Anda di halaman 1dari 14

“KERAJAAN CIREBON DAN KERAJAAN BANTEN”

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Sejarah Indonesia Masa Islam yang
Diampu oleh:

Dr. Miftahudin, M.Hum.

Disusun Oleh :

Aryo Gesang Sri Katon 21407141007


Ndaru Pratama 21407141008
Muhammad Rhosid Ashari 21407141020
Elmi Mufiidah 21407141035

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. Yang dengan rahmat, karunia dan petunjuk-Nya lah kami
dapat menyelesaikan makalah dengan tema pembahasan Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten
ini dengan lancar tanpa adanya hambatan berarti. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
bimbingan Nabi Muhammad SAW yang karena bimbingannya kita dapat berada di jalan
kebenaran, semoga syafa’atnya mengalir pada kita di hari akhir kelak. Aamiin ya rabbal alamin.
Makalah berjudul “Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten” ini merupakan pembahasan
mengenai sejarah Kerajaan Banten dan Kerajaan Banten, Sistem pemerintahan dan juga
Kehidupan masyarakatnya yang secara rinci akan dijelaskan pada bagian pembahasan.
Dibuatnya makalah ini bermaksud untuk memenuhi penugasan pada mata kuliah Sejarah
Indonesia Masa Islam yang kami harapkan juga dapat bermanfaat untuk kami selaku penyusun
dan juga bagi pembaca.

Terimakasih kami tidak lupa kami ucapkan pertama-tama kepada Bapak Dr. Miftahudin,
M.Hum selaku dosen pembimbing program studi ilmu sejarah mata kuliah Sejarah Indonesia
Masa Islam, kepada teman-teman program studi ilmu sejarah yang selalu membantu dalam
kelancaran pembuatan makalah ini, dan juga kepada pihak yang tidak dapat kami sebutkan
satu-persatu.s

Pembuatan makalah ini kami akui masih terdapat banyak kesalahan dan dibutuhkan
koreksi dan pembetulan kedepannya. Kami terbuka terhadap kritik yang ditujukan kepada
makalah ini demi hasil yang lebih baik.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerajaan Cirebon merupakan kesultanan Islam yang terletak di Jawa Barat yang berdiri pada
abad 15 dan 16 yang semula adalah daerah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kerajaan Cirebon adalah
Kerajaan Islam pertama di Jawa Barat yang didirikan oleh uaknya yaitu Haji Abdulah atau
Pangeran Cakrabumi atau Cakrabuana. Letak Kerajaan Cirebon berada di pesisir Pantai Utara
Jawa yang merupakan jalur strategis perdagangan yang menjadi cikal-bakal berkembangnya
Kerajaan Cirebon dimana beras merupakan komoditas ekspor utama di daerah tersebut. Cirebon
pada awalnya merupakan dukuh yang kemudian berkembang menjadi desa yang diberi nama
Caruban yang berarti campuran dikarenakan di tempat tersebut merupakan tempat bercampur
para pendatang dari berbagai daerah untuk bertempat tinggal ataupun berdagang.

Masyarakat di daerah tersebut mayoritas adalah seorang nelayan yang dari situ berkembang
pekerjaan untuk menangkap ikan dan udang kecil yang disebut rebon, dari istilah air bekas
pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembanglah
sebutan cai-rebon (Bahasa Sunda: air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon. Pada
perkembangannya, Kerajaan Cirebon berkembang menjadi Pelabuhan yang ramai dengan
pasokan sumber daya alam dari pedalaman. Cirebon menjadi kota besar dan pusat penyebaran
agama islam di Jawa Barat.

Kerajaan Banten sebelum berbentuk Kesultanan merupakan daerah Kadipaten Kerajaan Sunda
Padjajaran yang berpusat di Bogor antara Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Sunan Gunung
Jati saat itu berhasil menguasai wilayah Banten yang kemudian pada tahun 1552 , Kesultanan
Banten diserahkan kepada Maulana Hasanudin yang merupakan putra dari Sunan Gunung Jati.
Maulana Hasanudin dianggap sebagai sultan pertama Kerajaan Banten karena penguasa
pertamanya yakni Syarif Hidayatullah tidak menetapkan dirinya sebagai Sultan atau Raja.
Snouck Hurgronje dan G.F Pijper mengatakan bahwa hanya di Banten dan Cirebon ketaatan
terhadap islam sangatlah nyata jika dibandingkan dengan umat muslim lain di Jawa.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Apa itu Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten?


2. Bagaimana kondisi masyarakat Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten?
3. Bagaimana susunan kekuasaan Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten?
4. Apa saja sumber sejarah Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten?
C. Tujuan Makalah

Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan makalah ini adalah

1. Mengetahui Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.


2. Mengetahui kondisi masyarakat Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.
3. Mengetahui susunan kekuasaan Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.
4. Mengetahui sumber-sumber sejarah Kerajaan Cirebon dan Kerajaan Banten.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Cirebon

Pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Carbon yang ditulis pada
1720 M menyebutkan bahwa Caruban Nagari adalah sebutan wilayah Cirebon tempo dulu,
sebuah negeri besar yang masyarakatnya hidup makmur di bawah pemerintahan Sunan Gunung
Jati, salah seorang wali di Pulau Jawa yang menegakkan dan menata Agama Islam di Tanah
Sunda. Pada awalnya nama Caruban adalah Sarumban, lal diucapkan menjadi Caruban, akhirnya
Carbon (kini Cirebon). Wali Songo (Wali Sembilan) menamakan “Puser Bumi”, negeri yang ada
di tengah bumi Pulau Jawa. Penduduk setempat menamakan “Nagari Gede” yang diucapkan
“Garage” kemudian menjadi “Grage”.1

1
Atja, Carita Purwaka Caruban Nagari, Karya Sastra Sebagai Sumber Pengetahuan Sejarah, Bandung : Proyek
Pengembangan Permuseuman Jawa Barat., 1986, hlm. 154.
1. Kehidupan Masyarakat Kerajaan Cirebon

Pada masa pemerintahan Sunan Gunung Jati (1479 – 1568) Kesultanan Cirebon
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada masa itu, bidang keagamaan, politik, dan
perdagangan sangat maju. Pada masa Sunan Gunung Jati, didasarkan pada asas desentralisasi
kerajaan pesisir dimana Pelabuhan menjadi bagian penting dengan pedalaman sebagai daerah
penunjang vital. Strategi desentralisasi tersebut dilakukan dengan menerapkan program
pemerintah yang bertumpu pada intensitas pengembangan dakwah islam ke seluruh wilayah
bawahannya dengan didukung dengan perdagangan dengan berbagai negara seperti Campa,
Malaka, India, Cina dan Arab. terjalin hubungan yang erat dengan Kerajaan Pajang dan juga
hubungan dagang dengan luar negeri berjalan lancar. Pelabuhan-pelabuhan sebagai aset
Kesultanan Cirebon yang amat penting terjaga keamanannya sehingga kapal-kapal dagang
asing makin banyak yang singgah untuk melakukan transaksi dengan masyarakat Cirebon
(Sunardjo, 1996: 44).

Ciri yang menonjol dari kota pesisir seperti Jayakarta, Demak dan juga termasuk Cirebon
adalah penduduknya yang beraneka ragam. Nama-nama kampung diberikan sesuai dengan ciri
kehidupan sosial penduduknya seperti kampung Arab, Kampung Pecinan, Pekojan, dsb. Pada
masa itu Keraton Cirebon adalah pusat Pemerintahan Kerajaan dikelilingi tembok kota dan
pemukiman orang asing berada di luar tembok keraton.

Pada bidang kebudayaan, terlihat dari gambaran simbol-simbol kosmis dan simbol yang
berasal dari ajaran agama Islam. Simbol kosmis diwujudkan dalam bentuk payung sutera
berwarna kuning dengan kepala naga. Payung itu melambangkan semangat perlindungan dari
raja kepada rakyatnya. Adapun simbol-simbol yang berasal dari ajaran Islam dibagi ke
dalam empat tingkatan, yaitu:(a) syariat, yang disimbolkan dengan wayang, adapun wayang
itu sendiri adalah perwujudan dari manusia dengan dalangnya Allah, (b) tarekat yang
disimbolkan dengan barong, (c) hakekat yang disimbolkan dengan topeng, dan (d) ma’rifat
yang disimbolkan dengan ronggeng. Keempat simbol itu yakni wayang, barong, topeng, dan
ronggeng merupakan empat jenis pertunjukan kesenian masyarakat Cirebon dan Jawa pada
umumnya. Terdapat juga perayaan hari besar seperti sekaten untuk merayakan maulid Nabi yang
biasanya diadakan di alun-alun ibukota kerajaan yang dapat dinikmati khalayak ramai. Perayaan
sekaten ini diadakan tujuh hari sebelum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dan diakhiri
dengan Gerebeg dimana para adipate, raja muda, buoati, dan pembesar wilayah diterima
menghadap sultan untuk menunjukkan sikap hormat dan Sedekah Sultan yaitu membagikan
makanan hadiah dari sultan di Masjid Agung (Saksono, 1995: 150-151).
Masyarakat di Kerajaan Cirebon tersusun dalam empat lapisan sosial yaitu golongan raja,
golongan elit, golongan non-elit dan golongan budak. Golongan kerajaan yaitu raja beserta
keluarganya yang bertempat tinggal di dalam lingkungan kraton. Golongan elit adalah kelompok
bangsawan, priyayi, tentara, golongan patih, dan syahbandar. Golongan non elite meliputi jumlah
yang sangat banyak yaitu mereka yang bermata pencaharian sebagai pedagang, petani, nelayan,
tukang, tentara bawahan, dan buruh. Walaupun dari kalangan non elit,mereka juga menjadi
penunjang bagi kehidupan masyarakat lapisan atas. Dan yang terakhir adalah golongan budak,
mereka adalah orang yang bekerja berat secara fisik, menjual tenaga dan menjadi pekerja kasar,
biasanya mereka bekerja dalam pembuatan jalan, dan mengolah tanah pertanian.2
2. Penguasa-Penguasa Kerajaan Cirebon
1. Sunan Gunung Jati (1479-1586).
2. Fatahillah (1568-1570).
3. Pangeran Mas atau Panembahan Ratu I (1570-1649).
4. Pangeran Rasmi atau Panembahan Ratu II (1649-1677).

Dari para penguasa di atas, Kerajaan Cirebon mengalami masa kejayaan di bawah kekuasaan
Sunan Gunung Jati dengan prestasi, yaitu:

1. Berhasil memerdekakan diri dari Kerajaan Sunda Pajajaran.


2. Berhasil menguasai sebagian Jawa Barat dan Banten.
3. Berhasil mendakwahkan Islam.
4. Pembangunan kota yang lebih baik, seperti masjid, jalan, dan irigasi.
5. Membentuk pasukan yang berbeda dari pasukan perang lainnya.

2
Drs. M. Sanggupri Bochari, WIwi Kuswiah. Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. (Jakarta: CV. Suko Rejo Bersinar.
2001) hlm 10-14
3. Sumber Sejarah Kerajaan Cirebon

Supaya lebih mudah dipahami, kami kira perlu rasanya dilakukan pembagian jenis sumber
sejarah kerajaan Cirebon. Di sini kami membagi sumber sejarah kerajaan Cirebon menjadi 2
bagian, yaitu: a) peninggalan berupa bangunan, b) peninggalan berupa naskah.

a. Sumber Sejarah Bangunan


● Keraton Kasepuhan

● Keraton Kanoman

● Keraton Kacirebonan
● Petilasan Pangeran Cakrabuana

b. Sumber Sejarah Naskah


● Babad Tanah Sunda

● Carita Purwaka Caruban Negari


B. Kerajaan Banten

Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah menjadi
penguasa jalur pelayaran dan perdagangan. Karena didukung oleh posisinya yang strategis, yaitu
di ujung barat Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten.3 Banten diislamkan
oleh Fatahillah atas nama raja Demak. Segera kedudukan Banten diperkuat, dan untuk
kepentingan perdagangan maka seluruh Pantai Utara diislamkan pula sampai di Cirebon, Sunda
Kelapa, Kota Pelabuhan Pajajaran, yang dapat menjadi saingan, direbut dalam tahun 1527, dan
sebagai bagian Banten diberi nama Jayakarta. Pemerintahan daerah Banten dipegang sendiri oleh
Fatahillah.4

1. Kehidupan Masyarakat Kerajaan Banten

Pembangunan di Banten menitikberatkan pada pengembangan sektor perdagangan.


Komoditas utamanya adalah lada yang dihasilkan dari daerah Banten, Lampung, Jayakarta, dan
Bengkulu. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan menjadi semakin ramai. Para
pedagang dari Cina membawa porselen, sutra, beludru, benang emas, kain sulam, dll. Pulangnya
mereka membawa lada, nila kayu cendana, cengkeh, buah pala, kulit penyu dan daging gajah.
Para pedagang Arab dan Persia menjual permata dan obat-obatan. Pedagang Gujarat menjual
kain dari bahan kapas dan sutra, kain putih Coromandel dan pulang membawa rempah-rempah.
Sementara pedagang portugis membawa barang dagangan kain-kain dari Eropa dan India.5

Perdagangan yang ramai mengundang pedagang untuk tinggal, maka dibuatlah penempatan
penduduk. missal kampung Pekojan untuk pendatang dari Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki,
kampung Pecinan untuk pedagang Cina, dan juga ada kampung yang berdasarkan keahlian yaitu
Kampung Panjunan (pembuat gerabah, belangan dsb), Kepanden untuk pandai besi, Kampung
Pagongan untuk pembuat gong, gamelan, dan masih banyak lagi. Di bidang pertanian,

3
Widya Lestari Ningsih,
https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/28/162417479/kerajaan-banten-sejarah-masa-kejayaan-kemunduran-da
n-peninggalan?page=all, www.kompas.com, diakses pada tanggal 23 Februari 2022, 20.37.
4
Dr. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta : Penerbit Kanisius., 1973, hlm. 56-57.
5
Maftuh. Islam Pada Masa Kesultanan Banten: Perspektif Sosio Historis. Jurnal Al-Qalam. Vol.32 No.1. Januari
2015. Hlm 83-115.
pemerintah mendorong untuk membuka daerah persawahan baru dan dibuat terusan-terusan
irigasi. 6

Snouck Hurgronje dan G.F Pijper mengatakan bahwa hanya di Banten dan Cirebon ketaatan
terhadap islam sangatlah nyata jika dibandingkan dengan umat muslim lain di Jawa. Para
penguasa Banten sejak awal telah memiliki perhatian lebih pada aspek lahiriah. Pada masa ini,
keagamaan sangat diperhatikan, Sultan Ageng Tirtayasa mengimbau para ulama untuk
mengadakan pengajian, menyediakan tempat belajar-mengajar beragama Islam di kompleks
Masjid Agung. Mengutip dari Bruinissen, Banten sudah memiliki kitab hukumnya sendiri.

2. Penguasa-Penguasa Kerajaan Banten


1. Sultan Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin (1552-1570 M).
2. Sultan Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan (1570-1580 M).
3. Sultan Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana (1580-1596 M).
4. Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu (1596-1647 M).
5. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad atau Pangeran Anom (1647-1651 M).
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Abu al-Fath Abdul Fattah (1651-1683 M).
7. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji (1683-1687 M).
8. Sultan Abu al-Fadhi Muhammad Yahya (1687-1690 M).
9. Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainulabidin (1690-1733 M).
10. Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750 M).
11. Sultan Syarifuddin Ratu Wakil atau Pangeran Syarifuddin (1750-1752 M).
12. Sultan Abu al-Ma’ali Muhammad Wasi atau Pangeran Arya Adisantika (1752-1753 M).
13. Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainulsyiqin (1753-1773 M).
14. Sultan Aliyuddin atau Abu al-Mafakhir Muhammad Aliyuddin (1773-1799 M).
15. Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin (1799-1801 M).
16. Sultan Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin (1801-1802 M).
17. Sultan Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803 M).
18. Sultan Aliyuddin II atau Abu al-Mafakhir Muhammad Aqiluddin (1803-1808 M).
19. Sultan Wakil Pangeran Suramenggala (1808-1809 M)

6
Ibid.,
20. Sultan Maulana Muhammad Shafiuddin (1809-1816 M).

Dari para penguasa yang memimpin, Banten memiliki tiga Sultan terbaiknya, yaitu:

A. Sultan Ageng Tirtayasa, beliau adalah penguasa paling tersohor karena perjuangannya
ketika melawan VOC, pengembangan ekonomi Banten, dan modernisasi kota terutama
pada bangunannya7.
B. Sultan Maulana Hasanudin, seorang pendiri sekaligus penguasa wilayah rempah-rempah
daerah Lampung.
C. Sultan Maulana Yusuf, ia adalah pengganti Sultan pertama yang memperluas dakwah
Islam di daerah Jawa Barat.
3. Sumber Sejarah Kerajaan Banten

Sama halnya dengan sumber sejarah kerajaan Cirebon, dalam babakan kerajaan banten kami
juga akan membagi jenis sumber sejarah menjadi dua, yaitu sumber sejarah bangunan dan
naskah.

a. Sumber Sejarah Bangunan


● Masjid Agung Banten

7
Ikot Sholehat, PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR ABAD XVI-XVII (Ponorogo:
Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hlm. 11.
● Istana Keraton Kaibon Banten

● Benteng Speelwijk

b. Sumber Sejarah Naskah


● Naskah Sanghyang Siksakanda Ng Karesia
BAB III

PENUTUP

Cirebon pada awalnya merupakan daerah yang bernama Tegal Alang-Alang yang
kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Raden Walangsungsang berganti
nama menjadi Caruban. Nama Caruban sendiri terbentuk karena wilayah Cirebon dihuni oleh
berbagai kalangan dan nama lain Cirebon adalah Caruban Ban. Kerajaan Cirebon merupakan
bagian dari pemerintahan Jawa Barat. Cirebon berasal dari bahasa Sunda “ci” yang artinya air,
sedangkan “rebon” artinya udang. Cirebon didirikan pada 1 Surah 1445 M, oleh Pangeran
Cakrabuana. Pada tahun 1479 M, Pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon yang
berkedudukan di Keraton Pakungwati, Cirebon menyerahkan kekuasaannya kepada Sunan
Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah menantu Pangeran Cakrabuana dari ibunda Ratu Mas
Rara Sasantang. Sejak saat itu, Cirebon menjadi negara yang merdeka dan Islami. Kerajaan
Cirebon terbagi menjadi 3 kesultanan, yaitu Keraton Kasepuhan dipegang oleh Sultan Sepuh,
Keraton Kanoman dipegang oleh Sultan Anom dan Keraton Karicebonan dipegang oleh
Panembahan Karicebonan. Mereka hanya peduli dengan kerajaannya masing-masing. Akibatnya,
kerajaan Cirebon perlahan mulai runtuh.

Kerajaan Banten adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah menjadi
penguasa jalur pelayaran dan perdagangan. Karena didukung oleh posisinya yang strategis, yaitu
di ujung barat Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten. Perdagangan yang
ramai mengundang pedagang untuk tinggal, maka dibuatlah penempatan penduduk . Kerajaan
Banten bertahan cukup lama dapat dilihat dari banyak nya jumlah penguasa yang ada. Snouck
Hurgronje dan G.F Pijper mengatakan bahwa hanya di Banten dan Cirebon ketaatan terhadap
islam sangatlah nyata jika dibandingkan dengan umat muslim lain di Jawa. Para penguasa Banten
sejak awal telah memiliki perhatian lebih pada aspek lahiriah.
DAFTAR PUSTAKA

Atja. 1986. Carita Purwaka Caruban Nagari, Karya Sastra Sebagai Sumber Pengetahuan
Sejarah. Bandung : Proyek Pengembangan Permuseuman Jawa Barat.
Erwantoro, H. (2012). Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon. Jurnal Patanjala, 17-183
DOI:10.30959/patanjala.v4i1.130.

Lubis, N. H. (2003). Sejarah Tatar Sunda Jilid I. Bandung: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan Lembaga Penelitian Unpad.

Maftuh. (Januari 2015). Islam Pada Masa Kesultanan Banten: Perspektif Sosio Historis. Jurnal
Al-Qalam , 83-115.

Ningsih, Widya Lestari.


https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/28/162417479/kerajaan-banten-sejarah-masa
-kejayaan-kemunduran-dan-peninggalan?page=all, diakses pada tanggal 23 Februari
2022, 20.37.
Sholehat, I. (2019). PERDAGANGAN INTERNASIONAL KESULTANAN BANTEN AKHIR
ABAD XVI-XVII. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia.

Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Sunardjo, A. (tanpa tahun). Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan


Cirebon 1479-1809. Cirebon: RH Unang.

Wiwi Kuswiah, B. (2001). Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. Jakarta: CV. Suko Rejo
Bersinar, Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai