Kerajaan Majapahit adalah kerajaan maritim terbesar yang pernah terdiri di Asia
Tenggara. Kerajaan ini mulai berdiri di abad ke 12 Masehi dengan Raden Wijaya sebagai
raja pertamanya dan runtuh di akhir abad ke 15 pada masa pemerintahan Ranawijaya.
Layaknya sebuah negara, Kerajaan Majapahit yang begitu besar itu tentu memiliki
sebuah ibukota sebagai pusat pemerintahannya. Kendati demikian, para ahli masih
bersilang pendapat tentang dimana sebetulnya letak pusat kerajaan maritim ini dimasa
silam. Akan tetapi, dari penelusuran sumber sejarah yang ada, diketahui bahwa ibukota
Kerajaan Majapahit pernah berpindah sebanyak 3 kali selama masa pemerintahannya.
Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan Hindu – Buddha yang pernah berdiri di
Nusantara pada sekitar tahun 1292 – 1527 M dengan pusat ibukotanya berada di Jawa
Timur. Sebagai kerajaan besar, sejarah Majapahit diungkap melalui beberapa sumber
serjarah.
1. Prasasti Peninggalan Majapahit
Majapahit Akhir
Kidung adalah sebuah syair yang berisi pesan tertentu dalam liriknya.
Terdapat beberapa kidung yang digunakan sebagai salah satu sumber sejarah kerajaan
Majapahit, di antaranya kidung Harsawijaya, kidung Panjiwijayakarma, dan kidung
Sundawana.
1. Catatan Dinasti Tang (1292) dari China mengungkap bahwa pada tahun tersebut
kaisar China mengirim tentara untuk menghukum raja Kertanegara (raja terakhir
Singasari) karena melukai wajah utusan yang dikirim mereka sebelumnya.
2. Catatan Dinasti Ming (1268 M) dari China mengungkap adanya hubungan
diplomasi antara Majapahit dan kekaisaran China.
3. Laporan Gubernur Portugis di Malaka bernama Ruo de Brito pada tahun 1524 M
tentang adanya kedaulatan di tanah Jawa (Majapahit) dan tanah Pasundan
(Pajajaran).
C. ASPEK-ASPEK
1. Tidak adanya pembentukan pimpinan yang baru (kaderisasi), seperti yang terajdi
pada masa Kerajaan Majapahit. Gajah Mada sebagai Patih Amangkubhumi
memegang segala jabatan yang penting, ia tidak memberi kesempatan kepada
generasi penerus untuk tampil, sehingga setelah meninggal Gajah Mada tidak ada
penggantinya yang cakap dan berpengalaman.
2. Kelemahan pemerintahan pusat sebagai akibat berlangsungnya perang saudara
seperti Perang Paregregyang justru melemahkan kekuasaan kerajaan seperti Bre
Wirabhumi dengan Wikrama Wardhana. Terdesaknya kerajaan sebagai akibat
munculnya kerajaan yang lebih besar dan kuat. Contohnya kerajaan Majapahit
diserang kerajaan Demak. Berlangsungnya perang saudara seperti Perang
Paregreg yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan seperti Bre Wirabumi
dengan Wikrama Wardhana.
3. Banyaknya daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan
pemerintahan pusat dan kerajaan-kerajaan bawahanya membuat kerajaan yang
merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintahan pusat
4. Kemunduran Ekonomi Dan Perdagangan.
5. Masyarakat mulai tertarik dengan agama Islam yang disebarkan dari Malaka,
Gresik dan Tuban. Kerajaan Majapahit Runtuh pada tahun 1500 Masehi. Faktor-
faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Majapahit adalah sebagai berikut:
6. Tidak ada pembentukan pimpinan baru (tidak ada kaderisasi).
7. Gajah Mada sebagai Patih Amangkubumi memegang segala jabatan yang penting.
Ia tidak memberi kesempatan generasi penerus untuk tampil, sehingga setelah
meninggalnya Gajah Mada tidak ada penggantinya yang cakap dan
berpengalaman.
8. Perang saudara melemahkan kekuatan. Perang Paregreg menimbulkan malapetaka
bagi rakyat dan kaum bangsawan, sehingga melemahkan kekuatan dan tidak ada
persatuan. Daerah-daerah melepaskan diri, karena pemerintaahan pusat Kerajaan
Majapahit Iemah dan kacau, para adipati di Jawa dan kerajaan-kerajaan di luar
Jawa melepaskan diri5 Penyebab runtuhnya kerajaan majapahit
9. Kelemahan pemerintahan pusat akibat perang saudara mengakibatkan
kemunduran ekonomi Majapahit. Perdagangan di Kepulauan Nusantara diambil
alih oleh pedagang-pedangan Melayu dan Islam.
10. Masuk dan tersiarnya agama Islam. Adipati dan daerah pesisir pantai daerah pedalaman
yang beragama Islam merasa tidak terikat oleh kekuasaari Kerajaan Majapahit, sehingga
mereka tidak taat dan setia kepada penguasa yang beragama Hindu.
Candi Sukuh terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah, 36
km dari Surakarta atau 20 km dari Kota Karanganyar.Menurut perkiraan, Candi Sukuh ini
dibangun pada tahun 1437 Masehi dan masuk kedalam jenis candi Hindu dengan bentuk
piramid. Struktur bangunan Candi Sukuh memiliki bentuk yang unik dan berbeda dengan
candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang lain dan di sekitar reruntuhan Candi Sukuh ini
juga terdapat banyak objek Lingga dan Yoni yang melambangkan seksualitas dengan
beberapa relief serta patung yang memperlihatkan organ intim dari manusia. Candi ini
ditemukan pada tahun 1815 oleh residen Surakarta bernama Johnson yang ditugaskan oleh
Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data dari bukunya yakni “The History of
Java”. Kemudian pada tahun 1842, candi ini juga sudah diteliti oleh Arekolog dari Belanda
bernama Van der Vlies dan kemudian dipugar pada tahun 1928. Candi Sukuh kemudian
diusulkan menjadi salah satu situs warisan dunia pada tahun 1995.
Desain sederhana dari candi ini membuat seorang arkeolog asal Belanda yakni W.F.
Stutterheim di tahun 1930 memberikan argumentasinya yakni pemahat dari Candi Sukuh ini
bukanlah dari seorang tukang batu namun seorang tukang kayu desa dan bukan dari kalangan
keraton. Candi ini juga dibuat dengan terburu-buru yang tampak dari kurang rapihnya
bangunan candi tersebut dan argumen terakhirnya adalah keadaan politik di masa tersebut
yakni saat menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit membuat candi tersebut tidak bisa dibuat
dengan mewah dan indah. Saat masuk ke pintu utama dan melewati gapura besar, maka
bentuk arsitektur khas tidak disusun secara tegak lurus akan tetapi berbentuk sedikit miring
trapesium lengkap dengan atap pada bagian atasnya. Sedangkan warna bebatuan di candi ini
berwarna sedikit merah sebab memakai bebatuan andesit.
Pada teras pertama terdapat sebuah gapura utama yang lengkap dengan sengkala memet dan
tertulis dalam bahasa Jawa yaitu gapura buta aban wong dengan arti raksasa gapura
memangsa manusia dengan makna masing-masing9, 5, 3, 1 yang jika dibalik maka diperoleh
tahun 1359 [saka] atau 1437 Masehi. Angka ini kemudian diduga menjadi tahun berdirinya
Candi Sukuh. Di bagian sisi candi juga terdapat sengkala memet dengan bentuk gajah
memakai sorban yang sedang mengigit seekor ular dan dianggap sebagai lambang bunyi
gapura buta anahut buntut atau raksasa gapura mengigit ekor. Pada bagian teras kedua,
gapuranya sudah dalam keadaan yang rusak dan pada bagian sisi kanan dan kiri gapura ada
patung penjaga atau dwarpala kaan tetapi juga sudah rusak dan tidak berbentuk lagi. Gapura
ini juga sudah hilang bagian atapnya dan tidak dilengkapi dengan patung pada terasnya. Pada
gapura ini ada sebuah candrasangkala yang ditulis dalam bahasa Jawa berbunyi gajah wiku
anahut buntut dengan arti gajah pendeta menggigit ekor dan terdapat makna 8, 7, 3, 1 yang
jika dibalik maka dihasilkan tahun 1378 Saka atau 1456 Masehi.
Pada bagian teras ketiga ada pelataran berukuran besar dengan candi induk serta beberapa
buah panel yang dilengkapi dengan relief di bagian kiri dan patung di bagian kanan. Pada
bagian atas candi utama di tengah ada sebuah bujur sangkar seperti tempat untuk meletakkan
sesaji dan terdapat juga bekas kemenyan, hio serta dupa yang dibakar dan masih sering juga
digunakan untuk sembahyang. Sedangkan pada bagian kiri candi induk ada serangkaian panel
lengkap dengan relief yang bercerita tentan mitologi utama dari Candi Suku, Kidung
Sudamala.
3. Candi Pari
9. Candi Surawana
Candi Surawana terletak di Desa Canggu,
Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur di 25 km Timur Laut Kota Kediri. Candi ini memiliki
nama asli Candi Wishnubhawanapura yang dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini
dibangun untuk memuliakan Bhre Wengker yang merupakan seorang raja Kerajaan Wengker
yang ada dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Candi ini dibangun dengan corak Hindu
yang keadaannya sudha tidak utuh lagi sekarang ini, bagian dasarnya sudah mengalami
rekonstruksi sedangkan untuk bagian badan serta atap candi sudah hancur dan tak bersisa dan
hanya kaki Candi dengan tinggi 3 meter saja yang masih berdiri dengan tegak.
Struktur Bangunan Candi Surawana – Candi Surawana berukuran 8 meter x 8 meter yang
dibangun dengan material batu andesit dan merupakan candi Siwa. Semua bagian tubuh candi
ini sekarang sudah hancur dan hanay tertinggal kaki candi dengan tinggi 3 meter, untuk naik
ke selasar atas kaki candi ada sebuah tangga berukuran sempit yang ada di bagian Barat.
10. Candi Wringin Branjang