Anda di halaman 1dari 16

KOTA CIREBON

Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Cirebonologi

Dosen Pengampu: Syaeful Bakhri, M. Si

Di susun oleh:

1. Radelia Dzahab Lestari (2108202049)


2. Farhan Mubarok (2108202056)
3. Intan Yustanti Mawadah (2108202065)
4. Dian Fadilah (2108202069)
5. Muhammad Dzaky Abdillah (2108202070)
6. Much Sidik Muarif Wijaksana (2108202076)
7. Rizky Maulana (2108202077)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON

2022
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada awalnya Cirebon berasal dari kata sarumban, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil
yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah
desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban (carub dalam bahasa Jawa artinya bersatu
padu).

Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa
di antaranya Jawa, Sunda, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa,
dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata caruban berubah lagi menjadi carbon dan kemudian
cerbon.

Selain karena faktor penamaan tempat penyebutan kata cirebon juga dikarenakan sejak
awal mata pencaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah
pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi,
petis dan garam.

Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam Bahasa Jawa Cirebon disebut
(belendrang) yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan cai-
rebon (bahasa sunda: air rebon), yang kemudian menjadi cirebon.1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kota Cirebon


Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad 15 di pantai Laut Jawa ada
sebuah desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing
yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki
Gedeng Alang-Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Pajajaran). Dan di
pelabuhan ini juga terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang
memindahkan tempat permukiman ke tempat permukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km
arah selatan mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala permukiman baru
diangkatlah Ki Gedeng Alang-Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Pada Perkembangan selanjutnya, Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi
ditunjuk sebagai Adipati Cirebon dengan Gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang
mendirikan Kerajaan Cirebon, diawali dengan tidak mengirimkan upeti kepada Raja Galuh.
Oleh karena itu Raja Galuh mengirimkan utusan ke Cirebon Untuk menanyakan upeti rebon
terasi ke Adipati Cirebon, namun ternyata Adipati Cirebon berhasil meyakinkan para utusan
atas kemerdekaan wilayah cirebon.
Dengan demikian berdirilah daerah otonomi baru di Cirebon dengan Pangeran yang
menjabat sebagai adipati dengan gelar Cakrabuana. Berdirinya daerah Cirebon menandai
diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan Muara Jati yang aktivitasnya
berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.

1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon#:~:text=Pada%20awalnya%20Cirebon%20ber
asal%20dari,bahasa%20Jawa%20artinya%20bersatu%20padu
Kemudian pada tanggal 7 Januari 1681 Cirebon secara politik dan ekonomi berada
dalam pengawasan pihak VOC, setelah penguasa Cirebon waktu itu menandatangani
perjanjian dengan VOC.
Pada tahun 1858, di Cirebon terdapat 5 toko eceran dua perusahaan dagang. Pada tahun
1865, tercatat ekspor gula sejumlah 200.000 pikulan (kuintal), dan pada tahun 1868 ada tiga
perusahaan Batavia yang bergerak di bidang perdagangan gula membuka cabang di Cirebon.
Pada tahun 1877 Cirebon sudah memiliki pabrik es. Pipa air minum yang menghubungkan
sumur-sumur artesis dengan perumahan dibangun pada tahun 1877.
Pada masa kolonial pemerintah Hindia Belanda, tahun 1906 Cirebon disahkan menjadi
Gemeente Cheribon dengan luas 1.100 ha dan berpenduduk 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122
dan Stlb. 1926 No. 370). Kemudian pada tahun 1942, Kota Cirebon diperluas menjadi 2.450
ha dan tahun 1957 status pemerintahannya menjadi Kotapraja dengan luas 3.300 ha, setelah
ditetapkan menjadi Kotamadya tahun 1965 luas wilayahnya menjadi 3.600 ha.
Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang dan Kota Wali. Selain itu kota Cirebon
disebut juga sebagai Caruban Nagari (penanda gunung Ceremai) dan Grage (Negeri Gede
dalam bahasa Cirebon berarti kerajaan yang luas). Sebagai daerah pertemuan budaya antara
Suku Jawa, Suku Sunda, Bangsa Arab, Tiongkok dan para pendatang dari Eropa sejak
beberapa abad silam, masyarakat Cirebon dalam berbahasa biasa menyerap kosakata
bahasa-bahasa tersebut ke dalam bahasa Cirebon. Misalkan saja, kata Murad yang artinya
bersusun (serapan dari bahasa Arab), kata taocang yang berarti kucir (serapan dari bahasa
etnis Tionghoa), serta kata sonder yang berarti tanpa (serapan dari bahasa Belanda).2

B. Letak Geografi
Kota Cirebon terletak di daerah pantai utara Propinsi Jawa Barat bagian timur. Dengan
Letak geografis yang strategis, yang merupakan jalur utama transportasi dari Jakarta menuju
Jawa Barat, Jawa Tengah, yang melalui daerah utara atau pantai utara (pantura). Letak
tersebut menjadikan suatu keuntungan bagi Kota Cirebon, terutama dari segi perhubungan
dan komunikasi.
Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33o dan 6.41o Lintang Selatan pada
pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur 8
kilometer, Utara Selatan 11kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5meter
dengan demikian Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah dengan luas wilayah
administrasi 37,35 km2 atau 3.735,8 hektar yang mempunyai batas-batas:
– Sebelah Utara: Sungai Kedung Pane
– Sebelah Barat: Sungai Banjir Kanal / Kabupaten Cirebon
– Sebelah Selatan: Sungai Kalijaga
– Sebelah Timur: Laut Jawa3

C. Demografi Kota Cirebon

Jumlah penduduk Kota Cirebon dalam 5 (lima) tahun terakhir terus mengalami
peningkatan dari sisi kuantitas. Pada tahun 2017, penduduk kota Cirebon berjumlah 313.325
jiwa, bertambah 11.605 jiwa dibandingkan dengan tahun 2013 (301.720 jiwa). Jumlah
penduduk laki-laki hampir sebanding dengan penduduk perempuan, yaitu 50,14 persen laki-
laki dan 49,86 persen perempuan. Berdasarkan luas wilayah dibandingkan populasi
penduduk, kepadatan penduduk Kota Cirebon rata-rata sekitar 8,387 orang per/km². Hasil
proyeksi penduduk menurut kelompok umur 15-19 tahun yaitu 27.847 jiwa sementara paling
sedikit ada pada kelompok umur 70-74 tahun yaitu 4817 jiwa.

2
https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon
3
https://www.cirebonkota.go.id/profil/cirebon-dalam-angka/1-letak-
geografis/#:~:text=Kota%20Cirebon%20terletak%20di%20daerah,atau%20pantai%20utara%20(pantura).
Kepadatan penduduk di Kota Cirebon dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
terus meningkat, dari 8,146 jiwa per km² pada tahun 2013 menjadi 8,387 jiwa per km² pada
tahun 2017. Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk, kepadatan tertinggi berada di
Kecamatan Pekalipan sebesar 19,6 jiwa per km² dan yang terendah di Kecamatan
Harjamukti sebesar 6,13 jiwa per km².

Penduduk Kota Cirebon lebih didominasi oleh kelompok umur produktif (15-64
tahun), yaitu sebanyak 215.237 orang atau 69,32 persen dan kelompok umur yang tergolong
tidak produktif sebanyak 95.249 orang atau 30,68 persen. Dengan adanya bonus demografi
ini, Kota Cirebon diuntungkan dan memiliki peluang untuk dapat meningkatkan
pertumbuhan produktifitas masyarakatnya. Bonus demografi diartikan secara sederhana
adalah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu wilayah sebagai akibat dari
besarnya proporsi penduduk produktif. Walaupun data menunjukan 69,32 persen dari total
jumlah penduduk Kota Cirebon adalah usia angkatan kerja (usia produktif), namun
kualitasnya perlu terus ditingkatkan, sehingga mampu bersaing di pasar kerja di Kota
Cirebon.

D. Kondisi Pendidikan, Ekonomi, dan Kesehatan


a. Kondisi Pendidikan
Dalam catatan sejarah, saat awal pertama kali kota Cirebon dibangun, orang-
orang dari berbagai daerah, Sunda, Jawa, Sumatera, Luar Jawa seperti India, Cina,
Persia, Irak, Arab, dan Syam (Siria) mendatangi kota ini. 4Di era teknologi dan
informasi ini, kemampuan untuk terus berinovasi dan produktif adalah tuntutan.
Tanpa kemampuan beradaptasi dengan kemajuan dan modernitas maka budaya
lokal dan local wisdom-nya akan punah tanpa bisa turut mewarnai kehidupan generasi
muda. Masyarakat harus sadar akan identitas dirinya melalui penghayatan dan
pengamalan kebudayaan. Tanpa kesadaran jati diri, individu akan terombang- ambing
dalam arus globalisasi yang dahsyat dengan gelombang informasinya yang tak
terbendung. Pada titik inilah, upaya transformasi nilai-nilai kebudayaan menjadi
niscaya, sehingga media pendidikan harus ditempatkan pada posisi yang prioritas.
Tujuan utama dari pendidikan itu sendiri diarahkan supaya individu mampu memaknai
dirinya, lingkungannya, dan masyarakatnya.5
Individu (masyarakat) dan nilai-nilai budaya bagaikan dua tepi yang harus
dijembatani. Jembatan penghubungan dua tepi ini disebut pendidikan. Seperti yang
diungkapkan oleh Jean Pieaget, pendidikan diumpamakan sebagai penghubungan dua
sisi. Sisi pertama adalah individu yang terus tumbuh dan berkembang, dan sisi kedua
adalah nilai-nilai sosial, intelektual, dan moral yang taken for granted. Dua sisi ini akan
dijembatani dan dihubungkan oleh media pendidikan.6
Pendidikan berbasis nilai-nilai budaya ini tidak berangkat dari ruang kosong.
Perjalanan sejarah kebudayaan Cirebon menjadi saksi bisu betapa masyarakat telah
menjalani, menghayati, dan mempraktekkan sistem pendidikan berbasis budaya lokal.
Wujud konkret produk pendidikan berbasis budaya lokal inidapat dilihat pada kesenian-
kesenian lokal, tradisi, dan adat-istiadat yang masih dipertahankan dari generasi ke
generasi. Proses tranmisi dari generasi ke generasi ini—sehingga nilai-nilai budaya
tetap bertahan dalam rentangan waktu yang panjang—adalah praktek pendidikan yang
paling substantif. Karena, kata Jean Peaget, individu akan terus berkembang dari sejak

4
A. Chozin Nasuha, “Dialektika Islam dan Kebudayaan Cirebon” dalam AnnualConference on
Islamic Studies (ACIS) Ke-10, Banjarmasin 1-4 November 2010, hal. 1
5
Gerald L. Gutek, Philosophical and Ideological Voices in Education, (Boston:Allyn & Beacon,
2004), hal. 84-106
6
Joy A. Palmer (ed.) (Ed), 50 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai MasaSekarang, hal. 75
lahir dan terus berkembang, dan pada saat yang sama dunia pendidikan
bertanggungjawab mendorongnya ke nilai- nilai budaya (nilai sosial, intelektual,
moral).7
Hal ini menjadi landasan filosofis bagi masyarakat Cirebon untuk terus
melanjutkan dan mengembangkan suatu model pendidikan berbasis kebudayaan
lokal. Pendidikan yang menekankan pada transformasi nilai-nilai budaya akan
menghasilkan output-output pendidikan yang berakarakter kuat, selektif, produktif,
dan kreatif. Dari uraian di atas terdapat dua masalah pokok. Pertama, pendidikan di era
globalisasi—yang ditandai dengan derasnya arus informasi dan nilai-nilai asing—
diharapkan mampu melahirkan generasi yang memahami jati diri dan identitas
budayanya sendiri. Dengan kemampuan memahami identitas budaya dan jati dirinya
sendiri, individu diharapkan mampu melakukan filterisasi terhadap nilai- nilia budaya
baru yang negatif dan tidak bersifat konstruktif. Kedua, sejarah mencatat bahwa
masyarakat Cirebon adalah masyarakat yang terbuka, plural, hidup berdampingan
secara rukun dalam menjalankan nilai-nilai budayanya sendiri sehingga lahirlah
kebudayaan baru sebagai hasil dari perpaduan beragam budaya. Dari kondisi
masyarakat yang sangat heterogen semacam itu lahirlah suatu kebudayaan baru yang
khas, yakni budaya Cirebon.
Dalam konteks nasionalisme, pendidikan bertujuan untuk menciptakan
kepedulian dan kecintaan akan tanah air, mendorong setiap individu untuk memikirkan
pernak-pernik persoalan yang dihadapi bangsa, lalu turun tangan dan bertindak secara
lebih konkret untuk menyelesaikannya. Humanisme yang semestinya diperjuangkan
institusi pendidikan adalah pemberdayaan dan memanusiakan manusia, serta
memberikan kesempatan penuh pada setiap manusia dari berbagai lapisan sosial untuk
mendapatkan pendidikan yang sama.

b. Kondisi Ekonomi
Pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam mempercepat
pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Berbagai kebijakan dilakukan
untuk pencapaian tujuan tersebut. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan ekonomi
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penerimaan danpengeluaran untuk mencapai
tujuan seperti pertumbuhan ekonomi dan pengentsan kemiskinan secara umum.
Pengeluaran Pemerintah merupakan bagian dari kebijakan fiskal yaitu suatu
tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomiandengan cara menentukan
besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin
dalam dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau regional. Tujuan
dari kebijakan fiskalini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output dan
memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu kebijakan fiskal juga
diharapkan mampu membuka lebar kesempatan kerja yang akan meningkatkan daya
beli masyarakat, sehingga pada akhirnya mampu menekan kemiskinan.
Penyelenggaraan otonomi daerah yang dimulai pada Januari 2017 bagi setiap
daerah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memuat duaaspek penting, yaitu
pendelegasian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan pemerintah maupun tugaspembangunan dan pengelolaan sumber-
sumber ekonomi yang meliputi penggalian sumber-sumber penerimaan dan
pengalokasian pengeluaransesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah masing-
masing. Dari aspek ekonomi, kebijakan otonomi daerah yang bertujuan untuk
pemberdayaankapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk
mengembangkan dan meningkatkan perekonomannya.
Peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.

7
Gerald L. Gutek, Philosophical and Ideological Voices in Education, hal. 215-235.
Melalui kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuaidengan
kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan daerah melaluiotonomi daerah
diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepadapara pelaku ekonomi di
daerah baik lokal, regional, nasional maupun global.Pengeluaran pemerintah daerah
(provinsi maupun kabupaten/kota) yang tercermin dalam APBD dibagi menjadi dua
kelompok utama yaitu pengeluaran rutin atau belanja aparatur daerah dan pengeluaran
pembangunan atau belanja pelayanan publik. Dari dua jenis pengeluaran tersebut,
pengeluaran rutin atau belanja aparatur daerah merupakan jenis pengeluaran yang
dominan dalam pengeluaran pembangunan di sebagian besar di daerah baik di Kota
Cirebon maupun di sebagian besar daerah di Indonesia.
Pengeluaran rutin atau belanja aparatur daerah meliputi belanja pegawai,
barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pinjaman beserta bunga dansubsidi. Semua
jenis pengeluaran tersebut sifatnya merupakan pengeluaran konsumsi. Sedangkan
pengeluaran pembangunan atau belanja pelayanan publik terbagi menurut sektor-
sektor pembangunan yang lebih bersifat sebagai akumulasi stok kapital. Kondisi
tersebut di atas diharapkan dapat menjadi perhatian bagi pemerintah untuk lebih
meningkatkan alokasi pengeluaran pembangunan agar mampu menstimulus
pembangunan ekonomidan pengentasan kemiskinan.

Pengeluaran Pemerintah Daerah Kota Cirebon (Dalam Juta Rupiah) Tahun


2011 – 2018

Pengeluran
Tahun Pemerintah

2011 420.108
2012 325.549
2013 462.774
2014 516.820
2015 709.021
2016 929.460
2017 770.928
2018 792.958

Sumber: Badan Keuangan Daerah Kota Cirebon

Pertumbuhan Ekonomi Kota Cirebon (Dalam Persen) Tahun 2011-2018

Pertumbuhan
Tahun
Ekonomi
2011 5,23
2012 5,46
2013 4,96
2014 5,07
2015 4,88
2016 5,63
2017 5,06
2018 5,02

Sumber: BPS Kota Cirebon


Berdasar table diatas bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah ini
akan berdampak maksimal terhadap output atau pertumbuhan ekonomi bila tidak
terjadi inefisiensi pengeluaran pemerintah. Inefisiensi pengeluaran pemerintah
antara lain disebabkan oleh adanya komponen pengeluaran pemerintah yang
tidak produktif. Pengeluaran pemerintah untuk sektor sosialdan pendidikan yang
merupakan pengeluaran produktif menurut studi Ramirez et. al. (1998) selain
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, juga berdampak positif
terhadap pembangunan manusia yang diaktulisasikan dalam pengentasan
kemiskinan . Dampak positif ini dapat dicapai melalui peningkatan kualitas
modal manusia. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi
diyakini akan lebih membaik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa antara
pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi sebetulnya terdapat
hubungan.
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan sertapertumbuhan ekonomi
di semua sektor pembangunan, pemerataan pembangunan yang optimal,
perluasan tenaga kerja dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Dalam mencapai
tujuan pembangunan secara menyeluruh diperlukan adanya pertumbuhan
ekonomi yang meningkat dan distribusi mendapatan yang merata.
Pembangunan Kota Cirebon dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan dengan sasaran pembangunan
yang telah ditetapkan melalui pembangunan jangka panjang dan jangka pendek.
Salah satu indikator utama keberhasilannya adalah laju penurunan jumlah
penduduk miskin. Efektifitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin
merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi pembangunan. Hal ini
dapat dikatakan bahwa sektor andalan pembangunan adalah efektifitas dalam
penurunan jumlah penduduk miskin.

Tingkat Kemiskinn di Kota Cirebon (Dalam Persen) Tahun 2011-1018

Tahu Kemiskinan (dalam


n %)
2011 11,56
2012 11,08
2013 10,54
2014 10,03
2015 10,36
2016 9,73
2017 9,66
2018 8,88

Sumber: BPS Kota Cirebon

Dimensi kemiskinan dibentuk dari aspek ekonomi, aspek SDM,


fisik/infrastruktur, masalah sosial dan keluarga/rumah tangga. Berdasar data Badan Pusat
Statistik (BPS) Kota Cirebon, tingkat kemiskinan Kota Cirebonsejak tahun 2011 hingga
2018 mengalami trend yang menurun. Hal inimenjadi salah satu indikasi keberhasilan
pemerintah Kota Cirebon dalam menanggulangi kemiskinan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan diantaranya adalah pertumbuhan
ekonomi dan pengeluaran pemerintah yang tepat sasaran. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dan pengeluaran pemerintah yang berpihak pada sektor-sektor produktif sangat
dibutuhkan dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan. Bertitik tolak pada hal tersebut,
penulis bermaksud untuk memberi judul penelitian ini yaitu “Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Cirebon
Tahun 2011-2018.”8

c. Kondisi Kesehatan
• Angka Kematian
a) Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi
belum berusia tepat satu tahun (bayi lahir dalam keadaan hidup). Kematian Neo-Natal
adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya
pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. kematian post neo-natal, adalah
kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Angka
Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang sangat penting utuk mengetahui
gambaran tingkat permasalahan kesehatan masyarakat. Faktor yang berkaitan dengan
penyebab kematian bayi antara lain adalah tingkat pelayanan antenatal komprehensif dan
berkualitas yang diberikan kepada ibu hamil dengan tujuan kehamilan yang sehat,
bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat. Status gizi ibu hamil, tingkat
keberhasilan program KIA adalah upaya bidang kesehatan meliputi pelayanan ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru
lair dengan komplikasi, bayi dan balita serta anak prasekolah. Serta kondisi lingkungan
dan sosial ekonomi.9

Penyebab Kematian Bayi (Usia 0-11 bulan)

8
Badan Pusat Statistik Kota Cirebon, 2011-2018. Kota Cirebon Dalam Angka 2011-2018. Cirebon: BPS
9
Dinas Kesehatan, “Profil Kesehatan Kota Cirebon”, 2017
b) Angka Kematian Anak Balita
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian yang terjadi pada usia 0-59
bulan selama satu tahun per 1000 balita. AKABA dapat digunakan untuk
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan. Faktor – faktor yang berpengaruh
terhadap kesehatan balita yang berdampak pada AKABA adalah seperti : perilaku
keluarga dalam melaksanakan 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga, perilaku
keluarga dalam melaksanakan indikator KADARZI, imunisasi, sanitasi dan Pencegahan
penyakit melalui imunisasi dan pencegahan infeksi, keterlambatan berobat ke sarana
pelayanan kesehatan baik Puskesmas maupun Rumah Sakit, kurangnya pengetahuan
orang tua dan masyarakat terhadap deteksi dini gejala yang dapat menimbulkan hal
tersebut diatas.10

c) Jumlah Kematian Ibu


Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku
hidup sehat, status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan, tingkat
pelayanan kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan waktu melahirkan
dan masa nifas. AKI diperoleh dari jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
(jumlah kematian hamil + jumlah kematian ibu bersalin + jumlah kematian ibu nifas).
Angka Kematian ibu di Kota Cirebon dinyatakan dalam bentuk jumlah karena jumlah
kelahiran hidup tidak mencapai 100.000.11

• Angka Kesakitan
a) Imunisasi

10
Dinas Kesehatan, “Profil Kesehatan Kota Cirebon”, 2017
11
Dinas Kesehatan, “Profil Kesehatan Kota Cirebon”, 2017
b) Penyakit menular
- Tuberkulosis Paru

- HIV dan AIDS

E. Produk Domestik Regional Bruto di Kota Cirebon


PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut
serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan
keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak
langsung dikurangi subsidi).
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah
bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai
tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam
proses produksi. Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya
antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan
gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan
menjumlahkan nlai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah
bruto dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
pasar.
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PRDB) MENURUT LAPANGAN
USAHA KOTA CIREBON TAHUN 2018 – 2020 (JUTAAN RUPIAH)

SEKTOR PRDB 2018 2019 2020

Pertanian, Kehutanan, dan 71 632,94 78 421,95 79 872,81


Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 0,00 0,00 0,00
Industri Pengolahan 2 208 143,24 2 369 834,52 2 392 583,37
Pengadaan Listrik dan Gas 153 820,32 143 703,38 137 601,36
Pengadaan Air, Pengelolaan 63 110,14 69 002,00 71 476,50
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
Konstruksi 2 192 975,90 2 342 529,16 2 215 655,76
Perdagangan Besar dan Eceran 6 819 095,74 7 387 745,60 6 968 833,33
Transportasi dan Pergudangan 2 498 275,44 2 717 853,05 2 688 340,16
Penyediaan Akomodasi dan 1 158 901,15 1 263 071,98  1 196 115,57
Makan Minum
Informasi dan Komunikasi 1 026 025,74 1 114 658,87 1 493 487,25
Jasa Keuangan dan Asuransi 2 394 303,95 2 650 868,57 2 741 033,22
Real Estate 195 540,13 217 443,21 217 547,13
Jasa Perusahaan 182 930,20 219 134,42 196 610,98

Administrasi Pemerintahan, 892 478,92 923 399,23 858 282,88


Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
Jasa Pendidikan 790 470,00 902 915,65 1 006 720,75
Jasa Kesehatan dan Kegiatan 484 042,00 541 440,48 611 288,13
Sosial
Jasa lainnya 507 510,50 561 611,38 564 931,84
PRODUK DOMESTIK 21 639 256,31 23 503 633,45 23 440 381,05
REGIONAL BRUTO

Perkembangan pengelolaan pariwisata di kota Cirebon berdasarkan PDRB


(Potensi Domestik Ragional Bruto)
Pariwisata merupakan sebuah sisi lain dari pendapatan daerah disamping hal tersebut
tentunya penerimaan pajak daerah, hal ini karena dapat menunjang menuju kota yang
bernuansakan wisata. sebagaimana yang dapat digali dari seorang pemimpin dalam memimpin
daerahnya, tentu hal tersebut merupakan suatu yang baik untuk masyarakat pada khususnya
daerah wisata yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar dan tentunya
pendapatan daerah pun akan terus meningkat.
Cirebon merupakan sebuah daerah yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh
kebudayaan yang tinggi dari berbagai etnis. Etnis jawa, sunda, china dan arab menjadi sebuah
satu kesatuan dalam bingkai kehidupan sehari-hari dimassa itu, sebelum akhirnya terjadi
pemekaran daerah yang menghasilkan Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon. Dalam hal ini,
Kota Cirebon memiliki riwayat sejarah yang panjang melalui peradaban keraton-keraton, karena
pada dasarnya hampir seluruh peninggalan sejarah tersebut berada pada wilayah Kota Cirebon,
termasuk beberapa keraton yang masih aktif hingga hari ini, yaitu keraton kasepuhan, kanoman,
dan kacirebonan. Bangunan klenteng tempat peribadatan juga masih rapih dan menjadi tempat
destinasi wisata yang ada di Kota Cirebon.
Tak hanya itu, Kota Cirebon berada pada pesisir pulau jawa menjadi sebuah hal yang
biasa untuk wisata pantainya. Namun, ada satu hal yang menarik bahwa terdapat Goa Sunyaragi
yang merupakan karang-karang yang dipercaya oleh masyarkat sekitar bahwa dahulunya
merupakan daerah lautan karena perkembangan zaman dari waktu ke waktu akhirnya
mengalami penyusutan air laut hingga akhirnya Goa Sunyaragi tersebut tepat berada di tengah
Kota Cirebon. Pesisir laut menjadi bagian wahana dari Cirebon Waterland, Pantai Pelabuhan
dan juga Kejawanan yang masing-masing memiliki daya tarik wisata.
Di Kota Cirebon juga masih memiliki wisata lain yang masih bersentuhan dengan
sejarah, yaitu Petilasan Sunan Kalijaga yang biasa orang Cirebon sebut dengan Plangon, berupa
hutan yang biasa Sunan Kalijaga melakukan meditasi, yang pada akhirnya menjadi hutan yang
terdapat hewan hidup berupa kera/monyet sehingga menjadi daya tarik wisata yang dikunjungi
walaupun hanya untuk sekedar melihat petilasan dan juga memberi makan monyet/kera tersebut
Pada perkembangannya hari ini, Kota Cirebon mulai menata Pariwisatanya melalui beberapa
destinasi favorit yang berada di Kota Cirebon, terlebih hari ini pembangunan yang dilakukan
oleh Pemerintah.
Kota Cirebon juga sangat baik, sarana dan prasarana dalam membangun kota juga
sedang dilakukan, seperti hotel, mall ataupun café sudah mulai memberikan dampak yang
positif bagi pariwisata Kota Cirebon, artinya bahwa pengunjung tidak hanya mengunjungi satu
destinasi wisata saja tetapi bisa melakukan travelling Kota Cirebon dengan berbagai makanan
khas juga turut mengundang banyak wisatawan baik mancanegara maupun local Berdasarkan
data statistik dari Badan Pusat Statistik Kota Cirebon Jumlah wisatawan Mancanegara dan
Domestik di Kota Cirebon dari Tahun 2018-2020 terus meningkat jumlahnya pada setiap
tahunnya, berikut :

JUMLAH WISATAWAN KE AKOMODASI


TAHUN MANCANEGARA DOMESTIK JUMLAH
2018 63.414 186.779 250.193
2019 2.085 193.315 195.400
2020 5.200 200.268 205.468
Sumber: BPS Jabar

Karena Salah satu upaya dalam meningkatkan penerimaan daerah adalah dengan
mengoptimalkan potensi dalam sektor pariwisata. Sedangkan pariwisata itu sendiri sebagai
salah satu jenis industri yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi diantaranya melalui
penyediaan lapangan kerja.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan daerah dari sektor pariwisata
adalah jumlah kunjungan wisatawan Kota Cirebon sebagai kota yang memiliki keanekaragaman
budaya yang mempunyai kesempatan untuk menjual atraksi budayanya kepada wisatawan baik
wisatawan mancanegara maupun nusantara yang akan menikmati budaya tersebut. Tentu saja
kedatangan wisatawan tersebut akan mendatangkan penerimaan bagi daerah yang
dikunjunginya.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata menyatakan bahwa


penyelenggaraan kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dalam lapangan kerja, mendorong pembangunan daerah,
memperkenalkan dan mendayagunakan objek dan daya tarik wisata di Indonesia serta memupuk
rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar bangsa.

Kedatangan wisatawan mancanegara maupun domestik pada suatu objek wisata akan
meningkatkan pendapatan daerah. Konsumsi wisatawan cenderung akan meningkatkan output
barang dan upah disektor yang menjual barang maupun jasa kepada wisatawan. Konsumsi
wisatawan akan menciptakan permintaan baik barang maupun jasa yang pada akhirnya akan
menimbulkan kegiatan produksi baik barang maupun jasa yang secara otomatis akan
memberikan nilai tambah kepada pendapatan regional khususnya Produksi Dometik Regional
Bruto (PDRB) di suatu daerah.
Kota Cirebon memiliki destinasi wisata yang cukup terkenal, terutama dengan adanya
Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kacirebonan, Keraton Kaprabonan, Situs Gua
Sunyaragi, dan lain-lain.
Dengan terus meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Cirebon tersebut,
sudah barang tentu akan membawa dampak yang positif terhadap perekonomian Kota Cirebon
seperti yang ditunjukkan kontribusi sektor wisata yang selalu meningkat setiap tahunnya. Untuk
itu, bagi pengambil kebijakan dan para pelaku penyedia jasa pariwisata baik yang dilakukan
oleh pemerintah daerah maupun swasta harus tetap bisa menjalankan fungsinya masing-masing,
agar setiap wisatawan yang datang ke Kota Cirebon tetap merasa nyaman.

F. Kondisi Sosial Budaya


Masyarakat Cirebon adalah pendukung salah satu sub kebudayaan yang ada di daerah
Provinsi Jawa Barat, disamping sub kebudayaan Banten dan kebudayaan Sunda. Masyarakat ini
berdiam terutama di kotamadya Cirebon dan Kabupaten Cirebon. Sementara sumber lain
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan daerah Cirebon, selain yang tersebut di atas,
termasuk pula kabupaten Kuningan, kabupaten Majalengka, dan kabupaten Indramayu.
Masyarakat Cirebon sering menyebut masyarakatnya sebagai wong Jawa yang
membedakannya dengan orang sunda yang disebut wong gunung. Dilihat dari segi budaya,
orang Cirebon merupakan pedukung budaya hasil pertemuan kebudayaan Sunda dan Jawa. Hal
ini dapat dilihat dalam segi bahasanya. Bahasa ini sering disebut dengan nama Bahasa Jawa
Cirebon atau ada yang mengolongkannya sebagai dialek Jawa-Cirebon.
Pada awal perkembangannya, kesultanan Cirebon menggunakan bahasa Jawa-Cirebon
dan huruf Jawa, disamping huruf Arab dan Latin. Hal ini kemungkinan disebabkan sebagai hasil
hubungannya dengan kesultanan Demak dan Mataram. Bahasa dan huruf Jawa itu dugunakan
oleh sastrawan keraton dan dituangkan dalam naskah kuno. Lebih dari sekedar pertemuan dua
budaya tersebut di atas, budaya Cirebon memiliki kekhasan yang lain, karena terpadunya unsur
budaya Hindu, Cina, dan Islam. Kultur Cirebon diwarnai oleh perkembangan agama islam yang
terjadi di Cirebon pada abad 14 dan 15. Pengaruh agama islam mengakar pada relung kalbu
masyarakat. Nilai-nilai tradisional termasuk keseniannya, selalu berdasarkan filsafah agamis
dan itu masih berlangsung hingga kini yang diperkuat oleh masih berdirinya tiga buah keraton
di Cirebon yaitu, Keraton Kasepuhan, Kaniman, dan Kacirebonan yang merupakan pusat
pemegang tradisi. Setiap tahun sekali, keraton-keraton tersebut diramaikan oleh upacara
tradisional Muludan yang dikenal dengan Panjang Jimat.
Terlepas dari upacara atau kegiatan budaya yang dilaksanakan oleh pihak keraton dan
bernafaskan Islam, nilai-nilai tradisi juga masih berlangsung di kalangan masyarakat luas. Di
daerah sepanjang pantai misalnya, para nelayan menyelenggarakan Upacara Nadran (Pesta
Laut) setiap tahun sekali, yaitu mempersembahkan sesaji kepada penguasa laut. Nilai-nilai
lainnya terlihat pada upacara ritual yang diselenggarakan masyarakat perdesaan khususnya yaitu
upacara yang berkaitan dengan daur hidup manusia seperti, upacara nujuh bulan, upacara
kelahiran (gunting rambut, tedak siti), upacara khitanan, perkawinan, dan kematian.
Kemungkinan juga upacara-upacara yang berkaitan denga peristiwa alam, pertanian dan
sebagainya. Salah satu yang amat melekat yaitu pengaruh kebudayaan Hindu, baik yang tumbuh
di Jawa (Hindu-Jawa) maupun di Sunda (Hindu-Sunda). Pengaruh Hindu tampak sebagian pada
lukisan kaca. Ragam hias pada lukisan kaca merupakan campuran ragam hias dengan corak
Hindu, Persia atau Tiongkok, dan ditambah dengan kaligrafi.
Budaya Cina tergurat dalam unsur-unsur budaya lama seperti pada ragam hias dan
lambang-lambang lainnya. Pengaruh budaya Cina tampak jelas pada ornamen-ornamen dalam
keraton, mesjid, kereta pusaka, dan seni batik. Pada seni batik, dalam konteks Cirebon, banyak
terdapat gaya dan pola yang berani seperti berbentuk liong, singa, gajah, mega mendung, wadas,
tumbuh menjalar, serta ayam jago yang berkokok.
Kebanyakan motif ini menunjukkan kekuatan, kejantanan, dan keberanian, kadang-
kadang keagresifan, petunjuk tentang suatu bangsa yang ingin memperkenalkan kehadirannya
setelah begitu lama ditelantarkan oleh dunia luar. Dari masakan-masakannya, juga
memperlihatkan tanda-tanda yang sama bahwa budaya Cirebon merupakan perpaduan berbagai
tradisi. Hal inilah yang menjadikan budaya Cirebon cenderung variatif dan kompleks. Aktivitas
yang sifatnya masih tradisional selalu melibatkan banyak orang di dalamnya. Oleh karenanya
bisa dikatakan bahwa nilai-nilai tradisi identik dengan kebersamaan, kegotong royongan, dan
sejenisnya. Paling nyata bisa dijumpai pada saat-saat berlangsungnya suatu kegiatan upacara
adat, peristiwa kematian, membangun rumah, dan semacamnya. Apalagi bila kegiatan itu
berkaitan dengan keraton. Keraton identik dengan berkah, dengan demikian siapa pun yang
diberi kesempatan untuk terlibat atau membantu suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh keraton,
dalam Upacara Muludan misalnya, dianggap suatu berkah12

12
https://text-id.123dok.com/document/ky65mm57z-kehidupan-sosial-budaya-masyarakat-
cirebon.html
G. Rekomendasi dan Saran
1. Penambahan jumlah agen gas serta penambahan jangkauan listrik keseluruhan wilayah kota
Cirebon supaya masyarakat tidak mengalaman kekurangan listrik dan gas yang bisa
menghambat aktivitas masyarakat, dan juga akan mempengaruhi (PDRB).
2. Meningkatkan sektor pariwisata khususnya dibidang kelautan (pantai) karena wilayah Kota
Cirebon adalah pesisir pula Jawa.
3. Selain pariwisata dibidang kelautan, PemKot Cirebon juga perlu memaksimalkan pariwisata
dibidang kesenian karena diCirebon sangat beragam keseniannya seperti, wayang kulit, tari
topeng, sintren dll
4. Meningkatkan usaha dibidang kerajinan karena Kota Cirebon memiliki beragam kerajinan
yang khas, seperti kerajinan rotan, batik, dll.
5. Bidang kuliner juga tidak kalah beragam, contohnya seperti empal gentong, tahu gejrot, nasi
jamblang dll. Makanan-makanan ini adalah makanan yang khas Kota Cirebon, jika bisa
memanfaatkannya dengan baik maka akan membuat Kota Cirebon akan banyak dikenal
khususnya dibidang kulinernya yang berpengaruh pada produk domestik regional bruto
(PDRB).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Cirebon dikenal dengan nama Kota Udang dan Kota Wali. Selain itu kota Cirebon
disebut juga sebagai Caruban Nagari (penanda gunung Ceremai) dan Grage (Negeri Gede dalam
bahasa Cirebon berarti kerajaan yang luas). Sebagai daerah pertemuan budaya antara Suku
Jawa, Suku Sunda, Bangsa Arab, Tiongkok dan para pendatang dari Eropa sejak beberapa abad
silam, masyarakat Cirebon dalam berbahasa biasa menyerap kosakata bahasa-bahasa tersebut
ke dalam bahasa Cirebon.
Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33o dan 6.41o Lintang Selatan pada
pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur 8 kilometer,
Utara Selatan 11kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5meter dengan demikian
Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah dengan luas wilayah administrasi 37,35 km2
atau 3.735,8 hektar.
Pendidikan berbasis nilai-nilai budaya ini tidak berangkat dari ruang kosong. Perjalanan
sejarah kebudayaan Cirebon menjadi saksi bisu betapa masyarakat telah menjalani, menghayati,
dan mempraktekkan sistem pendidikan berbasis budaya lokal. Wujud konkret produk
pendidikan berbasis budaya lokal ini dapat dilihat pada kesenian-kesenian lokal, tradisi, dan
adat-istiadat yang masih dipertahankan dari generasi ke generasi. Proses tranmisi dari generasi
ke generasi ini—sehingga nilai-nilai budaya tetap bertahan dalam rentangan waktu yang
panjang—adalah praktek pendidikan yang paling substantive.
Peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. Melalui kewenangan yang
dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentinganmasyarakat, daerah akan berupaya untuk
meningkatkan perekonomian sesuaidengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan
daerah melaluiotonomi daerah diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepadapara
pelaku ekonomi di daerah baik lokal, regional, nasional maupun global.
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut
serta dalam proses produksi di suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross
value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah
adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam proses
produksi.
Cirebon merupakan sebuah daerah yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh
kebudayaan yang tinggi dari berbagai etnis. Etnis jawa, sunda, china dan arab menjadi sebuah
satu kesatuan dalam bingkai kehidupan sehari-hari dimassa itu, sebelum akhirnya terjadi
pemekaran daerah yang menghasilkan Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon. Dalam hal ini,
Kota Cirebon memiliki riwayat sejarah yang panjang melalui peradaban keraton-keraton.
DAFTAR PUSTAKA

A. Chozin Nasuha, “Dialektika Islam dan Kebudayaan Cirebon” dalam Annual Conference

on Islamic Studies (ACIS) Ke-10, Banjarmasin 1-4 November 2010, hal. 1

Badan Pusat Statistik Kota Cirebon, 2011-2018. Kota Cirebon Dalam Angka 2011-2018.
Cirebon: BPS

Dinas Kesehatan, “Profil Kesehatan Kota Cirebon”, 2017

Gerald L. Gutek, Philosophical and Ideological Voices in Education, (Boston: Allyn & Beacon,

2004), hal. 84-106

Joy A. Palmer (ed.) (Ed), 50 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai Masa Sekarang, hal. 75

https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon

https://www.cirebonkota.go.id/profil/cirebon-dalam-angka/1-letak
geografis/#:~:text=Kota%20Cirebon%20terletak%20di%20daerah,atau%20pantai%20utara%20(
pantura).

https://text-id.123dok.com/document/ky65mm57z-kehidupan-sosial-budaya-masyarakat-
cirebon.html

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon#:~:text=Pada%20awalnya%20Cirebon%20berasal
%20dari,bahasa%20Jawa%20artinya%20bersatu%20padu

Anda mungkin juga menyukai