Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH KERAJAAN MAJAPAHIT

DAN KERAJAAN BALI

Disusun Oleh :

Rizki Ramadhan

Bintang Ricardo

Fandy Rahmatullah

Azizullah Yousufi

Zarif Haidari

KELAS X IPS 1

SMA NEGERI 14 PEKANBARU

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.Harapan kami semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman, juga
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
untuk kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini dengan
lebih baik.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha
kita. Amin.

Pekanbaru, 27 Oktober 2022


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................


KATA PENGANTAR ...................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................


1.1 Latar Belakang.......................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan..................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................
2.1. Sejarah Kerajaan Majapahit Dan Bali....................................................
2.2. Kehidupan Sosial Dan Ekonomi Kerajaan Majapahit Dan Bali............
2.3. Yang Bertanggung Jawab Atas Banjir Di Ibukota.................................
2.4. Cara Mengatasi Banjir Di Ibukota..........................................................

BAB 3 PENANGANAN SERTA PENCEGAHAN BANJIR.......................

BAB 3 PENUTUP..........................................................................................
3.1. Kesimpulan.............................................................................................
3.2. Saran.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia


yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1550 M. Kerajaan ini mencapai
puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di
Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun
1350  hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang
menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam
sejarah Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung, Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah
kekuasaannya masih diperdebatkan.

Bali adalah tempat berkembangnya agama Hindu dan Hampir seluruh


Masyarakatnya menjadi penganutnya. Agama Hindu di Bali mulai tumbuh dan
berkembang sejak abad ke – 8, bersamaan dengan pertumbuhan agama Hindu di Jawa
Tengah, Agama Hindu banyak pengaruhnya terhadap kebudayaan setempat, juga
terhadap sistem pemerintah. Kerajaan Bali terletak pada sebuah Pulau kecil yang tidak
jauh dari daerah Jawa Timur. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai
hubungan erat dengan Pulau Jawa. Karena letak pulau itu berdekatan, maka sejak
zaman dulu mempunyai hubungan yang erat. Bahkan ketika Kerajaan Majapahit
runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap di sana. Sampai
sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali dianggap pewaris
tradisi Majapahit.
1.2      Tujuan Penulisan

1. Mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Majapahit dan kerajaan Bali

2.   Mengetahui lokasi geografis dan sumber sejarah dari kerajaan Majapahit dan

Kerajaan Bali

3.   Mengetahui keadaan masyarakat dan ekonomi dari kerajaan Majapahit dan

kerajaan Bali

4.   Mengetahui penyebab runtuhnya kerajaan Majapahit dan Kerajaan Bali

1.2 Manfaat Penulisan


Manfaat pembuatan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan kita tentang
sejarah dari kerajaan Majapahit dan kerajaan Bali.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit dan Bali

1. Kerajaan Majapahit
Pada saat terjadi serangan Jayakatwang, Raden Wijaya bertugas menghadang
bagian utara, ternyata serangan yang lebih besar justru dilancarkan dari selatan. Maka
ketika Raden Wijaya kembali ke Istana, ia melihat Istana Kerajaan Singasari hampir
habis dilalap api dan mendengar Kertanegara telah terbunuh bersama pembesar-
pembesar lainnya. Akhirnya ia melarikan diri bersama sisa-sisa tentaranya yang masih
setia dan dibantu penduduk desa Kugagu. Setelah merasa aman ia pergi ke Madura
meminta perlindungan dari Aryawiraraja. Berkat bantuannya ia berhasil menduduki
tahta, dengan menghadiahkan daerah tarik kepada Raden Wijaya sebagai daerah
kekuasaannya. Ketika tentara Mongol datang ke Jawa dengan dipimpin Shih-Pi, Ike-
Mise, dan Kau Hsing dengan tujuan menghukum Kertanegara, maka Raden Wijaya
memanfaatkan situasi itu untuk bekerja sama menyerang Jayakatwang. Setelah
Jayakatwang terbunuh, tentara Mongol berpesta pora merayakan kemenanganya.
Kesempatan itu pula dimanfaatkan oleh Raden Wijaya untuk berbalik melawan
tentara Mongol, sehingga tentara Mongol terusir dari Jawa dan pulang ke negrinya.
Maka tahun 1293 Raden Wijaya naik tahta dan bergelar Sri Kertajasa Jayawardhana.

            Arca Harihara, dewa gabungan Siwa dan Wisnu sebagai penggambaran


Kertarajasa. Berlokasi semula di Candi Simping, Blitar, kini menjadi koleksi Museum
Nasional Republik Indonesia. Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah
menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan,
penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke
Singhasari yang menuntut Uperi. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang
terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293. Ketika itu, Jayakatwang,
adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria
Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu
Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke
Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin
mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat diatas disambut dengan senang
hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan
membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah
maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya
bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah
berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara
kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan
kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau
mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

            Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit


adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika
tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan
dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah.
Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil.
Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra
Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut
disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha
lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar
ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian
pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum
mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.

            Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala


Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun
pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia,Oodrico da Pordenone  mengunjungi
keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya,
Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi
Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi Bhiksuni. Rajapatni
menunjuk anak perempuannya Tribhuwana untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun
1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya
Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan
terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian
ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

2. Kerajaan Bali

Dari prasasti-prasasti yang ditemui, Kerajaan Bali dipimpin oleh raja-raja dari
Dinasti Warmadewa. Raja yang paling terkenal bernama Dharmodhayana
Warmadewa yang memerintah sejak tahun 989. Dharmodhayana Warmadewa
memimpin kerajaan Bali bersama dengan permaisurinya yang bernama
Mahendradatha atau Gunapriyadharmaptani sampai tahun 1001.

Saat permaisuri wafat sang raja Dharmodhayana Warmadewa tetap


memerintah kerajaan hingga tahun 1011 Masehi. Dan kemudian wafat dan dijadikan
candi di Banu Wka yang sampai sekarang keberadaannya belum diketahui.
Dharmodhayana dan Mahendradatha memiliki putra yang masing-masing bernama
Airlangga, Marakat dan Anak Wungsu. Sang anak tertua yaitu Airlangga kemudian
menikahi seorang putri raja di pulau Jawa. Lalu tahta kerajaan Bali diturunkan kepada
pangeran Marakata yang memiliki gelar Dharmodhyana Wangsawardhana Marakata
Panjakasthana Uttunggadewa pada tahun 1011 hingga 1022.

Pangeran Marakata begitu perhatian terhadap rakyatnya, sehingga sangat dihormati di


daerah kerajaan. Sebagai bukti perhatiannya kepada rakyat kerajaan, Pangeran
Marakata membangun sebuah tempat pertapaan (prasada) di Gunung Kawi yang
letaknya berdekatan dengan Istana Tampak Siring.

Setelah Marakata wafat, tahta kerajaan diturunkan kepada adiknya yaitu Anak
Wungsu pada tahun 1049 hingga 1077. Pada masa pemerintahannya, Anak
Wungsu membuat 28 buah prasasti yang merupakan prasasti terbanyak
daripada raja-raja yang sempat memerintah sebelumnya. Namun, Anak
Wungsu sendiri tidak memiliki keturunan dan wafat yang kemudian
didharmakan di daerah Gunung Kawi. Pada tahun 1430, Kerajaan Bali
dipimpin oleh Raja Dalem Bedaulu, kemudian jatuh ke tangan Gajah Mada
dari Majapahit.
2.2 Faktor Penyebab Banjir Di Ibukota

Di tinjau dari letak geografis, kondisi topografi, iklim, faktor demografi, dan

kondisi sosial masyarakat, maka kemungkinan terjadinya banjir di Indonesia

khususnya Jakarta cukup besar. Banjir dapat setiap saat terjadi dan sulit di

perkirakaan intesitasnya, tempat, waktu baik pada daerah yang sudah ditangani

dan belum sempat di tangani.

Peristiwa banjir tidak akan menjadi masalah sejauh banjir tidak menimbulkan

gangguan atau kerugian yang berart bagi kepentingan manusia. Fenoma banjir

disebabkan oleh tiga faktor yaiut kondisi alam, peristiwa alam, dan kegiatan

manusia.

1. Faktor-faktor kondisi alam yang dapat menyebabkan terjadinya banjir adalah

kondisi wilayah, misalnya : letak geografis suatu wilayah, kondisi topografi,

dan geometri sungai seperti kemiringan dasar sungai, meandering, penciutan

ruas sungai, sedimentasi, pembendungan alami pada suatu ruas sungai.

2. Peristiwa alam yang bersifat dinamis yang dapat menjadi penyebab banjir

seperti curah hujan yang tinggi, pecahnya bendungan sungai, peluapan air

yang berlebihan, pengendapan sendimen / pasir, pembendungan air sungai

karena terdapat tanah longsor , pemanasan global yang mengakibatkan

permukaan air laut tinggi.


3. Faktor kegiatan manusia yang dapat menyebabkan banjir adalah adanya

pemukiman liar di daerah bantaran sungai, penggunaan alih fungsi resapan air

untuk pemukiman, tata kota yang kurang baik, buangan sampah yang

sembarangan tempat, dan pemukiman padat penduduk

(http://dwiiastuti.blogspot.com/2010/03/makalah-penyebab-banjir-di-

daerah.html).

2.3 Yang Bertanggung Jawab Atas Banjir Di Ibukota

Tidak konsistenan pemerintah terbukti karena tidak ada real action dari

pemerintah. Padahal Pemerintah kita salah satu negara yang mendukung

konferensi perubahan, akan tetapi sekarang tetap  banyak kebijakan pemerintah

yang tidak ramah lingkungan, terbukti banyak perumahan, apartemen mewah

yang tidak ramah lingkungan yang tidak berifkir tempat penampungan air dan

sanitasi yang baik. Semakin tahun semakin meningkat intensitas banjir. Konsep

hijau harus diterapkan setiap kebijakan pemerintah hal ini tertuang dalam UU RI

No.32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan bahkan

sanksinya cukup tegas. Akan tetapi hal itu dianggap lalu. Dan masyarakatpun

seakan menikmati dengan adanya banjir menganggap banjir adalah hal biasa,

bagaimana tidak pola fikir ( MIndset ) yang menganggap banjir adalah hal biasa

dan dinikmati. Membuang sampah di sungai adalah hal biasa dan kesadaran

pentingnya menjaga lingkungan hanya sebatas obrolan bukan sebuah tindakan.

Jika semua orang berfikir satu orang saja yagn membuang sampah

mengakibatkan banjir dan merugikan ratusan hingga ribuan orang. Jika

Pemerintah yang membuat kebijakan ( Green Policy ) dan rakyat melaksanakan

kebijakan itu maka Indonesia bebas banjir.


Permasalahan Banjir di Indonesia merupakan masalah klasik yang tidak

pernah dapat teratasi secara tuntas. Terutama terjadi dikota-kota besar yang

tersebar dari sabang hingga merauke. Minimnya pengetahuan tentang

perencanaan tata ruang dan rendahnya akan kesadaran serta kelestarian

lingkungan menjadi akar permasalahan banjir tidak pernah tuntas teratasi.

Kendati telah mengetahui permasalahan tersebut, pemerintah masih saja

mengkambing hitamkan tingginya curah hujan. Padahal masalah fundamental

terkait dengan kelestarian lingkungan dan keseimbangan alam tidak pernah

menjadi fokus perhatian.

Sebagai negara yang diapit dua benua dan dua samudra, Indonesia memiliki

dua musim yaitu kemarau dan penghujan. Pada awalnya keseimbangan itu

terjadi, dimana lahan terbuka hijau tumbuh subur di tanah Nusantara. Ketika

kemarau tidak terjadi kekeringan dan ketika musim penghujan, daerah resapan

air masih mampu menampung debit air yang turun ketika hujan. Namun,

fenomena itu kini telah musnah, dan hanya kenangan. Pendirian gedung-gedung

pencakar langit, pembangunan perumahan, perambahan hutan,  tata ruang buruk,

dan sanitasi yang tidak memadai menjadi alasan yang kuat banjir terus datang

setiap tahunnya.

Data  State of the World’s Forests 2007 dan  The UN Food & Agriculture

Organization (FAO), menyebutkan angka deforestasi Indonesia pada periode

2000-2005 mencapai 1,8 juta hektar/tahun. Dengan laju deforestasi hutan

tersebut, membuat Guiness Book of The Record memberikan “gelar

kehormatan” bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat

di dunia. Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar,

Kementerian Kehutanan (sebelumnya menyebutkan angka 135 juta hektar)


sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah dijarah total sehingga

tidak memiliki tegakan pohon lagi.

Rusaknya ekosistem dan keseimbangan lingkungan merupakan suatu bentuk

minimnya kesadaran masyarakat akan kelestarian lingkungan. Kepentingan

jangka pendek selalu mendominasi setiap tindakan dan kebijakan yang dibuat.

Alhasil, kerugian jangka panjang pun hanya menunggu waktu saja. Kondisi ini

semakin diperparah dengan buruknya sanitasi, baik karena sampah maupun

sedimentasi yang menurunkan daya tampungnya. Akibatnya, banjir pun menjadi

langganan, disejumlah daerah di tanah air terutama kota-kota besar.

2.4 Cara Mengatasi Banjir Di Ibukota

Bila ingin mencari cara menanggulangi banjir, yang harus kita lihat terlebih

dahulu adalah mengapa banjir bisa datang. Banjir bisa terjadi sebenarnya karena

ulah manusia sendiri. Lihat saja, di kota-kota besar, sungai yang sebenarnya

berfungsi untuk menampung air disalahgunakan untuk menampung sampah. Di

sekitar sungai tersebut, bahkan, dijadikan permukiman.

Kondisi tersebut diperparah dengan kurangnya pepohonan yang berfungsi

sebagai jantung kota. Bisa kita hitung sendiri, kira-kira berapakah perbandingan

antara hutan kota dengan gedung-gedung bertingkat. Mana yang lebih banyak.

Ibarat rumah, kota-kota yang rawan banjir tersebut adalah rumah yang tidak

memiliki atap dan jendela. Saat badai menyerang, otomatis tidak ada

perlindungan sama sekali.

Cara Menanggulangi Banjir

Apakah kita akan terus-menerus membiarkan kondisi tidak sehat terjadi di

kota-kota yang rawan banjir. Tentunya tidak. Itu sebabnya, kita dan pemerintah harus
mencari cara menanggulangi banjir meskipun sebenarnya cara tersebut sudah ada.

Kita tinggal merealisasikannya.

Berikut ini beberapa cara untuk menanggulangi banjir.

1. Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Sungai dan selokan

adalah tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi tempat

sampah.

2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah

di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar hanya

dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu

peningkatan perekonomian. Malah sebaliknya, merusak lingkungan. Itu

sebabnya, pemerintah seharusnya tegas, melarang membuat rumah di dekat

sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas datang ke kota

dalam jangka waktu lama (untuk menetap).

3. Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon

adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Bayangkan, bila sebuah

kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain

sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di

saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa

dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba

(http://www.anneahira.com/cara-menanggulangi-banjir.htm). Cara

menanggulangi banjir tersebut bisa dilakukan saat ini juga. Bila tidak

sekarang, kapan lagi? Kita semua wajib memikirkan cara menanggulangi

banjir. Bagaimanapun, hal itu adalah tanggung jawab bersama. Mari kita

lakukan dari sekarang.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan kesluruhan, khususnya pada

daerah Jakarta Selatan maka kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis adalah

sebagai berikut :

1. Daerah  Jakarta Selatan ini terjadi banjir disebabkan oleh pemukiman padat

penduduk, saluran air yang diperkecil, alih fungsi lahan, tidak ada resapan air,
dan pembuangan sampah yang liar.

2. Karena daerah ini sering di datangi banjir, maka warga yang menjadi korban

banjir yang selalu terkena dampak nya, seperti :

a. Ancaman wabah penyakit


b. Aktivitas masyarak terganggu
c. Ancaman penyakit diare
d. Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk

3. Cara mengatasi banjir di daerah Jakarta selatan adalah


a.       Membuat daerah resapan air yang lebih luas lagi, dan jangan memperkecil

saluran air yang sudah ada.

b. Mengkaji ulang tata kota daerah Kebagusan, untuk mengetahui titik-titik

daerah banjir.

c. Membuat tanggul baik yang permanent atau non permanent dirumah

masing-masing yang selalu terkena banjir.

d. Dan di himbaukan kepada masyarakat agar tidak membuang sampah pada

tempatnya.

e. Jangan mendirikan bangunan di lahan yang memang rawan banjir.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis mencoba memberikan masukan

yang mungkin dapat berguna bagi penanganan banjir di Daerah Jakarta Selatan.

Sebaiknya seluruh warga membuat musyawarah dalam penanganganan maslah

banjir seperti tindakan kesiapsiagaan warga terhadap banjir datang, tindakan

yang seharusnya dilakukan di setipa rumah dalam mengatasi banjir datang,

penyuluhan tentang kegiatan yang dapat mengurangi resiko banjir, tindakan saat

terjadi banjir dan setelah banjir kepada seluruh warga Kebagusan Jakarta Selatan.

Anda mungkin juga menyukai