Anda di halaman 1dari 12

Kerajaan Kediri

Kelompok 6
Anastya Putri
Dhea Arsitha
Jennifer
Sinta Arieta
Berdirinya Kerajaan Kediri
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah
kerajaannya karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta.
Putra yang bernama Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat
bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan
putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan
timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama,
yaitu Kahuripan

Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama


kerajaan yang dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang
berpusat di Daha. Jadi, Kerajaan Janggala lahir sebagai pecahan dari
Panjalu. Adapun Kahuripan adalah nama kota lama yang sudah
ditinggalkan Airlangga dan kemudian menjadi ibu kota Janggala.
Pada mulanya, nama Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai
daripada nama Kadiri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti
yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri. Bahkan, nama Panjalu juga
dikenal sebagai Pu-chia-lung dalam kronik Cina berjudul Ling wai tai
ta (1178).
Nama "Kediri" atau "Kadiri" sendiri berasal dari kata Khadri yang
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
pohon pacé atau mengkudu (Morinda citrifolia). Batang kulit kayu
pohon ini menghasilkan zat perwarna ungu kecokelatan yang digunakan
dalam pembuatan batik, sementara buahnya dipercaya memiliki khasiat
pengobatan tradisional.
Kondisi Geografis
Kerajaan kediri terletak dipedalaman jawa timur. Oleh
karena itu,kegiatan perekonomian kediri sangat bergantung
pada sungai Brantas yang pada masa kerajaan kediri sungai
brantas sudah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Masyarakat kerajaan kediri memanfaatkan sungai brantas
untuk mengembangkan sistem pertanian sawah dengan
irigasi yang teraratur. Adanya beberapa gunung api yang
aktif dibagian hulu sungai menyebabkan banyak material
vulkanik yang mengalir kesungai brantas. Material vulkanik
tersebut meningkatkan kesuburan tanah disekitar aliran
sungai yang menjadi modal besar bagi kerajaan kediri untuk
mengembangkan pertaniannya.
Kehidupan Politik
Samarawijaya merupakan raja pertama kerajaan kediri. Selama
memerintah Raja Kediri, Samarawijaya selalu berselisih dengan
Saudaranya, Mapanji Garasakan yang berkuasa di jenggala.
Perselisihan antara Samarawijaya dan Manpanji Garasakan
akhirnya menimbulkan perang saudara karen keduanya merasa
berhak atas takhta Raja Airlangga. Yang kemudian pada perang
saudara tersebut Samarawijaya berhasil menaklukkan Jenggala
Puncak kejayaan kerajaan kediri terjadi pada masapemerintahan
jayabaya(1135-1157). Pada saat itu, wilayah kekuasaan Kediri
meliputi seluruh bekas wilayah kerajaan Medag Kamulan.
Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil menguasai
kembali Jenggala yang sempat memberontak ingin
memisahkan diri. Keberhasilan Raja Jayabaya ini diberitakan
dalam prasasti Hantang yang berangka tahun 1135.
Kerajaan Kediri mulai mengalami kemunduran pada masa
pemerintahan Kertajaya (1190-1222). Kondisi ini menyebabkan
banyak kaum brahmana mengungsi ke wilayahTumapel yang
dipimpin oleh Ken Arok. Melihat kejadian ini Kertajaya
memutuskan menyerang Tumapel guna memerangi kaum
brahmana dan Ken Arok. Tetapi, dalam pertempuran di
Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan
Kertajaya terbunuh. Sejak saat itu riwayat Kerajaan Kediri berakhir
dan kedudukannya digantikan oleh Kerajaan Singasari.
Kehidupan Ekonomi
Kediri merupakan kerajaan agraris dan maritim. Masyarakat
yang hidup di daerah pedalaman bermata pencaharian
sebagai petani. Hasil pertanian di daerah pedalaman
Kerajaan Kediri sangat melimpah karena didukung oleh
kondisi tanah yang subur. Hasil pertanian yang melimpah
memberikan kemakmuran bagi rakyat.

Masyarakat yang berada di daerah pesisir hidup dari


perdagangan dan pelayaran. Pada masa itu perdagangan dan
pelayaran berkembang pesat. Para pedagang Kediri sudah
melakukan hubungan dagang dengan Maluku dan
Sriwijaya.
Pada masa itu, mata uang yang terbuat dari emas dan campuran antara
perak, timah, dan tembaga sudah digunakan. Hubungan antara daerah
pedalaman dan daerah pesisir sudah berjalan cukup lancar. Sungai
Brantas banyak digunakan untuk lalu lintas perdagangan antara
daerah pedalaman dan daerah pesisir.
Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri dikenal sangat religius. Mereka hidup
berdasarkan ajaran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat
dari berbagai peniggalan arkeologi yang ditemukan di
wilayah kediri. Peninggalan tersebut berupa arca-arca di
candi Gurah dan candi Tondowongso. Para penganut
agama Hindu Syiwa menyembah dewa Syiwa yang
dipercaya dapat menjelma menjadi Syiwa mahadewa
(maheswara),dewa mahaguru,dan makala. Bentuk
pemujaan terhadap dewa Syiwa dilakukan oleh para
pendeta dengan mengucapkan mantra yang disebut
mantra caturdasasyiwa atau 14 wujud syiwa.
Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan jayabaya stuktur pemerintahan kerajaan
kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam
pemerintahan,masyarakat kediri dibedakan menjadi 3 golongan.
1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan),yaitu kaum kerabat
raja,kelompok pelayan raja,dan masyarakat yang terdapat dalam
lingkungan raja.
2. Golongan masyarakat thhani (daerah),yaitu golongan masyarakat
yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan diwilayah
tani atau daerah
3. Golongan masyarakat non pemerintah,yaitu golongan masyarakat
yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan
pemerintah secara resmi
Kehidupan budaya pada masa kekuasaan Kerajaan Kediri berkembang
dengan pesat terutama dalam bidang sastra dan pertunjukan wayang.
Wayang yang terkenal di Kediri adalah wayang panji. Berikut hasil-hasil
sastra pada zaman Kerajaan Kediri.

• Kresnayana, diperkirakan berasal dari zaman Raja Jayawarsa ditulis oleh


Mpu Triguna, isi Kresnayana mengenai perkawinan antara Kresna dan
Dewi Rukmini.

• Bharatayudha, dikarang oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh tahun 1157
pada masa pemerintahan Jayabaya. Kitab ini ditulis untuk memberikan
gambaran terjadinya perang saudara antara Panjalu melawan Jenggala.
Perang tersebut digambarkan dengan perang antara Kurawa dan Pandawa
yang masing-masing merupakan keturunan Barata.

• Arjunawiwaha, dikarang oleh Mpu Kanwa. Mengisahkan tentang


pernikahan Raja Airlangga dengan putri raja dari Kerajaan Sriwijaya.
Dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayabaya.
Hariwangsa, dikarang oleh Mpu Panuluh pada masa pemerintahan
Jayabaya
• Smaradhahana, dikarang oleh Mpu Dharmaja pada masa
pemerintahan Raja Kameswara. Isi Smaradhahana menceritakan
tentang sepasang suami istri Smara dan Rati yang menggoda dewa
Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rati terkena kutukan dan mati
terbakar api (dhahana) karena kesaktian dewa Syiwa. Namun, suami
istri tersebut dihidupkan lagi dan menjelma sebagai Kameswara dan
permaisurinya.

• Wrtasancaya dan Lubdaka, dikarang oleh Mpu Tanakung. Kitab


Lubdaka ditulis pada zaman Raja Kameswara. Isi kitab Lubdaka
menceritakan tentang seorang pemburu bernama Lubdaka. Lubdaka
sudah banyak membunuh. Pada suatu ketika Lubdaka mengadakan
pemujaan yang istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang
seharusnya masuk neraka, menjadi masuk surga

Anda mungkin juga menyukai