Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PROVINSI BANTEN
(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah
Pengantar Ilmu Sejarah)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Budi Sulistiono M.Hum

Nama Lengkap : Muhammad Abib Ali Kurnia


NIM : 11220150000067
Kelas : 3D
Prodi : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2023

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB 1.................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN..............................................................................................................iii
A. Latar Belakang...........................................................................................................iii
B. Rumusan masalah.......................................................................................................iv
BAB II..................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..................................................................................................................2
A. Asal Mula Kerajaan Banten........................................................................................2
a. Masuknya Islam ke Banten......................................................................................3
b. Banten Pada Zaman Pra sejarah...............................................................................4
B. Geografis Kerajaan Banten.........................................................................................5
a. Aspek kehidupan masyarakat kerajaan Banten........................................................6
b. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sejarah Uang Kerajaan Banten............................6
c. Aspek Kehidupan Sosial........................................................................................11
d. Aspek Kehidupan Politik.......................................................................................11
e. Aspek kehidupan Budaya,Ras,Suku.......................................................................11
f. Aspek Kehidupan Agama dan Pendidikan.............................................................12
C. Masa kesultanan Banten............................................................................................12
a. Silsilah Pemimpin Kerajaan Banten dan Kehidupan Politiknya............................14
b. Kondisi Kesultanan Banten Sebagai Daerah Kemaritiman...................................15
c. Hubungan Antara Kesultanan Banten Dan Lampung Dalam Perdagangan Lada..17
D.. Puncak kejayaan Kerajaan Banten...........................................................................19
E. Masa kemunduran Kerajaan Banten..........................................................................20
F. Peninggalan Arkeologis.............................................................................................20
KESIMPULAN..............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesultanan Banten awalnya hanya sebuah kadipaten yang berada di bawah
kekuasaan Kerajaan Padjajaran yang bercorak Hindu. Wilayah kerajaan ini
merupakan salah satu wilayah yang berpengaruh dalam jalur perdagangan
internasional.
Banten merupakan salah satu pelabuhan terpenting kerajaan ini dan

iii
wilayah lain, di antaranya, Pontang, Tangerang, Kalapa, Cimanuk, dan
Cirebon. Ekspor utama pelabuhan Banten adalah lada dan beras. Posisi Banten
yang sangat strategis membuat wilayah ini menjadi tempat transit pedagang
dari negara-negara lain seperti Maladewa serta kerajaan-kerajaan lain.
B. Rumusan masalah
Terkait dengan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan untuk mengetahui lebih jelas tentang Kerajaan Banten.
1. Asal mula Kerajaan Banten.
a. Masuknya Islam ke Banten.
b. Banten pada zaman pra sejarah
2. Geografis Kerajaan Banten.
3. Aspek kehidupan masyarakat.
Aspek kehidupan kerajaan Banten meliputi:
a. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Mata Uang.
b. Aspek Kehidupan Sosial.
c. Aspek Kehidupan Politik.
d. Aspek kehidupan Budaya.
e. Aspek Kehidupan Agama dan Pendidikan.
4. Masa kesultanan Banten.
a. Silsilah Pemimpin Kerajaan Banten dan Kehidupan Politiknya.
b. Kondisi Kesultanan Banten Sebagai Daerah Kemaritiman.
c. Hubungan Antara Kesultanan Banten Dan Lampung Dalam Perdagangan
Lada.

5. Puncak kejayaan Kerajaan Banten.


6. Masa kemunduran Kerajaan Banten.
7. Peninggalan Arkeologis

iv
BAB II

PEMBAHASAN
A. Asal Mula Kerajaan Banten
Pada tahun 1522 Jorge d’ Albuquerque, Gubernur Portugis di Malaka,
mengirim Henrique menemui Raja Samiam di Sunda untuk mengadakan
perjanjian dagang dengannya. Pada tanggal 21 Agustus kesepakatan dagang
antara Portugis dan Sunda Kelapa akhirnya disepakati. Dalam perjanjian ini,

v
Kerajaan Sunda berkewajiban membayar 1000 bahar lada setiap tahunnya dan
Kerajaan Sunda Padjajaran memberikan sebuah wilayah untuk dijadikan benteng
Portugis. Sebagai imbalannya, Portugis akan melindungi Kerajaan Sunda
Padjajaran dari serangan Kerajaan Islam yang saat itu telah berkembang di Pulau
Jawa bagian tengah. Akhrinya, Portugis diberikan izin untuk mendirikan kantor
dagang di Sunda kelapa.
Perjanjian dagang antara Portugis dan Sunda Kelapa tersebut tidak
berhasil. Hal ini dikarenakan pada tahun 1925 wilayah Banten berhasil direbut
dari kekuasan Sunda Padjajaran oleh pasukan dari Kesultanan Demak, salah satu
kerajaan Islam di pulau Jawa. Pasukan ini dipimpin oleh seorang guru besar serta
panglima militer yang handal yang berasal dari sebenarnya berasal dari Pasai,
yaitu Fatahillah. Beliau diutus langsung oleh Kerajaan Demak yang saat itu
diperintah oleh seorang sultan yang bernama Sultan Trenggono. Alasan mengapa
Fatahillah diutus untuk menaklukkan Jawa Barat sebenarnya adalah untuk
menghalau pengaruh Portugis yang saat itu sudah melakukan perjanjian dagang
dengan kerajaan Sunda Padjajaran.
Pada tahun 1526, Sultan Trenggono mengutus Syarif Hidayatullah beserta
pasukannya untuk menaklukkan Jawa Barat agar Portugis tidak dapat memasuki
wilayah tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh Fatahillah beserta pasukannya
berhasil. Wilayah Banten akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Demak. Sebagai
orang yang memimpin penaklukan tersebut, Syarif Hidayatullah langsung
diberikan wewenang oleh Sultan Trenggono untuk memimpin wilayah Banten.
Pada tahun 1552, Syarif Hidayatullah diharuskan kembali ke Cirebon.
Cirebon merupakan wilayah yang dipimpin oleh Syarif Hidayatullah sebelum
Banten. Setelah berhasil menaklukkan Banten, Syarif Hidayatullah diperintahkan
oleh Sultan Trenggono untuk mengatur wilayah tersebut sehingga wilayah
Cirebon diserahkan kepada salah seorang putra dari Syarif Hidayatullah yang
bernama Pangeran Pasarean. Namun, putra yang diberikan mandat untuk
memimpin wilayah Cirebon tersebut wafat mendahului ayahnya. Alhasil, Syarif
Hidayatullah pun hijrah ke Cirebon untuk menggantikan putranya tersebut.
Daerah Banten diserahkan kepada putra lainnya yang bernama Hassanudin.
Pada tahun 1546, Sultan Trenggono, Sultan kerajaan Demak gugur dalam
penyerangan Kerajaan Demak ke Pasuruan. Hal ini menyebabkan terjadinya
kekacauan dalam tubuh Kerajaan Demak sendiri. Negara-negara bagian atau
kadipaten berusaha untuk memisahkan diri. Kerajaan Banten yang saat itu
dipimpin oleh Hassanudin merupakan salah satu kadipaten yang ikut berusaha
melepaskan diri dari kerajaan induknya, Demak. Akhirnya pada tahun 1568,
Banten benar-benar terlepas dari kerajaan Demak. Pada tahun tersebut pula,
Kerajaan Banten resmi berdiri dengan Maulana Hassanudin sebagai Sultan
pertamanya.

vi
a. Masuknya Islam ke Banten
Islam telah memasuki wilayah Banten sebelum Kesultanan Banten berdiri.
Agama ini dibawa oleh para pedagang Arab pada akhir abad ke-15. Karena itu,
posisi Banten sebagai jalur perdagangan internasional sangat menentukan dalam
penyebaran Islam ke tanah Banten ini.
Setelah itu, Islamisasi di Banten dilanjutkan oleh seorang pemuda yang
bernama Syarif Hidayatullah. Beliau adalah cucu dari Prabu Siliwangi dari
putrinya yang menikah dengan seorang pemimpin Ismailiyyah. Syarif
Hidayatullah yang saat itu baru kembali ke tanah kelahiran ibundanya, Cirebon,
mulai berdakwah di tanah Pasundan. Di Banten, beliau menikah dengan adik dari
Bupati setempat yang bernama Nyai Kawunganten. Dari penikahannya ini,
lahirlah dua anak, yakni Ratu Winahon dan Hassanudin. Bersama putranya, Syarif
Hidayatullah menyebarkan agama Islam hingga ke arah Gunung Pulosari.
Setelah Syarif Hidayatullah kembali ke Cirebon, perjuangan dakwah Islam
di Banten dilanjutkan oleh Hassanudin. Beliau berkelana dari Gunung Pulosari
hingga Ujung Kulon. Dalam menyebarkan ajaran Islam, Hasanuddin
menggunakan budaya penduduk setempat. Karena itu, dakwahnya cepat diterima
oleh masyarakat. Cara ini terus dilakukan oleh Hasanuddin hingga pada tahun
1525, beliau berhasil merebut kekuasaan Banten dari kerajaan Sunda Padjajaran
dan mendirikan Kesultanan Islam. Mulai saat itu, Islam disebarkan di Banten
melalui kekuasaan.
Adapun raja- Raja Kesultanan Banten yaitu: Sultan pertama yang
memerintah Banten adalah Sultan Maulana Hasanudin. Beliaulah yang berhasil
membebaskan Banten dari kekuasaan Kerajaan Demak. Maulana Hasanudin
kemudian mengubah wilayah yang semula hanyalah sebuah kadipaten tersebut
menjadi kesultanan.
Sultan Maulana Hasanudin adalah putra dari Syarif Hidayatullah, tokoh
penaklukan Banten dari Kerajaan Sunda Padjajaran. Maulana Hasanudin
memerintah dari tahun 1552 hingga 1570. Selama pemerintahannya, Sultan
Maulana Hasanudin lebih fokus pada perluasan wilayah perdagangan dan tata
keamanan kota.
Sultan kedua yang memimpin Banten adalah Maulana Yusuf. Beliau
adalah putra pertama dari Sultan Maulana Hassanudin dengan seorang putri
Sultan Trenggono. Sama seperti ayahnya yang menggantikan kakeknya, beliau
juga mewarisi tahta ayahnya. Sedangkan adiknya, Sunan Parwoto, menjadi
Pangeran Jepara. Maulana Yusuf memerintah selama 10 tahun mulai tahun 1570
hingga akhir hayatnya pada tahun 1580.

vii
Sultan ketiga yang memegang tampuk pemerintahan Banten adalah
Maulana Muhammad, putra Maulana Yusuf. Beliau diangkat menjadi seorang
Sultan pada usia yang sangat muda. Hal ini menyebabkan adanya perseteruan
antara dirinya dan pamannya, yakni Pangeran Jepara. Alhasil, pada masa
pemerintahannya, Maulana Muhammad harus menghadapi perlawanan dari
pamannya sendiri. Namun, dengan dukungan ulama-ulama Banten, Maulana
Muhammad berhasil membendung serangan Pangeran Jepara. Beliau pun dapat
mempertahankan tahtanya.
Sultan lainnya yang pernah memerintah Kesultanan Banten antara lain: 1.
Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir (1605-1640), 2. Sultan Abu al-
Ma’ali Ahmad (1640-1650), 3. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682), 4. Sultan
Abdul Kahar atau Sultan Haji (1682-1687), 5. Abdul Fadhl atau Sultan Yahya
(1687-1690), 6. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733), 7. Muhammad Syifa
Zainul Ar atau Sultan Arifin (1733-1750), 8. Muhammad Wasi Zainifin (1750-
1752), 9. Syarifuddin Artu Walikul Alimin (1752-1753), 10. Muhammad Arif
Zainul Asyikin (1753-1773), 11. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-
1799), 12. Muhyidin Zainush Sholihin (1799-1801), 13. Muhammad Ishaq Zainul
Muttaqin (1801-1802), 14. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803), 15.
Aliyuddin II (1803-1808) , 16. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809), dan
17. Muhammad Syafiuddin (1809-1813).

b. Banten Pada Zaman Pra sejarah


Pada zaman pra-sejarah, wilayah yang sekarang dikenal sebagai Provinsi
Banten merupakan bagian dari wilayah Nusantara yang memiliki sejarah panjang.
Pra-sejarah adalah periode sejarah sebelum catatan tertulis ada, jadi kita
bergantung pada bukti arkeologi untuk memahami masa itu. Beberapa temuan
arkeologi menunjukkan aktivitas manusia di wilayah ini sejak zaman pra-sejarah,
tetapi informasi tentang periode ini terbatas.

Beberapa temuan arkeologi yang telah ditemukan di wilayah Provinsi Banten


termasuk:

1. Lukisan Cadas: Di berbagai lokasi di seluruh Pulau Jawa, termasuk di wilayah


Banten, ditemukan lukisan-lukisan prasejarah yang diukir pada batu-batu besar.
Lukisan-lukisan ini bisa mencerminkan kepercayaan dan kehidupan manusia
prasejarah.

2. Peninggalan Megalitik: Sejumlah situs megalitik, seperti batu-batu besar,


dolmen, dan menhir, telah ditemukan di berbagai daerah di Jawa, termasuk

viii
Banten. Ini adalah bukti keberadaan masyarakat prasejarah yang mungkin telah
menggunakannya untuk berbagai tujuan, termasuk ritual keagamaan.

3. Temuan Tembikar: Tembikar prasejarah juga telah ditemukan di berbagai


lokasi di Pulau Jawa, menunjukkan bahwa masyarakat pra-sejarah di wilayah ini
telah mengembangkan kerajinan tangan dan teknologi pembuatan tembikar.

Namun, informasi tentang budaya dan kehidupan masyarakat pra-sejarah


di wilayah Banten masih sangat terbatas, dan penelitian arkeologi masih terus
berlangsung untuk memahami lebih lanjut tentang periode ini.

Sebelum munculnya kerajaan-kerajaan yang lebih terkenal seperti Kerajaan


Sunda dan Kerajaan Banten pada masa berikutnya, wilayah ini mungkin dihuni
oleh berbagai kelompok masyarakat prasejarah yang hidup sebagai pemburu,
pengumpul, dan petani kecil. Pemahaman tentang zaman pra-sejarah terus
berkembang seiring dengan penemuan lebih banyak bukti dan penelitian arkeologi
yang lebih mendalam.

B. Geografis Kerajaan Banten.

Secara geografis, letak kerajaan banten terletak di provinsi Banten yang


mana wilayah Kerajaan Banten meliputi bagian barat Pulau Jawa, seluruh bagian
Lampung, dan sebagian wilayah di bagian Selatan Jawa Barat.
Pada rentang waktu antara tahun 1552 hingga 1570, Kerajaan Banten
berada di wilayah yang relatif terbatas dibandingkan dengan wilayahnya pada
masa selanjutnya. Pada periode tersebut, letak geografis Kerajaan Banten secara
umum adalah sebagai berikut:
Kerajaan Banten terletak di sebelah barat daya Pulau Jawa, di wilayah
pesisir Teluk Banten yang membentang sepanjang pantai barat Provinsi Banten,
Indonesia. Letak geografisnya berkisar antara 105,7° - 106,2° Bujur Timur dan
5,7° - 6,2° Lintang Selatan.
Wilayah kerajaan ini terdiri dari bagian pesisir Teluk Banten yang
mencakup kawasan sekitar muara Sungai Banten (sekarang dikenal sebagai
Sungai Cibanten). Kerajaan Banten pada masa tersebut belum menguasai wilayah
pedalaman yang lebih luas seperti pada periode selanjutnya.Pelabuhan Banten
merupakan salah satu pusat perdagangan penting di wilayah tersebut. Melalui
pelabuhan ini, Kerajaan Banten menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-
kerajaan di Nusantara, serta menjalin kontak dengan pedagang asing dari Arab,
Persia, dan Cina.

ix
peta kerajaan banten pada tahun 1552 sampai 1570 .

a. Aspek kehidupan masyarakat kerajaan Banten.


Aspek kehidupan masyarakat Kerajaan Banten mencakup berbagai bidang,
termasuk sosial, ekonomi, budaya, dan agama. Berikut adalah beberapa aspek
kehidupan masyarakat Kerajaan Banten:

b. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sejarah Uang Kerajaan Banten


Aspek kehidupan ekonomi Kerajaan Banten merupakan pusat perdagangan
yang penting di Nusantara. Masyarakat Banten terlibat dalam kegiatan
perdagangan maritim dengan menggunakan pelabuhan Banten yang strategis.
Mereka melakukan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara dan
pedagang asing, memperdagangkan rempah-rempah, kain, logam, dan barang-
barang lainnya. Pertanian juga menjadi sektor ekonomi penting, dengan
masyarakat Banten menghasilkan beras, sayuran, dan buah-buahan.

Menurut Willem Lodewyksz, pada tahun 1596 ada tiga buah pasar yang
ada di Banten berfungsi sebagai pusat perdagangan lokal dan perdagangan
internasional yang sangat pesat. Di antara para pedagang asing yang datang di
Banten ialah orang-orang Cina, menyusul pedagang Portugis, Belanda, Inggris
dan Prancis. Mereka membawa barang dagangan yang terdiri dari pakaian tenun
yang biasa dibawa oleh pedagang Eropa lainnya (Tjandrasasmita, 1976:227).
Mata uang logam Cina yang pernah diketemukan de Houtman dan Kaizer
adalah berupa uang tembaga yang disebut caixe, yang telah beredar di Banten
(van Lischoten, 1910:78). Peranan mata uang picis, real dan uang chi’en yang
terbuat dari tembaga, ternyata uang chi’en-lah yang lebih tinggi harganya di

x
Banten, jika dibandingkan dengan mata uang lainnya (Rouffer, 1915:122).
Mata uang Cina sebagai mata uang asing masuk pertama kali di
Banten yakni pada tahun 1590, saat mana raja Cina, Hammion, membuka
kembali peredaran mata uang Cina di luar negeri setelah dua puluh tahun
menutup kemungkinan karena khawatir akan adanya inflasi di negaranya.
Untuk memberikan gambaran nilai sebuah mata uang, penulis uraikan sebagai
berikut:

1 atak = 200 picis 1 bungkus = 10000 picis


1 peku = 1000 picis 1 keti = 100000 picis.

Hal tersebut berarti bahwa saat itu uang picis adalah lebih rendah jika
dibanding harga mata uang logam lainnya (van Ansooy, 1979:37). Sebagai
contoh dalam menentukan harga dari seorang budak per hari dapat disewa dan
harus setor pada majikannya sebesar 1000 picis (1 peku), berikut makan 200
picis. Harga makanan untuk orang Barat per hari menghabiskan rata-rata 1 atak
(Fruin Mees, 1920:44).
Di Banten bagi seorang yang berani membunuh pencuri akan
mendapat hadiah dari Sultan sebesar 8 peku (Keuning, 1938:888). Adapun
harga seekor ayam di Mataram pada tahun 1625 rata-rata 1 peku (Macleod,
1927:289). Menurut orang Cina di Banten, dari hasil pembelian 8 karung lada
dari pengunungan seharga 1 keti dan dijualnya ke pasar Karangantu seharga 4
keti, kejadian tersebut tercatat pada tahun 1596 (Commelin, 1646:76).
Harga pasaran tidak selalu stabil seperti yang diharapkan,
permasalahannya ialah akibat nilai harga picis yang sulit untuk bertahan lama.
Seperti terjadi pada tahun 1613, ada perubahan nilai pecco yang secara drastis
terpaksa harus turun, tercatat 34 dan 35 peccoes = 1 real; ini berarti pula
pengaruh uang asing yang masuk ke Banten dapat mempengaruhi stabilitas pasar
di Karangantu saat itu.
Pada tahun 1618, J.P. Coen merasa tidak senang dengan turunnya nilai
mata uang picis di Jawa, bahkan tercatat sejak tahun 1596 di Sumatra pun telah

xi
mengalami kemerosotan nilai tukar uang picis sampai dengan 1 : 8,500
(Mollema, 1935:211).
Rupanya percaturan politik ekonomi di Asia Tenggara, dari kehadiran
beberapa mata uang di pasaran bebas, Banten memegang peranan penting dalam
penentuan standar harga barang dan nilai mata uang pada saat itu, dengan
bersandarnya beberapa perahu Cina yang bermuatan lada dari Jambi untuk di
perjualbelikan di Banten (F. van Anrooy, 1979:40).
Variabilitas jenis mata uang yang beredar pada satu wilayah ekonomi,
memperlihatkan sistem moneter dari administrasi politik yang bersangkutan.
Nilai nominal yang terkandung pada mata uang (kertas, logam, atau lainnya),
memberikan informasi mengenai satuan nilai mata uang sebagai alat
pembayaran yang sah, sedangkan pada logam, nilai intriksiknya adalah pada
nilai logamnya (tembaga, timah, perak, suasa atau emas).
Kegunaan penemuan mata uang pada berbagai situs, secara arkeologis
dapat membantu (1) kronologi situs, (2) jenis mata uang yang berlaku, (3)
batas-batas peredaran mata uang yang dimaksud, serta (4) satuan nilai yang
ditetapkan.
Di Banten, ditemukan 4 jenis mata uang logam, yakni mata uang logam
Banten, Belanda, Inggris dan Cina. Mata uang Banten terdiri dari dua tipe,
yakni (1) bertera tulisan Jawa, berlubang segi enam, diameter antara 2,10-3,10
cm, tebal 0,05-0,20 cm, diameter lubang 0,40-0,60 cm, dan terbuat dari
perunggu, (2) bertera tulisan Arab, berbentuk bulat berlubang bulat, diameter
1,90-2,40 cm, tebal 0,05-0,16 cm, diameter lubang 0,60-1,20 cm, terbuat dari
timah. Dari lubang-lubang ekskavasi di Surosowan, dapat dikumpulkan 242
keping uang Banten.
Mata uang Belanda di Banten ditemukan lebih bervariasi jenisnya (8 jenis)
yang dapat dibedakan dari tahun terbitnya yang terletak di bawah monogram.
Salah satu sisi mata uang berlambang propinsi- propinsi Belanda yang
mengeluarkan mata uang masing-masing, kecuali sebuah di antaranya
bertuliskan Java 1807. Sisi lain dari tiap mata uang biasanya berlambang VOC
atau Nederl. Indie.

xii
Mata uang Belanda di Banten berpenanggalan 1731 – 1816. Dari lubang-
lubang ekskavasi di Surosowan diperoleh 164 keping mata uang logam
Belanda/VOC (Widiyono, 1986: 335). Bentuk mata uang logam Inggris (EIC)
hampir sama dengan bentuk mata uang logam Belanda/VOC, terutama dari
ukuran dan bahan. Mata uang Inggris di Banten hanya ditemukan satu tipe
dengan dua variasi.
Pada satu sisi berlambang perisai berbentuk hati terbagi dalam 4
bagian oleh garis menyilang, yang masing-masing bagian tersusun satu huruf
yang keseluruhannya berbunyi VEIC. Sebuah pada sisi lainnya bertera tulisan
Arab dan sebuah lagi bertera gambar timbangan. Dari lubang ekskavasi
Surasowan ditemukan 6 keping mata uang Inggris.
Pada salah satu sisi mata uang Cina terdapat tulisan Cina yaitu:
YUNG CHENG T’UNG PAO = Coinage of Stable Peace, yang berarti
pembuatan mata uang untuk kestabilan dan perdamaian. Sedang pada tulisan
sebaliknya diketahui sebagai huruf Manchu yang belum dapat dikenali
artinya. Mata uang Cina tersebut berbentuk bulat berlubang segi empat,
diameter 2,25-2,80 cm, tebal 0,10-0,18 cm dan diameter lubang 0,45-0,60 cm.
Jenis ini ditemukan di lubang ekskavasi Surosowan sebanyak 25 keping.
Penelitian sebaran mata uang logam di Banten diarahkan pada ruang-
ruang di dalam dan di luar benteng. Dari 437 keping mata uang logam yang
ditemukan di eksekavasi, 92 ditemukan di luar benteng dan 345 dari dalam
benteng Surosowan. Homogenitas ruang penelitian (hanya di sekitar
Surosowan), serta jumlah koleksi hasil penelitian yang sangat tidak seimbang
dengan aktivitas ekonomi Banten sebagai pusat politik, ekonomi dan
perdagangan, berdampak pada terbatasnya lingkup penafsiran dari kehadiran
mata uang logam sebagai data arkeologi di Banten.

xiii
xiv
c. Aspek Kehidupan Sosial.
Aspek Kehidupan Sosial Masyarakat Kerajaan Banten terbagi menjadi
beberapa kelas sosial, yang dipimpin oleh raja dan keluarganya. Kelas sosial
terdiri dari golongan bangsawan (para pangeran dan pejabat tinggi), kaum
pedagang, petani, dan rakyat jelata. Raja Banten dianggap sebagai pemimpin
spiritual dan politik masyarakat.
d. Aspek Kehidupan Politik.
Sistem Pemerintahan Kerajaan Banten diperintah oleh seorang raja atau
sultan yang merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan. Raja Banten
dianggap sebagai pemimpin spiritual dan politik masyarakat. Pemerintahan diatur
berdasarkan hukum Islam dan berpusat di istana kerajaan. Struktur Pemerintahan
Kerajaan Banten memiliki struktur pemerintahan yang terorganisir. Ada pejabat-
pejabat tinggi seperti patih, panglima perang, dan kepala daerah yang membantu
raja dalam mengelola kerajaan. Mereka bertanggung jawab atas administrasi,
keamanan, dan pertahanan kerajaan.
e. Aspek kehidupan Budaya,Ras,Suku.
Budaya Masyarakat Kerajaan Banten memiliki kekayaan budaya yang
khas. Mereka mengembangkan seni, seperti seni tari, musik, dan seni pahat. Seni
tari tradisional seperti tari Topeng, tari Serimpi, dan tari Badawangsa menjadi
bagian penting dari budaya Banten. Selain itu, kegiatan olahraga tradisional
seperti tarik tambang dan lompat batu juga populer di kalangan masyarakat.
Ras di Banten tidak berbeda secara signifikan dengan kebanyakan populasi
di Indonesia. Mayoritas penduduk Banten memiliki ciri-ciri ras Mongoloid atau
ras Austronesia, dengan variasi fisik yang tergantung pada campuran etnis dan
latar belakang genetik.
Suku Banten adalah suku asli yang mendiami wilayah Banten. Mereka
memiliki budaya dan tradisi yang khas, termasuk dalam bahasa, seni, dan adat
istiadat.

xv
Suku Baduy adalah suku yang tinggal di daerah pedalaman Banten
Selatan. Mereka memiliki kehidupan yang terisolasi dan menerapkan tradisi dan
nilai-nilai adat yang kuat.
Selain suku Banten dan Baduy, terdapat juga suku-suku lain yang tinggal
di Banten, seperti suku Sunda, suku Jawa, dan suku Betawi. Masing-masing suku
ini memiliki budaya dan tradisi sendiri.
f. Aspek Kehidupan Agama dan Pendidikan.
Agama: Islam menjadi agama dominan di Kerajaan Banten. Sejak
pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Kerajaan Banten mengadopsi agama
Islam dan menjadi salah satu pusat Islam di Nusantara. Masyarakat Banten
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari mereka dan masjid-
masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan.
Pendidikan: Kerajaan Banten memiliki tradisi pendidikan yang kuat. Di
bawah perlindungan kerajaan, terdapat pesantren dan madrasah yang menjadi
pusat pembelajaran agama Islam. Selain itu, juga terdapat pendidikan formal
untuk golongan bangsawan yang dilakukan di istana.
Inilah beberapa aspek kehidupan masyarakat Kerajaan Banten yang
mencerminkan kehidupan sosial, ekonomi, budaya, agama dan Pendidikan pada
masa tersebut. Perlu diingat bahwa kondisi kehidupan masyarakat dapat berubah
seiring waktu dan perlu juga memperhatikan perbedaan sosial dan budaya yang
ada di dalamnya.

C. Masa kesultanan Banten.


Masa Kesultanan Banten mengacu pada periode ketika Banten menjadi
sebuah kesultanan yang merdeka di wilayah barat Pulau Jawa, Indonesia.
Kesultanan Banten didirikan pada tahun 1526 oleh Sultan Hasanuddin, yang juga
dikenal sebagai Sultan Maulana Hasanudin. Masa Kesultanan Banten berlangsung
hingga awal abad ke-19.

xvi
Sultan Maulana Hasanuddin Al-Bantani yang mendirikan kerajaan banten.

Selama masa kejayaannya, Kesultanan Banten menjadi pusat perdagangan


dan kekuasaan diwilayahnya. Banten terletak di jalur perdagangan maritim antara
Asia Timur dan Barat, sehingga menjadi pusat penting dalam perdagangan
rempah-rempah, terutama lada dan cengkih. Kesultanan Banten juga memiliki
armada laut yang kuat dan menjalin hubungan perdagangan dengan negara-negara
seperti Inggris, Belanda, dan Portugal.

Pusat perdangan rempah-rempah terutama lada dan cengkih pada abad ke-15 di
banten.

Namun, pada akhir abad ke-17, Kesultanan Banten mengalami


kemunduran akibat serangan-serangan dari Belanda. Perjanjian Bongaya pada
tahun 1667 mengakibatkan hilangnya beberapa wilayah Kesultanan Banten, dan
pada tahun 1680, Belanda berhasil merebut ibu kota Kesultanan Banten, yaitu

xvii
Kota Surosowan. Setelah kehilangan ibu kotanya, Kesultanan Banten terus
mengalami penurunan kekuasaan. Pada tahun 1813, Kesultanan Banten akhirnya
digulingkan oleh pasukan Inggris dalam Perang Jawa. Setelah itu, Kesultanan
Banten menjadi bagian dari Hindia Belanda dan kehilangan kedaulatannya.
Meskipun Kesultanan Banten telah berakhir pada abad ke-19,
warisan budaya dan sejarahnya masih terasa hingga saat ini. Beberapa
peninggalan sejarah Kesultanan Banten, seperti situs-situs bersejarah dan
arsitektur istana, dapat ditemukan di daerah tersebut.
a. Silsilah Pemimpin Kerajaan Banten dan Kehidupan Politiknya.
Perkembangan Banten dan kemajuannya tidak terlepas dari perjuangan hebat
sang pemimpin kerajaan. Karena kejayaan sebuah kerajaan tergantung bagaimana sang
Raja memimpin. Adapun silsilah Raja yang memimpin kerajaan Banten hingga masa
kejayaannya sebagai berikut.

1. Sultan Hasanuddin.
Sultan Hasanuddin merupakan raja pertama Kerajaan Banten dan anak
dari Sunan Gunung Jati. Saat Kerajaan Demak terjadi perebutan kekuasaan,
wilayah Cirebon dan Banten berusaha melepaskan diri. Hingga akhirnya,
Kerajaan Banten menjadi kerajaan yang berdaulat. Sultan Hasanuddin sendiri
berkuasa selama 18 tahun dari tahun 1552 – 1570 M. Di bawah kepemimpinan
Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berhasil menaklukan wilayah Lampung
yang memiliki banyak hasil rempah – rempah. Terlebih lagi, Selat Sunda yang
menjadi jalur pelayaran dan perdagangan terkenal. Selama kepemimpinannya
juga, Bandar Banten berhasil menjadi bandar yang ramai dikunjungi oleh para
saudagar dari Gujarat, Venesia dan Persia. Pada saat terjadi perebutan
kekuasaan di Demak daerah Cirebon dan Banten masing-masing berusaha untuk
melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan Demak. Akhirnya Cirebon dan Banten
terlepas dari pengaruh Demak dan menjadi kerajaan berdaulat. Maka Sultan
Hasanuddin akhirnya menjadi raja Banten pertama yang berkuasa selama 18
tahun yaitu 1552-1570 M. Dibawah pemerintahan beliau pelabuhan Banten
berhasil menjadi pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari
berbagai negara di dunia. Sultan Hasanuddin wafat pada tahun 1570 M.
Kepenguasan Kerajaan Banten kemudian digantikan oleh anaknya Maulana
Yusuf.

2. Maulana Yusuf.
Raja kedua Kerajaan Banten adalah Maulana Yusuf yang berkuasa dari
tahun 1570 hingga 1580. Selama kepemimpinannya, Kerajaan Banten berhasil
menundukan Kerajaan Pajajaran yang berada di Pakuan. Bahkan, beliau berhasil
menurunkan Prabu Sedah yang merupakan raja Kerajaan Pajajaran. Hal ini yang
menyebabkan banyak rakyat Pajajaran yang mengungsi ke gunung. Keturunan
rakyat Pajajaran kala itu masih bisa kita lihat sebagai suku baduy.

3. Maulana Muhammad.

xviii
Setelah wafatnya Sultan Maulana Yusuf, tahta Kerajaan Banten
diduduki oleh anaknya, yakni Sultan Maulana Muhammad. Namun, saat beliau
naik tahta masih dalam usia belia, yakni 9 tahun. Sehingga tahta kerajaan
dipegang oleh Mangkubumu Jayanegara hingga beliau berusia cukup dewasa,
yakni 16 tahun. Saat pemerintahan Sultan Maulana Muhammad, Kerajaan
Banten menggempur kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gendeng
Sure. Ki Gendeng Sure sendiri masih keturunan kesultanan Demak sehingga
Kerajaan Banten yang juga merupakan keturunan Demak.

4. Pangeran Ratu.
Pangeran Ratu atau dikenal dengan Abdul Mufakhir merupakan raja ke
empat dan pengganti Sultan Maulana Muhammad. Pada saat tahta beliau masih
berusia 5 bulan, sehingga kepemerintahan dibantu oleh Mangkubumi
Ranamanggela. Pada pemerintahan Pangeran Ratu inilah bangsa Belanda yang
dipimpin oleh Cornelius de Houtman pertama kali mendarat di Banten pada
tanggal 22 Juni 1596.

5. Sultan Ageng Tirtayasa.


Sepeninggalnya, Pangeran Ratu, Kerajaan Banten diduduki oleh
anaknya, Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam masa pemerintahan beliau inilah,
Kerajaan Banten mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan, Kerajaan Banten
menjalin hubungan dengan negara luar, seperti Moghul dan Turki. Walaupun
begitu, beliau tidak mau bekerja sama dengan Belanda.

6. Sultan Abdul Nasar.


Raja terakhir Kerajaan Banten adalah Sultan Abdul Nasar. Selama masa
pemerintahan, beliau masih bersikukuh tidak mau bekerja sama dengan
Belanda. Sayangnya, kekuasaan Belanda semakin kuat. Alhasil, Kerajaan
Banten menjadi runtuh.

b. Kondisi Kesultanan Banten Sebagai Daerah Kemaritiman.


Dimasa Kesultana Banten, Banten dipanggil dnegan sebutan Imperium
dan Emporium. Imperium karena kuasa akan wilayahnya dengan cakupan yang
luas, bahkan daerah Batavia yang dikuasai oleh kerajaan Sunda Padjajaran pun
bisa ditaklukan oleh Kesultanan Banten. Sedangkan Emporium, Banten menjadi
salah satu pusat perdagangan dan perniagaan terbesar di Asia Tenggara pada masa
kejayaannya. Dilengkapi dengan gudang-gudang besar dan tembok yang tebal

xix
serta sungai yang mengelilingi daerah Banten yang memudahkan orang melayari
kota melalui sungai menjadi keuntungan bagi Banten.
Perdagangan dengan metode pelayaran sudah menjadi suatu hal yang biasa
di Nusantara pada saat itu. Apalagi dengan peristiwa tersebut, banyak orang dari
berbagai status, negara, agama pun bertemu dan terjadinya akulturasi dalam
pertemuan tersebut. Banyak bangsa yang datang hanya sekedar melihat bahkan
sampai menetap disana. Saudagar dari berbagai mamcak negara berlomba-lomba
untuk datang ke Nusantara demi membeli rempah-rempah yang sulit mereka
dapatkan didaerahnya. Karena memiliki iklim yang tropis, sehingga menjadi
sebuah keuntungan dalam sektor agraris.
Selama menjadi daerah yang mengedepankan sektok perdagangan dengan
sistem pelayaran, Banten telah meninggalkan jejaknya dan masih bisa kita lihat
hingga sekarang. Seperti, Sungai Cibanten, yang terbentang dari Kabupaten
Serang hingga berakhir di Pelabuhan Karangantu, yang pada saat itu aktif
digunakan sebaga jalur yang dilalui oleh banyka kapal dari berbagai mancanegara.
Lalu, Pelabuhan Karangantu juga menjadi saksi dari kejayaan Kesultanan Banten
dalam perdagang dengan saudagar kaya dari berbagai negara yang singgah disana.
Sekarang, Pelabuhan ini sudah beralih fungsi menjadi tempat pelelangan ikan
yang baru ditangkap oleh nelayan, selain itu juga dijadikan sebagai pelabuhan
bagi masyarakat yang bermukim di pulau Pajang yang terletak di Kabupaten
Serang. Yang terakkhir, ialah Masjid Agung Banten yang masih kokh hingga kini,
walau sudah mengalami beberapa kali rekontruksi tetapi tetap tidak
menghilangkan nilainilai yang dibentuk oleh jaman.
Terdapat sebuah kanal yang ada disebelah Barat alun-alun Banten Lama
yang mana dahulu diguakan sebagai penampungan air dikala hujan turun dan
tersambung dengan daerah pecinan tinggi dan jembatan rante yang sekarang
sudah tidak lagi berfungsi dan hanya menjadi penunjang wisata religi dengan
dibangunnya bangkubangku untuk para wisatawan yang berkunjung.
Dari dahulu, masyarakat Banten sudah bermukim disekitar pesisir dan
pedalaman, dan dari sinilah mereka mejadikan lautan sebagai mata pencaharian
sehari-hari untuk menghidupi keluarganya. Untuk mereka yang tinggal
dipedalaman, beraktivitas sebagai seorang pekebun bergagai
macamrempahrempah yang dibutuhkan oleh pasar internasional seperti lada, jahe,
cengkeh, pala bahkan kebutuhan lainnya mulai dari bahan makanan pokok hingga
teksil. Para kalangan tinggi, yang memiliki modal lebih mereka menjadi feeder
atau penyokong bagi para pekerja demi pertumbuhan pelabuhan itu sendiri. Hal
ini bisa kita perhatikan dari fakta adanya sebuah pemukiman yang ditempati oleh
bangsa Tionghoa di Tanjung Burung, Teluk Naga, Tanggerang. Kebanyakan dari
mereka berprofesi sebagai perantara para pedagang dan ahli reparasi kapal.
Kajayaan daerah maritim di Kesultanan Banten mulai menurun semenjak
pemerintahan dipegang oleh Sultan Haji, Putera dari Sultan Ageng Tirtayasa.
Dimana Sultan Haji terhasut akan taktik dari Kolonial Belanda untuk
menjadikannya Sultan Banten dan bisa mereka kendalikan demi keuntungan pihak
VOC. Tindakan selanjutnya, ialah memonopili perdagangan diPelabuhan Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa, setelah menyerahkan kekuasaannya kepada sang anak,
memutuskan untuk pindah ke daerah pontang tirtayasa dan menbantu warga

xx
disana dalam mengembangkan sektor pertanian serta irigasi demi memenuhi
kebutuhan dari rakyatnya. Kegiatan ini mulai terasa dan bergeser dari sebelumnya
daerah kemaritiman menjadi daerah agraris secara structural karena pelabuhan
mulai dikuasai oleh VOC.
Kesultanan Banten telah menetapkan banyak kebijakan, salah satunya proyek
perkebunan lada untuk rakyat Lampung. Pada tahun 1684, dikeluarkan Piagam
Sukau yang menyatakan bahwa Raja Banten mengangkat dan memberhentikan
kepala daerah Sukau dan mewajibkan setiap orang yang berusia 16 tahun untuk
menanam 500 biji merica. Setelah piagam Sukau, pada tanggal 30 Jumadil Akhir
1102 H (1691 M), dikeluarkan piagam Bojong. Izin tersebut memiliki ketentuan
untuk perdagangan lada dan kegiatan budidaya lada untuk semua tetua (Wijayati,
2011).

c. Hubungan Antara Kesultanan Banten Dan Lampung Dalam Perdagangan Lada.


Kekuasaan Kesultanan Banten di Lampung berawal dari situasi internal
masyarakat Lampung. Ketika pemerintahan Tulang Bawang jatuh, tidak ada
kekuatan politik yang berkuasa. Pemerintahan berubah menjadi pemerintahan
penuh. Pada tahun 1530, Lampung dibagi menjadi kecamatan (satu hukum adat)
yang terdiri dari Keratuan di Puncak yang menguasai kabupaten Abung dan
Tulang Bawang; Gereja menguasai Krui, Ranau, dan Komering; Pugung Keratuan
menguasai wilayah Pugung dan Pubian; dan orang-orang Keratuan di bawah
kekuasaan Balaw dan Teluk Betung. Ketika Banten menguasai Lampung,
Keratuan di Pugung terbagi antara Keraton Maringgai (Melinting) dan Keratuan
putih (Kalianda) (Saptono, 2010: 85-86).
Banten pertama kali datang ke Lampung sejak abad ke-16, dengan akses
yang mudah dari dan ke Lampung. Pada awalnya sistem pemerintahan Lampung
merupakan kesatuan hukum adat yang terdiri dari banyak Keratuan seperti
Keratuan di Kabupaten Puncak dan Abung dan Tulang Bawang, Keratuan
panggilan di Krui, Ranau dan Komering, serta berbagai Keratuan lainnya.
Namun ketika Banten datang, tidak ada tanda-tanda dari penguasa
Lampung bahwa akan ada permintaan dan malah mendapat izin dari Kesultanan
Banten untuk kepentingan Banten menguasai Lampung pada saat itu. Pembagian
kekuasaan antara Kesultanan Banten dan wilayah Lampung dengan menempatkan
seorang Djijen, atau seorang menteri yang akan membawahi dan sesekali melapor
kepada Kesultanan Banten.
Pada abad ke-17 dan ke-18, Lampung menjadi milik Kerajaan Banten. Di
Lampung pada masa itu, terdapat sistem pemerintahan berdasarkan kekerabatan
(buay) dan wilayah (marga). Banten masuk ke Lampung untuk menguasainya
bukan melalui ekspansi tetapi melalui bentuk retribusi. Menurut tradisi Abung,
Menak Paduka dan Menak Kemala Bumi datang ke Banten untuk meminta
bantuan Sultan Hasanuddin untuk meminta pengakuan Tulangbawang sebagai
penguasa tertinggi Banten (Djajadiningrat, 1983).

xxi
Dalam budaya masyarakat Lampung, pengukuhan kekuasaan atas salah
satu penguasa disebut siba. Selama abad ini, Banten sebagai pasar lada tidak
mampu memenuhi kebutuhan dunia. Wilayah Banten di Pulau Jawa tidak dapat
memenuhi kebutuhan lada dunia. Cabang Banten telah menggunakan
hubungannya dengan Lampung untuk memenuhi permintaan lada dunia. Situasi
politik dan politik di Lampung memungkinkan Banten melakukan hal tersebut
bukan dengan mengerahkan tentara, melainkan hanya dengan memberi perintah.
Sebagai Provinsi Banten, Lampung berperan besar dalam produksi lada Banten.
Proses eksploitasi ekonomi dan perdagangan lada diciptakan oleh Banten terhadap
Lampung (Ota, 2015).
Raja Ageng Tirtayasa pada tahun 1662 mengeluarkan perintah yang
memaksa para penguasa dan rakyat Lampung tunduk kepada Banten. Melalui
undang-undang inilah Banten menghimpun kepentingannya di Lampung
(Nurhakim dan Fadillah, 1990). Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia,
ternyata Banten sudah menerapkan sebuah peraturan ataupun kebijakan yang
hampir sama dengan Culturstelsel milik Belanda. Banten menerapkan sistem ini
dalam penanaman Lada diperkebunan wilayah Lampung, untuk menanam 500
pohon Lada yang dilakukan oleh setiap keluarga yang memiliki lahan perkebunan.
Yang mana hasil panen dikumpulkan dan akan dijual oleh Jenang, lalu disetor
kepada Djejen untuk diserahkan kepada Kesultanan Banten. Dari sinilah, Lada
yang berasal dari Lampung muali melambung namanya keberbagai kuping para
saudagar. Lada dari Lampung ini, menawarkan kualitas yang tinggi dengan
kualitas yang tidak dapat doragukan lagi sehingga memiliki niali jual yang tidak
dan membuat Banten mendapatkan keuntungan dengan mudah.
Jalinan ini memberikan sebuah pengaruh yang besar untuk kemakmuran
Kesultana Banten yang bisa hidup mewah dan pembangunan pelabuhan yang
meluas dari sebelumnya berkat pemasukan langsung dari Lada Lampung itu
sendiri. Sekitar 90%, Lampung menyumbangkan hasil perkebunan Ladanya
kepada Banten. Menurut Vlekke (2019 : 156), isi perjanjian para bangsawan dan
pemilik tanah diwilayah sekitar Kesultanan Banten enggan menanam dan
memproduksi lada dan beralih untuk membudidayakan tanaman pangan semenjak
tahun 1684. Mengulik kembali mengenai alasan dari masyarakat Lampung yang
menerima kekuasaan Sultan Banten pada saat iu dilatarbelakangin dengan adanya
persaingan antar marga yang ada disana. Mereka berebutan mencari dan berusaha
mendapatkan dukunga para penguasa yang memiliki kekuatan tinggi yaitu,
Kesultanan Banten dengan sebuah cara yakni Seba. Seba merupakan sebutan
untuk mereka yang melakukan perjalanan menuju Kesultanan Banten dan akan
mendapatkan sebuah pengakuan dari Sultan.
Pengakuan ini berupa gelar, seperti punggawa, pengeran, ngabehi, jenang
dan radin. Selain gelar, Sultan Banten juga memberikan Barang-barang berharga
antara lain, lawing kuri, paying, keris siger pepadon dan lain-lainnya. Apalagi,
ditambah dengan jatuhnya pelabuhan Malaka oleh Portugis, sehingga kapal-kapal
dari berbagai wilayah berlabuh di pelabuhan Karangantu, Banten. Mereka
memilih jalan aman karena tidak memiliki kekuatan untuk melawan Portugis kala
itu sehingga menyusuri Selat Sunda. Faktor inilah yang makin membuat seluruh
marga yang ada di Lampung berlombalomba mendapatkan perhatian dari

xxii
Kesultan Banten untuk sepenuhnya mendapatkan perlindungan.
Sebagai imbalan, Sultan Banten memberikan piagam dengan isi
mengharuskan masyarakat Lampung harus menanam pohon lada dan
menyetorkan hasil panen kepada Banten serta menaati mandat yang dikeluarkan
Kesultanan Banten. Dari sinilah, tidak ada satupun masyarakat Lampung yang
menentang ataupun melakukan tindakan pemberontakan kyang ditujukan kepada
Kesultanan Banten, karena dirasa Banten bisa memahami kemauan mereka yang
mendambakan kedamaian dan pengakuan untuk mempertahankan marga mereka
pada saat itu sehingga terjalinnya hubungan baik antara Lampung dan Kesultanan
Banten.

D.. Puncak kejayaan Kerajaan Banten.


Puncak kejayaan ini terjadi pada era Sultan Ageng Tirtayasa. Puncak
kejayaan tersebut dapat terlihat dari meluasnya wilayah perdagangan Banten,
yaitu sampai ke wilayah selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah pada masa kejayaan banten.

Pada masa itu, Kerajaan Banten adalah kerajaan Islam terbesar di


Indonesia dan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tokoh yang gencar melawan
dominasi dan pengaruh VOC, yaitu kongsi dagang Belanda. Selain itu, era
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa menjadikan Banten sebagai wilayah
perdagangan internasional, yaitu bertemunya pedagang lokal dan pedagang Eropa.

xxiii
Tidak hanya itu, masa kejayaan ini mencakup berdirinya armada laut yang
tujuannya melindungi aktivitas perdagangan dari ancaman kerajaan-kerajaan
lainnya, termasuk kerajaan di Eropa.Singkatnya, masa kejayaan ini mencakup
majunya kekuatan politik dan angkatan perang Kerajaan Banten.

E. Masa kemunduran Kerajaan Banten.


Kerajaan Banten memasuki masa kemunduran pada masa kepemimpinan
Sultan Ageng Tirtayasa yang gigih melawan VOC. Meski pada masa inilah juga
menjadi masa kejayaan dari Kerajaan Banten.
Akibat perlawanan terhadap VOC tersebut, mengakibatkan Belanda
menjalankan politik adu domba. Politik adu domba ini ditujukan terhadap Sultan
Ageng Tirtayasa dengan Sultan Haji, putranya yang sedang terlibat konflik.
Kemudian, siasat VOC berhasil. Akhirnya, Sultan Haji bekerja sama dengan
Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya. Sultan Ageng Tirtayasa pada
tahun 1683 ditangkap, kemudian ia dipenjara. Hal ini mengakibatkan kekuasaan
diserahkan kepada putranya.
Namun, setelah penangkapan dan pengangkatan Sultan Haji sebagai
penerus kekuasaan, sayangnya Kerajaan Banten terus mengalami kemunduran.
Sebab, meskipun Sultan Haji adalah raja, tetapi pengangkatan tersebut disertai
dengan persyaratan di dalam Perjanjian Banten. Akhirnya, Kerajaan Banten tidak
lagi memiliki kedaulatan dan muncul penderitaan rakyat yang semakin berat.
Pada akhirnya tahun 1809, Gubernur Jenderal Daendels menghapus
Kerajaan Banten. Hal ini dilakukan untuk mengatasi banyaknya perlawanan
rakyat Banten kepada VOC.

F. Peninggalan Arkeologis.
Selama masa kepemimpinan lebih dari 3 abad, Kerajaan Banten memiliki
beberapa bukti peninggalan yang menjadi kunci sejarah kejayaannya terdahulu,
seperti berikut ini.

1. Masjid Agung Banten.


Masjid ini terletak di desa Banten Lama, Kecamaran Kaseman. Keunikan yang
dimilikinya adalah bentuk menara yang mirip seperti mercusuar. Bagian atap masjid
mirip pagoda. Pada bagian kanan dan kiri terdapat serambi dan makam Kesultanan
Banten dan keluarganya.

xxiv
Masjid agung banten yang di bangun maulana hasanuddin dan maulana yusuf.

2. Istana Keraton Kaibon.


Istana ini merupakan tempat tinggal bunda ratu Aisyah. Beliau
merupakan ibunda dari Sultan Saifudin.

3. Benteng Speelwijk
Benteng ini merupakan bukti penjagaan Kerajaan Banten atas
serangan laut sekaligus digunakan untuk memantau aktivitas pelayaran.

Benteng Speelwijk

xxv
4. Meriam Ki Amuk
Meriam ini terletak di dalam Bentang Speelwijk. Dinamakan demikian
karena konon katanya meriam ini memiliki daya tembakan jauh dan ledakan yang besar.

Meriam Ki Amuk.

xxvi
KESIMPULAN
Kesultanan Banten merupakan salah satu kesultanan islam yang ada di
Indonesia. Berawal dari para pemimpin yang sangat bijak dalam mensejahterakan
kehidupan masyarakat dan kerajaannya. Mulanya berbagai pandangan spiritual
masyarakat marak tersebar di Banten hingga akhirnya mayoritas masyarakat
percaya dan yakin terhadap ajaran-ajaran agama islam kemudian mendalaminya.
Dalam suatu proses islamisasi tentu terdapat beberapa pengaruh terutama dalam
kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Di Kesultanan Banten pengaruh islam
dalam masyarakat sangatlah kental. Masyarakat mempercayai adanya agama
tersebut karena dianggap membawa pengaruh kehidupan ke jalan yang lebih baik.
Perlu diketahui bahwa proses islamisasi yang terjadi di Banten tidaklah mudah.
Dibutuhkan kepercayaan, pertanggung jawaban serta peranan dari semua
kalangan. Tidak terlepas pula peranan dari para pembawa agama islam tersebut
seperti Ulama, Jawara dan Umaro yang telah menyebarkan dan mempertahankan
agama dikalangan masyarakat Banten. Adanya pengaruh tersebut tentunya dapat
dibuktikan dengan beberapa bukti otentik seperti budaya buka pintu dalam
perkawinan dan akulturasi bangunan Masjid Agung Banten Kerajaan Banten
memiliki posisi strategis di jalur perdagangan maritim antara Asia Timur dan
Barat.
Hal ini membuatnya menjadi pusat perdagangan yang penting, terutama dalam
perdagangan rempah-rempah seperti lada dan cengkih.Kekuatan Maritim:
Kerajaan Banten memiliki kekuatan angkatan laut yang kuat. Armada lautnya
digunakan untuk melindungi wilayahnya, mempertahankan keamanan
perdagangan, dan menjaga kekuasaannya di perairan sekitarnya.
Pengaruh Asing: Kerajaan Banten menjalin hubungan perdagangan dengan
negaranegara asing seperti Inggris, Belanda, dan Portugal. Hubungan ini
membawa pengaruh budaya, politik, dan ekonomi dari luar ke dalam kerajaan
Konflik dengan Belanda: Kesultanan Banten mengalami kemunduran akibat
serangan-serangan dari Belanda. Perjanjian Bongaya pada tahun 1667 dan
penaklukan Belanda pada tahun 1680 menyebabkan hilangnya sebagian wilayah
dan kekuasaan Kerajaan Banten.
Akhir Kesultanan: Pada abad ke-19, Kesultanan Banten akhirnya digulingkan
oleh pasukan Inggris dalam Perang Jawa. Setelah itu, Kerajaan Banten menjadi
bagian dari Hindia Belanda dan kehilangan kedaulatannya.
Meskipun Kerajaan Banten telah berakhir, warisan budaya dan sejarahnya
tetap berharga. Pengetahuan tentang kerajaan ini membantu kita memahami peran
pentingnya dalam sejarah perdagangan dan kekuasaan di wilayah barat Pulau
Jawa, serta meningkatkan pemahaman kita tentang sejarah Indonesia secara
keseluruhan

xxvii
DAFTAR PUSTAKA

KUNJUNGAN TAMAN NASIONAL INDONESIA INDAH.

Nurlidianti, Isrina Siregar, “PENGARUH ISLAMISASI TERHADAP KEHIDUPAN


SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BANTEN” Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah
FKIP Universitas Jambi Vol. 2 No. 1, April (2023),h, 138-145

Nurlidianti, Isrina Siregar, Budi Purnomo “JALUR PERDAGANGAN LADA SEBAGAI


TIANG EKONOMI DAERAH KEMARITIMAN PADA KESULTANAN
BANTEN”Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas Jambi Vol. 2 No. 1,
April (2023),h 33-41

prof.Dr M.habib mustopo dkk, sejarah (ghalia Indonesia,2002)

prof.Dr H abuddin nata, sejarah pendidikan islam (kencana 2011)

xxviii

Anda mungkin juga menyukai