definitif.

35. Drs. H. ADE SWARA, MH, PERIODE 2010-2014


Drs. H. Ade Swara, MH, dilahirkan di Ciamis pada tanggal 15 Juni 1960. Merupakan pasangan Bupati
dan Wakil Bupati terpilih hasil Pemilukada Kab. Karawang Tahun 2010. Drs. H. Ade Swara dan dr. Cellica
Nurrachadiana resmi dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Karawang Periode 2010 - 2015
menggantikan Drs. H. Dadang S. Muchtar dan Hj. Eli Amalia Priatna yang telah habis masa jabatannya.
Prosesi pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan keduanya dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat,
Ahmad Heryawan atas nama Presiden Republik Indonesia pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD di
Gedung Paripurna DPRD Kab. Karawang

36. Plt. dr. CELLICA NURRACHADIANA, PERIODE DESEMBER 2014 – DESEMBER 2015
dr. Cellica Nurrachadiana puteri H. Deden Fuad N. lahir di Bandung pada tanggal 18 Juli 1980, dan
berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32-4747 Tahun 2014 tanggal 19 Desember
2014 melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Pelaksana Tugas Bupati Karawang dari tanggal 19
Desember 2014 sampai dengan 27 Desember 2015.

37. Pj. Ir. DEDDI MULYADI, PERIODE DESEMBER 2015 – FEBRUARI 2016
Ir. Deddi Mulyadi berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.32-6137 Tahun 2015 tanggal
8 Desember 2015 melaksanakan tugas sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Karawang dari tanggal 27
Desember 2015 sampai dengan Februari 2016. Beliau semula menjabat sebagai Kepala Badan
Koordinasi Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah II Provinsi Jawa Barat.

38. dr. CELLICA NURRACHADIANA, PERIODE 2016 -2021


dr. Cellica Nurrachadiana puteri H. Deden Fuad N. lahir di Bandung pada tanggal 18 Juli 1980.
Merupakan Bupati dan Wakil Bupati terpilih hasil Pemilukada serentak tanggal 9 Desember 2015.
Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Karawang berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 131.32-
415 Tahun 2016, tentang Pengangkatan dr. Cellica Nurrachadiana sebagai Bupati Karawang Provinsi
Jawa Barat, tanggal 10 Februari 2016, serta Surat Keputusan Mendagri Nomor : 131.32-416 Tahun
2016, tentang pengangkatan H.Ahmad Zamakhsyari.S.Ag sebagai Wakil Bupati Karawang Provinsi Jawa
Barat, tanggal 10 Februari 2016.

Anda mungkin juga menyukai