Anda di halaman 1dari 22

KARYA ILMIAH

SEJARAH TERBENTUKNYA PROVINSI BANTEN DAN KEMAJUANNYA

Dibuat Sebagai Penyelesaian Tugas Mata Kuliah Studi Kebantenan

YUSUF BUDI KUSUMA – 3332210005


MUHAMMAD MAHMUDIN – 3332220013
MAHESA NUGRAHA – 3332220010
SUGES GILANG PANGESTU - 3332220014

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON, BANTEN
2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terdapat salah satu provinsi di Indonesia yang dimana provinsi tersebut terletak di
bagian barat Pulau Jawa yaitu merupakan provinsi Banten. Banten adalah bagian dari Provinsi
Jawa Barat. Ketika era Reformasi bergulir, masyarakat Banten semakin bersemangat dalam
perjuangannya. Hal ini dikarenakan mereka mulai merasakan semangat demokrasi dan adanya
pembahasan tentang pemberian otonomi kepada daerah-daerah. Pada tanggal 18 Juli 1999,
masyarakat Banten mengadakan sebuah acara yang disebut Deklarasi Rakyat Banten di Alun-
alun Serang. Dalam acara ini, sebuah kelompok yang bernama Badan Pekerja Komite Panitia
Provinsi Banten menyiapkan sebuah dokumen yang berisi Pedoman Dasar serta Rencana Kerja
dan juga Rekomendasi untuk pembentukan Provinsi Banten. Usaha mereka membuahkan hasil
ketika pada tanggal 4 Oktober 2000, rapat paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-
Undang tentang Provinsi Banten menjadi Undang-undang. Keputusan ini menandai secara
resmi terbentuknya Provinsi Banten. Pada tanggal 18 November 2000 dilakukan peresmian
Provinsi Banten serta pelantikan penjabat Gubernur pertama yaitu H. Hakamudin Djamal untuk
menjalankan pemerintahan Provinsi Banten sampai terpilihnya Gubernur definitif. Adapun
periode Gubernur Banten sejak berdirinya sampai sekarang adalah:

Nama Gubernur Masa Jabatan


Hakamudin Djamal 2000-2002
Djoko Munandar 2002-2005
Ratu Atut Chosiyah 2007-20015
Rano Karno 2015-1017
Wahidin Halim 2017-2022

Provinsi Banten ini memiliki luas wilayah sekitar 9.662,92 km² dengan jumlah
penduduk sekitar 9.953.414 jiwa dan terbagi menjadi 4 kabupaten dan 4 kota administratif.
Ibukota provinsi Banten adalah Kota Serang. Banten memiliki beragam potensi sumber daya
alam, seperti tambang, perkebunan, dan pariwisata. Selain itu, provinsi ini juga kaya akan
warisan budaya dan sejarah, seperti Situs Benteng Speelwijk dan Situs Benteng Surosowan.
Dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan keindahan alamnya, Banten menjadi destinasi
menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. SEJARAH TERBENTUKNYA PROVINSI BANTEN


1. Era Pra-Kemerdekaan
Banten merupakan salah satu wilayah yang memiliki peran penting dalam sejarah
nusantara, pada era sebelum kemerdekaan (Pra-kemerdekaan) yang mana pada kala itu
banten sangat kaya dan beragam, dikarenakan posisinya yang strategis mengakibatkan
banten menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di asia serta penyebaran agama islam
di indonesia
Pada kala itu terdapat salah satu tokoh penting pada periode tersebut yaitu Sultan Ageng
Tirtayasa, pada masa kepemimpinannya banyak perlawanan terhadap belanda yang mana
kala itu terjadi penolakan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan kesultanan
banten dan berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan serta kemakmuran Banten. Tak
hanya itu Sultan Ageng Tirtayasa juga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
dengan membuka lahan persawahan yang baru, membuat irigasi serta mendukung
pendidikan dan kebudayaan[1]
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu tokoh penting dalam perlawanan terhadap
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang merupakan sebuah perusahaan
perdagangan yang berasal dari Belanda. Yang dimana perlawanan ini berlangsung selama
lebih dari 80 tahun dan melibatkan beberapa tokoh-tokoh seperti Sultan Ageng Tirtayasa,
Pangeran Purbaya, Ki Gedeng Tapa, dan Syekh Yusuf. Namun, perlawanan ini berakhir
dengan kekalahan Banten yang diakibatkan adanya sebuah pengkhianatan dari Sultan Haji
yang dimana pada kala itu Sultan Haji bekerja sama dengan VOC (Vereenigde Oost-
Indische Compagnie)[2].
Sejarah masuknya islam dan pendidikan islam pada masa kerajaan Banten periode
sebelum kemerdekaan (Pra-kemerdekaan) merupakan hal penting dalam pembentukan
identitas dan budaya pada Banten. yang dimana pada kala itu islam masuk ke Banten
melalui jalur perdagangan dan dakwah, dari hal tersebut dapat membawa perubahan yang
signifikan dalam masyarakat Banten, dimana sebelum telah mengenal kepercayaan Hindu.
Terdapat salah satu tokoh penting dalam penyebaran islam di Banten yaitu Sharif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bersama putranya, Maulana Hasanudin. Mereka
memainkan peran penting dalam membawa ajaran Islam serta menghilangkan kebodohan
dan mendorong perlawanan terhadap penjajah[3].
Pendidikan Islam berkembang di Banten pada periode sebelum kemerdekaan (Pra-
kemerdekaan). Yang dimana pada awalnya, lembaga pendidikan Islam dilakukan secara
individu yaitu dilakukan di rumah-rumah dan masjid-masjid. Namun, seiringnya waktu,
lembaga-lembaga pendidikan tersebut berkembang menjadi sebuah madrasah yang juga
menjadi lebih terstruktur. Ulama-ulama Islam di Banten tidak hanya menyebarkan ajaran
agama saja, tetapi ulama-ulama Islam di Banten juga berperan dalam menjaga
keseimbangan antara kehidupan dan agama, serta mendorong masyarakat melakukan jihad
dalam melawan penjajah. Pendidikan Islam di Banten menjadi salah satu pilar penting
dalam memperkuat identitas keagamaan dan budaya masyarakat Banten pada masa pra-
kemerdekaan[3].

A. Asal Usul Nama Banten


Pada abad ke-16, Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanudin, yang
kemudian pada abad ke-17, Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Dikarenakan letak Banten yang strategis yang mana hal tersebut menjadikan Banten
sebagai pusat jual beli rempah-rempah dan membuatnya terkenal. Sebelum masuknya
Islam, masyarakat Banten pada awalnya menyembah berhala, yang kemudian dengan
masuknya agama Buddha dan Islam, banyak dari mereka memeluk Islam, masuknya ajaran
Islam membawa perubahan signifikan bagi masyarakat Banten. Islam dibawa ke Banten
pada awal abad ke-16 oleh Sharif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), salah satu dari
sembilan Walisongo dari Cirebon. Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Sunan
Gunung Jati dan Sultan bersama putranya, Maulana Hasanuddin, yang kemudian
menjadikannya Sultan pertama Kesultanan Banten. Seiring berjalannya waktu, ketika
ajaran Islam mulai memasuki kehidupan masyarakat di wilayah Banten, penduduk
setempat mulai terbuka dan menerima agama Islam. Mereka mengakui kebenaran dan
keindahan dari ajaran-ajaran yang dibawakan oleh Islam. Hal ini mengakibatkan
banyaknya dari mereka yang memutuskan untuk mengikuti dan memeluk agama Islam.
Ajaran-ajaran Islam yang penuh dengan nilai-nilai kebaikan dan kedamaian membawa
banyak perubahan positif terhadap cara berperilaku dan interaksi sosial di antara
masyarakat Banten. Perubahan ini sangat signifikan dan berdampak besar, hingga
kedatangan dan penyebaran agama Islam di wilayah tersebut diibaratkan seperti turunnya
sebutir permata yang sangat berharga dari langit. Ungkapan ini menggambarkan betapa
berharganya kedatangan Islam bagi masyarakat Banten. Sebutan "turunnya permata dari
langit" atau dalam bahasa setempat disebut "kabinten inten", lambat laun, menjadi asal-
usul dari nama "Banten" itu sendiri, yang sekarang kita kenal sebagai nama dari salah satu
provinsi di Indonesia. Ini menunjukkan betapa dalamnya pengaruh Islam dalam
membentuk identitas dan sejarah daerah Banten[4].
Di samping cerita mengenai tentang asal-usul nama "Banten" yang berkaitan dengan
ungkapan "katiban inten" yang dimana hal trsebut menggambarkan kedatangan Islam
sebagai sebuah permata berharga, ada juga sebuah teori atau versi yang berbeda yang
menyatakan bahwa nama "Banten" sebenarnya berasal dari kata "bantahan". Yang dimana
versi ini menekankan pada sifat dan perilaku masyarakat Banten yang terkenal akan
semangat juang dan ketidakmauan mereka untuk menyerah atau tunduk pada kekuasaan
penjajah, dalam hal ini adalah Belanda. Masyarakat Banten dikenal memiliki sikap yang
sangat kritis serta berani menentang segala peraturan atau kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah kolonial Belanda yang dianggap tidak adil atau merugikan. Sikap berani dan
tegas ini terlihat dalam berbagai bentuk perlawanan dan penolakan terhadap aturan-aturan
yang diberlakukan oleh Belanda. Akibat dari sikap perlawanan yang gigih dan konstan
tersebut, wilayah ini mulai dikenal dengan sebutan "Bantahan", yang kemudian berubah
menjadi kata "Banten" seperti yang kita kenal saat ini. Dengan demikian, kisah di balik
nama "Banten" tidak hanya mencerminkan aspek keagamaan atau budaya saja, tapi juga
sangat kental dengan nuansa sejarah perjuangan masyarakat Banten yang tak kenal lelah
berjuang melawan penindasan pada masa sebelum Indonesia merdeka, mencerminkan
keberanian dan semangat perlawanan mereka dalam menghadapi kolonialisme[5].

B. Periode Kerajaan Banten


Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam yang berdiri di barat Pulau Jawa
pada awal abad ke-16. Kerajaan Banten didirikan oleh Sharif Hidayatullah (Sunan Gunung
Jati) bersama putranya, Maulana Hasanuddin, yang kemudian mengangkat puteranya
menjadikan Sultan pertama Kesultanan Banten pada tahun 1552-1570 M. setelah sultan
Hasanudin wafat pada tahun 1570, kerajaan Banten digantikan putranya yang bernama
maulana yusuf sebagai raja Banten yang kedua yang kemudian digantikan oleh raja atau
sultan yang ketiga, empat dan seterusnya sampai dengan raja atau sultan yang terakhir yaitu
sultan ke 21 yang bernama Sultan Muhammad Rafiudin yang berkuasa pada tahun 1809-
1816. yang dimana kerajaan atau kesultanan islam di Banten berjalan selama kurun waktu
yaitu 264 tahun, yang bermula pada tahun 1552 s/d 1816[6].
Pada zaman kesultanan ini banyak sekali peristiwa -peristiwa yang sangat penting,
terutama pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Banten mencapai kejayaannya
pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa, yang dikenal karena keberhasilannya dalam
melawan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Namun, keberhasilan ini tidak
bertahan lama karena strategi Belanda dalam memecah belah kekuatan lokal menyebabkan
Banten mengalami penurunan kekuatan. Akibat dari politik adu domba ini, Banten akhirnya
diambil alih menjadi bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke-19. Berikut ini
merupakan Daftar raja atau sultan pada periode kerajaan Banten[6].

NO Nama Tahun
1 Maulana Hasanuddin 1552
2 Maulana Yusuf 1570
3 Maulana Muhammad 1580
4 Sultan Abdul Mufakir Mahmud 1596
5 Sultan Abdul Maali Achmad Kenari 1640
6 Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fathi Abdul Fatah 1651
7 Sultan Haji Abu Hasri Abdul Khahar 1672
8 Sultan Abdul Fadhal 1687
9 Sultan Abdul Mahasin Jainul Abidin 1690
10 Sultan Muh. Syofai Jainul Arifin 1733
11 Sultan Syarifudin Ratu Wakil 1750
12 Sultan Muh. Wasi Jainul Arifin 1752
13 Sultan Muh. Arif Jainul Asyikin 1753
14 Sultan Abdul Mafakh Muh. Aliudin 1773
15 Sultan Muhyidin Zainussalihin 1799
16 Sultan Muh. Ishak Jainul Mutaqin 1801
17 Sultan Pangeran Wakil Natawijaya 1803
18 Sultan Aliudin (Aliudin II) 1803
19 Sultan Pangeran Wakil Suramanggala 1808
20 Sultan Muhammad Syafiudin 1809
21 Sultan Muhammad Rafiudin 1813

A. Era Kolonial
Pada abad ke-16, tepatnya pada tanggal 27 Juni 1596. Armada kapal Belanda yang di
pimpin oleh Cornelis de Houtman untuk pertama kalinya datang ke Nusantara, lebih
tepatnya mendarat di Pelabuhan Banten dengan maksud dan tujuan untuk berdagang[7].
Dengan tujuan untuk berdagang ini, kedatangan Bangsa Belanda di sambut dengan sangat
baik dan hangat. Namun dengan berjalannya waktu, lama kelamaan para awak kapal mulai
menunjukkan tabiat buruknya. Sehingga pada akhirnya, Kesultanan Banten mengusir
Cornelis de Houtman dan para awak kapalnya untuk pergi dari Banten[8]. Beberapa tahun
setelahnya, lebih tepatnya pada abad ke-16 menandai dimulainya era kolonial di Banten
dengan kedatangan bangsa Portugis yang mencari rempah-rempah dan berdagang di
wilayah tersebut. Kesultanan Banten pada masa itu memegang peranan penting sebagai
kekuatan maritim di bagian barat Jawa, menjalin hubungan dagang dengan berbagai bangsa
Eropa, termasuk Portugis. Namun, kedatangan Portugis diikuti oleh penetrasi Belanda yang
mewakili VOC pada abad ke-17, yang memiliki tujuan yang sama dalam menguasai
perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut. Tidak jarang terjadi konflik antara
Kesultanan Banten dan VOC Belanda terkait dominasi perdagangan dan kendali atas
wilayah strategis. Meskipun tercipta perjanjian antara VOC dan Kesultanan Banten, yang
memberikan Belanda kekuasaan perdagangan yang luas, tetapi hubungan di antara
keduanya tidak selalu harmonis. Dampaknya, Kesultanan Banten mengalami penurunan
kekuasaan dan akhirnya kehilangan sebagian besar kontrol kepada VOC Belanda.
Transformasi politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi selama periode kolonialisme
Belanda di Banten membentuk sejarah yang rumit, membawa implikasi besar bagi
perkembangan wilayah tersebut hingga menjadi bagian dari Hindia Belanda pada abad ke-
19[9].
1. Pengaruh Belanda dalam Pembentukan Wilayah
Kehadiran Bangsa Belanda di wilayah Banten selama masa kolonialisme
Indonesia menimbulkan dampak yang sangat besar dalam pembentukan karakter dan
struktur wilayah di Banten. Saat Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda
datang ke Banten pada abad ke-17, pada abad ini dimulailah periode perjuangan antara
Belanda dan Kesultanan Banten untuk menguasai perdagangan rempah-rempah dan
sumber daya alam lainnya. Melalui perjanjian yang dibuat dan di setujui, Belanda
memperoleh hak-hak perdagangan yang luas di Banten, memperkuat dominasinya
dalam ranah ekonomi dan politik di wilayah-wilayah tersebut. Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC) menjalankan kebijakan monopoli dagang yang ketat,
mengontrol secara ketat ekonomi Banten dan menghasilkan kerugian yang besar bagi
kesultanan dan juga berdampak terhadap masyarakat setempat. Selain itu, Belanda juga
membangun infrastruktur penting seperti benteng dan pelabuhan untuk menopang
kepentingan politik dan ekonomi mereka[10].
Pengaruh datangnya Belanda ke Banten tidak hanya berdampak pada bidang
ekonomi dan politik, tetapi juga membawa perubahan sosial dan budaya yang sangat
signifikan di Banten, merubah kehidupan sehari-hari, kebiasaan, dan struktur sosial
masyarakat dan wilayah-wilayah setempat. Dengan demikian, warisan kolonial
Belanda masih tampak jelas di wilayah banten, yakni terdapat dalam aspek-aspek
seperti arsitektur, bahasa, dan pola pikir masyarakat Banten sampai saat ini,
mencerminkan perjalanan sejarah yang kompleks dan beragam di wilayah Banten[9].
2. Perkembangan Politik dan Ekonomi di Banten
Dinamika politik dan ekonomi di Banten menjadi cerminan dari perjalanan
sejarah yang dipengaruhi oleh berbagai tokoh dan juga peristiwa-peristiwa penting.
Pada abad ke-16, Kesultanan Banten memperoleh posisi yang kuat sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah di bagian barat Jawa. Namun, pada abad ke-17,
kedatangan bangsa Eropa, terutama bangsa Portugis dan kemudian datang juga bangsa
Belanda, mengubah arus politik dan ekonomi di wilayah Banten dengan sangat
mendalam[11]. Perjuangan antara Kesultanan Banten dan VOC Belanda dalam merebut
kendali perdagangan rempah-rempah menjadi salah satu babak krusial dalam sejarah
politik dan ekonomi di wilayah Banten. Tokoh-tokoh penting yang terlibat seperti
Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten serta para gubernur VOC Belanda,
termasuk di antaranya Jan Pieterszoon Coen, turut aktif dalam konflik dan perundingan
yang membentuk dinamika politik dan ekonomi di wilayah Banten.
Tahun 1682 menjadi titik balik yang sangat penting dengan tercapainya sebuah
perjanjian, yaitu Perjanjian Banten antara Kesultanan Banten dan Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC) Belanda, menandai era baru dalam perkembangan politik
dan ekonomi di wilayah Banten. Perjanjian tersebut memberikan Belanda hak-hak
perdagangan yang luas di wilayah Banten, sementara disisi lain kesultanan merelakan
sebagian besar kemandiriannya kepada VOC Belanda. Perubahan ini mengubah wajah
ekonomi Banten, di mana VOC menjadi penguasa tertinggi dan dominan dalam
perdagangan rempah-rempah dan sumber daya alam lainnya. Namun, di balik itu,
perubahan politik dan ekonomi ini juga menimbulkan ketegangan internal di Banten,
dengan kelompok-kelompok lokal yang berjuang mempertahankan identitas dan
otonomi mereka dari pengaruh kolonial Belanda. Keseluruhan, dinamika politik dan
ekonomi di Banten mencerminkan perjuangan kuasa dan pengaruh antara Kesultanan
Banten dan kolonis Belanda, yang kemudian menjadi dasar bagi evolusi wilayah
tersebut hingga bergabung dengan Hindia-Belanda pada abad ke-19[9].
C. Era Kemerdekaan
Periode kemerdekaan Indonesia menandai klimaks dari perjuangan panjang bangsa
dalam menghadapi ketidakadilan yang telah mengakar di Nusantara selama berabad-abad.
Dalam proses meraih kemerdekaan bukanlah perjalanan yang sederhana dan singkat.
Sebaliknya, dalam proses meraih kemerdekaan ini dipenuhi dengan serangkaian pergolakan
yang melibatkan berbagai bidang kehidupan. Tantangan-tantangan tersebut tidak hanya
terbatas pada ranah politik, tetapi juga mencakup aspek-aspek ekonomi, sosial, dan budaya
yang mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat. Dalam perjalanan menuju kemerdekaan,
bangsa Indonesia berjuang bersama-sama melawan penindasan dan eksploitasi, menghadapi
rintangan-rintangan yang memerlukan keberanian, kesabaran, dan kesatuan yang luar biasa.
Oleh karena itu, proses menuju kemerdekaan tidak hanya merupakan sebuah titik waktu, tetapi
juga sebuah perjalanan panjang yang mengubah wajah dan nasib bangsa Indonesia secara
fundamental[12].
Pada penghujung tahun 1944, keadaan Jepang dalam konflik Perang Asia Pasifik
mengalami tekanan yang semakin meningkat. Wilayah jajahannya secara berurutan jatuh ke
tangan pasukan Sekutu. Dalam upaya menghadapi tekanan ini, Jepang mencari dukungan dari
bangsa-bangsa yang diduduki dengan menawarkan janji kemerdekaan sebagai bentuk
kerjasama[13][14]. Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso
menyuarakan komitmen untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dalam pidatonya
di hadapan Parlemen Jepang. Jenderal Kuniaki Koiso berharap tindakan ini akan
memenangkan simpati rakyat Indonesia. Sebagai langkah konkret, Jenderal Kuniaki Koiso
mengizinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor Indonesia, dengan syarat
bendera tersebut berada bersamaan dengan bendera Jepang. Seiring dengan janji ini, Indonesia
mulai mengambil langkah-langkah persiapan untuk meraih kemerdekaannya, termasuk
pendirian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)[12].
Setelah melalui banyak tahapan dan rintangan, dan akhirnya kemerdekaan indonesia
terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945, yang ditandai dengan pembacaan Teks Proklamasi
kemerdekaan yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di Jakarta. Setelah mengumumkan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia masih harus menghadapi tantangan
dari pihak Belanda yang berkeinginan untuk mengembalikan kontrol mereka atas wilayah
Indonesia. Untuk mempertahankan kemerdekaannya, masyarakat Indonesia dengan gigih
melibatkan diri dalam berbagai upaya dan langkah-langkah strategis. Upaya-upaya yang
dilakukan bangsa indonesia yaitu melalui perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi.
Perjuangan fisik melibatkan kejadian insiden hotel yamato, pertempuran surabaya,
pertempuran lima hari di semarang, pertempuran ambarawa, bandung lautan api, pertempuran
medan area, pertempuran puputan margarana, dan serangan umum 1 maret 1949. Sedangkan
untuk perjuangan diplomasi melibatkan kejadian perundingan linggajati, perundingan renville,
perundingan roem-royen, dan konferensi meja bundar[12], [13], [14]
1. Peran Banten dalam Perjuangan Kemerdekaan
Peran yang dimainkan oleh Banten dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia menjadi
sorotan penting dalam sejarah, menggambarkan betapa signifikannya peran daerah ini
dalam menggalang dukungan serta menyediakan landasan bagi gerakan nasionalis.
Sebelum terjadinya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
Banten telah menjadi pusat aksi perlawanan terhadap penjajah, menggelorakan semangat
patriotisme melalui aktivitas politik dan sosial yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh lokal dan
nasional[4], [9]. Dengan kepemimpinan para aktivis nasionalis seperti Haji Agus Salim,
Mohammad Hatta, dan Soekarno, kesadaran akan persatuan bangsa ditanamkan di
kalangan masyarakat Banten, sementara dukungan untuk perjuangan kemerdekaan
diperjuangkan secara keras. Tak hanya sebagai pusat pemikiran, Banten menjadi tempat
strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai aksi perlawanan terhadap penjajah,
baik melalui propaganda politik maupun gerilya di wilayah pedalaman[15].
Masa perjuangan kemerdekaan turut menyaksikan Banten menjadi arena konflik dan
resistensi yang tumbuh subur terhadap kekuasaan penjajah. Kendati menghadapi tekanan
dan penindasan yang tak terelakkan dari pihak Belanda, semangat perlawanan tak pernah
surut di kalangan penduduk Banten. Gerakan bersenjata, demonstrasi rakyat, dan kampanye
politik menjadi bukti nyata kegigihan perjuangan kemerdekaan di tanah ini. Pasca-
Proklamasi, Banten tetap menjadi basis penting dalam mendukung keberlangsungan
pemerintahan Republik Indonesia, baik dalam aspek material maupun moral[9]. Para
pejuang kemerdekaan dari Banten pun tak kenal lelah dalam memastikan kemerdekaan
Indonesia terjaga dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri. Sejarah
kemerdekaan Indonesia tidak akan lengkap tanpa kontribusi besar dan peran aktif Banten
dalam memperjuangkan hak kemerdekaan, yang pada akhirnya membentuk dasar yang kuat
bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita nikmati saat ini.

2. Pembentukan Provinsi Banten pada Era Reformasi


Gerakan reformasi yang terjadi pada tahun 1998 menjadi suatu titik penting dalam
sejarah Indonesia yang digerakkan para kaum muda dan mahasiswa sebagai respons
terhadap kondisi ekonomi dan politik yang sulit pada masa tersebut [16] Kaum muda dan
mahasiswa dari berbagai daerah bersatu untuk menekan pemerintah pusat yang dianggap
penuh dengan perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabat tinggi negara.
Selain itu, dampak kelalaian rezim Orde Baru juga memberikan dampak yang merugikan
bagi masyarakat. Tanpa perlu menghitung jumlah korban atau seberapa berat penderitaan
yang dialami, peristiwa tersebut telah menjadi pencetus terbentuknya "pandora's box" yang
selama ini menyimpan berbagai penyakit sistem dan masalah utopis yang perlu dihadapi
Semangat reformasi terus berkobar di hati masyarakat yang mendambakan perubahan.
Kejadian jatuhnya Soeharto yang ditandai dengan maraknya gerakan reformasi membuka
pintu demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia. Perubahan yang paling mencolok
adalah pembentukan provinsi baru dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
antara tahun 1999 hingga 2004. Sebanyak 8 provinsi baru terbentuk melalui pemekaran
wilayah, seperti Maluku Utara, Gorontalo, Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau.
Pemisahan ini dimotivasi oleh beberapa wilayah yang berkeinginan untuk merdeka dari
NKRI. Provinsi Banten sendiri, dalam mendirikan provinsi baru, menegaskan
komitmennya untuk tetap setia pada NKRI dan mengikuti prosedur administratif. Sebagai
contoh, Riau Kepulauan secara terbuka menyatakan niatnya untuk memisahkan diri dari
NKRI jika tidak diizinkan membentuk provinsi.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, disebutkan bahwa
otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki oleh suatu daerah otonom untuk mengelola
dan mengatur kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan inisiatif sendiri, berdasarkan
aspirasi masyarakat setempat, dan sesuai dengan kebutuhan daerah otonom serta ketentuan
perundang-undangan. Penerapan otonomi daerah memberikan keuntungan bagi daerah
dalam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan dalam masyarakat
secara independen.
Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, Provinsi Banten
pernah mengusulkan pembentukan provinsi sendiri sekitar dua kali sebelum disahkan UU
No. 22 Tahun 1999. Meskipun, usaha ini selalu menghadapi penolakan, yang pertama kali
terjadi ketika pelabuhan Merak-Bakauheni dibuka pada tahun 1952-1953. Banten, yang
sebelumnya termasuk wilayah Provinsi Jawa Barat, turut terlibat dalam pelaksanaan
kebijakan otonomi daerah. Oleh karena itu, Provinsi Banten kini menikmati kemandirian
dalam menjalankan pemerintahan dan memiliki kebebasan untuk menentukan arah
perkembangan dalam upaya pembangunan. Meskipun demikian, dampak dari penerapan
otonomi daerah ini menyebabkan terbentuknya Provinsi Banten sebagai entitas otonom
yang baru, melalui proses pemekaran dari Provinsi Jawa Barat.
2.2 POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN EKONOMI
A. Tinjauan Potensi Sumber Daya Alam
Dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, Provinsi Banten
menawarkan peluang investasi yang sangat menjanjikan di sektor pertanian. Provinsi ini
dikenal memiliki beragam varietas unggulan, terutama dalam produksi padi beras putih dan
beras merah. Data produksi padi di Kabupaten Pandeglang pada tahun 2020 mencapai
angka yang mengesankan, dengan total produksi mencapai 628.212 ton dari luas lahan
pertanian seluas 125.867 hektar. Hal yang menarik adalah Provinsi Banten mampu
menghasilkan rata-rata 48.41 ton padi per hektar, menunjukkan efisiensi produksi yang
tinggi. Beras merah dan beras putih dari Banten memiliki reputasi yang sangat baik di pasar
internasional karena rasa yang lezat dan kualitasnya yang unggul. Tidak hanya itu, pada
tahun 2019, Provinsi Banten juga memiliki luas lahan sawah yang mencapai 204.335
hektar, dengan Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak sebagai wilayah terbesar.
Kabupaten Pandeglang sendiri mencatatkan luas lahan sawah sebesar 52.640 hektar,
sementara Kabupaten Lebak memiliki luas lahan sawah sebesar 51.297 hektar.
Selain produksi padi, Banten juga menjadi penghasil jagung yang khusus
diperuntukkan sebagai pakan ternak, memenuhi kebutuhan industri pakan di wilayah
Jabodetabek dan nasional. Sekitar setengah dari kebutuhan jagung di wilayah tersebut
dipenuhi oleh Provinsi Banten, dengan total produksi mencapai 111.903 ton pada tahun
2020. Di sektor hortikultura, Banten juga memiliki komoditas unggulan seperti cabai merah
besar, cabai rawit, dan bawang merah yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan
lebih lanjut. Dengan demikian, Provinsi Banten menawarkan potensi investasi yang
menarik dan beragam di sektor pertanian, dengan harapan dapat menjadi salah satu
pendorong utama pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Provinsi Banten, yang terletak di ujung barat Pulau Jawa, dikenal karena potensi
kelautannya yang melimpah. Dengan garis pantai yang membentang sepanjang 499,62
kilometer, provinsi ini memiliki akses ke berbagai jenis perairan, termasuk Samudera
Indonesia, Laut Jawa, dan Selat Sunda. Potensi ini memberikan kesempatan besar bagi
pengembangan sektor perikanan, baik tangkap maupun budidaya, serta industri pengolahan
perikanan. Melalui pembangunan Kawasan Pelabuhan Perikanan Terpadu Banten Selatan
Binuangeun-Cikeusik, Pemerintah Provinsi Banten bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas sektor perikanan di wilayah tersebut. Data produksi perikanan tahun 2022
menunjukkan hasil yang mengesankan, dengan produksi tangkap mencapai 67.759,28 ton
dan produksi budidaya sebanyak 111.599,30 ton. Keanekaragaman jenis perairan di
Provinsi Banten, termasuk air tawar dan payau, menjadi landasan bagi pengembangan
berbagai jenis kegiatan perikanan. Tak hanya itu, fokus pengembangan kawasan
Minapolitan di lima daerah di Provinsi Banten menunjukkan komitmen untuk mewujudkan
industrialisasi kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Daya tarik alam Provinsi Banten tidak hanya menjadi sorotan lokal, tetapi juga menarik
perhatian investor. Potensi industri pengolahan perikanan menjadi salah satu magnet bagi
investasi, dengan fasilitas perizinan yang mudah dan infrastruktur yang berkembang pesat
di wilayah ini. Pencapaian investasi yang signifikan pada triwulan I tahun 2023, dengan
realisasi mencapai Rp. 25,7 triliun, menunjukkan minat yang kuat dari investor terhadap
potensi ekonomi dan industri perikanan di Provinsi Banten. Dengan komitmen yang kuat
dari pemerintah dan minat yang tinggi dari investor, masa depan sektor perikanan di
Provinsi Banten terlihat cerah, memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat[17].

B. Sektor Ekonomi Unggulan


Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur, menggali, dan
mengembangkan potensi wilayahnya sendiri, karena salah satu karakteristik dari otonomi
daerah adalah kemampuan wilayah tersebut untuk mengelola sumber daya keuangannya
sendiri guna mendukung pembangunan lokal. Pendekatan dalam merencanakan
pembangunan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan regional yang
mempertimbangkan pemanfaatan ruang dan interaksi antar kegiatan di wilayah tersebut,
serta pendekatan sektoral yang menitikberatkan pada sektor-sektor kegiatan yang ada di
wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan merupakan prasyarat utama
bagi pembangunan ekonomi daerah yang berkelanjutan. Pembangunan daerah merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional. Untuk melaksanakan pembangunan dengan
sumber daya terbatas, pembangunan harus difokuskan pada sektor-sektor basis atau
unggulan. Perubahan yang terjadi pada sektor basis akan memiliki efek pengganda
(multiplier effect) dalam perekonomian regional.
Salah satu indikator untuk menilai tingkat kemakmuran suatu daerah adalah data
mengenai Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga yang berlaku atau harga
konstan. Tingkat kemakmuran suatu masyarakat dapat diukur dengan pertumbuhan
pendapatan per kapita yang berkelanjutan. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) di
Provinsi Banten berasal dari 17 sektor atau bidang usaha yang berbeda, yaitu: 1) Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan; 2) Pertambangan dan Penggalian; 3) Industri Pengolahan; 4)
Pengadaan Listrik, Gas; 5) Pengadaan Air; 6) Konstruksi; 7) Perdagangan Besar dan
Eceran, serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; 8) Transportasi dan Pergudangan; 9)
Penyediaan Akomodasi dan Pelayanan Makan Minum; 10) Informasi dan Komunikasi; 11)
Jasa Keuangan; 12) Real Estate; 13) Jasa Perusahaan; 14) Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib; 15) Jasa Pendidikan; 16) Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial; 17) Jasa Lainnya[18].

C. Upaya Pemerintah untuk Pengembangan Ekonomi


Dalam upaya untuk mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapi akibat pandemi
Covid-19, Pemerintah Provinsi Banten menegaskan komitmennya dalam mengutamakan
pemulihan ekonomi sebagai agenda utama pada tahun 2022. Di tengah arus pandemi yang
masih berkecamuk, langkah-langkah strategis ini merupakan bagian integral dari upaya
pemerintah untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional secara keseluruhan. Dalam
rangka mewujudkan komitmen tersebut, Pemerintah Provinsi Banten telah mengajukan
sejumlah program pembangunan infrastruktur dan pengembangan kawasan, termasuk
program pembangunan Kota Baru Maja di Kabupaten Lebak kepada Pemerintah Pusat.
Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, menjelaskan bahwa pemulihan ekonomi
menjadi prioritas utama Pemerintah Provinsi Banten, sejalan dengan arahan Presiden RI
Joko Widodo, dalam rapat virtual Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang
diselenggarakan oleh Kantor Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam kesempatan tersebut, Andika juga
menegaskan berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk program pembangunan infrastruktur seperti
perbaikan jalan, pembangunan sistem penyediaan air minum, dan pengendalian banjir.
Semua usaha ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta
menciptakan lingkungan yang lebih baik di Provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten
percaya bahwa melalui pembangunan infrastruktur dan pengembangan kawasan yang
terencana dengan baik, akan tercipta landasan ekonomi yang kokoh dan berkelanjutan,
sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya dalam jangka panjang. Dengan
demikian, Pemerintah Provinsi Banten berkomitmen untuk terus mengupayakan pemulihan
ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan demi mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh
lapisan masyarakat di wilayah tersebut[19].

2.3 INFRASTRUKTUR DAN TRANSPORTASI


A. Tinjauan Infrastruktur Utama
Sebuah moto gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis, Slogan ini diterjemahkan
menjadi "membangun kota berbenteng dengan (batu) bata dan koral" dalam bahasa
Indonesia. Bila moto di atas diambil secara utuh, maka memiliki makna yang sangat dalam.
Bata dan koral (bata kalawan kawis) yang digunakan dalam pembangunan. infrastruktur
Kesultanan Banten antara tahun 1570 dan 1580 ternyata bukanlah bahan bangunan
sederhana yang hanya berfungsi sebagai pondasi benteng pertahanan. Namun, hampir
semua infrastruktur utama Kesultanan Banten, termasuk keraton, mesjid, pelabuhan,
jembatan, jaringan irigasi, dan jaringan jalan, menggunakan kedua mineral dasar ini
sebagai bahan bangunan penting pada masa itu.
Menurut Sejarah Banten (SB), Sultan Maulana Yusuf melihat perbaikan infrastruktur
yang signifikan, antara lain pembangunan Keraton Surosowan, masjid, pasar, dan
pelabuhan serta jaringan air bersih dan irigasi untuk pertanian dan jaringan jalan. Selain
itu, Maulana Yusuf membuat dan membagi kota-kota berdasarkan sejarah lapisan
penduduk. Penerapan konsep gawe kuta baluwarti bata kalawan kawis pada pengembangan
Kesultanan Banten oleh Sultan Maulana Yusuf dilakukan dengan membangun berbagai
infrastruktur primer kota, dengan menggunakan bahan baku bangunan utama berupa batu
bata dan karang (kawis)[20].
Prioritas pembangunan di Banten adalah peningkatan konektivitas dan dukungan
pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian yang merata di setiap
wilayah. Oleh karna itu pembangunan infrastruktur adalah yang utama dilakukan di Banten.
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Hermanto Dardak
menyatakan jalan tol akan menjadi tulang punggung pembangunan infrastruktur di daerah
tersebut. Dijelaskannya, saat ini sedang dibangun proyek pembangunan infrastruktur jalan
tol di Provinsi Banten seperti jalan tol Serang – Panimbang sepanjang 83,6 km, Kunciran
– Serpong sepanjang 11,19 km, Serpong – Cinere sepanjang 10,14 km dan Serpong –
Balaraja sepanjang 30 km Selain jalan tol, salah satu prioritas infrastruktur yang dibangun
di Provinsi Banten adalah bendungan, yaitu Bendungan Karian dan Bendungan Sindang
Heula. Dengan dibangunnya kedua bendungan itu diharapkan akan dapat mengatasi
masalah banjir.

B. Sistem Transportasi dan Aksesibilitas


Sistem Transportasi dan Aksesibilitas di daerah Provinsi Banten ini meliputi berbagai
mode transportasi contohnya kayak jalan raya, rel kereta api, dan juga transportasi air. Jalan
raya merupakan mode transportasi utama dan yang sering digunakan dengan jaringan jalan
yang dapat menghubungkan antar kota-kota utama seperti Serang, Tangerang, dan
Pandeglang. Selain itu, terdapat juga jaringan rel kereta api yang menghubungkan antara
Banten dengan Jakarta dan daerah lainnya. Aksesibilitas juga dapat ditingkatkan melalui
pelabuhan-pelabuhan yang berada di Pelabuhan Merak yang merupakan pintu gerbang
utama ke Pulau Jawa dari Sumatera melalui kapal feri. Selain itu juga Bandara Internasional
Soekarno-Hatta yang berada di Tangerang juga menjadi pusat transportasi udara penting
yang melayani wilayah Banten dan sekitarnya.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor : 625/Kep.420-Huk/2016 Tentang Penetapan
Fungsi, Status dan Kelas Jalan Kewenangan Pemerintah Provinsi Banten bahwasanya jalan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Banten adalah 762,02 KM dengan jumlah
ruas sebayak 77 ruas yang tersebar di Kabupaten/Kota. Jalan memiliki pengaruh penting
terhadap pertumbuhan ekonomi dan aksesibilitas masyarakat khusunya di wilayah Provinsi
Banten[15].

C. Dampak Kemajuan Infrastruktur terhadap Pembangunan Ekonomi


Dampak dari kemajuan infrastruktur pembangunan ekonomi ini mungkin terdapat pada
Infrastruktur yakni bendungan karian, yang dimana bendungan ini berlokasi di Kecamatan
Rangkasbitung, Kabupaten Lebak oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cidanau-
Ciujung-Cidurian Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR. Bendungan ini juga
termasuk bendungan terbesar ke 3 di indonesia yang mempunyai manfaat sebagai pemasok
air untuk kebutuhan rumah tangga dan industri sebesar 9,10 m3 per detik, berpotensi
sebagai tujuan wisata air di Kabupaten Lebak, dan juga untuk pembangkit energi listrik
sebesar 1,8 megawatt untuk 40 desa atau 4 kecamatan di wilayah sekitar bendungan.
Bendungan berkapasitas tampung 314.7 juta m3 tersebut akan memberikan manfaat
sebagai penyedia kebutuhan suplesi ke daerah irigasi Ciujung seluas 22 ribu ha.
Selain dari bendungan karian Provinsi Banten ini juga membangun Jalan Tol Serang-
Panimbang yang membentang sepanjang 83,6 km. Yang di bangun oleh Kementerian PUPR
bersama Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Dalam pembangunan Tol yang melintasi wilayah
Kota dan Kabupaten Serang, Lebak dan Pandeglang ini terdiri dari tiga seksi. Seksi 1 itu
sepanjang 26,5 km yang menghubungkan antara Serang sampai Rangkasbitung sudah
selesai 100 persen. Seksi 2 sepanjang 24,17 km menghubungkan ruas Rangkasbitung-
Cileles dan yang terakhir untuk Seksi 3 itu sepanjang 33 km yang menghubungkan Cileles-
Panimbang yang saat ini masih dalam tahap konstruksi[13].
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan mengenai sejarah banten dan perkembangannya adalah sebagai
berikut:
1. Provinsi Banten di Indonesia memiliki sejarah yang kaya, mulai dari pengaruh agama
dan budaya sebelum kemerdekaan hingga perannya dalam perjuangan kemerdekaan.
2. Provinsi ini memainkan peran penting dalam perjuangan melawan kekuatan kolonial
dan terus berupaya mencapai pembangunan ekonomi inklusif.
3. Sumber daya alam Banten yang melimpah menawarkan peluang investasi yang
menjanjikan, khususnya di bidang pertanian.
4. Pembangunan infrastruktur dan transportasi merupakan prioritas utama bagi provinsi
ini untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan
aksesibilitas antar kota-kota besar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Seksie K3KRS, “SEKILAS SEJARAH PAHLAWAN NASIONAL ASAL BANTEN.”
Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://dinsos.bantenprov.go.id/berita/sekilas-sejarah-pahlawan-nasional-asal-banten
[2] “Perlawanan Banten Terhadap VOC.” Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
Perlawanan Banten Terhadap VOC
[3] Muslimah, “Sejarah Masuknya Islam Dan Pendidikan Islam Masa Kerajaan Banten
Periode PRA Kemerdekaan.” Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://www.neliti.com/id/publications/131857/sejarah-masuknya-islam-dan-
pendidikan-islam-masa-kerajaan-banten-periode-pra-kem
[4] P. Setyaningrum, “Asal Usul dan Sejarah Nama Banten,” Kompas.com.
[5] H. Alwan, “Sejarah Berdirinya dan Asal Usul Nama Banten,” suarabanten.id. Accessed:
Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://banten.suara.com/read/2021/05/03/141905/sejarah-berdirinya-dan-asal-usul-
nama-banten
[6] “Sejarah Kabupaten Serang ,” Serangkab.go.id. Accessed: Feb. 28, 2024. [Online].
Available:
https://serangkab.go.id/sejarah#:~:text=Pemerintahan%20Kesultanan%20Kerajaan%2
0Banten%20yang,Hasanuddin%20pada%20tanggal%201%20Muharram
[7] A. Khoirul M, “Peristiwa Kedatangan Orang Belanda di Banten, Justru Disambut
Hangat oleh Sultan pada 27 Juni 1596,” intisari.grid.id. Accessed: Feb. 28, 2024.
[Online]. Available: https://intisari.grid.id/read/033823674/peristiwa-kedatangan-
orang-belanda-di-banten-justru-disambut-hangat-oleh-sultan-pada-27-juni-
1596#google_vignette
[8] C. Rosa, “Sejarah Kedatangan Belanda di Tanah Batavia,” akurat.co.
[9] R. S. Wijono, “Di_Bawah_Bayang-Bayang_Kota_Penataan_Daerah_di_Pro,” 2017.
[10] D. Wihardyanto and D. H. Rahmi, “PENGARUH KOLONIALISASI BELANDA DI
KAWASAN PUSAT KOTA PULAU JAWA : SEBUAH KAJIAN LITERATUR,”
Nature: National Academic Journal of Architecture, vol. 7, no. 1, p. 15, Jun. 2020, doi:
10.24252/nature.v7i1a2.
[11] W. L. Ningsih, “Kehidupan Politik Kerajaan Banten,” kompas.com. Accessed: Feb. 28,
2024. [Online]. Available:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/12/170000079/kehidupan-politik-
kerajaan-banten
[12] G. Thabroni, “Masa Kemerdekaan Indonesia (1945–1950),” serupa.id. Accessed: Feb.
28, 2024. [Online]. Available: https://serupa.id/masa-kemerdekaan-indonesia/
[13] B. A. Isnanto, “Sejarah Indonesia Lengkap dari Masa Nusantara hingga Reformasi Baca
artikel detikedu, Sejarah Indonesia Lengkap dari Masa Nusantara hingga Reformasi,”
detikedu. Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6912362/sejarah-indonesia-lengkap-dari-
masa-nusantara-hingga-reformasi
[14] V. Adryamarthanino and T. Indriawati, “Resume Sejarah Kemerdekaan Indonesia,”
Kompas.com. Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/16/170000379/resume-sejarah-
kemerdekaan-indonesia
[15] A. MUSLIM, L. M. KOLOPAKING, A. H. DHARMAWAN, and E. SOETARTO,
“7556-ID-dinamika-peran-sosial-politik-ulama-dan-jawara-di-pandeglang-banten,”
2015.
[16] T. DeMarco, P. Hruschka, T. Lister, S. McMenamin, J. Robertson, and S. Robertson,
“Politik,” J. Ilmu Polit, vol. 1, no. 2, pp. 86–86, 2021.
[17] Admin DKP, “Potensi Laut Melimpah, Pemprov Banten Jadi Tambang Investasi Sektor
Perikanan dan Industri Olahan,” dkp.bantenprov.
[18] S. Sutanti, A. Munawaroh, and Luqman Hakim, “ANALISIS SEKTOR UNGGULAN
PROVINSI BANTEN DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT DAN SHIFT
SHARE,” Media Ekonomi, vol. 30, no. 1, pp. 87–105, Sep. 2022, doi:
10.25105/me.v30i1.10285.
[19] Admin, “Pulihkan Ekonomi, Banten Usulkan Pengembangan Kota Baru Maja ke Pusat,”
penghubung.banten.
[20] E. Ribawati, A. Rahmat, and A. Fadillah, “PERANAN ORGANISASI MAHASISWA
DALAM PEMBENTUKAN PROVINSI BANTEN TAHUN 1999—2000,” J. S Sci.
Humanit, 2000.

Anda mungkin juga menyukai