Anda di halaman 1dari 17

Kerajaan Mataram Islam

Oleh:
Maula Nur Andriasih
XII IIS 2

Madrasah Aliyah Qomarul Hidayah


Tahun Pelajaran 2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pelajaran SKI dengan judul “Kerajaan Mataram Islam”. Di samping itu, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka
kritik dan saran sangat saya butuhkan guna memperbaiki karya-karya saya di waktu-waktu
mendatang.

Trenggalek,13 Maret 2022

Penulis
Daftar isi

Halaman Judul ............................................................................................... 1


Kata Pengantar ............................................................................................... 2
Daftar Isi ........................................................................................................ 3
Bab I. Pendahuluan ........................................................................................ 4
A. Latar Belakang ................................................................................. 4
B. Tujuan Masalah ................................................................................ 4
Bab II. Pembahasan ...................................................................................... 5
A. Berdirinya Kerajaan Mataram Islam .............................................. 5
B. Letak Kerajaan Mataram Islam ....................................................... 5
C. Sistem Pemerintahan Kerajaan Mataran Islam ............................... 6
D. Kehidupan Ekonomi Mataram Islam ............................................ 7
E. Kehidupan Politik Mataram Islam ................................................. 8
F. Kehidupan Sosial dan Budaya mataram islam .............................. 8
G. Terpecahnya Kerajaan Mataram Islam ......................................... 9
H. Usaha-usaha Mataram Islam dalam perluasan wilayah ............... 10
I. Runtuhnya Mataram Islam ............................................................10
Bab III. Penutup ..........................................................................................15
Kesimpulan ............................................................................................... 15
Daftar Pustaka ........................................................................................... 16
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam terbesar yang ada di tanah air
khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terbesar di Jawa yang hingga kini
masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia,
walaupun dalam wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat pemerintahan
swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran dan Puro
Pakualaman. Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (Tengah) yang lain yang
mendahului, seperti Demak dan Pajang. 

Namun sejak runtuhnya dua kerajaan itu, Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis
dan memiliki banyak kisah dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak Mataram
berkembang dengan diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang. Karena itu informasi
tentang kerajaan mataram islam tidak begitu sulit kita dapat karena himgga saat ini kerajaan tersebut
masih eksis di tanah Jawa walaupun dengan konteks yang berbeda.

B. Tujuan

Karya ini disusun bertujuan untuk mengulas kembali tentang kerajaan Mataram Islam yang ada
di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Juga untuk memberikan gambaran bagaimana keadaan
kehidupan masyarakat Jawa Tengah pada masa kerajaan Mataram Islam, bagaimana kehidupan social,
budaya, maupun politiknya.
Bab I

Pendahuluan

A. Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota
Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan
Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih
mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang masih
keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian membuat sebuah
sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat membunuhnya, akan diberi
hadiah tanah di Pati dan Mataram.

Ki Pemanahan dan Ki Penjawi yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti
sayembara tersebut. Di dalam peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan dan
membunuh Arya Penangsang. Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja
Pajang sendiri. Namun karena Sutawijaya adalah anak angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin
apabila Ki Pemanahan memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai Juru Martani
mengusulkan agar Ki Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah
yang membunuh Arya Penangsang. 

Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah
di Pati. Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-
kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah
Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering
disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak kepada Pajang.
Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan
gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian dari Mataram yang
beribukota di Kotagede. 

Senopati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh dikatakan
terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga,
Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya.
Panembahan Senopati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.
B. Letak Kerajaan Mataram Islam

wilayah kekuasaan kerajaan mataram islam Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat
kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam,
Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-
kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah
kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama,
hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak Islam di jawa.

Dinasti Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang tertulis
pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya Ki Gede Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok (alas=
hutan) yang kemudian menjadi sebuah kota yang semakin ramai dan makmur hingga disebut Kota
Gede (kota besar). Disana lalu di bangun benteng dalam (cepuri) yangmengelilingi kraton dan benteng
luar (baluwarti) yang mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini juga di
lengkapi dengan parit pertahanan yang lebar seperti sungai. Wilayah kekuasaan Mataram mencapai
Jawa Barat (kecuali Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur, Sukadana (Kalimantan Selatan), Nusa
Tenggara. Palembang dan Jambi pun menyatakan vasal kepada Mataram.

C. Sistem Pemerintahan Kerajaan Mataram Islam

Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang


bernama Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12 tahun
(1601-1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman Danalaya di
sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di hutan Krapyak ketika
beliau sedang berburu. Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung
Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa kejayaan.
Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga menaklukkan daerah
pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau juga merupakan penguasa
yang secara besar-besaran memerangi VOC yang pada saat itu sudah menguasai Batavia. Karya Sultan
Agung dalam bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal
pada tahun 1645.
Sultan Agung Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak
mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan
banyak pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukotakerajaan Mataram
dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama dan
bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama
putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC.
Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya
wafat. 
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan
sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada
VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II
dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram
harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataramharus mengganti kerugian akibat perang.
Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh anaknya yang
bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC. Karena pertentangan
tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC mengangkat Paku
Buwono I (Pangeran Puger). 

Pecahlah perang saudara (perang perebutan mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku
Buwana I, namun Amangkurt III menyerah dan dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I
meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya
dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dalam hal ini VOC kembali
turut andil di dalamnya. Sehingga kembali pecah perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan
Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-
1749). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC. Paku Buwana II
memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang
mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan pemberontak China.
Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini
menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China
menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga.

Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda
yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi pemberontakan
yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi untuk menumpas kaum
pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Walaupun
Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya sehingga akhirnya dia berdamai
dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan pemberontakan bersama-sama hingga pecah Perang
Perebutan Mahkota III (1747-1755). Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua
dan akhirnya jatuh sakit dan meninggal pada tahun 1749. 

Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III. Pengangkatan Paku
Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah
mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara
Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu
mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak
Mangkubumi berdamai. Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut
sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataramdibagi
menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar
Hamengku Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan
kepada Paku Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan
raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku
Buwana III.

Raja-Raja Mataram Islam : 1. Panembahan Senopati (1584-1601 M) 2. Mas Jolang atau Seda
Ing Krapyak (1601- 1613 M) 3. Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646
M) 4. Amangkurat I (1646- 1676 M) 5. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703
M) 6. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M) 7. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I
(1703-1719 M) 8. Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M) 9. Paku Buwana II
(1727-1749 M) 10. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC. 11. Sultan
Agung. 

D. Kehidupan Ekonomi Mataram Islam

Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram berkembang sebagai kerajaan agraris
yang menekankan dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan
tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerahdaerah pesisir. Dalam
bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan. Dalam bidang pertanian, Mataram
mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah, yang daerahnya juga subur
dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu, gula, kapas, kelapa dan palawija. Sedangkan
dalam bidang perdagangan, beras merupakan komoditi utama, bahkan menjadi barang ekspor karena
pada abad ke-17 Mataram menjadi pengekspor beras paling besar pada saat itu. Dengan demikian
kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang
besar.

E. Kehidupan Politik Mataram Islam

Pendiri kerajaan Mataram adalahSutawijaya. Ia bergelar Panembahan Senopati, memerintah


tahun (1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah seperti
Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk memperluas dan
memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya yaitu Mas Jolang yang
bergelarSultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613. Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan
apa yang telah dilakukan oleh Panembahan Senopati untuk memperoleh kekuasaan Mataram dengan
menundukkan daerahdaerah yang melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya
selesai, Mas Jolang meninggal tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan Sedo Krapyak. 

Untuk selanjutnya yang menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan
Agung Senopati ing alogo Ngabdurrahman, yang memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung
merupakan raja terbesar dari kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya Mataram mencapai puncaknya,
karena ia seorang raja yang gagah berani, cakap dan bijaksana. Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau
Jawa dikuasainya kecuali Batavia dan Banten. daerahdaerah tersebut dipersatukan oleh Mataram
antara lain melalui ikatan perkawinan antara adipatiadipati dengan putri-putri Mataram, bahkan Sultan
Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon sehingga daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan
Mataram. Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau Jawa, Sultan Agung juga berusaha
mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC
ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan. 

Penyebab kegagalan serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat Mataram
ke Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk berjalan kaki, sehingga bantuan
tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan daerah-daerah yang dipersiapkan untuk mendukung
pasukan sebagai lumbung padi yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC, sebagai akibatnya
pasukan Mataram kekurangan bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung padi maka tersebar
wabah penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan belum sempurna. Hal
inilah yang banyak menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di samping itu juga sistem
persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram. 

F. Kehidupan Sosial dan Budaya Mataram Islam

Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem
feodal. Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk
melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang
mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut
dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat atau
petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan adanya sistem feodalisme tersebut,
menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap tanahtanah yang
dikuasainya. Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama yaitu pengatur
kehidupan keagamaan.

Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias dan patung serta seni sastra
berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam pembuatan gapura, ukiran-ukiran di
istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten)
diperkirakan dibuat pada masa Sultan Agung.Contoh lain hasil perpaduan budaya Hindu-Budha-Islam
adalah penggunaan kalender Jawa, adanya kitab filsafat sastra gending dan kitab undang-undang yang
disebut Surya Alam.
Contoh-contoh tersebut merupakan hasil karya dari Sultan Agung sendiri. Di samping itu juga adanya
upacara Grebeg pada hari-hari besar Islam yang ditandai berupa kenduri Gunungan yang dibuat dari
berbagai makanan maupun hasil bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi sejak zaman
Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.

G. Terpecahnya Kerajaan Mataram Islam

Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu,
ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan").
Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada
masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat
bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum(1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan
Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga
kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. 

Pada masanya, kraton dipindahkan lagi keKartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang
karena kraton yang lama dianggap telah tercemar. Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah
Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana
II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC
mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini
menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga
tertangkap di Batavia lalu dibuang keCeylon. Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa
Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaituKesultanan Ngayogyakarta
danKasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. 

Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti(nama diambil dari lokasi penandatanganan,
di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan
politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwaKesultanan
Yogyakarta danKasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.

H. USAHA-USAHA MATARAM ISLAM DALAM PERLUASAN WILAYAH

Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Wilayah
Mataram bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung
di samping dikenal sebagai raaja juga pemimpin agama. Kehidupan beragama mendapat perhatian dan
pengembangan yang sangat pesat. Sultan Agung dikenal juga sebagai pahlawan nasional karena
perannya dalam mengusir penjajah Belanda. Pengaruh Mataram saampai ke Palembang, Jambi,
Banjarmasin, dan ke timur sampai Gowa Makasar.

Pengaruh ini ditandai adanya hubungan kerja sama dan saling mengirim utusan antara daerah-
daerah tersebut dengan Mataram. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung
meliputi kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Bidang Politik Kemajuan politik
yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang
Belanda di Batavia. Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-
kerajaan Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep,
Sampang, Pasuruhan, kemudian Surabaya. Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islam di
Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan ikatan perkawinan.

Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik dijodohkan dengan putrinya
yaitu Ratu Wandansari. Anti penjajah Belanda Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap
penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama
tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan. Adapun
penyebab kegagalannya, antara lain: Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit
mataram. Mereka harus menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi lemah.

Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang serba
modern. Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin
memperlemah kekuatan. Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut,
sedangkan Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam
menghadapai Belanda tanpa bantuan Portugis. Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan
kerja sama dengan Banten dalam menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing. Sistem
koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata angkatan laut
mengadakan penyerangan lebih awalm sehingga rencana penyerangan Mataram ini diketahui Belanda.
Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui Belanda
sebelumnya.

I. Runtuhnya Mataram Islam

Sultan Agung tidak mempunyai pengganti yang mumpuni sepeninggalnya. Putra mahkota sangat
bertolak belakang sifat dan kepribadiannya dengan sang ayah. Kegemarannya pada kehidupan
keduniawian telah mendorongnya ke jurang kehancuran kerajaan. Maka dimulailah pemerintahannya
sebagai raja Mataram bergelar Sunan Amangkurat I (1646-1677). Raja ini mempunyai kebiasaan yang
berbeda dengan para pendahulunya. Gaya pemerintahannya cenderung lalim, tidak suka bergaul
(terasing) dan terlalu curiga dengan semua orang. Para pejabat di zaman pemerintahan ayahnya
dihabisi dengan bengis, entah dengan hukuman cekik sampai mati untuk perkara-perkara yang sudah
diatur (jebakan) atau dengan cara dikorbankan menjadi memimpin armada perang ke luar Mataram.

Hubungan antar kerabat pun tidak berjalan baik. Bahkan dengan putra mahkotanya, Sunan
Amangkurat I terlibat bersaing dalam urusan wanita pilihan sebagai istri. Kejadian ini memunculkan
tragedi berupa tewasnya mertua dan saudara-saudara raja. Karena putra mahkota didukung oleh
kakeknya, P. Pekik (mertua Amangkurat I) untuk menikahi seorang gadis cantik bernama Rara Oyi,
putri Ngabehi Mangunjaya dari tepi Kali Mas Surabaya. P. Pekik berasal dari Surabaya terlibat
membantu putra mahkota yang merupakan saingan sang raja dalam perebutan putri tersebut.
Kebengisan sunan dapat dilacak dari catatan pejabat Belanda maupun dalam babad Jawa.Banyak
kejadian tidak masuk akal pada pemerintahannya. Pernah sang raja mengatur pembunuhan untuk
adiknya, P. Alit. Karena sang adik dihasut para pangeran di kerajaan untuk menuntut tahta. Bahkan
raja pernah melakukan genocide terhadap lima ribu ulama. Sifat bengis sunan ini telah menimbulkan
sikap anti pati dan ketakutan rakyatnya. Oleh sebab itu ketika terjadi serbuan dari kelompok P.
Trunajaya dari Madura, raja tidak mampu menangkisnya. Karena rakyat bersatu padu menyerang
istana. Sunan Amangkurat I menyingkir hingga meninggal karena sakit dalam pelariannya di
Wanayasa, Banyumas utara.
Konon pula, untuk mempercepat kematiannya, putra mahkota yang kelak menjadi Amangkurat
II memberi sebutir pil racun pada sang ayah. Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi, dekat dengan
gurunya yaitu Tumenggung Danupaya. Bagaimanapun buruknya Amangkurat I, beliau tetap
mempunyai karya besar. Dalam bidang arsitektur, sunan membuat istana baru di Plered (selatan Kuta
Gede) dengan konsep pulau ditengah laut. Pembangunan istana Mataram tersebut dilandasi oleh
sifatnya yang tidak mau kalah dengan keberhasilan sang ayah. Untuk pekerjaan ini, sunan
mengerahkan para penduduk hingga luar ibu kota agar membuat batu bata sebagai tembok kraton dan
membendung sungai Opak menjadi danau besar. Utusan VOC, Rijklof van Goens mencatat bahwa ia
sangat takjub dengan kraton Plered yang seolah-olah mengapung di lautan. Untuk mencapai alun-alun
sebelum ke istana, orang harus melewati jembatan batang yang dibangun permanen.

Wafatnya Amangkurat I, membuat Putra mahkota mempunyai modal besar menggantikan tahta
Mataram. Dengan bekal pusaka-pusaka kerajaan, beliau berusaha mengusir gerakan Trunajaya dengan
meminta dukungan VOC. Putra mahkota naik tahta bergelar Sunan Amangkurat II (1677-1703). Ibu
kota Mataram dipindah, bergerak ke timur di Kartasura. Karena P. Puger (adik Amangkurat II) tetap
berdiam di istana Plered, setelah Amangkurat I wafat. Beliau berpendapat bahwa dirinya yang berhak
atas tahta Mataram. Karena dirinya yang mendapat wahyu dari sang ayah (Amangkurat I) bukan putra
mahkota (Amangkurat II). Kejadian tersebut ketika P. Puger menunggui ajal sang ayah. Namun
akhirnya P. Puger mengakui kekuasaan Amangkurat II di Kartasura tahun 1680. setelah terjadi
pertikaian alot. Meskipun pada masa-masa sesudahnya, P. Puger tetap membara semangatnya untuk
mencapai tahta Mataram.

Kelak akhirnya sang pangeran bertahta sebagai Sunan Paku Buwana I. Pemerintahan
Amangkurat II (1677-1703) di Kartasura dibangun dengan dukungan penuh VOC. Oleh karena itu,
dirinya terikat dengan segala macam permintaan VOC. Di sisi lain, sang raja sangat melindungi para
pejuang dalam melakukan perlawanan terhadap VOC, diantaranya adalah Untung Suropati. Ia
merupakan mantan perwira VOC yang akhirnya memusuhi resimennya karena tindakannya yang
sewenang-wenang. Ketika VOC meminta sang raja untuk menyambut Kapten Tack di Kartasura,
muncullah ambivalensinya. Meskipun Kapten Tack ini sangat berjasa dengan berhasil membunuh P.
Trunajaya di Kediri, namun karena sifatnya yang arogan di mata sang raja, maka Amangkurat II
sangat membenci Kapten Tack. Apalagi kedatangannya ke kraton Mataram adalah untuk mengusir
gerakan Untung Suropati.

Untuk menutupi sikap ambivalensinya, Amangkurat II menyambut baik kedatangan Kapten Tack
di depan istana Kartasura. Namun, beliau telah mengatur siasat dengan pasukan Suropati untuk
menyamar sebagai prajurit Mataram. Tiba-tiba terjadi huru hara di saat Kapten Tack datang di istana
yang menyebabkan dirinya terbunuh (Feb 1686). Sayang, tindakan sunan tersebut diketahui oleh sang
adik, P. Puger. Kelak beliau menunjukkan bukti-bukti kuat kepada VOC soal keterlibatan sang raja
dalam peristiwa itu. Inilah senjata ampuh P. Puger dalam mendongkel tahta keturunan Sunan
Amangkurat II.
Dalam kehidupan seni budaya, dukungan kuat VOC telah mempengaruhi Amangkurat II untuk
menerapkan etiket Eropa di dalam istana. Tata cara adat sembah untuk menghormat raja mulai diubah
tidak dengan cara duduk bersila, melainkan dengan berdiri tegak lurus tangan dan kaki, topi diletakkan
di lengan. Ini berlaku bagi orang-orang Eropa. Bahkan mereka diperkenankan duduk di bangku, bukan
duduk bersila di lantai seperti layaknya pada pejabat Mataram. Inilah revolusi sosial yang mulai
berlaku di istana Mataram. Ketika Amangkurat II wafat, tahta Mataram masih diteruskan oleh putra
mahkota bergelar Amangkurat III (1703-1708). Raja ini juga menggalang persahabatan dengan
Untung Suropati, seperti ayahnya. Sementara itu, di istana terjadi konflik lama. Sang paman, P. Puger
tetap ngotot menginginkan tahta. Dengan bukti-bukti kuat keterlibatan Amangkurat II dan III soal
wafatnya Kapten Tack, maka P. Puger dinaikkan tahta sebagai raja Mataram oleh VOC, bergelar
Sunan Paku Buwana I (1704-1719). Beliau bertahta di Semarang. Amangkurat III diserang oleh VOC
dan Sunan PB I. Beliau melarikan diri ke Jawa Timur, akhirnya dapat ditawan VOC (1708) kemudian
diasingkan ke Sri Lanka. Sunan PB I kemudian bertahta di Kartasura. Masa-masa pemerintahannya
dibayar mahal dengan menyerahkan daerahdaerah pesisir kepada VOC.

Suatu kesalahan besar. Karena sumber pendapatan Mataram berkurang drastis. Ianilah yang
memancing konflik intern berkepanjangan. Kondisi kerajaan tidak pernah stabil. Para pangeran merasa
bahwa pengaruh dan kebijakan VOC sangat menancap di Mataram. Terjadi beberapa pemberontakan
yang dilakukan para pembesar kerajaan yang tidak puas dengan kondisi pemerintahan. Keadaan ini
berlangsung terus bahkan hingga wafatnya Sunan PB I dan digantikan sang putra dengan gelar Sunan
Amangkurat IV (1719-1726). Catatan Belanda menunjukkan bahwa Amangkurat IV seperti seorang
raja yang telah ditinggalkan rakyatnya. Kerajaan sangat rapuh, potensi perpecahan dan konflik intern
merebak. Bahkan hingga wafatnya, sang raja pengganti (Sunan PB II) mewarisi kerapuhan tersebut.
Sunan PB II (1726-1749) memegang tampuk pemerintahan dalam usia muda belia, 16 tahun. Hal
itulah yang membuat sang bunda, Ratu Amangkurat IV yang mendukung VOC melakukan intervensi
pada pemerintahannya. Sementara itu patihnya, Danurejo sangat anti VOC. Sebagaimana sang ayah
yang mewarisi kondisi kerajaan tidak solid, Sunan PB II pun dirongrong oleh hutang-hutang yang
harus dibayarkan kepada VOC. Bahkan kerajaan mengalami perang besar, yaitu pemberontakan
orang-orang Cina yang semula terjadi di Batavia (1740) kemudian merembet hingga Kartasura.

Perang yang dikenal sebagai Geger Pacina ini telah membuat sunan bersama gubernur pesisir
van Hohendorff harus melarikan diri ke Jawa Timur karena istana Mataram diduduki kaum
pemberontak. Beruntung, VOC dapat menyusun kekuatan dan berhasil menduduki kembali Kartasura
tahun 1742. Namun kondisi istana yang sudah poranda tidak layak sebagai ibukota kerajaan dan
paham Jawa mengatakan bahwa istana yang sudah diduduki musuh, tidak lagi suci sebagai ibukota.
Dengan dukungan VOC, Sunan PB II membangun istana baru. Desa Sala atau kemudian dikenal
dengan Surakarta Hadiningrat terpilih dari 3 alternatif yang diajukan dan sunan mulai mendiaminya
pada 1745(1746). Arsitek pembangunan kraton adalah adik sunan, P. Mangkubumi (kelak bergelar
Sultan HB I). Harga mahal yang harus dibayar raja kepada VOC karena berhasil memadamkan perang
pacina adalah kesepakatan bahwa VOC memperoleh daerah pesisir, yaitu Madura, Sumenep dan
Pamekasan. Selain itu, VOC lah yang menentukan pejabat patih Mataram serta penguasa pesisir.
Akibat jatuhnya pesisir ke tangan VOC, para pejabat Mataram geram. Bermunculan para
pemberontak yang merongrong istana Surakarta Hadiningrat. Diantaranya yang terkenal adalah
pasukan Raden Mas Said (1746), keponakan raja. Untuk memadamkan pemberontakan itu, sunan
mengadakan sayembara berupa pemberian tanah Sokawati bagi yang berhasil memadamkannya. Maka
tampillah adik raja, P. Mangkubumi. Dengan kemampuannya mengatur strategi perang dan
penguasaan medan yang jitu, akhirnya gerakan Mas Said dapat ditumpas. Namun sunan mengampuni
keponakannya itu. Masalah timbul, ketika dalam pertemuan agung kerajaan, langkah sunan hendak
menyerahkan hadiah tanah Sokawati kepada P. Mangkubumi dihalangi oleh patihnya, Pringgalaya dan
gubernur van Imhoff. Menurut gubernur VOC tersebut, Mangkubumi tidak layak mendapat hadiah
4000 cacah. Seakan-akan hendak menandingi kekuasaan raja. P. Mangkubumi kecewa, dipermalukan
dihadapan umum oleh van Imhoff. Maka 19 Mei 1746, beliau berontak pada VOC , keluar dari
Surakarta, lalu mendiami Sokawati dengan kekuatan 2500 kavaleri (pasukan berkuda) serta 13000
anak buah dan punggawa yang mendukungnya. Beliau melancarkan serangan kepada VOC di
Grobogan, Juana, Demak, Jipang (Bojonegoro). Pasukannya bertambah kuat dengan bergabungnya
RM. Said, sang keponakan yang sempat ditundukkannya. Persatuan paman dan keponakan ini bahkan
hampir menguasai istana Surakarta (1748). Kondisi kerajaan yang tidak stabil membuat Sunan PB II
jatuh sakit. Seakan sudah pasrah dengan kerajaannya yang tidak solid, beliau menyerahkan Mataram
kepada gubernur Baron von Hohendorff (11 Desember 1749). Inilah kesalahan terbesar yang
dilakukan raja.

Keputusan tersebut menyulut P. Mangkubumi untuk bergerak, agar dapat menarik kembali
kerajaan tetap dalam pangkuan dinasti Mataram. Beliau mengangkat dirinya sebagai Sunan
Pakubuwana di desa Bering, Yogyakarta (12 des 1749). Tindakan ini sebagai langkah mendahului
keponakannya (putra mahkota PB II yang baru 16 tahun), yang akan dinaikkan tahta oleh VOC
sebagai Sunan PB III. Inilah babak baru periode kerajaan Mataram terbagi dua. P. Mangkubumi
sebagai raja didampingi RM. Said sebagai patihnya. Kedua tokoh ini merupakan dwi tunggal kekuatan
yang sulit ditembus VOC maupun Surakarta Hadiningrat dibawah PB III. Sayang persekutuan sultan
dan patihnya yang juga merupakan menantu, akhirnya pecah di tahun 1753 akibat benturan konflik
pribadi soal tahta Mataram yang masih dipegang Sunan PB III. VOC yang sudah lelah dengan
panjangnya peperangan, mulai menempuh jalur perundingan. Bahkan RM. Said pernah menulis surat
ke VOC bersedia berunding dengan syarat diangkat sebagai sunan. Rupanya VOC tidak
mengindahkannya, namun melirik pada P. Mangkubumi. VOC mendekatinya bahkan mengganti
pejabatnya yang tidak disukai P. Mangkubumi dalam upaya perundingan, yaitu van Hohendorff. VOC
menggantikannya dengan Nicolaas Hartingh. Seorang Belanda yang sangat mengerti tata krama Jawa,
pribadi yang lebih disukai P. Mangkubumi. Dalam hal ini Hohendorff sadar diri, ia tidak akan bisa
kontak dengan Mangkubumi dan hal tersebut sangat merugikan VOC. Selain itu, citranya sudah buruk
di Surakarta. Oleh karena itu pengunduran diri Hohendorff merupakan langkah maju bagi VOC guna
membuka perundingan dengan P. Mangkubumi. Kesepakatan tercapai melalui Perjanjian Giyanti (13
Februari 1755). Menyatakan Mataram dibagi dua. Sunan PB III tetap bertahta di Surakarta
Hadiningrat dengan kekuasaan meliputi : Ponorogo, Kediri, Banyumas. P. Mangkubumi bertahta di
desa Bering yang lebih dikenal dengan
Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan wilayah meliputi Grobogan, Kertasana, Jipang, Japan, Madiun. 

Bab III

Penutup

Kesimpulan

Mataram merupakan sebuah kerajaan Islam yang letaknya berada di pedalaman. Mataram pada
mulanya merupakan sebuah hutan di wilayah kerajaan Pajang. Mataram diberikan kepada Ki Ageng
Pemanahan atas jasanya dalam pembunuhan Sunan Prawoto. Oleh Ki Ageng Pemanahan, mataram
dibangun menjadi sebuah Kadipaten. Oleh Sutawijaya, Mataram dibangun menjadi sebuah kerajaan
yang besar. Menggantikan kerajaan Pajang yang berhasil dikalahkan. Sutawijaya bergelarpenembahan
Senopati ing Alaga. Senopati berhasil meluaskan wilayah Mataram hingga hampir seluruh Jawa.
Sultan Agung mempersiapkan pasukan, persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan
mental. Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil
menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai
seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan
selama dua kali untuk mengempung Batavia mengalami kegagalan. Mataram runtuh akibat adanya
pengaruh VOC sejak zaman pemerintahan Amangkurat 1. Serta adanya dualisme kepemimpinan
dalam Mataram sejak diangkatnya Pakubuana 1. Sehingga Mataram memiliki dua raja. Oleh karena
itu, pada perjanjian Giyanti, Mataram dibagi menjadi dua wilayah yaitu Kesultanan Ngayogyakarta
dan Kasunan Surakarta. Berdasarkan perjanjian Giyantiwilayah Mataram terbagi menjadi dua, wilayah
disebelah timur kali Opak dikuasai oleh pewaris tahta Mataram yaitu Sunan Pakubuwana III dan tetap
berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah disebelah barat diserahkan kepada Pangeran
Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwono I yang berkedudukan di
Yogyakarta

Daftar Pustaka

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_mataram
http://vracarsa.blogspot.co.id/2016/06/sejarah-kerajaan-mataram- kerajaan-mataram.html?m=1 
http://viliakartika.blogspot.co.id/2014/04/makalah-kerajaan-mataram- .html 
http://rifdakamila05.blogspot.co.id/2015/04/kerajaan-mataram-tallo- lengkap.html 
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/12/15-peninggalan-kerajaan- mataram-kuno.html 

Anda mungkin juga menyukai