Disusun oleh :
Mohammad Rifqi Al-Gifari (020.021.0146)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesultanan Mataram.............................................................. 2
B. Kerajaan Demak.................................................................... 2
C. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat................................ 3
D. Kerajaan Mataram................................................................. 4
E. Kerajaan Banten..................................................................... 6
F. Kesultanan Cirebon............................................................... 8
G. Kerajaan Pajang..................................................................... 10
H. Kasunanan Surakarta Hadiningrat......................................... 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................ 13
B. Saran...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah
berdiri kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang cukup kokoh, kuat
dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih
dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan
peninggalan Budha Mahayana dan candi Roro Jonggrang di desa
Prambanan. Demikian juga halnya dari segi literatur, seperti buku
Pararaton dan Negara Kertagama. Wajarlah jika Vlekke menyebut
kerajaan-kerajaan pra-Islam, khususnya Singosari dan Majapahit,
sebagai Empire Builders of Java.
Setelah agama Islam datang di Jawa dan Kerajaan Majapahit
semakin merosot pengaruhnya di Masyarakat, terjadilah pergeseran
di bidang politik. Menurut Sartono Kartodirjo, islamisasi
menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai
hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam
di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga
berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang
pemerintahan. Otoritas karismatik mereka merupakan ancaman
bagi raja-raja Hindu di pedalaman.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalahnya adalah bagaimana penjelasan tentang
kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa
yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu
dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang
mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa
Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah
Kesultanan Pajang, berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan
kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas jasanya. Raja
berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra
dari Ki Ageng Pemanahan.
Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah
menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura. Negeri
ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin
berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus
menerima bantuan VOC pada masa-masa akhir menjelang
keruntuhannya.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian dan
relatif lemah secara maritim. Ia meninggalkan beberapa jejak
sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti kampung Matraman
di Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat,
penggunaan hanacaraka dalam literatur bahasa Sunda, politik
feodal di Pasundan, serta beberapa batas administrasi wilayah yang
masih berlaku hingga sekarang.
2
3
B. Kerajaan Demak
Para ahli memperkirakan Demak berdiri tahun 1500.
Sementara Majapahit hancur beberapa waktu sebelumnya. Menurut
sumber sejarah lokal di Jawa, keruntuhan Majapahit terjadi sekitar
tahun 1478. Hal ini ditandai dengan candrasengkala, Sirna Hilang
Kertaning Bhumi yang berarti memiliki angka tahun 1400 Saka.
Raja pertama kerajaan Demak adalah Raden Fatah, yang bergelar
Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Raden Fatah memerintah Demak
dari tahun 1500- 1518 M. Menurut cerita rakyat Jawa Timur,
Raden Fatah merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan
Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Di bawah pemerintahan Raden
Fatah, kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki
daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan,
terutama beras. Selain itu, Demak juga tumbuh menjadi sebuah
kerajaan maritim karena letaknya di jalur perdagangan antara
Malaka dan Maluku. Oleh karena itu Kerajaan Demak disebut juga
sebagai sebuah kerajaan yang agraris-maritim.
Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain
beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka,
Maluku dan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahan Raden Fatah,
wilayah kekuasaan Kerajaan Demak cukup luas, meliputi Jepara,
Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di
Kalimantan. Daerah-daerah pesisir di Jawa bagian Tengah dan
Timur kemudian ikut mengakui kedaulatan Demak dan
mengibarkan panji-panjinya. Kemajuan yang dialami Demak ini
dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Karena
Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka para pedagang yang
tidak simpatik dengan kehadiran Portugis di Malaka beralih haluan
4
D. Kerajaan Mataram
Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan
Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Di bawah
kekuasaannya, Pajang berkembang baik. Bahkan berhasil
mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut
kekuasaannya. Tokoh yang membantunya mengalahkan Arya
Penangsang di antaranya Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede
Pemanahan). Ia diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram.
Kemudian putranya, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat
anak oleh Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di istana. Sutawijaya
dipersaudarakan dengan putra mahkota, bernama Pangeran
Benowo.
Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia.
Penggantinya, Pangeran Benowo merupakan raja yang lemah.
Sementara Sutawijaya yang menggantikan Ki Gede Pemanahan
justru semakin menguatkan kekuasaannya sehingga akhirnya
Istana Pajang pun jatuh ke tangannya. Sutawijaya segera
6
E. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika
Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir
barat Pulau Jawa, dengan menaklukkan beberapa kawasan
pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer
serta kawasan perdagangan. Maulana Hasanuddin, putra Sunan
Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah
penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin atau lebih sohor dengan
sebutan Fatahillah, mendirikan benteng pertahanan yang
dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat
pemerintahan, yakni Kesultanan Banten.
Pada awalnya kawasan Banten dikenal dengan nama Banten
Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan
pasukan Kerajaan di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke
kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus
penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerja
sama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini
8
diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572 - 1627). Ki Gede ing Suro
adalah seorang penyiar agama Islam dari Surabaya dan perintis
perkembangan pemerintahan kerajaan Islam di Palembang. Kala
itu Kerajaan Palembang lebih setia kepada Mataram dan sekaligus
merupakan saingan Kerajaan Banten. Itulah sebabnya, Maulana
Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Kerajaan
Palembang dapat dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan.
Akan tetapi, Sultan Maulana Muhammad tiba-tiba terkena
tembakan musuh dan meninggal. Oleh karena itu, ia dikenal
dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara
Banten terpaksa dihentikan, bahkan akhirnya ditarik mundur
kembali ke Banten.
Pada tahun 1596 orang-orang Belanda datang di pelabuhan
Banten untuk yang pertama kali. Terjadilah perkenalan dan
pembicaraan dagang yang pertama antara orang-orang Belanda
dengan para pedagang Banten. Tetapi dalam perkembangannya,
orang-orang Belanda bersikap angkuh dan sombong, bahkan mulai
menimbulkan kekacauan di Banten. Oleh karena itu, orang-orang
Banten menolak dan mengusir orang-orang Belanda. Akhirnya,
orang-orang Belanda kembali ke negerinya. Dua tahun kemudian,
orang-orang Belanda datang lagi. Mereka menunjukkan sikap yang
baik, sehingga dapat berdagang di Banten dan di Jayakarta.
Menginjak abad ke-17 Banten mencapai zaman keemasan.
Daerahnya cukup luas. Setelah Sultan Abumufakir meninggal, ia
digantikan oleh puteranya bernama Abumaali Achmad. Setelah
Abumaali Achmad, tampillah sultan yang terkenal, yakni Sultan
Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng
Tirtayasa. Ia memerintah pada tahun 1651 - 1682.
10
F. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama
di Jawa Barat pada abad ke-15 dan 16 Masehi, dan merupakan
pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar
pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan
perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuatnya
menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara kebudayaan Jawa dan
Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu
kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi kebudayaan Jawa
maupun kebudayaan Sunda. Kesultanan Cirebon didirikan di
dalem agung pakungwati sebagai pusat pemerintahan negara Islam
kesultanan Cirebon. letak dalem agung pakungwati sekarang
menjadi keraton Kasepuhan Cirebon.
Pembagian terhadap kesultanan Cirebon secara resmi terjadi
pada tahun 1679 saat Pangeran Martawijaya dan Kartawijaya
dinobatkan menjadi sultan di keraton Pakungwati, kesultanan
Cirebon, sebelum kedua pangeran kembali ke Cirebon setelah
diselamatkan oleh Tronojoyo dari Mataram dengan bantuan
persenjataan dari kesultanan Banten pada tahun 1677, Sultan
Ageng Tirtayasa dari Banten terpaksa membagi kesultanan
Cirebon menjadi dua kesultanan dan satu peguron dikarenakan
untuk menghindari perpecahan keluarga kesultanan Cirebon karena
adanya perbedaan pendapat di kalangan keluarga besar mengenai
penerus kesultanan Cirebon, pendapat keluarga besar terbelah dan
mendukung ketiganya (Martawijaya, Kartawijaya dan
Wangsakerta) untuk menjadi penguasa, maka Sultan Ageng
Tirtayasa menobatkan ketiganya menjadi penguasa Cirebon di
Banten di tahun yang sama setelah mereka tiba di kesultanan
12
Banten dari Mataram yaitu pada tahun 1677, dua orang menjadi
sultan dan memiliki wilayahnya masing-masing yaitu Pangeran
Martawijaya dan Kartawijaya sementara satu orang yaitu Pangeran
Wangsakerta menjadi Panembahan tanpa wilayah kekuasaan
namun memegang kekuasaan atas kepustakaan kraton.
Hal tersebut merupakan babak baru bagi kesultanan Cirebon,
di mana kesultanan terpecah menjadi tiga dan masing-masing
berkuasa dan menurunkan para penguasa berikutnya, berikut gelar
ketiganya setelah resmi dinobatkan:
1. Sultan Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan gelar Sultan
Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin (1679-1697).
2. Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar Sultan
Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin (1679-1723).
3. Panembahan Cirebon, Pangeran Wangsakerta dengan gelar
Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau
Panembahan Tohpati (1679-1713).
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua
putra tertua Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa, karena keduanya dilantik menjadi Sultan Cirebon di
ibukota Banten. Sebagai sultan, mereka mempunyai wilayah
kekuasaan penuh, rakyat, dan keraton masing-masing. Pangeran
Wangsakerta tidak diangkat menjadi sultan melainkan hanya
Panembahan. Ia tidak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton
sendiri, akan tetapi berdiri sebagai Kaprabon (Paguron) yaitu
tempat belajar para intelektual keraton.
13
G. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang adalah satu kerajaan yang berpusat di Jawa
Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keratonnya
pada zaman ini tinggal tersisa berupa batas-batas fondasinya saja
yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang - Kota Surakarta dan
Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Nama negeri Pajang telah
dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut
Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada
zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit
saat itu) bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa
Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang.
Dyah Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana (raja
Majapahit selanjutnya).
Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging
disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda
menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah
dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja
Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya
Candi Prambanan. Ketika Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja
terakhir versi naskah babad), bahwa nama Pengging muncul
kembali. Dikisahkan bahwa putri Brawijaya yang bernama Retno
Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra
Menak Jingga. Muncul seorang pahlawan bernama Jaka Sengara
yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh
Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno
Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelar Andayaningrat.
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di
14
A. Kesimpulan
Jawa adalah wilayah yang dahulunya banyak terdapat
kerajaan-kerajaan. Kehadiran Islam di pesisir utara pulau Jawa
dapat dibuktikan berdasarkan arkeologi, hikayat, legenda, serta
berita-berita asing. Islamisasi yang terjadi di daerah pesisir utara
Jawa dari bagian timur-barat lambat laun menghasilkan munculnya
kerajaan Islam, mulai dari kerajaan Demak ke barat Cirebon dan
Banten, dari Demak ke pedalaman muncul kerajaan Pajang dan
Mataram dll.
B. Saran
Setelah beberapa paparan dan kesimpulan yang dijabarkan,
saran yang dapat penulis sampaikan yaitu semoga dengan
mengetahui sejarah perkembangan Islam di Jawa kita dapat
menghormati dan menghargai hasil jerih payah mereka dalam
menegakkan Islam di daerah Jawa walaupun harus berkorban
nyawa dalam memerangi Belanda yang pernah menguasai daerah-
daerah di Kalimantan.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://enzoblogy.blogspot.com/2009/09/-kerajaan-mataram.html
http://haristepanus.wordpress.com/kerajaan-mataram-/
http://ms.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Mataram_Kuno
https://id.wikipedia.org/wiki/Kasunanan_Surakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Mataram
https://id.wikipedia.org/wiki/
Kesultanan_Ngayogyakarta_Hadiningrat
https://id.wikipedia.org/wiki/
Sejarah_Nusantara_pada_era_kerajaan_Islam