A. Latar Belakang
Terdapat salah satu provinsi di Indonesia yang dimana provinsi tersebut terletak di
bagian barat Pulau Jawa yaitu merupakan provinsi Banten. Banten adalah bagian dari Provinsi
Jawa Barat. Ketika era Reformasi bergulir, masyarakat Banten semakin bersemangat dalam
perjuangannya. Hal ini dikarenakan mereka mulai merasakan semangat demokrasi dan adanya
pembahasan tentang pemberian otonomi kepada daerah-daerah. Pada tanggal 18 Juli 1999,
masyarakat Banten mengadakan sebuah acara yang disebut Deklarasi Rakyat Banten di Alun-
alun Serang. Dalam acara ini, sebuah kelompok yang bernama Badan Pekerja Komite Panitia
Provinsi Banten menyiapkan sebuah dokumen yang berisi Pedoman Dasar serta Rencana Kerja
dan juga Rekomendasi untuk pembentukan Provinsi Banten. Usaha mereka membuahkan hasil
ketika pada tanggal 4 Oktober 2000, rapat paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang-
Undang tentang Provinsi Banten menjadi Undang-undang. Keputusan ini menandai secara
resmi terbentuknya Provinsi Banten. Pada tanggal 18 November 2000 dilakukan peresmian
Provinsi Banten serta pelantikan penjabat Gubernur pertama yaitu H. Hakamudin Djamal untuk
menjalankan pemerintahan Provinsi Banten sampai terpilihnya Gubernur definitif. Adapun
periode Gubernur Banten sejak berdirinya sampai sekarang adalah:
Provinsi Banten ini memiliki luas wilayah sekitar 9.662,92 km² dengan jumlah
penduduk sekitar 9.953.414 jiwa dan terbagi menjadi 4 kabupaten dan 4 kota administratif.
Ibukota provinsi Banten adalah Kota Serang. Banten memiliki beragam potensi sumber daya
alam, seperti tambang, perkebunan, dan pariwisata. Selain itu, provinsi ini juga kaya akan
warisan budaya dan sejarah, seperti Situs Benteng Speelwijk dan Situs Benteng Surosowan.
Dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan keindahan alamnya, Banten menjadi destinasi
menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
BAB II
PEMBAHASAN
NO Nama Tahun
1 Maulana Hasanuddin 1552
2 Maulana Yusuf 1570
3 Maulana Muhammad 1580
4 Sultan Abdul Mufakir Mahmud 1596
5 Sultan Abdul Maali Achmad Kenari 1640
6 Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fathi Abdul Fatah 1651
7 Sultan Haji Abu Hasri Abdul Khahar 1672
8 Sultan Abdul Fadhal 1687
9 Sultan Abdul Mahasin Jainul Abidin 1690
10 Sultan Muh. Syofai Jainul Arifin 1733
11 Sultan Syarifudin Ratu Wakil 1750
12 Sultan Muh. Wasi Jainul Arifin 1752
13 Sultan Muh. Arif Jainul Asyikin 1753
14 Sultan Abdul Mafakh Muh. Aliudin 1773
15 Sultan Muhyidin Zainussalihin 1799
16 Sultan Muh. Ishak Jainul Mutaqin 1801
17 Sultan Pangeran Wakil Natawijaya 1803
18 Sultan Aliudin (Aliudin II) 1803
19 Sultan Pangeran Wakil Suramanggala 1808
20 Sultan Muhammad Syafiudin 1809
21 Sultan Muhammad Rafiudin 1813
A. Era Kolonial
Pada abad ke-16, tepatnya pada tanggal 27 Juni 1596. Armada kapal Belanda yang di
pimpin oleh Cornelis de Houtman untuk pertama kalinya datang ke Nusantara, lebih
tepatnya mendarat di Pelabuhan Banten dengan maksud dan tujuan untuk berdagang[7].
Dengan tujuan untuk berdagang ini, kedatangan Bangsa Belanda di sambut dengan sangat
baik dan hangat. Namun dengan berjalannya waktu, lama kelamaan para awak kapal mulai
menunjukkan tabiat buruknya. Sehingga pada akhirnya, Kesultanan Banten mengusir
Cornelis de Houtman dan para awak kapalnya untuk pergi dari Banten[8]. Beberapa tahun
setelahnya, lebih tepatnya pada abad ke-16 menandai dimulainya era kolonial di Banten
dengan kedatangan bangsa Portugis yang mencari rempah-rempah dan berdagang di
wilayah tersebut. Kesultanan Banten pada masa itu memegang peranan penting sebagai
kekuatan maritim di bagian barat Jawa, menjalin hubungan dagang dengan berbagai bangsa
Eropa, termasuk Portugis. Namun, kedatangan Portugis diikuti oleh penetrasi Belanda yang
mewakili VOC pada abad ke-17, yang memiliki tujuan yang sama dalam menguasai
perdagangan rempah-rempah di wilayah tersebut. Tidak jarang terjadi konflik antara
Kesultanan Banten dan VOC Belanda terkait dominasi perdagangan dan kendali atas
wilayah strategis. Meskipun tercipta perjanjian antara VOC dan Kesultanan Banten, yang
memberikan Belanda kekuasaan perdagangan yang luas, tetapi hubungan di antara
keduanya tidak selalu harmonis. Dampaknya, Kesultanan Banten mengalami penurunan
kekuasaan dan akhirnya kehilangan sebagian besar kontrol kepada VOC Belanda.
Transformasi politik, ekonomi, dan sosial yang terjadi selama periode kolonialisme
Belanda di Banten membentuk sejarah yang rumit, membawa implikasi besar bagi
perkembangan wilayah tersebut hingga menjadi bagian dari Hindia Belanda pada abad ke-
19[9].
1. Pengaruh Belanda dalam Pembentukan Wilayah
Kehadiran Bangsa Belanda di wilayah Banten selama masa kolonialisme
Indonesia menimbulkan dampak yang sangat besar dalam pembentukan karakter dan
struktur wilayah di Banten. Saat Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) Belanda
datang ke Banten pada abad ke-17, pada abad ini dimulailah periode perjuangan antara
Belanda dan Kesultanan Banten untuk menguasai perdagangan rempah-rempah dan
sumber daya alam lainnya. Melalui perjanjian yang dibuat dan di setujui, Belanda
memperoleh hak-hak perdagangan yang luas di Banten, memperkuat dominasinya
dalam ranah ekonomi dan politik di wilayah-wilayah tersebut. Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC) menjalankan kebijakan monopoli dagang yang ketat,
mengontrol secara ketat ekonomi Banten dan menghasilkan kerugian yang besar bagi
kesultanan dan juga berdampak terhadap masyarakat setempat. Selain itu, Belanda juga
membangun infrastruktur penting seperti benteng dan pelabuhan untuk menopang
kepentingan politik dan ekonomi mereka[10].
Pengaruh datangnya Belanda ke Banten tidak hanya berdampak pada bidang
ekonomi dan politik, tetapi juga membawa perubahan sosial dan budaya yang sangat
signifikan di Banten, merubah kehidupan sehari-hari, kebiasaan, dan struktur sosial
masyarakat dan wilayah-wilayah setempat. Dengan demikian, warisan kolonial
Belanda masih tampak jelas di wilayah banten, yakni terdapat dalam aspek-aspek
seperti arsitektur, bahasa, dan pola pikir masyarakat Banten sampai saat ini,
mencerminkan perjalanan sejarah yang kompleks dan beragam di wilayah Banten[9].
2. Perkembangan Politik dan Ekonomi di Banten
Dinamika politik dan ekonomi di Banten menjadi cerminan dari perjalanan
sejarah yang dipengaruhi oleh berbagai tokoh dan juga peristiwa-peristiwa penting.
Pada abad ke-16, Kesultanan Banten memperoleh posisi yang kuat sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah di bagian barat Jawa. Namun, pada abad ke-17,
kedatangan bangsa Eropa, terutama bangsa Portugis dan kemudian datang juga bangsa
Belanda, mengubah arus politik dan ekonomi di wilayah Banten dengan sangat
mendalam[11]. Perjuangan antara Kesultanan Banten dan VOC Belanda dalam merebut
kendali perdagangan rempah-rempah menjadi salah satu babak krusial dalam sejarah
politik dan ekonomi di wilayah Banten. Tokoh-tokoh penting yang terlibat seperti
Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten serta para gubernur VOC Belanda,
termasuk di antaranya Jan Pieterszoon Coen, turut aktif dalam konflik dan perundingan
yang membentuk dinamika politik dan ekonomi di wilayah Banten.
Tahun 1682 menjadi titik balik yang sangat penting dengan tercapainya sebuah
perjanjian, yaitu Perjanjian Banten antara Kesultanan Banten dan Vereenigde Oost-
Indische Compagnie (VOC) Belanda, menandai era baru dalam perkembangan politik
dan ekonomi di wilayah Banten. Perjanjian tersebut memberikan Belanda hak-hak
perdagangan yang luas di wilayah Banten, sementara disisi lain kesultanan merelakan
sebagian besar kemandiriannya kepada VOC Belanda. Perubahan ini mengubah wajah
ekonomi Banten, di mana VOC menjadi penguasa tertinggi dan dominan dalam
perdagangan rempah-rempah dan sumber daya alam lainnya. Namun, di balik itu,
perubahan politik dan ekonomi ini juga menimbulkan ketegangan internal di Banten,
dengan kelompok-kelompok lokal yang berjuang mempertahankan identitas dan
otonomi mereka dari pengaruh kolonial Belanda. Keseluruhan, dinamika politik dan
ekonomi di Banten mencerminkan perjuangan kuasa dan pengaruh antara Kesultanan
Banten dan kolonis Belanda, yang kemudian menjadi dasar bagi evolusi wilayah
tersebut hingga bergabung dengan Hindia-Belanda pada abad ke-19[9].
C. Era Kemerdekaan
Periode kemerdekaan Indonesia menandai klimaks dari perjuangan panjang bangsa
dalam menghadapi ketidakadilan yang telah mengakar di Nusantara selama berabad-abad.
Dalam proses meraih kemerdekaan bukanlah perjalanan yang sederhana dan singkat.
Sebaliknya, dalam proses meraih kemerdekaan ini dipenuhi dengan serangkaian pergolakan
yang melibatkan berbagai bidang kehidupan. Tantangan-tantangan tersebut tidak hanya
terbatas pada ranah politik, tetapi juga mencakup aspek-aspek ekonomi, sosial, dan budaya
yang mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat. Dalam perjalanan menuju kemerdekaan,
bangsa Indonesia berjuang bersama-sama melawan penindasan dan eksploitasi, menghadapi
rintangan-rintangan yang memerlukan keberanian, kesabaran, dan kesatuan yang luar biasa.
Oleh karena itu, proses menuju kemerdekaan tidak hanya merupakan sebuah titik waktu, tetapi
juga sebuah perjalanan panjang yang mengubah wajah dan nasib bangsa Indonesia secara
fundamental[12].
Pada penghujung tahun 1944, keadaan Jepang dalam konflik Perang Asia Pasifik
mengalami tekanan yang semakin meningkat. Wilayah jajahannya secara berurutan jatuh ke
tangan pasukan Sekutu. Dalam upaya menghadapi tekanan ini, Jepang mencari dukungan dari
bangsa-bangsa yang diduduki dengan menawarkan janji kemerdekaan sebagai bentuk
kerjasama[13][14]. Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jenderal Kuniaki Koiso
menyuarakan komitmen untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dalam pidatonya
di hadapan Parlemen Jepang. Jenderal Kuniaki Koiso berharap tindakan ini akan
memenangkan simpati rakyat Indonesia. Sebagai langkah konkret, Jenderal Kuniaki Koiso
mengizinkan pengibaran bendera merah putih di kantor-kantor Indonesia, dengan syarat
bendera tersebut berada bersamaan dengan bendera Jepang. Seiring dengan janji ini, Indonesia
mulai mengambil langkah-langkah persiapan untuk meraih kemerdekaannya, termasuk
pendirian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)[12].
Setelah melalui banyak tahapan dan rintangan, dan akhirnya kemerdekaan indonesia
terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945, yang ditandai dengan pembacaan Teks Proklamasi
kemerdekaan yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di Jakarta. Setelah mengumumkan
kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia masih harus menghadapi tantangan
dari pihak Belanda yang berkeinginan untuk mengembalikan kontrol mereka atas wilayah
Indonesia. Untuk mempertahankan kemerdekaannya, masyarakat Indonesia dengan gigih
melibatkan diri dalam berbagai upaya dan langkah-langkah strategis. Upaya-upaya yang
dilakukan bangsa indonesia yaitu melalui perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi.
Perjuangan fisik melibatkan kejadian insiden hotel yamato, pertempuran surabaya,
pertempuran lima hari di semarang, pertempuran ambarawa, bandung lautan api, pertempuran
medan area, pertempuran puputan margarana, dan serangan umum 1 maret 1949. Sedangkan
untuk perjuangan diplomasi melibatkan kejadian perundingan linggajati, perundingan renville,
perundingan roem-royen, dan konferensi meja bundar[12], [13], [14]
1. Peran Banten dalam Perjuangan Kemerdekaan
Peran yang dimainkan oleh Banten dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia menjadi
sorotan penting dalam sejarah, menggambarkan betapa signifikannya peran daerah ini
dalam menggalang dukungan serta menyediakan landasan bagi gerakan nasionalis.
Sebelum terjadinya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
Banten telah menjadi pusat aksi perlawanan terhadap penjajah, menggelorakan semangat
patriotisme melalui aktivitas politik dan sosial yang diprakarsai oleh tokoh-tokoh lokal dan
nasional[4], [9]. Dengan kepemimpinan para aktivis nasionalis seperti Haji Agus Salim,
Mohammad Hatta, dan Soekarno, kesadaran akan persatuan bangsa ditanamkan di
kalangan masyarakat Banten, sementara dukungan untuk perjuangan kemerdekaan
diperjuangkan secara keras. Tak hanya sebagai pusat pemikiran, Banten menjadi tempat
strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai aksi perlawanan terhadap penjajah,
baik melalui propaganda politik maupun gerilya di wilayah pedalaman[15].
Masa perjuangan kemerdekaan turut menyaksikan Banten menjadi arena konflik dan
resistensi yang tumbuh subur terhadap kekuasaan penjajah. Kendati menghadapi tekanan
dan penindasan yang tak terelakkan dari pihak Belanda, semangat perlawanan tak pernah
surut di kalangan penduduk Banten. Gerakan bersenjata, demonstrasi rakyat, dan kampanye
politik menjadi bukti nyata kegigihan perjuangan kemerdekaan di tanah ini. Pasca-
Proklamasi, Banten tetap menjadi basis penting dalam mendukung keberlangsungan
pemerintahan Republik Indonesia, baik dalam aspek material maupun moral[9]. Para
pejuang kemerdekaan dari Banten pun tak kenal lelah dalam memastikan kemerdekaan
Indonesia terjaga dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri. Sejarah
kemerdekaan Indonesia tidak akan lengkap tanpa kontribusi besar dan peran aktif Banten
dalam memperjuangkan hak kemerdekaan, yang pada akhirnya membentuk dasar yang kuat
bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang kita nikmati saat ini.
Kesimpulan dari pembahasan mengenai sejarah banten dan perkembangannya adalah sebagai
berikut:
1. Provinsi Banten di Indonesia memiliki sejarah yang kaya, mulai dari pengaruh agama
dan budaya sebelum kemerdekaan hingga perannya dalam perjuangan kemerdekaan.
2. Provinsi ini memainkan peran penting dalam perjuangan melawan kekuatan kolonial
dan terus berupaya mencapai pembangunan ekonomi inklusif.
3. Sumber daya alam Banten yang melimpah menawarkan peluang investasi yang
menjanjikan, khususnya di bidang pertanian.
4. Pembangunan infrastruktur dan transportasi merupakan prioritas utama bagi provinsi
ini untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan
aksesibilitas antar kota-kota besar.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Seksie K3KRS, “SEKILAS SEJARAH PAHLAWAN NASIONAL ASAL BANTEN.”
Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://dinsos.bantenprov.go.id/berita/sekilas-sejarah-pahlawan-nasional-asal-banten
[2] “Perlawanan Banten Terhadap VOC.” Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
Perlawanan Banten Terhadap VOC
[3] Muslimah, “Sejarah Masuknya Islam Dan Pendidikan Islam Masa Kerajaan Banten
Periode PRA Kemerdekaan.” Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://www.neliti.com/id/publications/131857/sejarah-masuknya-islam-dan-
pendidikan-islam-masa-kerajaan-banten-periode-pra-kem
[4] P. Setyaningrum, “Asal Usul dan Sejarah Nama Banten,” Kompas.com.
[5] H. Alwan, “Sejarah Berdirinya dan Asal Usul Nama Banten,” suarabanten.id. Accessed:
Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://banten.suara.com/read/2021/05/03/141905/sejarah-berdirinya-dan-asal-usul-
nama-banten
[6] “Sejarah Kabupaten Serang ,” Serangkab.go.id. Accessed: Feb. 28, 2024. [Online].
Available:
https://serangkab.go.id/sejarah#:~:text=Pemerintahan%20Kesultanan%20Kerajaan%2
0Banten%20yang,Hasanuddin%20pada%20tanggal%201%20Muharram
[7] A. Khoirul M, “Peristiwa Kedatangan Orang Belanda di Banten, Justru Disambut
Hangat oleh Sultan pada 27 Juni 1596,” intisari.grid.id. Accessed: Feb. 28, 2024.
[Online]. Available: https://intisari.grid.id/read/033823674/peristiwa-kedatangan-
orang-belanda-di-banten-justru-disambut-hangat-oleh-sultan-pada-27-juni-
1596#google_vignette
[8] C. Rosa, “Sejarah Kedatangan Belanda di Tanah Batavia,” akurat.co.
[9] R. S. Wijono, “Di_Bawah_Bayang-Bayang_Kota_Penataan_Daerah_di_Pro,” 2017.
[10] D. Wihardyanto and D. H. Rahmi, “PENGARUH KOLONIALISASI BELANDA DI
KAWASAN PUSAT KOTA PULAU JAWA : SEBUAH KAJIAN LITERATUR,”
Nature: National Academic Journal of Architecture, vol. 7, no. 1, p. 15, Jun. 2020, doi:
10.24252/nature.v7i1a2.
[11] W. L. Ningsih, “Kehidupan Politik Kerajaan Banten,” kompas.com. Accessed: Feb. 28,
2024. [Online]. Available:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/12/170000079/kehidupan-politik-
kerajaan-banten
[12] G. Thabroni, “Masa Kemerdekaan Indonesia (1945–1950),” serupa.id. Accessed: Feb.
28, 2024. [Online]. Available: https://serupa.id/masa-kemerdekaan-indonesia/
[13] B. A. Isnanto, “Sejarah Indonesia Lengkap dari Masa Nusantara hingga Reformasi Baca
artikel detikedu, Sejarah Indonesia Lengkap dari Masa Nusantara hingga Reformasi,”
detikedu. Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6912362/sejarah-indonesia-lengkap-dari-
masa-nusantara-hingga-reformasi
[14] V. Adryamarthanino and T. Indriawati, “Resume Sejarah Kemerdekaan Indonesia,”
Kompas.com. Accessed: Feb. 28, 2024. [Online]. Available:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/16/170000379/resume-sejarah-
kemerdekaan-indonesia
[15] A. MUSLIM, L. M. KOLOPAKING, A. H. DHARMAWAN, and E. SOETARTO,
“7556-ID-dinamika-peran-sosial-politik-ulama-dan-jawara-di-pandeglang-banten,”
2015.
[16] T. DeMarco, P. Hruschka, T. Lister, S. McMenamin, J. Robertson, and S. Robertson,
“Politik,” J. Ilmu Polit, vol. 1, no. 2, pp. 86–86, 2021.
[17] Admin DKP, “Potensi Laut Melimpah, Pemprov Banten Jadi Tambang Investasi Sektor
Perikanan dan Industri Olahan,” dkp.bantenprov.
[18] S. Sutanti, A. Munawaroh, and Luqman Hakim, “ANALISIS SEKTOR UNGGULAN
PROVINSI BANTEN DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT DAN SHIFT
SHARE,” Media Ekonomi, vol. 30, no. 1, pp. 87–105, Sep. 2022, doi:
10.25105/me.v30i1.10285.
[19] Admin, “Pulihkan Ekonomi, Banten Usulkan Pengembangan Kota Baru Maja ke Pusat,”
penghubung.banten.
[20] E. Ribawati, A. Rahmat, and A. Fadillah, “PERANAN ORGANISASI MAHASISWA
DALAM PEMBENTUKAN PROVINSI BANTEN TAHUN 1999—2000,” J. S Sci.
Humanit, 2000.