Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

KERAJAAN MAJAPAHIT

Oleh:
AJRIN GODURU
ARIL JUFRI

Kelas XI PERTAMBANGAN

SMK GLOBAL PRATAMA OBI

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah “Kerajaan Majapahit” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalwat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata pelajaran
Sejarah. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan
sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan
informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Obi, Februari 2024


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit................................................ 3
B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit............................................ 4
C. Kebudayaan Kerajaan Majapahit.......................................................... 8
D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit............................................. 9
E. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit.............................................. 11
F. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit..................................................... 13
G. Surutnya Kerajaan Majapahit............................................................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 18
B. Saran..................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa
Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M.
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang
menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam
Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit
adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.
Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra,
Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun
wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
Hanya terdapat sedikit bukti fisik dari sisa-sisa Kerajaan Majapahit, dan
sejarahnya tidak jelas. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan
adalah Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama
dalam bahasa Jawa Kuno. Pararaton terutama menceritakan Ken Arok
(pendiri Kerajaan Singhasari) namun juga memuat beberapa bagian pendek
mengenai terbentuknya Majapahit. Sementara itu, Nagarakertagama
merupakan puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa keemasan Majapahit di
bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama pada tahun
2008 diakui sebagai bagian dalam Daftar Ingatan Dunia (Memory of the
World Programme) oleh UNESCO. Setelah masa itu, hal yang terjadi
tidaklah jelas. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam bahasa Jawa Kuno
maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Keakuratan semua naskah berbahasa Jawa tersebut dipertentangkan.
Tidak dapat disangkal bahwa sumber-sumber itu memuat unsur non-historis
dan mitos. Beberapa sarjana seperti C.C. Berg menganggap semua naskah
tersebut bukan catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal
dapat mengetahui masa depan. Namun, banyak pula sarjana yang

1
2

beranggapan bahwa garis besar sumber-sumber tersebut dapat diterima


karena sejalan dengan catatan sejarah dari Tiongkok, khususnya daftar
penguasa dan keadaan kerajaan yang tampak cukup pasti. Tahun 2010
sekelompok pengusaha Jepang dipimpin Takajo Yoshiaki membiayai
pembuatan kapal Majapahit atau Spirit Majapahit yang akan berlayar ke Asia.
Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang kerjasama
Majapahit dan Kerajaan Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam
perang di Samudera Pasifik. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara
National University of Singapore John N. Miksic jangkauan kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatera dan Singapura bahkan Thailand yang
dibuktikan dengan pengaruh kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan
seni. Bahkan ada perguruan silat bernama Kali Majapahit yang berasal dari
Filipina dengan anggotanya dari Asia dan Amerika. Silat Kali Majapahit ini
mengklaim berakar dari Kerajaan Majapahit kuno yang disebut menguasai
Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah sejarah kerajaan Majapahit?
2. Bagaimanakah sistem pemerintahan kerajaan Majapahit?
3. Bagaimanakah kebudayaan kerajaan Majapahit?
4. Bagaimanakah kehidupan ekonomi kerajaan Majapahit?
5. Bagaimanakah kepercayaan keagamaan kerajaan Majapahit?
6. Kapan masa kejayaan kerajaan Majapahit?
7. Bagaimana proses surutnya kerajaan Majapahit?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit


Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling
kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan
di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang
menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir
menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan
membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang
menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang
membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin
mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan
senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan
itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya
diambil dari buah maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut.
Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol
untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan
Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga
memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut
karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan
terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau
mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan
Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15
bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November
1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan

3
4

ini menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk


Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun
pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini
didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra
Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam
Pararaton.
Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang
melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia
dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian
pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu
dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Putra dan penerus
Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan
Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi
keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh
tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari
istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya
Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih,
pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang
menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan
membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan
Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan
Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya pada
tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.

B. Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit


Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang
teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya.
5

Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas


politik tertinggi. Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam
melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja
memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-
pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
1. Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat putra-putra raja;
2. Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri yang melaksanakan
pemerintahan;
3. Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan;
4. Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan.
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang pejabat yang
terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat ini
dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut
melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam
dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang
disebut Bhattara Saptaprabhu. Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit
merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di
bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang
disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini adalah
gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk
kerabat dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka,
memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan
di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12
wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja. Hierarki dalam
pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai berikut:
1. Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja;
2. Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre
(pangeran atau bangsawan);
3. Watek: dikelola oleh wiyasa;
4. Kuwu: dikelola oleh lurah;
6

5. Wanua: dikelola oleh thani;


6. Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa
pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin
oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Matahun, Wirabumi, Kabalan,
Kembang Jenar, Pajang, Jagaraga, Keling, Kelinggapura, Singhapura,
Tanjungpura. Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat
pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga
termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep
teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit
atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era
kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah
sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini
meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang
dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara
langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti
tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja
pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan
keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan
pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar
negeri mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi
internal yang cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di dalamnya
seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya,
Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa,
tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan.
Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan
Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara
7

militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam
ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk
dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa
Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya. Ketiga kategori
itu masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi
Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai
hubungan diplomatik luar negeri.
Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan
(aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri
yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan
Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah
Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan
Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di
Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).
Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan
asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini
meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua
bangsa ini.
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini
kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu
kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada
perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa
integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan yang termasuk
dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan
Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang
menikmati kebebasan internal cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan ini
meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan sistem
pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat
di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam
kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-
mandala tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.
8

C. Kebudayaan Kerajaan Majapahit


Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan
anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar
tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua
wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau
pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton
termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur
dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung
oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang
menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal
dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama
Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk
Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi
sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya,
arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi
Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah
tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi
Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan
Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur
berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura
paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata.
Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan
Bali.
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era
Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo
Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone". Ia
mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan
9

Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik


di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut
Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan
Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu
mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat
lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih
rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh
raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat banyak cengkeh,
kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana
raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak.
Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa,
tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang
disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu
waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
Pada zaman Majapahit ditulis berbagai kakawin (puisi berbahasa Jawa
Kuna), seperti Negarakertagama dan Pararaton, dan juga muncul berbagai
cerita kembangan dari epos raya India (seperti Tantu Panggelaran, Garudeya,
dan Sudhamala) maupun cerita lokal yang populer hingga masa kini, seperti
lingkaran cerita Panji, kisah Sri Tanjung, dan kisah Bhubuksah dan
Gagangaking. Berbagai ukiran batu candi dari masa ini banyak
menggambarkan fragmen cerita-cerita tersebut.

D. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit


Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian
mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang
menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300,
pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter
penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu
keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388
10

keping koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman
belakang seorang penduduk di Sidoarjo.
Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan
bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit. Alasan penggunaan uang
logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam catatan sejarah, akan tetapi
kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya ekonomi
Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem
mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-
hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh
uang emas dan perak yang mahal.
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu
dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka
tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu
penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa). Prasasti dari masa Majapahit
menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai dari
pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang
daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak
zaman sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan
bermata pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor
Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung kakak tua, sedangkan
komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang keramik, dan
barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah putih,
timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone,
biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak,
dan permata.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor pertama;
lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur
utara sangat cocok untuk pertanian padi. Pada masa jayanya Majapahit
membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan
11

pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara


Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk
mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada
komoditas rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber
pemasukan penting bagi Majapahit.
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta
telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari India,
Khmer, Siam, dan China. Pajak khusus dikenakan pada orang asing terutama
yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain
perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk
mengurusi pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota
kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.

E. Aliran Kepercayaan Kerajaan Majapahit


Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung dan
anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar
tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua
wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau
pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton
termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur
dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung
oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang
menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal
dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama
Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk
Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu.
Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi
sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
12

Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya,
arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi
Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah
tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi
Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan
Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur
berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura
paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata.
Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan
Bali.
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era
Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo
Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone". Ia
mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan
Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik
di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut
Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan
Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera, lalu
mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat
lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih
rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh
raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat banyak cengkeh,
kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana
raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak.
Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa,
tetapi selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang
disebutkan di sini tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu
waktu dalam kurun 1318-1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
13

F. Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit


Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari
tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak
kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah
Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan
sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus
puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah
kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat
Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang
mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan
dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan
bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan
dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan
menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam
Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda
sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai
perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga
dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk
dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa
kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga
kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan.
Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan
keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi
menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam
melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.
14

Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang
disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan.
Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan
dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan
budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni
dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit.
Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa
yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya
dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat
kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan
langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan
Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas,
pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka.
Akan tetapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit
atas daerah itu dapat mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada,
Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di
Palembang. Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada
berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian
utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan
mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah
pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

G. Surutnya Kerajaan Majapahit


Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun
1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan
takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk
juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut
15

haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut Perang Paregreg


diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan
Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana,
semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang
saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di
seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut
Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal
muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai
1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas
muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti
di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki
pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh
putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia
adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri
kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan
oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451.
Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar
Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453
AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta.
Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat
pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran
Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan
mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama
sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-
15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat
kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
16

kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai


menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera.
Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah
lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan
Majapahit.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre
Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di
Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan
pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada
tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan
memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre
Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan.
Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar
Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik
dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan
Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu
tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim
pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan ) hingga tahun 1518.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi
sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya
Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478
Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun
yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya
Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah
yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya
dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tetapi
mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden
Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali
menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.
17

Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku
bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke
Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan
Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi.
Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan
kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan
menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali
ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518,
Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan
ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota
keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan
besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama
ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.
Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518,
kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa
kerajaan Majapahit. Demak di bawah pemerintahan Raden (kemudian
menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit.
Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena
ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta)
mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari
tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan
Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi
kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa
hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda
yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai
menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali.
Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di
pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang
teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya.
Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang otoritas
politik tertinggi.
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan.
Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian
mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang
menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300,
pada masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter
penting terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu
keping uang tembaga impor dari China.

B. Saran
Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan
berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di
Indonesia.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai