Sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau, persepektif sejarah selalu
menampilkan ruang dan waktu, setiap peristiwa selalu menampilkan tiga unsur yaitu
pelaku, tempat dan waktu. Dalam masyarakat dimanapun , sekecil apapun, selalu terdapat
pelaku sejarah, yaitu orang yang secara langsung terlibat dalam pergulatan sejarah. Untuk
mengetahui kejadian dimasa lampau itu dapat kita pelajari dari bukti-bukti yang
ditinggalkan, baik yang berupa bukti material atau fisik maupun non material atau non
fisik, ataupun melalui sumber tertulis dan sumber yang tidak tertulis. Dengan demikian
kejadian-kejadian dimasa lampau itu akan menjadi sejarah suatu kisah dan selanjutnya
akan menjadi sejarah sebagai tulisan ilmiah. Sebagai tulisan guna untuk memberitahukan
sesuatu hal yang logis dan sistematis kepada peminat sejarah. Kata Sodong menurut kamus
besar bahasa sunda artinya adalah Goa atau menurut dialek basa sunda adalah guha.
Sedangkan hilir berarti daerah tempat mengalir sungai. Secara bahasa sodonghilir adalah
Gua tempat mengalirnya air. Hal ini selaras dan dapat dibuktikan dengan keberadaan salah
satu goa yang berada di Cigunung yang sumber airnya sering digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari oleh warga sekitar.
Wilayah Desa Sodonghilir merupakan daerah pegunungan dan pada saat itu masih
didominasi oleh hutan. Hal ini dijelaskan juga dalam koran De Locomotif terbitan tanggal
8 April 1896 yang memberitakan salah seorang wedana dari Tarogong dialih tugaskan ke
wilayah Sodonghilir. Dalam koran tersebut juga dijelaskan bahwa wilayah sodonghilir
merupakan daerah hutan, surga dari nyamuk, dan merupakan wilayah yang sangat amat
jauh.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mengetahui Sejarah Desa Sodonghilir
2. Bagaimana cara melestarikan budaya kesenian tradisional Khas Sunda agar tetap
hidup dalam diri masyarakat?
C. TUJUAN
1. Membuat masyarakat Sodonghilir supaya peka akan Sejarah Budaya maupaun
kesenian.
2. Mengetahui cara pelestraian budaya kesenian tradisional Khas Sunda agar tetap
hidup dalam diri masyarakat.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Desa Sodonghilir
Setelah terbentuknya Kabupaten Sukapura yang sebelumnya adalah Sukakerta,
Tumenggung Wiradadaha diangkat menjadi bupati pada tahun 1641. Pada waktu itu, baru
terdiri dari Kecamatan Saung Watang(Sukaraja), Muara dan Malangbong.
Setelahnya wilayah Sukapura berkembang menjadi beberapa wilayah yang dibagi menjadi
16 distrik, diantaranya adalah :
Distrik Pasir Panjang, Distrik Bandjar, Distrik Kawasen, Distrik Kalipucang, Distrik
Cikembulan, Distrik Parigi, Distrik Cijulang, Distrik Mandala, Distrik Panyeredan, Distrik
Parung, Distrik Karang, Distrik Selacau, Distrik Taraju, Distrik Batuwangi, Distrik Nagara,
dan Distrik Kandangwesi.
Sukapura dengan Ibu Kota di Manonjaya terdiri dari Distrik Pasir Panjang, Distrik
Banjar, Distrik Kawasen, Distrik Kalipucang Distrik Cikmbulan, Distrik Parigi, Distrik
Cijulang, Distrik Mandala dan Distrik Parung. Sedangkan Distrik Sukapura Kolot dengan
Ibu Kota Mangunreja terdiri dari Distrik Panyeredan, Distrik Karang, Distrik Selacau,
Distrik Taraju, Distrik Batuwangi, Distrik Nagara, dan Distrik Kandangwesi.
Daerah Sodonghilir masuk pada Desa Muara (Cikalong) yang dulunya merupakan
wilayah district Tradjoe. Pada masa ini hanya ada 5 desa wilayah Kecamatan Tradjoe yaitu
Desa Deudeul sebagai ibu kota kecamatan, desa Cijalu, Desa Muara, dan Desa Panyairan
Pada tahun 1874 seiring berjalannya kebijakan pemekaran daerah yang diintruksikan
langsung oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda maka Desa yang dulunya bernama Muara
dan terletak di wilayah Desa Cikalong berganti nama menjadi Desa Sodonghilir.
Semenjak tahun tersebut, kantor pemerintahan desa yang dulu berpusat di Muara
akhirnya dipindahkan ke wilayah desa Sodonghilir, dengan cakupan wilayah pemerintahan
meliputi batas sebelah utara sungai Cilongan, sebelah selatan sungai cilangla, sebelah timur
gunung pongporang, dan sebelah barat adalah cukangkawung.
Kata Sodong menurut kamus besar bahasa sunda artinya adalah Goa atau menurut
dialek basa sunda adalah guha. Sedangkan hilir berarti daerah tempat mengalir sungai.
Secara bahasa sodonghilir adalah Gua tempat mengalirnya air. Hal ini selaras dan dapat
dibuktikan dengan keberadaan salah satu goa yang berada di Cigunung yang sumber airnya
sering digunakan untuk kebutuhan sehari-hari oleh warga sekitar.
Wilayah Desa Sodonghilir merupakan daerah pegunungan dan pada saat itu masih
didominasi oleh hutan. Hal ini dijelaskan juga dalam koran De Locomotif terbitan tanggal
8 April 1896 yang memberitakan salah seorang wedana dari Tarogong dialih tugaskan ke
wilayah Sodonghilir. Dalam koran tersebut juga dijelaskan bahwa wilayah sodonghilir
merupakan daerah hutan, surga dari nyamuk, dan merupakan wilayah yang sangat amat
jauh.
Dalam bidang ekonomi & pertanian Sodonghilir merupakan salah satu daerah
penghasil kopi di wilayah sukapura. Tercatat dalam Warta Resmi Hindia Belanda tahun
1893 Desa Sodonghilir menjadi sentra gudang dan pusat pembelian kopi di wilayah
kecamatan taraju.
Pada tahun 1904 Pemerintah Belanda membuat Pasanggrahan atau rumah dinas yang
biasa dipakai untuk pejabat pemerintah menginap ataupun beristirahat.
Di daerah Sodonghilir juga terdapat Makam yang dipercai oleh masyarakat sebagai
salah satu Tokoh Penyebar Agama Islam di daerah sodonghilir yang bernama Eyang Syeh
Abdul Pangeling yang bertempat di dusun sodonggirang.
Nama nama tokoh yang pernah menjabat sebagai Kepala desa di Sodonghilir, sebagai
berikut:
2.2 Cara Pelestraian Sejarah, Budaya Kesenian Tradisional Khas Sunda di Desa
Sodonghilir
Pelestarian sebagai kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan
terpadu guna mewujudkan tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan
abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif.Pelestarian budaya adalah upaya untuk
mempertahankan nilai-nilai seni budaya, nilai tradisional dengan mengembangkan
perwujudan yang bersifat dinamis, luwes dan selektif, serta menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang selalu berubah dan berkembang.Widjaja (1986) mengartikan pelestarian sebagai
kegiatan atau yang dilakukan secara terus menerus, terarah dan terpadu guna mewujudkan
tujuan tertentu yang mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan abadi, bersifat dinamis,
luwes dan selektif (Widjaja dalam Ranjabar, 2006:56).
Menrut Penulis, pelestarian kebudayaan Khas Sunda di Sodonghilir yang paling
efektif dan efesian adalah dengan cara diadakannya Pertunjukkan Kesenian Khas Sunda
seperti dalam acara Milangkala Desa Sodonghili ke-148 mengambl tema ‘Pagelaran
Kabudayaan Sunda’ berhasil menyita perhatian ratusan masyarakat dar berbagai daerah.
Kata pertunjukan diartikan sebagai “sesuatu yang dipertunjukan; tontonan
(bioskop,wayang, dsb); pameran (barang-barang)” seperti dinyatakan dalam kamus besar
bahasa Indonesia edisi kedua balai pustaka Departemen Pendidikan Nasional Jakarta (1999,
hlm. 1087). Pada arti kata ini terkandung tiga hal, yaitu:
(1)Adanya pelaku kegiatan yang disebut penyaji, (2) adanya kegiatan yang
dilakukan oleh penyaji dan kemudian disebut pertunjukan, dan (3) adanya orang (khalayak)
yang menjadi sasaran suatu pertunjukan (pendengan atau audiens). Berdasarkan makna itu,
pertunjukan dapat diartikan sebagai kegiatan menyajikan sesuatu dihadapan orang lain.
Pada tanggal 23 sampai 26 Februari 2022. Desa Sodonghilir mengadakan pagelaran
atau pertunjukkan kesenian tradisional Sunda bahkan perlombaan pupuh dalam acara
Milangkala yang ke-148. Kegiatan ini bertema “Rempug jukung Sauyunan, Ngararat Tapak
Sajarah dina Raraga Ngawangun Desa Anu Madani”. Acara milangkala tersebut dibuka oleh
bupati tasikmalaya Ade Sugianto pada hari rabu 23 pebruari 2022 dan akan berakhir pada
tanggal 26 Februari 2022 ditutup oleh wakil bupati Cecep Nurul Yakin.
kegiatan milangkala mengungkapkan bahwa di pagelaran milangkala Desa
Sodonghilir tersebut selain menyuguhkan pemaparan sejarah Sodonghilir, kami selaku panitia
juga menyuguhkan pertunjukkan kesenian khas Sunda, budaya ka ulinan lembur seperti
enggrang, sorodog gaplok, galah dan kaulinan lainya dengan tujuan supaya generasi milenial
dan masyaraat sekarang mengetahui permainan anak peninggalan leluhur juga dapat
melestaarikan kebudayaan Khas Sunda. Acara tersebut dihadiri oleh ratusan orang dari
berbagai daerah, bahkan pengisi acaranya pun didatangkan dari yayasan khusus seperti
yayasan Sababudaya Tasikmalaya yang menampilkan kesenan tari jaipong. Melihat
antusasme warga ini membuktikan bahwa dengan adanya pageralan atau pertunjukan bisa
meningkatkan ketertarikan masyarakat dalam bidang budaya kesenian tradisional.