Sejarah Pemerintahan
Menurut Manuskrip Purwaka Caruban Nagari, pada abad XIV di pantai Laut Jawa ada sebuah
desa nelayan kecil bernama Muara Jati. Pada waktu itu sudah banyak kapal asing yang datang
untuk berniaga dengan penduduk setempat. Pengurus pelabuhan adalah Ki Gedeng Alang-
Alang yang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Padjadjaran). Dan di pelabuhan ini juga
terlihat aktivitas Islam semakin berkembang. Ki Gedeng Alang-Alang memindahkan tempat
pemukiman ke tempat pemukiman baru di Lemahwungkuk, 5 km arah selatan mendekati kaki
bukit menuju kerajaan Galuh. Sebagai kepala pemukiman baru diangkatlah Ki Gedeng Alang-
Alang dengan gelar Kuwu Cerbon.
Dengan demikian berdirilah kerajaan baru di Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana.
Berdirinya kerajaan Cirebon menandai diawalinya Kerajaan Islam Cirebon dengan pelabuhan
Muara Jati yang aktivitasnya berkembang sampai kawasan Asia Tenggara.
RIWAYAT PEMERINTAHAN
Periode Tahun 1270-1910
Pada abad XIII Kota Cirebon ditandai dengan kehidupan yang masih tradisional dan pada
tahun 1479 berkembang pesat menjadi pusat penyebaran dan Kerajaan Islam terutama di
wilayah Jawa Barat.c Kemudian setelah penjajah Belanda masuk, dibangunlah jaringan
jalan raya darat dan kereta api sehingga mempengaruhi perkembangan industri dan
perdagangan.
Bagian dalam berupa sebuah perisai yang didalamnya terdapat gambar sebagai berikut :
1. Daun jati yang berwarna hijau tua, mengandung arti bahwa pada zaman dahulu di
Cirebon ada seorang pemimpin para wali yang berbudi luhur dan bertahta serta
disemayamkan di Gunungjati dengan nama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati
yang menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa.
2. Sembilan buah bintang berwarna putih, mengandung arti Walisanga. Kota Cirebon
terkenal sebagai tempat berkumpulnya para wali untuk bermusyawarah dalam
hubungannya dengan ilmu Agama Islam yaitu :
4 (empat) buah bintang diatas dasar kuning emas menggambarkan ilmu syariat,
hakekar, terekat dan ma’rifat.
5 (lima) buah bintang di dalam gambar daun jati menggambarkan rukun Islam, yaitu
syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji.
1. Lukisan laut berombak berwarna biru, mengandung arti bahwa masyarakat Kota
Cirebon mempunyai kegiatan bekerja di daerah pantai (nelayan), dengan penuh
keikhlasan (jalur putih) dalam menunaikan kewajiban masing-masing untuk
kepentingan bangsa dan negara
2. Gambar udang rebon berwarna kuning emas, mengandung arti bahwa hasil laut telah
memberikan kemakmuran kepada masyarakat Cirebon. Adapun udang rebon
merupakan bahan baku untuk pembuatan terasi yang terkenal dari Kota Cirebon
3. Garis bergerigi sembilan buah berwarna hitam yang melukiskan benteng yang
mendatar berpuncak sembilan buah, menggambarkan arti bahwa Kota Cirebon bercita-
cita melaksanakan pembangunan di segala bidang/sektor di seluruh kotanya untuk
kemakmuran rakyat.
4. Perisai yang bersudut lima, mengandung arti bahwa perjuangan dalam
mempertahankan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diprolamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
5. Warna dasar kuning emas perisai bagian atas melambangkan Kota Cirebon sebagai
kota pantai yang bercita-cita melaksanakan pembangunan untuk mewujudkan
masyarakat yang tertib, tentram, adil dan makmur.
6. Warna putih pada perisai bagian bawah melambangkan Kota Cirebon letaknya di pinggir
laut atau Kota Pantai yang siap sedia (jalur biru) memberikan hasil laut yang berguna
dan berharga bagi kehidupan rakyatnya
7. Pita melingkari perisai dengan warna kuning melambangkan persatuan, kebesaran dan
kejayaan.
8. Dasar lambang yang berwarna hitam melambangkan keabadian.
Motto
MOTTO DAERAH
Motto Daerah yang merupakan semboyan kerja adalah Gemah Ripah Loh Jinawi, yang
bermakna :
Pengertian Bahasa :
Gemah Ripah berarti negara jembar serta banyak rakyatnya;
Loh Jinawi artinya subur makmur;
Pengertian Keseluruhan :
Gemah Ripah Loh Jinawi adalah perjuangan masyarakat sebagai bagian bangsa
Indonesia bercita-cita menciptakan ketentraman/perdamaian, kesuburan, keadilan,
kemakmuran, tata raharja serta mulia abad.
MISI :
Misi Ke-1: “Mewujudkan aparatur pemerintahan dan masyarakat Kota Cirebon yang religius”
Misi Ke-4: “Meningkatkan kualitas sumber daya Kota Cirebon dalam bidang pendidikan,
kesehatan, ekonomi dan sosial untuk kesejahteraan masyarakat”
Sejarah Kesenian
Sejarah Sintren
Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat pesisir Jawa, khususnya di pesisir utara
Jawa. Kesenian Sintren dikenal juga dengan nama lais. Kesenian Sintren dikenal sebagai
tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan
Sulandono.
SEJARAH
Kesenian Sintren berasal dari kisah Sulandono sebagai putra Ki Baurekso hasil
perkawinannya dengan Dewi Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih
seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu
dari Ki Baurekso, akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari.
Meskipun demikian pertemuan di antara keduanya masih terus berlangsung melalui alam
gaib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh
Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk
menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan R. Sulandono. Sejak saat
itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh
pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam
keadaan suci (perawan).
BENTUK PERTUNJUKAN
Sintren diperankan seorang gadis yang masih suci, dibantu oleh pawang dengan diiringi
gending 6 orang. Dalam perkembangannya tari sintren sebagai hiburan budaya, kemudian
dilengkapi dengan penari pendamping dan bodor (lawak).
Dalam permainan kesenian rakyat pun Dewi Lanjar berpengaruh antara lain dalam
permainan Sintren, si pawang (dalang) sering mengundang Roh Dewi Lanjar untuk masuk
ke dalam permainan Sintren. Bila, roh Dewi Lanjar berhasil diundang, maka
penari Sintren akan terlihat lebih cantik dan membawakan tarian lebih lincah dan
mempesona.
Dalam pagelaran sintren, penontonpun dapat berinteraksi langsung dengan sang Sintren
ketika sang Sintren sedang berlenggak-lenggok menari dengan cara melontarkan uang ke
arah sang sintren, jika mengenai tubuh sang sintren, maka ia akan jatuh tak sandarkan diri,
kemudian sang pawang sintren akan membangunkan kembali dan begitu terus selanjutnya
sampai sang pawang mengembalikan Sang Sintren ke wujud asalnya.
Tempat Ibadah
Sarana tempat ibadah merupakan hal penting yang harus didahulukan di Pemerintah Kota Cirebon
baik tempat ibadah utama yang harus ada disetiap kecamatan dan kelurahan maupun tempat ibadah
sekunder yang tersebar diseluruh kota diantaranya berupa langgar-langgar maupun tempat
pengajian.
MASJID AL-KAUTSAR
Jl. Kantor 84 Cirebon
Telepon: 0231-206011
Masjid ini terletak di sekretariat balaikota Cirebon
MASJID AR ROHMAN
Jl. Evakuasi BI A/1 Cirebon
Telepon: 487-858
GEREJA PASUNDAN
Jl. Yos sudarso No. 10 Telp 0231-207081 Cirebon
Pusat Perbelanjaan
GERAGE MALL
Jl. Tentara Pelajar No.1 Telp.(0231)242540
BALONG INDAH PLAZA
Jl. Pekiringan
ACE HARDWARE
Jl. Syarif Abdurahman – Cirebon
ASIA TOSERBA
Jl. Siliwangi – Cirebon
CARREFOUR
Jl. DR. Ciptomangunkusumo – Cirebon
CIREBON SUPER BLOK (CBS)
Jl. DR. Ciptomangunkusumo – Cirebon
CIREBON MALL
Jl. Syarif Abdurahman – Cirebon
SURYA TOSERBA
Jl. Siliwangi – Cirebon
GIANT
Jl. BY Pass – Cirebon
Pasar Tradisional
Pasar Harjamukti
Jl. Jendral sudirman – Penggung Uatara Cirebon
Pasar Jagasatru
Jl. Jagasatru – Cirebon
Pasar PGC
Jl. Siliwangi – Cirebon
Pasar Drajat
Jl. Pangeran Drajat – Cirebon
Pasar Kramat
Jl. Siliwangi – Kramat – Cirebon
Pasar Kanoman
Jl Winaon No. 1 Cirebon
Pasar Perumnas
Jl. Ciremai Raya – Cirebon
Pasar Buah
Jl. Kalitanjung – Cirebon
Tempat Wisata
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari
Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506, beliau
bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon.
Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad
Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Dan sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi
Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Putri itu cantik
rupawan berbudi luhur dan bertubuh kokoh serta dapat mendampingi suami, baik dalam bidang
Islamiyah, pembina negara maupun sebagai pengayom yang menyayangi rakyatnya.
Keraton Kanoman didirikan oleh Sultan Kanoman I (Sultan Badridin) turunan ke VII dari
Sunan Gunung Jati (Syarief Hidayatullah) pada tahun 510 tahun Saka atau tahun 1588
Masehi, Adapun prasasti tahun berdirinya Keraton Kanoman terdapat pada pintu Pandopa
Jinem yang menuju keruangan Perbayaksa, dipintu tersebut terpahat gambar angka Surya
Sangkala & Chandra
Keraton Kecirebonan dibangun pada tahun 1800, Keraton ini banyak menyimpan benda-
benda peninggalan sejarah seperti Keris Wayang perlengkapan Perang, Gamelan dan lain-
lain.
Seperti halnya Keraton Kesepuhan dan Keraton Kanoman, Keraton Kecirebonan pun tetap
menjaga, melestarikan serta melaksanakan kebiasaan dan upacara adat seperti Upacara
Pajang Jimat dan sebagainya.
Lebih kurang 5 Km ke arah barat dari jantung kota Cirebon, tepatnya dikelurahan Graksan,
terhampar bangunan yang unik. Areal bangunan ini dikenal sebagai Tamansari Gua
Sunyaragi. Petilasan dengan arsitektur estetik bernilai historis, serta mengungkap nilai-nilai
spritual yang merupakan salah satu warisan budaya masa lalu yang terdapat di wilayah
Cirebon, Pembangunannya dilakukan pada tahun 1703, sedangkan gagasannya berasal dari
benak Sang Patih Keraton Kasepuhan yang bernama Pangeran Arya Cirebon. Tokoh ini
dikenal sebagai peminta sejarah dan kebudayaan. Karya legendaris lainnya yaitu kitab
sejarah “Purwaka Caruban” yang berhasil disusunnya pada tahun 1720. Sunya berarti sepi,
dan Raga atau Ragi berarti jasmani.
Taman Kalijaga
Tempat ini pada zaman dahulunya adalah sebuah hutan pada saat penyebaran agama Islam
dilaksanakan di Cirebon, salah satu tempat yang dipakai oleh Sunan Kalijaga malakukan
khotbahnya sampai sekarang dikenal oreng sebagai petilasan Sunan Kalijaga.
Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun pada tahun 1498 M oleh Wali Sanga atas prakarsa
Sunan Gunung Jati. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan arsitek Raden
Sepat (dari Majapahit) bersama dengan 200 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari
Demak. Mesjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa
dan kepercayaan. Penduduk Cirebon pada masa itu menamai mesjid ini Mesjid Pakungwati
karena dulu terletak dalam komplek Keraton Pakungwati.
Taman Ade Irma Suryani terletak berdampingan dengan pelabuhan Cirebon dengan lokasi
di pinggir laut pantai utara Cirebon memiliki area + 2,5 Ha. Taman hiburan ini merupakan
satu-satunya tempat hiburan dan rekreasi keluarga dekat pantai kota Cirebon yang
menyediakan fasilitas permainan anak-anak, kebun binatang, wisata bahari/pantai dan
sarana penunjang lainnya, acara rutin pada tiap hari Minggu berupa hiburan acara musik
dengan didukung oleh artis-artis yang terkenal termasuk acara dalam bentuk perlombaan
bagi anak-anak sekolah menjelang libur.
Kawasan wisata Ade Irma Nasution bisa dikembangkan baik oleh investor dalam negeri
maupun dari luar negeri karena dapat menyedot wisatawan baik dari Jawa Tengah maupun
dari Jawa Timur
Mengawali cerita sejarah ini sebagai Purwadaksina, Purwa Kawitan Daksina Kawekasan, tersebutlah
kerajaan besar di kawasan barat pulau Jawa PAKUAN PAJAJARAN yang Gemah Ripah Repeh Rapih
Loh Jinawi Subur Kang Sarwa Tinandur Murah Kang Sarwa Tinuku, Kaloka Murah Sandang Pangan Lan Aman
Tentrem Kawontenanipun. Dengan Rajanya JAYA DEWATA bergelar SRI BADUGA MAHARAJA
PRABU SILIWANGIRaja Agung, Punjuling Papak, Ugi Sakti Madraguna, Teguh Totosane Bojona
Kulit Mboten Tedas Tapak Paluneng Pande, Dihormati, disanjung Puja rakyatnya dan disegani oleh
lawan-lawannya.
Raja Jaya Dewata menikah dengan Nyai Subang Larang dikarunia 2 (dua) orang putra dan seorang
putri, Pangeran Walangsungsang yang lahir pertama tahun 1423 Masehi, kedua Nyai Lara Santang
lahir tahun 1426 Masehi. Sedangkan Putra yang ketiga Raja Sengara lahir tahun 1428 Masehi.
Pada tahun 1442 Masehi Pangeran Walangsungsang menikah dengan Nyai Endang Geulis Putri Ki
Gedheng Danu Warsih dari Pertapaan Gunung Mara Api.
Mereka singgah di beberapa petapaan antara lain petapaan Ciangkup di desa Panongan (Sedong),
Petapaan Gunung Kumbang di daerah Tegal dan Petapaan Gunung Cangak di
desa Mundu Mesigit, yang terakhir sampe ke Gunung Amparan Jati dan disanalah bertemu dengan
Syekh Datuk Kahfi yang berasal dari kerajaan Parsi. Ia adalah seorang Guru Agama Islam yang
luhur ilmu dan budi pekertinya. Pangeran Walangsungsang beserta adiknya Nyai Lara Santang dan
istrinya Nyai Endang Geulis berguru Agama Islam kepada Syekh Nur Jati dan menetap bersama Ki
Gedheng Danusela adik Ki Gedheng Danuwarsih. Oleh Syekh Nur Jati, Pangeran Walangsungsang
diberi nama Somadullah dan diminta untuk membuka hutan di pinggir Pantai Sebelah Tenggara
Gunung Jati (Lemahwungkuk sekarang). Maka sejak itu berdirilah Dukuh Tegal Alang-Alang yang
kemudian diberi nama Desa Caruban (Campuran) yang semakin lama menjadi ramai dikunjungi dan
dihuni oleh berbagai suku bangsa untuk berdagang, bertani dan mencari ikan di laut.
Danusela (Ki Gedheng Alang-Alang) oleh masyarakat dipilih sebagai Kuwu yang pertama dan
setelah meninggal pada tahun 1447 Masehi digantikan oleh Pangeran Walangsungsang sebagai
Kuwu Carbon yang kedua bergelar Pangeran Cakrabuana. Atas petunjuk Syekh Nur Jati, Pangeran
Walangsungsang dan Nyai Lara Santang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekah.
Pangeran Walangsungsang mendapat gelar Haji Abdullah Iman dan adiknya Nyai Lara Santang
mendapat gelar Hajah Sarifah Mudaim, kemudian menikah dengan seorang Raja Mesir bernama
Syarif Abullah. Dari hasil perkawinannya dikaruniai 2 (dua) orang putra, yaitu Syarif Hidayatullah dan
Syarif Nurullah. Sekembalinya dari Mekah, Pangeran Cakrabuana mendirikan Tajug dan Rumah
Besar yang diberi nama Jelagrahan, yang kemudian dikembangkan menjadi Keraton Pakungwati
(Keraton Kasepuhan sekarang) sebagai tempat kediaman bersama Putri Kinasih Nyai Pakungwati.
Stelah Kakek Pangeran Cakrabuana Jumajan Jati Wafat, maka Keratuan di Singapura tidak
dilanjutkan (Singapura terletak + 14 Km sebelah Utara Pesarean Sunan Gunung Jati) tetapi harta
peninggalannya digunakan untuk bangunan Keraton Pakungwati dan juga membentuk prajurit
dengan nama Dalem Agung Nyi Mas Pakungwati. Prabu Siliwangi melalui utusannya, Tumenggung
Jagabaya dan Raja Sengara (adik Pangeran Walangsungsang), mengakat Pangeran Carkrabuana
menjadi Tumenggung dengan Gelar Sri Mangana.
Pada Tahun 1470 Masehi Syarif Hiyatullah setelah berguru di Mekah, Bagdad, Campa dan
Samudra Pasai, datang ke Pulau Jawa, mula-mula tiba di Banten kemudian Jawa Timur dan
mendapat kesempatan untuk bermusyawarah dengan para wali yang dipimpin oleh Sunan Ampel.
Musyawarah tersebut menghasilkansuatu lembaga yang bergerak dalam penyebaran Agama Islam
di Pulau Jawa dengan nama Wali Sanga.
Sebagai anggota dari lembaga tersebut, Syarif Hidayatullah datang ke Carbon untuk menemui
Uwaknya, Tumenggung Sri Mangana (Pangeran Walangsungsang) untuk mengajarkan Agama
Islam di daerah Carbon dan sekitarnya, maka didirikanlah sebuah padepokan yang disebut pekikiran
(di Gunung Sembung sekarang)
Setelah Suna Ampel wafat tahun 1478 Masehi, maka dalam musyawarah Wali Sanga di Tuban,
Syarif Hidayatullah ditunjuk untuk menggantikan pimpinan Wali Sanga. Akhirnya pusat kegiatan Wali
Sanga dipindahkan dari Tuban ke Gunung Sembung di Carbon yang kemudian disebut puser bumi
sebagai pusat kegiatan keagamaan, sedangkan sebagai pusat pemerintahan Kesulatan Cirebon
berkedudukan di Keraton Pakungwati dengan sebutan GERAGE. Pada Tahun 1479 Masehi, Syarif
Hidayatullah yang lebih kondang dengan sebutan Pangeran Sunan Gunung Jati menikah dengan
Nyi Mas Pakungwati Putri Pangeran Cakrabuana dari Nyai Mas Endang Geulis. Sejak saat itu
Pangeran Syarif Hidayatullah dinobatkan sebagai Sultan Carbon I dan menetap di Keraton
Pakungwati.
Sebagaimana lazimnya yang selalu dilakukan oleh Pangeran Cakrabuana mengirim upeti ke
Pakuan Pajajaran, maka pada tahun 1482 Masehi setelah Syarif Hidayatullah diangkat menajdi
Sulatan Carbon membuat maklumat kepada Raja Pakuan Pajajaran PRABU SILIWANGI untuk
tidak mengirim upeti lagi karena Kesultanan Cirebon sudah menjadi Negara yang Merdeka. Selain
hal tersebut Pangeran Syarif Hidayatullah melalui lembaga Wali Sanga rela berulangkali memohon
Raja Pajajaran untuk berkenan memeluk Agama Islam tetapi tidak berhasil. Itulah penyebab yang
utama mengapa Pangeran Syarif Hidayatullah menyatakan Cirebon sebagai Negara Merdeka lepas
dari kekuasaan Pakuan Pajajaran.
Peristiwa merdekanya Cirebon keluar dari kekuasaan Pajajaran tersebut, dicatat dalam sejarah
tanggal Dwa Dasi Sukla Pakca Cetra Masa Sahasra Patangatus Papat Ikang Sakakala, bertepatan dengan
12 Shafar 887 Hijiriah atau 2 April 1482 Masehi yang sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten
Cirebon
Letak Geografis
1.1 Geografi
Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat yang terletak dibagian timur dan
merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Propinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak dijalur pantura.
Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya
dapat dibedakan menjadi dua bagian, pertama daerah dataran rendah umumnya terletak disepanjang
pantai utara Pulau Jawa, yaitu Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan,
Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled,
Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan. Sedangkan
sebagian lagi termasuk pada daerah dataran tinggi.
Berdasarklan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108o40’ – 108o48’
Bujur Timur dan 6o30’ – 7o00’ Lintang Selatan, yang dibatasi oleh:
¨ Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes (Jawa
Tengah)
1.3 Topografi
Wilayah Kecamatan yang terletak sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki
letak ketinggian antara 0 – 10 m dari permukaan air laut, sedangkan wilayah kecamatan yang terletak di
bagian selatan memiliki letak ketinggian antara 11 – 130 m dari permukaan laut.
1.4 Iklim
Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon diipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian
besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat,
sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan.
1.5 Hidrografi
Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian selatan. Sungai – sungai yang ada
di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar antara lain Cisanggarung, Ciwaringin, Cimanis, Cipager,
Pekik, dan Kalijaga. Pada umumnya, sungai – sungai besar tersebut dipergunakan untuk pengairan
pesawahan di samping untuk keperluan mandi, cuci, dan sebagai kakus umum.
Utara – Selatan 39 Km
Jenis Tanah :
Litasol
Aluvial
Grumosol
Mediteran
Latasol
Potsolik
Regosol
Gleihumus
Sasanti Daerah
UNSUR LAMBANG :
Perisai
Bintang
Padi
Kapas
Gunung
Golok Cabang
Gapura
Laut
Pita
PERISAI
Sebagai pelindung, menggambarkan keadaan yang senantiasa aman, tentram dan sejahtera,
sebagaimana ungkapan “Selamat Waluya Rahayu Jati”
BINTANG
Melambangkan keluhuran cita-cita 9 (sembilan) Bintang melambangkan Walisanga (Babad Cirebon)
Bintang bersudut 5, sehingga jika dikalikan dengan 9 (jumlah bintang) menjadi 45 menggambarkan
tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Warna binta kemerahan dengan garis pinggir putih sebagai
lambang jiwa susila disertai keberanian.
PADI
Melambangkan kesuburan di bidang pangan 17 butir padi melambangkan tanggal kemerdekaan
Republik Indonesia Warna padi kuning melambangkan jiwa susila
KAPAS
Melambangkan kemakmuran di bidang sandang 8 buah kapas melambangkan bulan kemerdekaan
Republik Indonesia Warna putih kapas melambangkan jiwa suci, berperilaku adil dan jujur.
GUNUNG
Melambangkan keagungan, kebesaran dan keluhuran Warna biru muda melambangkan jiwa dan
berpandangan luas
GOLOK CABANG
Melambangkan keampuhan dan keteguhan semangat untuk mendobrak kebatilan dan kedholiman.
Warna hitam dengan pamor kuning melambangkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa serta kesusilaan.
GAPURA
Gambar gapura yang tegak, kokoh dan terbuka bersusun 5 sap berwarna merah bata, dengan garis-
garis putih terletak diantara gunung dan laut melambangkan :
Daerah sebagai pusat penyebaran agama Islam dengan 5 rukun Islam-Nya Daerah yang subur
makmur gemah ripah lohjinawi Ciri khasmasyarakat yang berbudaya tinggi, berjiwa gotong-royong
dan kokoh menghadapi tantangan dan rintangan. Kepribadian masyarakat daerah yang terbuka
ramah serta penuh toleransi.
LAUT
Laut berwarna biru melambangkan kelapangan dada, berperasaan halus, rendah hati dan berjiwa
besar.
5 (lima) buah gelombang melambkan dinamika semangat masyarakat dalam rangka mengamankan
dan mengamalkan Pancasila.
PITA
Semboyan “Rame ing Gawe Suci ing Pamrih” sebagaimana motto kesatria yang giat bekerja keras
dengan harapan yang suci.
Warna dasar kuning dibelakangi coklat berati keluhuran budi dan berjiwa susila disertai keberanian.