Di Susun oleh :
Argyatama Rizqika M
Kelas: X MIPA 2
Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang “Kerajaan Majapahit tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada:
Bapak Asep Muhammad Sukarman S.pd selaku guru Sejarah Indonesia SMA
Muhammadiyah 4 Depok.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
khususnya Ibu saya sekaligus pembimbing sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua itu, saya meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah Kerajaan Majapahit ini dapat memberikan
wawasan, manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................4
1.3. Manfaat............................................................................................................................4
BAB 2.........................................................................................................................................5
SEJARAH.................................................................................................................................5
2.1 Berdirinya Majapahit........................................................................................................5
2.2 Puncak Kejayaan Majapahit.............................................................................................6
2.2.1 Hayam Wuruk dan Gajah Mada................................................................................6
2.2.2 Peristiwa pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada........................7
2.2.3 Model Kepemimpinan Dwitunggal...........................................................................8
2.2.4 Nilai Nilai karakter dalam Kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada..........9
2.2.5 Kondisi Sosial pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada.............10
2.3 Runtuhnya Majapahit.....................................................................................................10
BAB 3.......................................................................................................................................12
KESIMPULAN.......................................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah menambah pengetahuan
tentang kerajaan Majapahit dan dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi.
BAB 2
SEJARAH
Majapahit berdiri di Abad ke 13, tepatnya pada tahun 1293 M. Pendirinya Raden
Wijaya adalah seorang menantu dari Kertanegara raja Singasari terakhir. Bermula dari
permohonan Raden Jayawijaya kepada Jayakatwang untuk membuka hutan di daerah Tarik.
Jayakatwang merupakan raja Kerajaan Gelanggelang. Ia adalah sosok yang berpengaruh
terhadap keruntuhan Kerajaan Singasari. Kertanegara, pemimpin Singasari yang juga mertua
Raden Jayawijaya, gugur akibat serbuan tentara Gelanggelang yang dikirim Jayakatwang.
Istana Singasari pun telah diduduki. Hal tersebut membuat Raden Wijaya bersama istrinya
dan sejumlah pasukan yang tersisa, meninggalkan Singasari untuk menuju Madura. Mereka
hendak menemui Adipati Wiraraja.
Mengutip buku “Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit”, karya
Prof. Dr. Slamet Muljana (2005), Wirajaya menyarankan Raden Wijaya agar menyerahkan
diri kepada Jayakatwang. Wirajaya jugalah yang mengusulkan kepada Raden Wijaya untuk
membuka hutan di daerah Tarik. Raden Wijaya menuruti perkataan Wirajaya. Ketika
mengabdi kepada Jayakatwang, Raden Wijaya mengusulkan untuk membuka hutan Tarik
sebagai tempat berburu Raja Jayakatwang. Hutan itu pun diubah menjadi hunian sekaligus
tempat untuk membanguan kekuatan. Tempat tersebut kemudian dinamakan Majapahit atau
Wilwatikta.
Majapahit berasal dari kata buah maja, (wilwa) yang rasanya pahit (tikta) Raden
Wijaya dan Wirajaya akhirnya mampu membangun kekuatan untuk menyerbu Jayakatwang.
Apalagi, kala itu, mereka mendengar kabar kedatangan tentara Tartar dari Mongol. Pasukan
tersebut sebenarnya hendak menyerbu Raja Kertanegara yang telah dibunuh oleh tentara
Jayakatwang. Oleh Raden Wijaya dan Wirajaya, pasukan Tartar diajak bekerja sama.
Gabungan pasukan itu akhirnya berhasil menjatuhkan Jayakatwang. Kerajaan Gelanggelang
pun runtuh.Raden Wijaya lantas mengambil alih kekuasan dan memimpin wilayah Jawa dari
Majapahit. Raden Wijaya dinobatkan menjadi Raja Majapahit pada 10 November 1293
(Djafar, 2009).
Pada saat pemerintahan Raden Wijaya berakhir, tahta Majapahit jatuh ke tangan
putranya, Jayanagara atau yang memiliki nama kecil Raden Kala Gemet. Kala Gemet naik
tahta dengan gelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandy Dewa Adhiswara pada
tahun 1294. Pada masa pemerintahannya muncul banyak pemberontakan, diantaranya
pemberontakan Ranggalawe, pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Juru Demung,
pemberontakan Gajah Biru, pemberontakan Mandan, pemberontakan Wagal, pemberontakan
Lasem, pemberontakan Semi, pemberontakan Semi, dan pemberontakan Kuti. Menururt
Kitab Pararton, pemberontakan terjadi akibat fitnah dan adu domba Mahapati, sementara
sumber yang lain menyebutkan bahwa pemberontakan terjadi karena ketidakpuasan beberapa
orang dengan penobatan Jayanegara, contohnya pemberontaka Nambi. Pada tahun 1250 Saka
atau 1328 M, Jayanagara wafat dibunuh oleh Tanca (tabib kerajaan).
Hayam Wuruk adalah putra dari Bhre Tumapel dan Tribhuwanatunggadewi dengan
nama kecil Raden Tetep. Dalam Kitab Negarakertagama pupuh 1 diuraikan tentang kelahiran
Hayam Wuruk dimana ia lahir pada tahun Saka 1256 (1334 M) di saat terjadinya gempa bumi
dan gunung Kampud meletus. Pada hari kelahirannya pula diikrarkan Sumpah Amukti Palapa
oleh Gajah Mada (Achmad, 2019:108). Hayam Wuruk adalah seorang raja yang memiliki
jiwa seni di dalam dirinya. Ia suka menari dengan memainkan peran wanita sebagai Pager
Antimun, menjadi dalang bergelar Tirtaraju, dan menjadi pelawak dalam pertunjukkan
wayang dengan memainkan peran Gagak Ketawang (Purwadi, 2007:107). Penobatan Hayam
Wuruk menjadi raja dilakukan pada saat ia masih berusia tujuh belas tahun yang
menggantikan ibunya, Tribhuwana Tunggadewi (adik tiri Jayanegara) karena turun tahta dan
bergabung dalam Saptaprabhu pada tahun 1351
Dalam Kitab Pararaton disebutkan bahwa Gajah Mada adalah anak dari Gajah Pagon.
Gajah Pagon ialah seorang pengikut Raden Wijaya yang terluka saat serangan pasukan
Jayakatwang yang ditinggal di Desa Pandakan. Gajah Pagon menikah dengan putri kepala
desa bernama Macan Kuping. Dari hasil pernikahan Gajah Pagon dan Macan Kuping lahirlah
anak laki-laki yang diberi nama Gajah Mada (Sri Wintala Achmad, 2019:220).
2.2.2 Peristiwa pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada
a. Sumpah Palapa
Banyak sumber yang mengatakan bahwa Sumpah Palapa Gajah Mada terinspirasi dari
Ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara (Muljana, 2005). Gajah Mada mengangkat sumpah
pada pertemuan yang dihadiri lengkap para pejabat Majapahit bertempat di balairung keraton.
Ia berdiri sambil memegang gadha, lalu bersumpah: “Lamun huwus kalah Nusantara isn
amukti palapa, lamun kalah ring Gurun,ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru. ring Pahang,
Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”. Atinya, “Jika
telah berhasil menundukkan Nusantara, saya baru akan beristirahat. Jika Gurun, Seran,
Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik telah tunduk, saya
baru akan beristirahat”. Menurut sumpah tersebut, ada sepuluh wilayah yang ingin dikuasai
Gajah Mada, yaitu Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, dan Tumasik (Talango, 2012 dalam Dewi, 2020).
b. Perang Bubad
Menurut kitab Pararaton, Hayam Wuruk pada saat berusia 23 tahun berniat mencari wanita
untuk dijadikannya sebagai permaisuri. Hayam Wuruk mengirim juru gambar ke kerajaan-
kerajaan tetangga untuk melukis wajah putri-putri mereka dan mengirimkannya ke
Majapahit. Dari lukisan yang diterimanya, Hayam Wuruk tertarik pada Dyah Pitaloka,
seorang putri dari kerajaan Sunda. Melalui Tuan Anepaken, Hayam Wuruk melamar Dyah
Pitaloka. Keiginan Hayam Wuruk ini tidak disetujui oleh Gajah Mada. Gajah Mada tidak
menyetujuinya karena jika Dyah Pitaloka menjadi permaisuri Hayam Wuruk, maka
seharusnya Dyah Pitaloka diserahkan kepada Majapahit sebagai wujud Kerajaan Sunda
takluk pada Majapahit. Namun menurut ibu Hayam Wuruk, Tribuwanatunggadewi, Sunda
adalah kerabat sendiri jadi tidak harus ditaklukkan sehingga Hayam Wuruk melamar Dyah
Pitaloka. Setelah lamaran Hayam Wuruk diterima oleh Sunda, Hayam Wuruk kemudian
mengutus Madhu untuk datang ke Sunda guna membicarakan tempat dan waktu
pernikahannya. Setelah berunding dengan keluarga kerajaan Sunda, disetujui bahwa
pernikahan dilakukan di kerajaan Majapaahit. Pada saat waktu pernikahan raja Sunda,
Maharaja Linggabuana beserta rombongan datang dari Galuh ke Trowulan, Majapahit.
Namun saat rombongan raja sampai di Bubat, utusan Gajah Mada datang dan menyampaikan
maksud bahwa Hayam Wuruk menikahi Dyah Pitaloka adalah sebagai tanda takluk Sunda
kepada Majapahit. utusan tersebut mengakibatkan rombongan Sunda merasa tidak dihargai.
Rombongan raja Sunda mendesak agar Raja Hayam Wuruk menerima Dyah Pitaloka sebagai
permaisuri. Sebelum Hayam Wuruk memberikan keputusan tentang hal ini, Gajah Mada telah
menggerakkan pasukan Bayangkarinya agar raja 21 Sunda mengakui superioritas Majapahit.
Perbedaan pendapat kedua belah pihak ini mengakibatkan terjadinya perang di lapangan
Bubat. Rombongan raja Sunda gugur termasuk Maharaja Linggabuana dan pejabat kerajaan.
Untuk membela kehormatan mereka, istri para pejabat dan wanita-wanita kerajaan Sunda
melakukan bela pati. Bela pati adalah tindakan bunuh diri yang dilakukan untuk membela
kematian orang lain. Untuk menghormati mereka, Hayam Wuruk menyelenggarakan upacara
besar sebagai penghormatan atas orangorang Sunda yang gugur di Bubat. Karena hal itulah
hubungan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada Menjadi renggang
2.2.4 Nilai Nilai karakter dalam Kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada
Hayam Wuruk dan Gajah Mada terdapat banyak nilai karakter yang dapat diteladan
generasi masa kini. Beberapa nilai tersebut antara lain nilai nasionalis, nilai religius, nilai
bertanggung jawab, nilai disiplin, nilai kerja keras, nilai percaya diri, nilai menghargai
keberagaman, dan nilai demokratis. Nilai nasionalis dari kepemimpinan Hayam Wuruk dan
Gajah Mada dapat dilihat dari pengikraran Sumpah Palapa oleh Gajah Mada. Sumpah Palapa
yang sering juga disebut sebagai Gagasan Nusantara II atau kelanjutan dari program politik
Kertanegara merupakan program penyatuan kembali daerah-daerah bekas kekuasaan
Singasari dan daerah lainnya yang lebih luas. Di sini Gajah Mada menyadari bahwa
Nusantara adalah satu wilayah, satu perasaan, dan satu kebanggaan (Purwadi, 2007:264).
Sejak saat itu, konsep Nusantara semakin dikenal luas hingga terciptanya Nusantara yang
seperti saat ini. Selain nilai nasionalis, dalam pengikraran Sumpah Palapa terdapat pula nilai
percaya diri. Di tengah-tengah upacara penobatannya sebagai Patih Amangkubumi, Gajah
Mada dengan percaya diri mengikrarkan sumpah setianya yakni Sumpah Palapa. Sumpah
tersebut ia ikrarkan di depan para pejabat kerajaan.
2.2.5 Kondisi Sosial pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada
Hubungan antara pusat Kerajaan Majapahit dengan daerah yang meliputi aspek
ekonomi dan bisnis. Secara ekonomis wilayah pengaruh Majapahit dipersatukan dalam
rangka kepentingan-kepentingan perdagangan, bukan dalam arti pertuanan atau kekuasaan.
Daerah-daerah kekuasaan Majapahit memberikan dukungan ekonomi kepada istana yang
ditukar dengan penjagaan keamanan di jalurjalur perdagangan. Pemerintah pusat memandang
perlu memberikan perlindungan kepada daerah-daerahnya dengan menempatkan pasukan
khusus untuk menjaga segala tindak kejahatan yang terjadi pada wilyahnya. Hal ini untuk
memonitor segala aktivitas daerah seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan yang
melibatkan daerah-daerah di Nusantara dengan sejumlah pelabuhan di Asia Tenggara, India,
dan Pantai Laut Tengah (Pinuluh, 2010). Puncak kejayaan Kerajaan Majapahit ditandai
dengan terwujudnya gagasan penyatuan wilayah-wilayah Nusantara. Suatu gagasan yang
pernah direalisasikan oleh Kertanegara (Raja Singasari terakhir) dan Tribuana
Wijayatunggadewi (raja ke tiga Majapahit).
Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh beberapa faktor, ada faktor utama
yang membuat Majapahit runtuh yakni disintegrasi. Perebutan kekuasaan antar keluarga
keluarga raja Majapahit demi kepentingan Sendiri sendiri,menyebabkan lemahnya kerajaan
Dalam bukunya, "Hikayat Majapahit; Kebangkitan dan Keruntuhan Kerajaan Terbesar di
Nusantara”, Nino Oktorino menjelaskan bahwa keruntuhan Kerajaan Majapahit disebabkan
adanya Perang Paregreg. Perang Paregreg melibatkan dua kerabat kerajaan, yaitu kerajaan
Bhre Wirabhumi dan kerajaan Wikramawardhana.
Selain itu, berkembangnya kerajaan islam di Nusantara termasuk salah satu faktornya.
(H.J De Graaf) menjelaskan bahwa Kertabhumi atau Brawijaya V (raja terakhir Majapahit)
setelah kalah perang dengan Girindrawardhana, dan Girindrawardhana telah ditaklukkan oleh
Demak dibawa oleh Raden Patah setelah perlawanan Majapahit ke Demak, dan diperlakukan
sangat hormat oleh Raden Patah, karena Prabu Kertabhumi sendiri adalah ayah kandung
Raden Patah. Majapahit tidak dibumi hanguskan karena itu diduduki kembali oleh orang-
orang Jawa non-Islam. Pendapat H.J. de Graaf agaknya yang lebih masuk logika akal sehat
dalam perspektif kekuasaan Jawa. Karena runtuhnya Majapahit secara otomatis menimbulkan
konversi kekuasaan dari Majapahit yang becorak Hindu-Budha menuju Demak yang bercorak
Islam. Seketika runtuhnya Majapahit seketika itu-pula kekuasaan di tanah Jawa yang menjadi
super-ordinat (penguasa) hanyalah ada satu kerajaan, yaitu Demak. Jika ada kerajaan-
kerajaan lain masih berdiri itu berarti berada dalam garis kekuasaan Demak. Singkatnya, H.J.
de Graaf ingin menyampaikan bahwa Majapahit runtuh adalah karena serangan
Girindrawardhana. Namun pada akhirnya, Girindrawardhana telah ditaklukan oleh Demak.
BAB 3
KESIMPULAN
1 Kerajaan Majapahit Berdiri pada tahun 1293 dengan raja pertama Raden Wijaya dan
mengalami keruntuhan pada tahun 1478 M karena serangan dri Kerajaan Demak.
2 Wilayah Wilayah Nusantara yang dikuasai oleh Kerajaan Majapahit antara lain Gurun
(Lombok), Seran (kepala burung di Papua), Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatera
Utara), Pahang (Semenanjung Melayu), Dompo (Sumbawa, dekat Bima), Sunda (Jawa
Barat), Bali, Palembang (Sumatera Selatan), dan Tumasik (Singapura).
3 Majapahit mengalami masa kejayaan saat dipimpin oleh raja Hayam Wuruk dengan
bantuan patih Gajah Mada.
DAFTAR PUSTAKA
Ayu Ma’as. 20 nama nama Kerajaan si Nusantara beserta Raja yang bertahta. 2022.
https://kids.grid.id/read/473505766/20-nama-nama-kerajaan-di-nusantara-beserta-raja-yang-
bertahta?page=all diakses pada 4 Mei 2023 pukul 10.32.
Afif, Khoirul.M. Kekuasaan Majapahit Menyebar Hingga Asia Tenggara Bahkan Disebut
Pernah Taklukkan Wilayah Filipina, Ternyata Begini Cara Majapahit Hancurkan Kerajaan
Filipina Kuno Menurut Nagarakertagama. 2022.
https://intisari.grid.id/read/033080031/kekuasaan-majapahit-menyebar-hingga-asia-tenggara-
bahkan-disebut-pernah-taklukkan-wilayah-filipina-ternyata-begini-cara-majapahit-
hancurkan-kerajaan-filipina-ku?page=all , diakses pada 4 Mei 2023 pukul 10.40.
Unknown,Saujana Trowulan. https://bppiindonesianheritagetrust.org/direktori_view.php?
p=7#:~:text=Selain%20itu%20bukti%20keberadaan%20Kerajaan,Prasasti%20Waringin
%20Pitu%20 diakses pada 4 Mei 2023 pukul 10.47.
Djafar, Hasan. Masa akhir Majapahit : Girindrawardhana dan masalahnya. Cet. 4., ed.rev.
Jakarta : Komunitas Bambu, 2009.
Haryono, Timbul. Kerajaan Majapahit: Masa Sri Rajasanagara sampai Girindrawarddhana.
Humaniora 5 (1997).
Muljana, Slamet. Menuju Puncak Kemegahan; Sejarah Kerajaan Majapahit. LKIS
PELANGI AKSARA, 2005.
Achmad, Sri Wintala. Hitam putih Majapahit : dari kejayaan hingga keruntuhan.
Yogyakarta : Araska, 2019
Wahyudi, Deny Yudo. Kerajaan Majapahit: dinamika dalam sejarah Nusantara, Jurnal
Sejarah dan Budaya 7.1 (2015): 88-95.
Purwadi. Sejarah Raja-raja Jawa. Yogyakarta: Media Abadi. 2007.
Dewi, K.K. Kepemimpinan Dwitunggal Kerajaan Majapahit. 2020.
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/20783/4/T1_152016008_BAB%20IV.pdf
diakses pada 3 Mei 2023 pk. 14.32.
Susilo, Agus, and Andriana Sofiarini. Gajah Mada Sang Maha Patih Pemersatu Nusantara
di Bawah Majapahit Tahun 1336 M-1359 M. Kaganga: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset
Sosial Humaniora 1.1 (2018): 62-71.
Nugroho, Irawan Djoko. Majapahit : peradaban maritim ketika nusantara menjadi
pengendali pelabuhan dunia. Jakarta : Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, 2011.
Pinuluh, Esa Damar. Pesona Majapahit. Jogjakarta Buku Biru , 2010.
Muljana, Slamet. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di
Nusantara. LKiS Pelangi Aksara, 2005.