Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SISTEM KEMASYARAKATAN

DAN

RITUS SIKLUS KEHIDUPAN CIREBON

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kuliah


Mata Kuliah: Cirebon Studies
Dosen Pengampu :
Hero Prayogo, M. Pd.

oleh

AMIN ABDUL HAKIM ( 2281131022)


MUNIR ( 2281131023)
RISDA AULIA ( 2281131024)
MUMUN ( 2281131025)

UNIVERSITAS ISLAM SIBER SYEKH NURJATI CIREBON

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PJJ PAI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah tentang " Sistem Kemasyarakatan Dan Ritus Siklus
Kehidupan Cirebon ".

Sholawat dan salam kami sanjungkan kepada Nabi Muhammad saw. nabi dan rosul terakhir, tidak ada
lagi nabi dan rosul setelah Nabi Muhammad saw. Semoga kita semua mendapat syafaat beliau di hari
kiamat nanti. Aamiin
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat
dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan maupun
tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran
dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.

Indonesia, 22 Oktober 2023

Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………. 1
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………… 3
Latar Belakang …………………………………………………………………………………. 3
Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………… 3
Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………………….. 3
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………………. 4
Sistem Kemasyarakatan yang Ada Di Cirebon ………………………………………………… 4
Ritus Siklus Kehidupan Cirebon ……………………………………………………………….. 5
BAB III PENUTUP …………………………………………………………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………... 19

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cirebon merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki sejarah dan kebudayaan yang
menarik untuk diminati. Terbentuknya akulturasi budaya Cirebon yang menjadi ciri khas
masyarakat hingga dewasa ini lebih disebabkan oleh faktor geografis dan historis. Dalam konteks
ini, sebagai daerah pesisir, Cirebon sejak sebelum dan sesudah masuknya pengaruh islam
merupakan pelabuhan yang penting di pesisir utara Jawa. Dalam posisinya yang demikian
Cirebon menjadi sangat terbuka bagi interaksi budaya yang luas dan dalam. Cirebon menjadi
tempat bertemunya berbagai suku, agama dan bahkan antar bangsa. Masyarakat Cirebon adalah
masyarakat pesisir yang sama seperti halnya masyarakat pesisir di kota-kota lainnya. Ciri khas
dari masyarakat pesisir adalah masyarakatnya yang beraneka ragam. Hal tersebut terjadi karena
biasanya masyarakat yang ada di kota pesisir adalah pendatang, yang melakukan kegiatan dan
hubungan dagang. Mereka datang dari berbagai daerah baik lokal maupun internasional.
Masyarakat yang datang dari mancanegara biasanya membentuk kampung-kampung sendiri dan
kampung tersebut pun diberi nama tersendiri berdasarakan negara-negara masingmasing, daerah
Cirebon memang ramai didatangi orang Arab, Cina dan lain- 2 lain.1 Contohnya Kampung Arab
Panjunan yang mayoritas penghuninya adalah komunitas Arab, selain itu nama-nama kampung
juga diberikan berdasarkan profesi penghuninya

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sistem kemasyarakatan cirebon?
2. Bagaimana ritus siklus kehidupan cirebon ?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui sistem kemasyarakatan cirebon


2. Mengetahui ritus siklus kehidupan cirebon

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM KEMASYARAKATAN YANG ADA DI CIREBON
Sistem kemasyarakatan di Cirebon, Indonesia, seperti di banyak tempat di Indonesia, memiliki
beragam elemen dan tradisi yang unik. Cirebon adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat,
dan memiliki sejarah, budaya, dan tradisi yang khas. Berikut adalah penjelasan lengkap tentang sistem
kemasyarakatan yang ada di Cirebon:

a. Struktur Kemasyarakatan

Cirebon memiliki struktur kemasyarakatan yang terorganisir dengan berbagai tingkatan. Pada
tingkat paling dasar, terdapat keluarga-keluarga yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Di atas
keluarga, terdapat struktur desa atau kelurahan yang dipimpin oleh seorang kepala desa atau lurah.
Kemudian, desa-desa ini tergabung dalam kecamatan dan kabupaten, yang juga memiliki pemimpin dan
struktur pemerintahan.

b. Adat dan Tradisi

Cirebon memiliki banyak adat dan tradisi yang masih dijaga hingga saat ini. Adat dan tradisi ini
memainkan peran penting dalam kehidupan kemasyarakatan dan memengaruhi berbagai aspek
kehidupan, termasuk pernikahan, upacara kematian, serta berbagai upacara adat. Misalnya, Tari Topeng
Cirebon adalah salah satu bentuk seni pertunjukan tradisional yang terkenal di daerah ini.

c. Keluarga dan Masyarakat

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kemasyarakatan di Cirebon.
Keluarga dianggap sebagai unit dasar masyarakat, dan nilai-nilai seperti gotong royong (gotong-royong)
dan rasa solidaritas sangat ditekankan. Keluarga juga berperan dalam mendukung anggota-anggotanya,
terutama dalam hal ekonomi dan sosial.

d. Agama

Sebagian besar penduduk Cirebon menganut agama Islam, dan agama ini memiliki pengaruh
yang kuat dalam kehidupan sehari-hari. Masjid adalah pusat kegiatan agama dan kegiatan sosial
masyarakat Muslim di Cirebon. Selain Islam, terdapat juga komunitas kecil dari agama-agama lain.

e. Bahasa

4
Bahasa Jawa adalah bahasa yang umumnya digunakan di Cirebon, meskipun banyak penduduk
juga fasih dalam bahasa Indonesia. Bahasa Jawa memiliki banyak dialek, dan dialek yang digunakan di
Cirebon memiliki ciri khasnya sendiri.

f. Kesenian dan Budaya

Cirebon dikenal dengan berbagai seni tradisional seperti tari-tarian, musik, seni topeng, dan
kerajinan tangan. Kesenian dan budaya ini sering digunakan dalam berbagai upacara adat dan kegiatan
sosial.

g. Pemerintahan Lokal

Pemerintah lokal di Cirebon memainkan peran penting dalam menjaga kesejahteraan


masyarakat. Mereka bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur.

h. Pariwisata

Cirebon adalah destinasi pariwisata yang populer di Indonesia. Wisatawan sering mengunjungi
berbagai tempat bersejarah, seperti Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman, serta menikmati kuliner
khas Cirebon, seperti nasi jamblang dan empal gentong.

Sistem kemasyarakatan di Cirebon mencerminkan keragaman budaya dan sejarah yang kaya di
daerah ini. Nilai-nilai seperti gotong royong, kekompakan keluarga, dan tradisi-tradisi yang kuat masih
sangat dijunjung tinggi. Dengan perkembangan zaman, sebagian aspek kemasyarakatan mungkin telah
mengalami perubahan, tetapi warisan budaya dan tradisi tetap menjadi bagian integral dari kehidupan
sehari-hari masyarakat Cirebon.

B. RITUS SIKLUS KEHIDUPAN CIREBON

Ada beberapa ritual atau upacara adat yang ada di Cirebon mulai dari ritual menyambut kelahiran
sampai kematian.

a. Ritual Kelahiran

Ritual kelahiran diantaranya adalah ketika umur kandungan 2 bulan dilaksanakan Ritual Mapag
Widungan, setelah 3 bulan ada Ritual njaluk ning Pengeran, mencapai kandungan usia 4 bulan diadakan
Ritual Ngupati, setelah 7 bulan ada Ritual Memitu, dan setelah mencapai 9 bulan ada upacara Ritual
Nglolosi. Tidak berhenti sampai disini, setelah kelahiran sampai dikhitan masih banyak berbagai jenis
Ritual yang akan dibahas satu persatu di bawah ini.

1. Ritual Mapag Widungan


5
Mapag Widungan artinya menyambut kandungan. Ritual ini dilaksanakan ketika usia kandungan
mencapai dua bulan. Acaranya yaitu membaca Al-Quran, terutama surat Lukman dan Tabarok,
maksudnya agar kelak calon anak tersebut meneladani Lukman dan mendapat berkah dari Allah SWT.
Seperti ritual yang lainnya dalam Ritual ini pun dilanjutkan dengan syukuran makan-makan. Namun,
dalam syukuran ini tidak dipaksakan, artinya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

2. Ritual Njaluk ning Pengeran

Ritual ini dilaksanakan ketika kandungan berusia tiga bulan. Maksudnya yaitu orang tua meminta
atau njaluk kepada Allah SWT mengenai sifat atau jenis kelamin calon anaknya. Orang tua berdoa
kepada Allah dibantu oleh jamaah yang hadir dalam acara tersebut agar anaknya kelak memenuhi
harapan orang tua. Masyarakat meyakini ketika usia kandungan dibawah umur empat bulan, calon bayi
masih belum dituliskan ketetapannya, sehingga pada waktu-waktu ini dianjurkan banyak-banyak berdoa.

3. Ritual Ngupati

Ritual ini dilakukan ketika usia kandungan mencapai empat bulan. Ngupati artinya membuat
sifat, karena pada usia kandungan 4 bulan Allah menetapkan sifat manusia. Di harapkan Allah
menetapkan sifat kepada anak tersebut dengan sifat yang baik-baik. Dalam ngupati acaranya yaitu ngaji
bersama membaca surat Waqi’ah, Yaasin, Maryam, Yusuf. Menurut para tokoh, Surat Yaasin itu
mempunyai berkah untuk keselamatan. Surat Waqi’ah adalah harapan orang tua, agar kelak ketika anak
lahir ke dunia mendapat banyak rizki. Surat Yusuf dan Maryam, agar nanti kalau anaknya laki-laki
mempunyai rupa dan akhlak seperti nabi Yusuf dan jika perempuan dapat meneladani Siti Maryam ibu
Nabi Isa AS. Intinya sifat-sifat yang ada dalam isi Al-Quran melekat dalam anak tersebut. Dalam
Ngupati, biasanya membuat ketupat untuk acara makan setelah pengajian tersebut. Kupat ini merupakan
simbol leluhur zaman dulu untuk gawe sipat.

4. Ritual Memitu

Tradisi memitu yang dilakukan oleh masyarakat `merupakan bagian dari Ritual kehamilan
mencapai umur tujuh bulan. Kebiasaan memitu ini sama seperti masyarakat Jawa pada umumnya, dalam
rangka melaksanakan adat atau tradisi yang secara turun temurun telah dilaksanakan nenek moyang
mereka. Meskipun dalam pelaksanaanya berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lain di Cirebon.
Persiapan dan perlengkapan untuk melaksanakan upacara memitu ini sendiri adalah pertama-tama
disiapkannya bahan-bahan untuk keperluan upacara yakni :

− Jarit atau tapi (kain panjang) 7 lembar dan masing-masing lembarnya memiliki warna yang
berbeda.
− Miniatur rumah-rumahan yang sudah dihias
6
− Pendil atau belanga (semacam tembikar yang pada jaman dulu dipakai untuk mengambil air)
yang berisi air, berbagai jenis tanaman dan beberapa uang logam
− Kembang tujuh rupa
− Sesaji yang berisi antara lain : Nasi wuduk, Juwadah pasar, Rujak parud, rujak asem, rujak
pisang, rujak selasih, Aneka buah dan umbi, dan tebu wulung.
− Kelapa muda yang telah digambar salah satu tokoh wayang (biasanya tokoh Arjuna).

Tradisi memitu biasanya dilakukan pada sore atau malam hari. Acara ini dimulai dengan pembacaan
kitab Barzanji di rumah yang duwe gawe. Selain barzanji juga dibacakan Al-Qur’an Surat Yasin,
Luqman, Maryam, Yusuf, An-Nur, dan Muhammad.

Ditengah-tengah orang yang sedang mengaji dan barzanjian diletakkan wadah yang berisi air. Air
ini kemudian akan dicampurkan kedalam wadah air yang disediakan untuk mandi suami-istri di rumah-
rumahan yang sudah disediakan diluar rumah. Setelah yang mengaji dan barzanjian selesai, makanan
dibagikan, dan air yang tadi dibawa keluar kemudian dicampurkan ke wadah yang ada di rumah-
rumahan. Pasangan mulai dimandikan, dimulai dari orang tua, saudara-saudara, sesepuh desa, dan
dilanjutkan dengan jamaah pengajian tadi. Pada proses pemandian sang istri ini Ketika dimandikan sang
istri hanya memakai kain tapi dan bergantian diganti sampai tujuh kali. Dan pada saat pergantian kain
yang ke tujuh itu, kemudian kelapa muda yang telah digambari tokoh wayang tadi dijatuhkan melalui
dalam kain yang dipakai oleh si ibu hamil dan suami si ibu hamil yang sedari tadi ikut dimandikan
diharuskan untuk menangkap kelapa muda itu sebelum jatuh ke tanah. Selesai memandikan anak-anak
disekitar mulai mengerubuti rumah-rumahan yang sudah dihias. Tanpa disuruh anak-anak mulai rebutan
barang-barang hiasan rumah-rumahan. Dari mulai balon, bunga, hiasan dari kertas dan uang menjadi
sasaran anak-anak. Dengan dibarengi curak, yaitu saweran uang receh.

Upacara ditutup dengan memecahkan pendil berisi air, kembang tujuh rupa dan uang logam. Sang
suami setelah selesai dimandikan mengambil pendil kemudia berlari menuju perempatan jalan dan
memecahkannya. Anak-anak kembali mengerubuti pecahan pendil mencari uang logam disana.

Makna Simbolis Memitu

Selametan memitu yang dilakukan masyarakat Kedungsana merupakan bagian dari tradisi lokal
meskipun diisi nilai-nilai keagamaan seperti pembacaan ayat Al-Qur’an dan pembacaan kitab Barzanji.
Tradisi pembacaan Al-Quran dan Barzanji sangat penting dilakukan pada tradisi memitu, karena
menurut masyarakat Kedungsana ketika janin dalam kandungan memasuki umur tujuh bulan, janin
sudah sempurna, sudah memiliki struktur tubuh yang lengkap, bersih dan bebas dari dosa. Kondisi
seperti ini menjadi kondisi sempurna untuk menjadi acuan bagi muslim yang baik dalam usaha

7
spiritualnya. Pembacaan tujuh surat Al-Quran bermakna agar anak ketika lahir menjadi baik dan saleh.
Bila anaknya perempuan, diharapkan memiliki sifat-sifat seperti Siti Maryam ibunda Nabi Isa,
sedangkan bila anaknya kelak laki-laki diharapkan seperti Nabi Yusuf yang ganteng, begitu seterusnya.
Dalam pembacaan Barzanji diharapkan sang anak bisa meneladani sifat-sifat dan teladan Nabi
Muhammad SAW.

Makna dibalik proses pemandian diniatkan sebagai pensucian. Diharapkan anak yang lahir kelak
akan selalu bersuci dan rajin melaksanakan sholat. Makna filosofis dari dijatuhkannya kelapa muda pada
saat dimandikan melambangkan kemudahan si ibu hamil saat melahirkan nanti, sedangkan gambar
wayang yang terukir di kelapa sendiri sebagai symbol pengharapan bahwa sang jabang yang kelak akan
dilahirkan memiliki paras dan kegagahan seperti yang dimiliki oleh si tokoh wayang yang di gambar
tersebut.

5. Ritual Nglolosi

Ritual ini ketika kandungan mencapai usia sembilan bulan. Lolos artinya lancar. Jadi Ritual ini
mengharapkan kelancaran ketika kelahiran. Lolos juga menjadi nama makanan bubur yang khusus
dibuat untuk ritual ini. Bubur lolos adalah sejenis juada yang lunyu atau licin. Ini merupakan perlambang
dan harapan kelahiran seperti bubur lolos ini yaitu licin atau lancar. Bubur ini disajikan saat makan-
makan setelah pengajian dan juga dibagikan kepada tetangga.

6. Ritual Mapag Bocah

Ritual mapag bocah artinya menyambut sang anak ketika baru dilahirkan. Acaranya berdoa
bersama sambil membaca Al-Quran dan dilanjutkan dengan bacakan yaitu makan secara bersama dalam
tampah yang berisi nasi lengkap dengan lauknya, dan dilanjutkan dengan curak.

7. Ritual Puputan

Ritual ini dilakukan setelah puser bayi putus, umunya dilakukan antara umur 3-7 hari. Ketika
Puputan juga sambil memberi nama untuk anak tersebut. Dan jika mampu sekalian melaksanakan
Akikah, yaitu menyembelih kambing gibas, dua untuk laki-laki dan satu untuk perempuan. Acaranya
sama seperti Ritual sebelumnya, yaitu dilakukan pembacaan al-Quran dan doa bersama atau pembacaan
Barzanji.

Yang menarik, dalam acara Puputan juga dilakukan prosesi penguburan ari-ari. Ari-ari tersebut
dimasukkan kedalam kendi dan ditutup dengan batok, ari-ari tersebut dicapur dengan garam agar tidak
bau. Batok yang dipakai pun ada syarat khusus, yaitu batok bonglu (batok yang hanya mempunyai satu
lubang). Dalam lubang tersebut dimasukkan batang lidi atau dalam bahasa Cirebon disebut sada. Dan

8
setelah dikubur ditanami atau ditancapkan tanaman beringin dan pandan. Ketika mengubur ari-ari
dilantunkan rapalan seperti dibawah ini :

Bismillahirahmanirahim

Niat isun apan maca padang ati

Beli Duwe padang ati duwee damar sejati

Byar padang tirawangan anake atie isun

(Nama bocah nya)

Ya Fatah... Ya Fatah... Ya Fatah.

Makna dari Batok Bonglu yaitu bahwa pegangan didunia itu adalah tok kang siji atau hanya yang
satu yaitu Allah YME. Adapun sada adalah simbol dari Syahadat. Dan pohon beringin artinya
mengayomi dan tidak membahayakan, adapaun pandan adalah sifat amis budi.

8. Ritual Nyukur

Setelah 40 hari, diadakan Ritual nyukur, acaranya yaitu mencukur rambut bayi. Penyukuran ini
dilakukan oleh jamaah pengajian dan dimulai oleh orangtuanya. Rambut hasil cukuran ini akan
ditimbang dan diuangkan beratnya berdasarkan harga emas pada saat itu. Dan uang tersebut akan di
sodaqohkan melalui curak. Orang tua bayi membuat bubur lemu yang manis dan wangi. Maknanya agar
kelak si anak mempunyai sifat baik, omonganya manis tingkah, laku manis. Dalam acara ini juga
biasanya bisa sambil akikah.

9. Ritual Mudun Lemah

Mudun lemah adalah ritual turun tanah ketika bayi berumur 7 bulan. Maksudnya yaitu
mengenalkan dan mempersiapkan sejak dini liku-liku kehidupan. Acaranya yaitu bayi dinaikkan ke
tangga dan turun ke tanah, diiringi doa. Tangganya terbuat dari tebu, maknanya karena tebu mempunyai
banyak manfaat, diharapkan anak ini kelak bermanfaat disekitarnya. Dan tebu itu rasanya manis,
diharapkan anak nantinya mempunyai tingkah laku yang baik. Di kiri kanan tangga tebu terdapat bendera
merah putih dan panggang ayam. Merah putih merupakan wujud nasionalisme leluhur zaman dulu. Bayi
dinaik turunkan ke tangga sebanyak tiga kali dimulai dari atas, sambil yang menaikkan dan jamaah
membaca sholawat. Setelah 3 kali terus bayi diajari jalan diatas macammacam barang seperti pasir,
makanan, beras, emas sampai pada kotoran ayam. Ini maknanya kelak itu dalam kehidupan itu
mengalami baik dan buruk, mengalami senang susah, jadi Ketika nanti di masyarakat sudah siap
menghadapi hidup tidak kaget lagi karena sudah dikenalkan sejak kecil. Sambil melaksanakan ritual

9
naik tangga dan menginjak berbagai barang, di punggung sang bayi di beri gendongan batok yang berisi
beras dan uang. Maksudnya agar setelah dewasa nanti dan berkeluarga jangan sampai kekurangan beras
dan uang.

10. Ritual Nyapih

Nyapih berasal dari kata sapih (bahasa Jawa) yang artinya pisah atau memisahkan. Dengan
demikian Nyapih mempunyai arti upacara yang bertujuan untuk memisahkan hubungan menyusu antara
anak dan ibunya.23 Waktu yang paling baik untuk menyapih bayi, jika bayi lakilaki ketika berumur 15-
16 bulan, jika perempuan 18-19 bulan. Jika melebihi umur tersebut baru disapih, menurut kepercayaan
saat dewasa, anak tersebut akan menjadi orang yang bodoh.

Pada saat nyapih, bagian puting payudara ibu diolesi dengan sesuatu yang pahit. Biasanya
menggunakan biji Emes (luffa cylindria) yang sudah tua yang ditumbuk yang kemudian dioleskan ke
bagian puting payudara saat bayi meminta menyusu. Saat disapih inilah bayi akan sangat nakal, sering
menangis dan bahkan mencakar ibunya. Untuk menenangkannya ini ada ritual unik yang masih beredar
di Kedungsana. Rittual tersebut yaitu bayi digendong dan kepalanya benturkan ke salang (sejenis
tambang) sambil dibacakan rapal: “ya salang, isun arep Nyapih.... (nama bayi), jangji salang nangis, ya
nagisa kaya salang (ke bayi), jangji salang meneng bae, ya sing idep kaya salang.” Artinya ya salang,
saya akan menyapih ... (disebutkan nama bayinya). Jika salang menangis, ya nangislah seperti salang,
jika salang diam, ya diamlah seperti salang (bicara ke bayi). Bentuk kalimat dan benda yang dipakai
untuk objeknya bermacam-macam namun pada intinya merupakan pengharapan agar anak yang akan
disapih ini menjadi idep (tidak rewel) seperti benda tersebut ketika disapih. Pelaksanaan segala ritual itu
masuk dalam kategori sunnah, artinya kalau tidak dilakukan pun tidak mendapat hukum apa-apa, namun
jika dilaksanakan mendapatkan pahala, karena dalam setiap prosesi ritual juga membaca Al-Qur’an yang
dalam agama Islam membaca Al-Qur’an itu termasuk ibadah.

b. Ritual Perkawinan

Peninggalan kejayaan Cirebon di masa silam masih dapat dirasakan hingga saat ini. Sebagai kota
pelabuhan yang memiliki akses ke dunia luar membuat kota ini mendapat pengaruh dari budaya Cina
dan Arab yang dapat dilihat dalam seni dan budaya masyarakatnya, termasuk dalam tata cara pernikahan.
Seperti halnya adat pengantin Jawa, awal dari seluruh upacara ialah acara lamaran. Sewaktu melamar
pihak calon mempelai pria membawa sebilah keris untuk melambangkan kesetiaan, juga keperluan dapur
lengkap. Berikut adalah tahapannya:

Njegog atau Tetali (meminang)

10
Utusan pihak pria datang ke rumah orangtua gadis dan menyampaikan maksud kedatangannya
meminang. Ibu si gadis akan memanggil anaknya untuk dimintai persetujuan. Si gadis bbmemberikan
jawaban disaksikan utusan tersebut. Setelah mendapat jawaban, utusan dan orangtua si gadis langsung
berembug menentukan hari pernikahan. Setelah ada kesepakatan, utusan mohon diri untuk
menyampaikan kepada orangtua pihak pria.

Seserahan

Pada hari seserahan, orangtua gadis didampingi keluarga dekatnya menerima kedatangan utusan
pihak pria yang disertai rombongan pembawa barang seserahan, antara lain buah-buahan, umbi-umbian,
sayur-mayur, pembawa mas picis yaitu mas kawin berupa perhiasan dan uang untuk diserahkan kepada
orangtua gadis.

Siram tawandari

Kedua calon pengantin oleh juru rias dibawa ke tempat siraman (cungkup) dengan didampingi
orangtua dan sesepuh. Saat berjalan menuju tempat siraman dengan iringan gending nablong, calon
pengantin memakai sarung batik khas Cirebonan yakni kain wadasan. Biasanya berwarna hijau yang
melambangkan kesuburan. Sebelum siraman, dada dan punggung calon pengantin diberi luluran lalu
juru rias mempersilakan orangtua dan sesepuh untuk bergantian menyirami. Setelah selesai, air bekas
siraman diberikan kepada anak gadis dan jejaka yang hadir dengan maksud agar mereka dapat segera
mengikuti jejak calon pengantin. Upacara ini dinamakan bendrong sirat yaitu air bekas siraman disirat-
siratkan atau dipercik-percikkan pada anak gadis dan jejaka yang datang ke acara ini. Apabila calon
pengantin masih merupakan keturunan dari Keraton Kacirebonan biasanya sebelum acara pernikahan
dilaksanakan, calon pengantin akan melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati dan leluhur raja-
raja Cirebon untuk mendapatkan restu.

Parasan

Setelah acara siraman, upacara dilanjutkan dengan acara parasan untuk calon pengantin wanita,
atau ngerik yaitu membuang rambut halus yang dilakukan juru rias disaksikan oleh orangtua dan para
kerabat. Acara ini diringi dengan musik karawitan moblong yang artinya murub mancur bagaikan bulan
purnama.

Tenteng Pengantin

Tibalah hari pernikahan yang telah disepakati, pihak gadis mengirimkan utusannya untuk
menjemput calon pengantin pria. Setiba di rumah keluarga pria dan utusan menyampaikan maksud
kedatangannya untuk menenteng (membawa) calon pengantin pria ke tempat upacara pernikahan di

11
rumah pihak gadis. Orangtua pengantin pria tidak ikut dalam upacara akad nikah dan dilarang untuk
menyaksikan. Pada waktu ijab qabul, calon pengantin pria ditutup dengan kain milik ibu pengantin
wanita. Hal ini menandakan bahwa pria itu telah menjadi menantunya. Setelah selesai kain itu diambil
kembali, yang menandakan bahwa pengantin sudah tidak lagi dalam perlindungan orangtua dan sekarang
memiliki tanggung jawab sendiri.

Salam Temon

Selesai akad nikah dilakukan upacara salam temon (bertemu). Kedua pengantin dibawa ke teras
rumah atau ambang pintu untuk melaksanakan acara injak telur. Telur yang terdiri dari kulit, cairan
warna putih dan kuning di dalamnya mengandung makna kulit sebagai wadah/tempat, putih adalah
suci/pengabdian seorang istri, kuning lambang keagungan. Dengan begitu segala kesucian dan
keagungan sang istri sejak saat itu sudah menjadi milik suaminya. Alat yang digunakan antara lain
pipisan atau sejenis batu persegi panjang/segi empat yang dibungkus dengan kain putih. Pengantin pria
menginjak telur melambangkan perubahan statusnya dari jejaka menjadi suami dan ingin membina
rumah tangga serta memiliki keturunan. Pengantin wanita membasuh kaki suaminya yang
melambangkan kesetiaan dan ingin bersama-sama membina rumah tangga yang bahagia. Sebelum
membasuh kaki, pengantin wanita melakukan sungkem pada suaminya. Bila pengantin berasal dari
keluarga yang cukup berada, biasanya saat acara salam temon ini diadakan acara gelondongan pangareng
yaitu membawa upeti berupa barang (harta) yang lengkap.

Sawer atau Surak

Acara ini diadakan sebagai bentuk ungkapan rasa bahagia orangtua atas terlaksananya
pernikahan anak-anak mereka. Uang receh yang dicampur dengan beras kuning dan kunyit ditaburkan
sebagai tanda agar kedua pengantin diberikan limpahan rezeki, dapat saling menghormati, hidup
harmonis dan serasi.

Pugpugan Tawur

Dengan posisi jongkok, kepala pengantin ditaburi pugpugan oleh juru rias. Pugpugan terbuat dari
welit yaitu ilalang atau daun kelapa yang sudah lapuk. Acara ini bertujuan agar pernikahan dapat awet
bagaikan welit yang terikat erat sampai lapuk serta keduanya dapat memanfaatkan sebaik mungkin
rezeki yang mereka dapatkan dengan baik. Selesai acara, oleh juru rias, pengantin dibawa ke pelaminan.
Orangtua pengantin pria lalu dijemput oleh kerabat dari pengantin wanita untuk bersama-sama
mendampingi pengantin di pelaminan.

Adep-adep Sekul

12
Acara pengantin makan nasi ketan kuning ini dipimpin oleh juru rias. Nasi ketan kuning dibentuk
bulatan kecil 13 butir. Pertama, orangtua pengantin wanita menyuapi pengantin sebanyak empat butir.
Dilanjutkan dengan orangtua pihak pria memberi suapan sebanyak empat butir. Lalu empat butir lagi,
kedua pengantin bergantian saling menyuapi. Sisanya satu butir untuk diperebutkan, siapa yang
mendapatkan butiran nasi ketan kuning terakhir melambangkan bahwa dialah yang akan mendapatkan
rezeki paling banyak .Namun rezeki ini tidak boleh dimakan sendiri dan harus dibagi pada pasangannya.
Saat acara berlangsung, kedua pengantin duduk berhadapan yang melambangkan menyatunya hati
suami-istri untuk membina rumahtangga bahagia. Selain itu, acara adep-adep sekul ini juga mengandung
arti kerukunan dalam rumah tangga, yaitu terhadap pasangannya, orangtua, serta mertua.

Sembah Sungkem pada orangtua

Kedua pengantin melakukan sembah sungkem pada orangtua dengan cara mandap (berjongkok)
yang merupakan cerminan rasa hormat dan terima kasih kepada orangtua atas segala kasih sayang dan
bimbingan yang selama ini dicurahkan kepada anaknya. Kedua pengantin juga memohon doa restu untuk
membina rumah tangga sendiri bersama pasangan. Setelah acara sungkem, dilagukan kidung Kinanti
dengan harapan agar pengantin dapat menjalankan bahtera rumah tangganya seia, sekata, sehidup,
semati.

Pemberian doa restu, ucapan selamat, dan hiburan

Setelah memperoleh restu dari orangtua, pengantin mendapatkan ucapan selamat berbahagia dari
sanak kerabat yang hadir. Biasanya juga diadakan acara hiburan seperti tari-tarian yaitu tari topeng, tari
bedoyo dan tari tayub.

c. Ritual Kematian dan Tahlilan

Tradisi tahlilan atau kendurenan, digunakan oleh Sunan Ampel untuk mengganti tradisi Jawa
kuno asli, yakni salah satu upacara Yoga Tantra dalam bentuk upacara Pancamakara atau Ma-lima yang
meliputi : mamsha(daging), Matsya (ikan), madya (minuman keras), maithuna (bersetubuh) dan mughra
(bersemedi). Tradisi tersebut pelan-pelan diganti oleh Sunan Ampel dengan kenduren, di mana upacara
ritualnya terdiri dari kaum laki-laki berpakaian agamis, mengepung tumpeng minuman teh manis dan
makan bersama, selebihnya dibawa pulang sebagai “berkat" (nasi barokah, karena sudah mengalami
penyucian melalui doa).

Di Cirebon tidak beda jauh dengan daerah lain, syariat mewajibkan kepada umat Islam empat
macam, ketika terdapat salah satu dari warga desa yang telah meninggal dunia untuk memandikan,
mengkafani, menyalati dan menguburkan di pemakaman. Kemudian setelah baru dikuburkan seorang
imam akan men-talqin si mayit yang bertujuan sebagai wasiat kepadasi mayit akan pertanyaan kubur,
13
pengingat orang-orang yang hadir disitu akan halnya siksa dan nikmat kubur yang secara eksplisit
menyuruh kita untuk selalu menjaga sikap, iman (tauhid), islam(islam), dan ihsan (muamalah),
mendo’akan si mayit agar mendapatkan ampunan setidaknya mendapatkan keringanan di sisi Allah.

Menurut keyakinan masyarakat, mati adalah beralih ke kehidupan lain, di mana dalam
kehidupan yang lain bertemu kembalidengan keluarganya yang telah lebih dulu meninggal. Sehingga
sedekah yang diberikan kepada orang yang telah meninggal didasarkan atas kepercayaan hidup sesudah
mati. Pada slametan di hari ketiga setelah kematian (nelungdina), makanan dan berkat di sediakan.
Slametan berupa tahlilan diselenggarakan lagi pada hari ke-40 (matangpuluh), hari ke-100 (nyatus), hari
peringatanpertama (mendak pisan), peringatan kedua(mendak pindo) dan akhirnya hari ke-1000 (nyewu
atau mendak ping telu) Peringatan ketiga dengan ditandai pembuatan makam dari bata dan pendirian
batu nisan.

Pada hari pertama dan ke dua, sesudah meninggalnya seseorang, setelah melakukan penguburan,
keluarganya melakukan sesaji di rumah yang dinamakan denganngesur tanah atausurtanah. Tujuan
sesaji iniadalah agar roh yang meninggal tidak menemukan kesukaran dalam melewati ujian dan
pemeriksaan oleh beberapa Malaikat yangmenanyakan perihal kehidupan waktu di dunia. Pada hari ke
tiga, sesudah meninggalnya dibuat sesajen yang dinamakantelunanatau nelung dina. Tujuan dari sesajen
ini adalah agar berpisahnya roh dari badannya berjalan mulus.

Pada hari ke tujuh sesudah meninggalnya seseorang, dibuatnya sesajian yang dinamakan Iman
Padang atau mitung dina. Tujuannya adalah agar roh yang meninggal berhasil melalui jembatan Sirat al-
Mustakim (Jembatan yang terbuat dari rambut berada di tengah-tengah antara Neraka dan Surga) tanpa
ada halangan apapun. Pada hari ke empat puluh sesudah meninggalnya seseorang, diadakan lagi sesajian
yang dinamakan matang puluh. Tujuannya agar roh yang meninggal dapat berpindah ke langit pertama.
Pada hari ke seratus, dilakukan lagi sesajian yang dinamakan dengan nyatus. Tujuannya agar Allah tidak
murka dan senang pada peralihan roh ke langityang ke dua.

Pada tahun pertama dan ke dua, dibuat sesajian yang dinamakan Mendak sapisan dan Mendak
ping pindo sebagai peringatan bagi yang meninggal, sedangkan pada hari ke-1000 dibuat lagi sesajian
yang dinamakan nyatus dengan maksud untuk menghormati Allah agar perpindahan roh ke kelangitan
ketiga berjalan dengan lancer dan pada tahun ke tiga dan ke empat, diadakan sesajian yang dinamakan
dengan kaping telu dan kaping papat. Tujuannya agar roh yang berpindah diberikan restu menuju langit
seterusnya dan sampai ke Surga.

14
Pada malam hari setelah pemakaman, orang-orang berkumpul di rumah keluarga yang
ditinggalkan (ta’ziyah) untuk menghibur keluarga yang masih hidup dan mendo’akan keselamatan bagi
mereka dan almarhum/almarhumah. Mereka membaca Al-Qur’an, khususnya Surat Yasin dan Tahlil.

Setelah ritual tahlil selesai, pada umumnya tuan rumah menghidangkan makanan dan minuman
untuk jamaah. Kadang ditanbah dengan berkat buah tangan dalam bentuk makanan matang.Hidangan
dan pemberian ini dimaksudkan sebagai shadaqah yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang sudah
meninggal tersebut. Hidangan makanan dan minuman disajikan setelah selesai tahlilan.

d. Ritual Kehidupan Lainnya

Ngerawun

Ngerawun merupakan salah satu mitigasi bencana dalam bidang pertanian, yakni mengusir hama
dengan cara membakar daun-daun dari tanaman yang dipercaya memiliki kekuatan magis, yakni daun
sukun, daun kelor, dan daun bambu. Daun-daun tersebut dibakar di tempat-tempat yang sesuai dengan
keinginan pemilik sawah, misalnya di sudut-sudut sawah.

Nikus

Nikus juga merupakan mitigasi bencana secara tradisional lainnya di bidang pertanian, yakni
untuk mengatasi hama tikus yang menyerang padi di sawah. Nikus dilakukan jika terjadi serangan hama
tikus yang dianggap mengancam keberadaan padi di sawah atau bahkan bisa menyebabkan gagal panen.
Para petani biasanya cukup kewalahan untuk mengatasi serangan hama tikus, karena termasuk sulit juga
untuk menangkap tikus. Salah satu yang biasa dilakukan adalah dengan nikus. Personil yang terlibat
dalam kegiatan nikus adalah para petani yang sawahnya diserang hama tikus dan ada tim khusus yang
memang ahlinya memberantas hama tikus. Dalam hal ini, petani hanya bertindak sebagai pelengkap atau
pelaku pendukung karena pemain nikus yang utamanya adalah tim khusus yang disebutkan tadi. Tim
tersebut terdiri atas satu orang yang biasanya adalah tukang atau kuli cangkul, dan 4 (empat) ekor anjing.
Satu paket tim khusus itu biasanya dibayar sekitar Rp 250.000,00 untuk saat ini. Untuk melaksanakan
kegiatan nikus, sejumlah petani biasanya bersepakat mengenai waktu dan biaya. Kesepakatan waktu
diperlukan agar para petani dapat menyisihkan waktu untuk kegiatan tersebut, sekaligus juga
berkoordinasi dengan tim khusus tadi. Selain itu, mereka juga harus bersepakat mengenai iuran dana
yang harus dikeluarkan oleh masing-masing petani untuk mengupah tim khusus tadi.
Pada hari yang sudah disepakati, para petani dan tim khusus biasanya sudah berkumpul di lokasi
kegiatan nikus sejak pukul 07.00 WIB. Para petani melengkapi dirinya dengan sebilah bambu yang akan
digunakan untuk menyambit atau memukul tikus. Sementara itu, personil dari tim khusus tadi membawa
cangkul dan lebih dari tiga ekor anjing yang sudah terlatih mencium keberadaan tikus di suatu tempat.

15
Anjing-anjing tersebut biasanya akan mengendus-endus, mengais, dan menggonggong di sekitar lubang
yang diperkirakan merupakan sarang tikus. Petunjuk itu ditindak lanjuti oleh tukang cangkul dengan
mencangkul dan menggali lubang tersebut lebih dalam lagi agar tikus keluar dari sarangnya. Sementara
itu para petani dan anjing bersiap untuk memburu tikus yang akan keluar dari sarangnya. Ketika tikus
keluar dari sarangnya dengan meloncat dan berlari, termasuk jarang ada petani yang berhasil memukul
mati tikus tersebut. Yang terjadi, malah mereka kaget dan panik melihat tikus yang loncat dan lari. Pada
akhirnya, anjing-anjing itulah yang akan memburu dan menangkap tikus tadi hingga ke semak-semak.
Tidak kurang dari tiga ekor tikus keluar dari sarangnya. Tikus-tikus yang mati akan dikubur di lubang
yang tadi dicangkul dan digali. Kegiatan nikus biasanya berakhir menjelang dzuhur.

Mayoran

Mayoran merupakan salah satu jenis tradisi gotong royong dalam bidang pertanian, yakni tradisi
membersihkan saluran air yang mengairi sawah-sawah milik para petani. Tujuan dari mayoran adalah
membersihkan saluran air dari beragam kotoran yang meliputi sampah, rumput, dan tanah timbul agar
laju air di saluran tersebut mengalir dengan baik ke sawah para petani. Hal itu dipandang penting oleh
para petani untuk dilakukan karena pasokan air yang cukup sangat diperlukan dalam mengolah sawah.
Tradisi mayoran biasanya dilaksanakan sekali dalam setiap musim, yakni pada musim rendeng ‘musim
hujan’ dan pada musim sada ‘kemarau’.

Cukup banyak orang yang mengikuti tradisi mayoran, sekitar 15-60 orang. Mereka adalah para
petani yang sawah garapannya mendapat pasokan air dari saluran air tersebut. Adapun yang memimpin
tradisi mayoran adalah perangkat dan raksa bumi. Berbekal alat kerja berupa cangkul, golok, pedang,
dan gancu, mereka bergerak bersama-sama menyusuri saluran air dan membersihkannya jika
menemukan material yang mengganggu aliran air. Kegiatan tersebut berlangsung dari pukul 07.00 WIB
sampai dengan pukul 12.00 WIB atau menjelang waktu shalat dzuhur. Kegiatan
tradisi mayoran biasanya diakhiri dengan acara makan bersama-sama.

Ziarah kubur

Ziarah kubur adalah kegiatan keluarga mengunjungi makam orang tua atau leluhur mereka yang
dilakukan secara rutin tiap Kamis sore. Oleh karena itu, pada sore hari tersebut, pemakaman tampak
ramai oleh keluarga-keluaraga yang melakukan ziarah kubur. Inti dari kegiatan tersebut adalah untuk
mengirim doa kepada anggota keluarga yang sudah meninggal. Ziarah kubur ini bersifat mingguan
dalam pelaksanaannya.

Unjungan

16
Unjungan yang sering disebut juga Hari Raya Buyut, merupakan ritual ziarah kubur ke makam
buyut atau makam leluhur yang dilaksanakan satu tahun sekali. Tujuan melaksanakan
ritual unjungan adalah sebagai wujud syukur kepada Tuhan dan penghormatan atas jasa para leluhur di
wilayah mereka. Pelaksanaan kegiatan tersebut bersifat tahunan karena dilaksanakan satu tahun sekali
dan dihadiri oleh keturunan dari buyut tersebut. Tidak hanya keturunan yang tinggal di wilayah setempat
tapi juga keturunan yang tinggal di luar wilayah. Oleh karena itu, jumlah orang yang hadir dalam
ritual unjungan biasanya banyak.

Inti dari acara unjungan adalah mengirim doa sebanyak mungkin melalui acara bertahlil. Akan
tetapi, area makam buyut tersebutnya umumnya sangat terbatas. Padahal, keturunan buyut yang akan
bertahlil cukup banyak jumlahnya. Oleh karena itulah, acara bertahlil dilaksanakan secara bergantian
agar semuanya mendapat giliran. Bahkan acara tersebut bisa berlangsung 4-5 shift. Acara lainnya dalam
kegiatan unjungan adalah membersihkan area makam dan mengganti material sekitar makam yang
sudah rusak; dan makan-makan bersama sambil menikmati hiburan berupa tampilan kesenian daerah,
seperti wayang kulit atau gemyung untuk teman melekan.

17
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sistem kemasyarakatan di Cirebon, Indonesia, seperti di banyak tempat di Indonesia, memiliki


beragam elemen dan tradisi yang unik. Cirebon adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat,
dan memiliki sejarah, budaya, dan tradisi yang khas. Sistem kemasyarakatan dicirebon mencerminkan
keberagaman budaya dan Sejarah yang kaya di daerah ini. Sedangkan ritus siklus kehidupannya
dicirebon ada ngerawun yaitu mitigasi bencana secara tradisional lainnya di bidang pertanian, yakni
untuk mengatasi hama tikus yang menyerang padi di sawah. Nikus dilakukan jika terjadi serangan hama
tikus yang dianggap mengancam keberadaan padi di sawah atau bahkan bisa menyebabkan gagal panen.
Sedangkan Mayoran merupakan salah satu jenis tradisi gotong royong dalam bidang pertanian, yakni
tradisi membersihkan saluran air yang mengairi sawah-sawah milik para petani. Ziarah kubur adalah
kegiatan keluarga mengunjungi makam orang tua atau leluhur mereka yang dilakukan secara rutin tiap
Kamis sore. Unjungan yang sering disebut juga Hari Raya Buyut, merupakan ritual ziarah kubur ke
makam buyut atau makam leluhur yang dilaksanakan satu tahun sekali.

B. SARAN

Demikianlah makalah ini kami susun, semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat
kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://kebudayaan.kemendikbud.go.id/bpnbjabar/tradisi-masyarakat-gegesik-di-kabupaten-cirebon

https://wwwnu.or.id/opini/tradisi;lokal-keagamaan-di-bumi-cirebon-9rvyb

https://id.wikipedia.org/wik/suku_cirebon

http://silihasih.blog.com/sejarah-cirebon

https://sindang-laut.blogspot.com/2014/05/upacara-pernikahan-adat-cirebon.html

http://repository.syekhnurjati.ac.id/1541/1/ZAKARIA_58110031__ok.pdf

https://osf.io/j7832/download/?format=pdf

19

Anda mungkin juga menyukai