Namun terdapat golongan lain di luar lapisan tersebut, yaitu Candala, Melccha,
dan Tuccha. Golongan tersebut merupakan orang-orang terbawah dari lapisan
sosial masyarakat di kerajaan Majapahit. Brahmana adalah kaum pendeta,
kesatria merupakan keturunan raja atau pewaris raja, waisya terdiri dari
pedagang dan orang-orang yang menggeluti bidang pertanian dan peternakan,
sedangkan kaum Sudra adalah budak.
Ia merupakan putera Raden Wijaya. Berkuasa dari tahun 1309 hingga 1328
masehi. Berakhirnya kekuasaaan Sri Jayanegara disebabkan karena dibunuh
oleh seorang tabib yang memiliki dendam. Kalagemet kemudian digantikan
oleh Tribuwanatunggadewi yang merupakan saudara perempuannya.
Raja ketiga ini memerintah dari tahun 1328 hingga 1350. Pada masa
pemerintahannya, muncul tokoh pemberani dan kuat bernama Gajah Mada yang
kemudian diangkat menjadi Mahapatih Amangkubumi, sebab berhasil meredam
pemberontakan yang terjadi.
Nama Bali sudah lama dikenal dalam beberapa sumber kuno. Dalam berita Cina
abad ke-7 disebut adanya nama daerah yang bernama Dwapa- tan, yang terletak
di sebelah timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para ahli nama Dwa-pa-tan
ini sama dengan Bali. Adat istiadat penduduk Dwapa- tan ini sama dengan di
Holing, yaitu setiap bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis dengan
daun lontar, orang yang meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam mulutnya
dimasukkan sepotong emas serta diberi harumharuman, kemudian mayat itu
dibakar.
Pengaruh Hindu di Bali berasal dari Jawa Timur, ketika Bali berada di bawah
kekuasaan Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, ada sebagian penduduk yang
melarikan diri ke Bali, sehingga banyak penduduk Bali sekarang yang
menganggap dirinya keturunan dari Majapahit.
Prasasti yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali ditemukan di desa
Blanjong, dekat Sanur. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa raja yang bernama
Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala. Prasasti ini ditulis
dengan huruf Nagari (India) dan sebagian lagi berhuruf Bali Kuno, tetapi
berbahasa Sanskerta. Prasasti ini berangka tahun 914 M (836 saka), dalam
Candrasengkala berbunyi Khecara-wahni-murti.
Raja selanjutnya yang berkuasa adalah adalah Ugrasena pada tahun 915 M.
Ugrasena digantikan oleh Tabanendra Warmadewa (955-967 M). Tabanendra
kemudian digantikan oleh Jayasingha Warmadewa, ia membangun dua buah
pemandian di desa Manukraya. Pemandian ini merupakan sumber air yang
dianggap suci. Jayasingha kemudian digantikan oleh Jayasadhu Warmadewa
yang memerintah dari tahun 975-983 M. Tidak banyak berita yang
menceritakan masa kekuasaannya.
Jayasadhu digantikan oleh adiknya Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang
raja perempuan. Ia kemudian digantikan oleh Dharmodayana yang terkenal
dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana
memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari
raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur.
Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat
hidup dengan bercocok tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu,
dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau,
kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Anak Wungsu tidak
memiliki anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan
didharmakan di gunung Kawi dekat Tampak Siring.
Candi Tikus
Candi ini berbeda dengan candi biasanya yang berbentuk merujuk vertical, candi ini
berbentuk Seperti kubangan yang diperkirakan menjadi tempat mandi bagi Raja dan
keluarganya. Candi ini juga direndam air dan lebih rendah dari daratan, Seperti kolam
renang mewah pada masanya.
Candi yang dibangun sebagai bentuk masuknya wilayah kediaman Patih Gajah Mada ini
terletak di Desa Jatipasar, Trowulan Mojokerto. Candi ini juga sering disebut sebagai
Gapura Wringin Lawang.
1. Prasasti Panglapuan
Prasasti ini bercerita mengenai para penguasa yang memimpin kerajaan
dan berkuasa pada masa itu seperti Udayana, Jayapangus , Jayasakti, dan
Anak Wungsu.
2. Prasasti Blanjong
Prasasti Blanjong merupakan sebuah prasasti yang dikukuhkan pada tahun
913 Masehi pada masa pemerintahan raja Sri Kesari Warmadewa. Prasasti
ini diperkirakan sebagai prasasti tertua yang pernah ditemukan di Bali.
Prasasti batu setinggi 177 sentimeter ini pertama kali di temukan di Banjar
Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali.