Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KERAJAAN CIREBON

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Masa
Islam yang diampu oleh Dr. Djono M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 :

1. Ahsan Hidayah (K4421004)


2. Annisa Diah Putri Kesdu (K4421

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas
berkat dan rahmatnya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu. Makalah yang mengangkat pembahasan mengenai sejarah dari
Kerajaan Cirebon ini disusun untuk memenuhi penugasan dari mata kuliah Sejarah
Indonesia Masa Islam yang diampu oleh Dr. Djono M.Pd

Dalam kesempatan ini izinkan kami mengucapkan terimakasih kepada segala


pihak yang telah membantu merealisasikan makalah ini sehingga dapat terselesaikan
tepat waktu. Terimakasih untuk Dr. Djono M.Pd atas segala bimbingannya makalah
ini dapat terselesaikan

Kami sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
yang kami miliki sehingga besar harapan kami agar para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun. Kami berharap makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi orang banyak dan terutama masyarakat Indonesia.

Surakarta, Mei 2022

Kelompok 9
PENDAHULUAN
Masuknya pengaruh dan merambahnya penyebaran Agama Islam di Indonesia
pada abad ke 13 membawa pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat
Indonesia. Mulai berdirinya kerajaan kerajaan bercorak Islam di Indonesia yang
dimulai di Sumatera saat berdirinya Kerajaan Samudra Pasai menyebabkan
pergeseran kekuatan di Indonesia yang pada awalnya di dominasi oleh kerajaan Hindu
– Buddha. Seiring berjalannya waktu, Kerajaan – Kerajaan Islam di Indonesai mulai
menyebar di seluruh penjuru Nusantara. Salah satu Kerajaan Islam di Indonesia yang
menarik untuk dibahas adalah Kerajaan Cirebon yang terletak di Jawa Barat.

Cirebon pada awalnya adalah sebuah daerah yang bernama Tegal AlangAlang
yang kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Raden
Walangsungsang diubah namanya menjadi Caruban. Nama Caruban sendiri terbentuk
karena diwilayah Cirebon dihuni oleh beragam masyarakat dan sebutan lain Cirebon
adalah Caruban Larang. Pada perkembangannya Caruban berubah menjadi Cirebon
karena kebiasaan masyarakatnya sebagai nelayan yang membuat terasi udang dan
petis, masakan berbahan dasar air rebusan udang

Para penyebar Islam di Jawa, dikenal dengan istilah Walisongo telah lama
melihat perkembangan Cirebon sebagai basis dari penyebaran Islam, karenanya Sunan
Gunung Jati sebagai orang yang dianggap memiliki riwayat mumpuni sebagai orang
yang ilmu agama Islamnya tinggi dianggap bisa mewujudkan misi pengembangan
Islam di Jawa. Kesultanan Cirebon lahir setelah Sunan Gunung Jati Syarif Hidyatullah
menikahi sepupunya Nyai Pakungwati, anak dari Pangeran
Cakrabuana/Walangsungsang sebagai Kuwu Cirebon.
PEMBAHASAN
A. Berdirinya Kerajaan Cirebon
Pada tahun 1497 M, Pangeran Cakrabuana selaku penguasa Cirebon
menyerahkan kepemimpinan kepada Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung
Jati. Naiknya Sunan Gunung Jati menjadi Penguasa Cirebon dan mendirikan
Kerajaan Cirebon yang bercorak Islam mendapatkan dukungan dari walisongo
dan juga Kerajaan Demak karena memperluas syiar Agama Islam di Jawa
Barat yang pada saat itu masih terdapat pengaruh dari Kerajaan Sunda
Pajajaran.

Langkah awal yang dilakukan Syarif Hidayatullah sebagai pemimpin


Cirebon adalah menggalang kekuatan dari Kesultanan Demak dan kekuatan
Islam lainnya untuk memperkuat pengaruh Kerajaan Cirebon. Selain itu Ia
juga mulai melepaskan diri dari pengaruh Kerajaan Sunda dengan menolak
untuk membayar upeti tahunan yang berupa garam dan terasi. Tindakannya ini
memancing amarah dari Kerajaan Sunda Pajajaran yang segera mengirimkan
Tumenggung Jagabaya beserta pasukannya untuk mendesak Cirebon agar
segera membayar upetinya, akan tetapi Tumenggung Jagabaya beserta
pasukannya tidak menjalankan perintah sebagaimana mestinya dan membelot
ke Cirebon untuk memeluk Agama Islam. Setelah itu Kerajaan Sunda
Pajajaran tidak lagi memberikan gangguan dikarenakan pembelotan
Tumenggung Jagabaya dan juga kemunduran di Kerajaan Sunda Pajajaran
akibat dari penguasa penguasa daerah yang berusaha melepaskan daerahnya
dari kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran yang diantaranya Raja Galuh,
Talaga, dan Banten

Dengan lepasnya Cirebon dari Kerajaan Sunda Pajajaran menandakan


berdirinya Kerajaan Cirebon yang bercorak Islam secara berdaulat yang pada
selanjutnya Sunan Gunung Jati dapat memerintah rakyatnya dengan bebas dan
merdeka.
B. Perkembangan
Setelah melepaskan Cirebon dari pengaruh Sunda Pajajaran,
selanjutnya Sunan Gunung Jati bisa berfokus untuk membangun dan
memakmurkan Cirebon. Perkembangan pesat terjadi setelahnya pada bidang
sosial budaya, ekonomi, serta agama. Dukungan dari kekuatan Islam lainnya
seperti Walisongo dan Kerajaan Demak turut ikut andil membawa
perkembangan bagi Kerajaan Cirebon

- Aspek Ekonomi
Dilihat dari geografis nya Kerajaan Cirebon terletak di pesisir pulau
Jawa yang membuat perdagangan menjadi sangat menguntungkan,
demi mendukung keuntungan yang telah dimiliki ini Sunan Gunung
Jati melakukan serangan ke Sunda Kelapa untuk membendung
pengaruh dari Portugis yang dikhawatirkan pengaruhnya akan sampai
dan menggangu perdagangan di Pulau Jawa setelah Portugis berhasil
menguasai Malaka. Setelah Sunda Kelapa ditaklukan, Sunan Gunung
Jati memperluas pengaruhnya ke daerah – daerah penghasil komoditas
perdagangan diantaranya Babadan, Kuningan, Karawang, dan
Indramayu dimana daerah ini menjadi sumber dari komoditas kayu dan
beras. Hal ini menyebabkan Pelabuhan Cirebon di pesisir utara Pulau
Jawa menjadi ramai dan memajukan perekonomian, Pelabuhan –
Pelabuhan tersebut sering disinggahi oleh pedagang dari Timur
Tengah, Cina, dan juga India.

- Aspek Agama
Dilihat dari coraknya, mayoritas dari masyarakat Kerajaan Cirebon
menganut Agama Islam setelah syiar dakwah yang dilakukan para
walisongo di Tanah Jawa. Setelah berdirinya Kerajaan Cirebon,
penyebaran Agama Islam menjadi salah satu fokus utama. Penyebaran
dilakukan ke Banten dengan mengirimkan Maulana Hasanuddin anak
dari Sunan Gunung Jati yang selanjutnya Maulana segera membentuk
pemerintahan di Surosowan dekat Muara Cibanten. Lalu penyebaran
juga dilakukan ke Priangan Timur dan daerah sekitar Jawa lainnya.
Pembangunan pusat keagamaan juga dilakukan untuk menunjang
perkembangan Agama diantaranya pembangunan masjid jami di
Ibukota Kerajaan dan di berbagai wilayah kekuasaan Kerajaan Cirebon
dan juga pembangunan langgar – langgar atau mushala di Pelabuhan
Pelabuhan.

- Aspek Sosial Budaya


Dengan masuknya ajaran Islam, mengakibatkan budaya di Kerajaan
Cirebon ikut terpengaruh oleh ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dari
gambaran simbol – simbol kosmis dan simbol yang kosmis dan simbol
yang berasal dari ajaran Islam. Simbol kosmis ini diwujudkan kedalam
bentuk payung sutra berwarna kuning berkepala naga yang
melambangkan perlindungan dari raja kepada rakyatnya. Selain itu
terdapat 4 simbol yang melambangkan ajaran Islam yang ikut
mempengaruhi kesenian masyarakat Cirebon, yaitu 1). Syariat,
disimbolkan dengan wayang dengan makna bahwa wayang tersebut
adalah manusia sedangkan dalangnya adalah Allah SWT. 2). Tarekat
yang disimbolkan dengan barong. 3). Hakekat yang disimbolkan
dengan topeng. Dan 4). Ma’rifat yang disimbolkan dengan ronggeng.

C. Masa Keemasan
Masa Kejayaan atau Kememasan Cirebon sebagai Sebuah Kerajaan
berdaulat dimulai sejak diangkatnya Syarif Hidayatullah sebagai Sultan
Cirebon I sampai dengan berakhirnya pemerintahan Sultan Cirebon ke II yaitu
Pangeran Agung atau Panembahan Ratu yakni dari mulai tahun 1479-1649
Masehi.

Masa Syarif Hidayatullah, Cirebon banyak melakukan gebrakan-


gebrakan politik dengan menjalin persahabatan dengan kesultanan-kesultanan
di Nusantara terutamanya dengan Demak. Pada masa Syarif Hidayatullah
tercatat Cirebon melakukan pembangunan besar-besaran, seperti
Pembangunan Istana, Masjid Agung serta insfrastruktur lainnya, pada awal-
awal menjadi Sultan Cirebon, urusan administrasi Pemerintahan sepertinya
masih dipegang oleh uwaknya Pangeran Cakrabuana, sedangkan Syarif
Hidayatullah sendiri aktif dalam mendakwahkan Islam dipelosok-pelosok
Pasundan. Barulah setelah uwaknya wafat kemudian Syarif Hidayatullah
mengurusi keduanya. Dalam masa Syarif Hidayatullah juga Cirebon tercatat
dapat menaklukan Galuh (Pajajaran Timur) dengan dibantu oleh Demak.
Sementara itu Cirebon juga kemudian berhasil menaklukan Pajajaran Barat
(Pakwan) melalui Kesultanan Banten yang juga pendiriannya digagas oleh
Syarif Hidayatullah. Pada masa ini juga Cirebon berhasil mengislamkan
negeri-negeri bawahan Pajajaran, seperti Sindangkasih, Singaphura,
Surantaka, Indramayu, Talaga, dan masih banyak yang lainnya.

Pada masa Syarif Hidayatullah memerintah sebenarnya ada dua


Pangeran yang digadang-gadang menggantikan jabatan beliau sebagai sultan,
yaitu Pangeran Pasarean dan Pangeran Carbon atau Pangeran Sedang
Kemuning (1495-1552) akan tetapi keduanya wafat sebelum dinobatkan
menjadi Sultan.

Pada masa Panembahan Ratu memerintah, terjadi beberapa


pemberontakan, diantaranya pemberontakan Arya Kuningan, Pemberontakan
Datuk Pardun dan pada masa ini juga terjadi peristiwa terbakarnya Masjid
Kasultanan Cirebon, namun masalah tersebut dapat ditangani oleh Sultan.
Panembahan Ratu berkuasa dan menjadi Sultan Cirebon dari mulai tahun
1568-1649 Masehi. Dalam tahun 1649 Masehi Panembahan Ratu Wafat,
sementara itu ternyata sebelumnya Pangeran yang digadang-gadang
menggantikan beliau yaitu Pangeran Sedang Gayam (Pangeran Dipati Anom
Carbon II) ternyata wafat sebelum dinobatkan. Dengan demikian selanjutnya
yang menjadi Sultan Cirebon ke III yaitu Pangeran Putra dengan Gelar
Panembahan Girilaya yang merupakan anak Pangeran Sedang Gayam.
Pangeran Sedang Gayam memerintah dari mulai Tahun 1649-1662 Masehi.
Pada masa Panembahan Girilaya inilah awal mula benih-benih kemunduran
Kerajaan Cirebon muncul kepermukaan

D. Keruntuhan
Benih-benih kemuduran Kerajaan Cirebon dimulai pada Tahun 1649-
1662 Masehi ketika Cirebon dipimpin oleh Panembahan Girilaya, sebab-sebab
kemunduran Cirebon ini ditenggarai karena bangkitnya tiga kekuatan Politik
besar di pulau Jawa yaitu Kesultanan Mataram yang terletak di Timur
Cirebon, dan VOC Belanda serta Kesultanan Banten yang terletak di Barat
Cirebon. Mataram, Banten dan VOC dalam tahun itu menggenjot ekonominya
untuk membiyayai Militer besar-besaran, sementara Cirebon sendiri
cenderung pasif dalam memperbesar kekuatan ekonomi dan militernya, hal
ini wajar sebab Cirebon memang dalam waktu itu lebih banyak melakukan
dakwah-dakwah Islam ke Pelosok Pasundan.

Pada Tahun 1649 Sampai dengan 1662 terjadi gesekan kepentingan di


Cirebon, Mataram pada waktu itu menginginkan Cirebon tetap dibawah
kendalinya, pun Juga dengan Banten merasa perlu menarik Cirebon untuk
bergabung dengan Banten agar membangkang dari Mataram, Dalam Istana
Cirebon terpecah menjadi dua kubu, ada yang condong ke Mataram dan
adapula yang Condong ke Banten. Puncaknya, pada tahun 1660-1661 Ketika
Panembahan Girilaya berkunjung ke Mataram untuk seba ke Sultan Mataram
yang sekaligus juga sebagai mertuanya, dimana dalam kunjungannya itu
Sultan Mataram Menekan Cirebon Agar tegas menolak Banten dan tetap
berada dibawah Mataram, namun demikian ternyata kemudian Panembahan
Girilaya menolaknya hingga kemudian atas peristiwa penolakan tersebut
Panembahan Girilaya beserta kedua putra mahkota Cirebon ditawan
Kesultanan Mataram, dan tidak boleh pulang ke Cirebon, dalam penahanan itu
Panembahan Girilaya dikabarkan wafat karena diguna-guna pada tahun 1662.

Setelah Kewafatan Panembahan Girilaya, terjadi kegoncangan di


Cirebon, di Cirebon selama 16 tahun setelah kewafatan Sultan Cirebon ke III
tersebut tidak mempunyai Seorang Sultan, urusan Pemerintahan dipegang oleh
Pejabat Pengganti Sultan yang dijabat oleh Pangeran Wangsakerta anak dari
Panembahan Girilaya dari istri lainnya. Setelah 16 tahun berselang, di
Mataram terjadi pemberontakan Trunojoyo, pemberontakan itu didukung oleh
orang-orang Banten dan Cirebon, pemberontakan itupun berhasil menguasai
Istana Mataram, Pangeran Cirebon yang disekap kemudian dapat diselamatkan
pemberontak dan dibawa ke Kediri. Sementara Amangkurat I yang kala itu
menjadi Raja Mataram melarikan diri namun kemudian wafat dalam pelarian.

Setelah Pangeran Kertawijaya dan Mertawijaya dapat diselamatkan,


keduanya kemudian dibawa pulang ke Cirebon, untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan akhirnya kedua Pangeran tersebut kemudian dilantik
menjadi Sultan. Karena di Cirebon waktu itu ada dua Sultan maka mulai
setelah itu Cirebon dibelah menjadi dua kerajaan, yaitu Kesultanan Kasepuhan
yang dirajai oleh Pangeran Mertawijaya dan Kesultanan Kanoman yang dirajai
oleh Kertawijaya.

Cirebon dibawah pemerintahan Pangeran Merta Wijaya (Sultan Sepuh


Raja Syamsudin) serta wilayah kekuasaannya dinamakan Kasultanan
Kasepuhan Cirebon. Sedangkan Cirebon dibawah pemerintahan Pangeran
Kertawijaya (Pangeran Anom Mohamad Badarudin) serta wilayah
kekuasaannya dinamakan Kasultanan Kanoman Cirebon. Kasepuhan sendiri
berasal dari kata Sepuh yang berarti tua, sementara Kanoman sendiri berasal
dari kata Nom yang berarti muda, jadilah setelah itu kemudian Cirebon
terdapat II Kerajaan, yakni kerjaan Tua dan Muda, dengan Wilayah kekuasaan
masing-masing.

Berdirinya kedua kesultanan Cirebon itu menandai bebasnya Cirebon


dengan Mataram, pada waktu ini Cirebon dibawah perlindungan Banten.
Mulai saat itu juga gelar Panembahan untuk Raja Cirebon dihapuskan
digantikan dengan gelar Sultan yang mendapatkan legitimasi dari Kesultanan
Banten. Terpecahnya Cirebon menjadi II kerajaan tersebut terjadi pada Tahun
1678 Masehi. Penamaan Sepuh dan Nom dalam menamai kedua kesultanan
tersebut karena Pangeran Merta Wijaya merupakan Pangeran yang lebih Tua
dari Pangeran Kertawijaya sementara Pangeran Kertawijaya lebih muda dari
Pangeran Merta Wijaya, karena kedua Sultan tersebut pada dasarnya
merupakan kakak dan adik.

Selanjutnya pada tahun 1807-1810 ketika pengaruh Belanda sudah


menguasai hampir seluruh Jawa dimana Banten sudah dikalahkan Belanda dan
Mataram sudah lama hancur digantikan kerjajaan kecil-kecil, Belanda secara
pengaruh sudah menguasai Cirebon, hampir seluruh kebijakan Kasultanan
Kasepuhan dan Kanoman cenderung disetir Belanda. Dalam zaman itu
ketidak adilan di Cirebon akibat kesewenang-wenangan kebijakan Kesultanan
yang dipelopori Belanda membawa penderitaan rakyat Cirebon, sehingga
rakyat Cirebon waktu itu sudah muak terhadap para Rajanya.

Pada Tahun 1806 meletuslah pemberontakan besar di Cirebon yang


dipelopori oleh para ulama dan santri, Pemberontakan tersebut dipimpin oleh
Kiyai Bagus Rangin dan Kiyai Bagus Serit. Alasan pemberontakan pada
umumnya didasarkan karena Para penguasa Cirebon-Indramayu dianggap
antek-antek Belanda yang mengangkangi rakyat dan lebih memilih
memanjakan para penguasa Cina. Perlawanan ini didukung oleh salah Satu
Pangeran Kasultanan Kanoman yang bernama Pangeran Buhaeiridin.
Pangeran Buhaeiridin kemudian berhasil di tangkap dan diasingkan ke
Ambon. Melihat Pangeran Pro rakyatnya di Buang Belanda, Perlawanan Kiyai
Bagus Rangin dan Kiyai Bagus Serit semakin didukung rakyat, Belanda
kemudian kwalahan menghadpi perlawanan tersebut.

Dengan taktiknya, kemudian Belanda membawa kembali Pangeran


Buhaeiridin dari pengasingan ke Cirebon dan kemudian melantinya menjadi
Sultan Baru, mulailah setelah itu Cirebon terpecah menjadi III Kerajaan,
Pangeran Buhaeiridin kemudian dilantik menjadi Sultan dengan gelar Sultan
Carbon Buhaeiridin. Adapun nama kerajaannya kemudian di beri nama
Kasultanan Kacirbonan, selain Pelantikannya sebagai Sultan, Sultan Carbon
Buhaeiridin juga kemudian dibangunkan Istana dan mempunyai wilayah
kekuasaan sendiri. Pengukuhan dan Pelantikan tersebut terjadi pada tahun
1807 Masehi.

Dengan demikian mulai tahun 1807 Cirebon terpecah menjadi Tiga


kerajaan, Kasepuhan, Kanoman dan Kacirbonan. Peristiwa Pengangkatan
Pangeran Pro rakyat itu kemudian berangsur-angsur memadamkan
Pemberontakan yang dipimpin Kiyai Bagus Rangin dan Kiyai Bagus Serit.
Selanjutnya setelah peristiwa terpecahnya Cirebon menjadi III kerajaan
tersebut, selanjutnya berimbas pada kehancuran Cirebon secara perlahan-
lahan, terlebih-lebih setelah itu kemudian para Sultan sudah tidak lagi punya
wewenang dalam memerintah, Pemerintahan diambil alih Penjajah Belanda
sementara para Sultan hanya dijadikan simbol penguasa lokal dan
pendapatannya berasal dari gajih yang diberikan Belanda dalam tiap bulannya.

E. Peninggalan
1. Keraton Kasepuhan Cirebon
Keraton Kasepuhan Cirebon atau Keraton Pakungwati, dibangun oleh
Pangeran Cakrabuana atau sering dikenal dengan sebutan Mbah Kuwu Cerbon
pada tahun 1430,berselang waktu kemudian Pangeran Cakrabuana mengganti
nama menjadi Keraton Pakungwati yang sebelumnya nama pertamanya yaitu
Dalem Agung Pakungwati, dikarenakan Pangeran Cakrabuana mempunyai
kasih sayang terhadap putrinya yang bernama Ratu Ayu Pakungwati.Keraton
Kasepuhan Cirebon juga termasuk kerajaan islam tertua di Cirebon.

Nyimas Pakungwati menikah dengan sepupunya yang bernama Syarif


Hidayatulllah , Syarif Hidayatullah merupakan tokoh agama terkemuka di
Indonesia dan orang sering menyebutnya dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
Keraton Kasepuhan merupakan bangunan bersejarah Kesultanan Cirebon yang
masih terawat dengan baik, dan bangunan Keraton Kasepuhan Cirebon
tersebut menghadap ke posisi utara , dikarenakan itu termasuk ciri khas
bangunan keraton yang selalu menghadap utara dan didekatnya ada masjid. Di
sebelah keraton terdapat bangunan masjid yang megah dan mewah, bangunan
tersebut merupakan hasil karya dari para Wali.. Di sebelah timur alun-alun
yang dulunya digunakan sebagai pasar dan sampai sekarang yang terkenal
dengan barang buatan masyarakat lokal yaitu Poci/Teko.

Keraton Kasepuhan Cirebon mempunyai 2 buah pintu gerbang, pintu


utama yang terletak di utara dan pintu belakang yang terletak di selatan
keraton.Pintu utara sering disebut Kreteg Pangrawit yang berarti Jembatan
Kecil , sedangkan disebelah selatan dinamakan Lawang Sanga yang berarti
Pintu Sembilan. Dibagian depan keraton terdapat dua bangunan yaitu
Pancaratna dan Pancaniti.

Pancaratna ialah bangunan yang terdapat pada kiri depan komplek


yang terdapat pada pintu utara dan bangunan ini berfungsi sebagai
tempat seba atau tempat yang menghadap para pembesar desa yang diterima
oleh Demang atau Wedana ,dan bangunan tersebut sekelilingnya di pasangi
dengan pagar yang terali besi.
Pancaniti ialah bangunan pendopo yang terletak disebelah timur yang
merupakan tempat para perwira tinggi keraton melakukan pelatihan terhadap
para prajurit dan sebagai tempat pengadilan. Pendopo tersebut merupakan
bangunan yang tidak mempunyai dinding atau terbuka dan memiliki tiang
berjumlah 16 buah untuk menopang atapnya.

2. Keraton Kanoman
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohammad Badridin atau
Pangeran Kertawijaya , Keraton Kanoman mempunyai luas sekitar 6 Hektar
dan berlokasi di belakang pasar di Kraton ini merupakan tempat tinggal
kesultanan ke-12 yaitu Sultan Muhammad Emiruddin beserta keluarganya.
Keraton Kanoman mempunyai komplek yang luas dan terdiri dari banyak
bangunan kuno. Di keraton ini terdapat dua kereta yang disimpan dan
merupakan peninggalan kuno dari Kesultanan Cirebon yaitu kereta Paksi Naga
Liman dan Kereta Jempana,Kesultanan Kanoman merupakan pembagian dari
Kesultanan Cirebon , yang dibagi kepada putera Pangeran Girilaya yaitu
Pangeran Raja Kartawijaya.

3. Keraton Kacirebon
Keraton Kacirebon dibangun pada tahun 1800 Masehi, bangunan ini
digunakan untuk menyimpan barang-barang peninggalan pada jaman
terdahulu yaitu seperti Keris,Wayang,alat musik Gamelan , dan alat-alat
perang lainnya. Keraton Kacirebon berada di wilayah kelurahan Pulasaren
Kecamatan Pekalipan di Kota Cirebon,dan terletak di sebelah barat daya dari
Keraton Kasepuhan dan selatan dari Keraton Kanoman.Bangunan ini
mempunyai panjang yang sangat besar dan memanjang ke arah selatan dengan
luas tanah 46.500 m persegi.

4. Keraton Keprabon
Peninggalan Kerajaan Cirebon selanjutnya adalah keraton Keprabon.
Keraton Keprabon adalah sebuah tempat pembelajaran yang didirikan putera
mahkota Kesultanan Kanoman yang merupakan pembagian dari Kesultanan
Cirebon, Pangeran Raja Adipati Keprabon memilih untuk mendalami ilmu
keagamaanya di agama islam.
Akan tetapi Keprabon bukanlah Keraton atau Kesultanan melainkan
sebuah tempat yang dibangun oleh Pangeran Raja Adipati untuk mendalami
agami islam seperti Thareqat.Keprabon tidak mempunyai keraton melainkan
hanya rumah-rumah biasa.Akan tetapi Keprabon tetap mempunyai bau
peninggalan sejarah dari Kesultanan Cirebon meskipun sedikit.

5. Kereta Singa Barong Kasepuhan


Kereta Singa Barong Kasepuhan merupakan karya Panembahan Losari
yaitu merupakan cucu Sunan Gunung Jati, yang dibuat pada tahun 1549.
Depan kereta Singa Barong berbentuk belalai gajah yang melambangkan
persahabatan Kesultanan Cirebon dengan negara India , dan yang berkepala
naga melambangkan persahabatan dengan negara Tiongkok , serta yang
bersaya dan berbadan Buroq melambangkan persahabatan dengan negara
Mesir. Senjata Trisula pada belalai gajah mempunyai lambang mengenai
ketajaman cipta,rasa, dan karsa manusia.

Ukiran pada Kereta Singa Barong tersebut cukup menarik dan indah
meskipun pada saat ini kereta kuno tersebut kurang terawatt. Di sisi belakang
Kereta Singa Barong tersebut menempel bendera kuning yang disebut
Blandrang , Blandrang sendiri bendera yang selalu dibawa prajurit Panyutran
sebagai barisan kehormatan. Ukiran pada sisi belakang Kereta berbentuk
gumpalan-gumpalan awan hijau dengan ornament berwarna emas, Kereta
Singa Barung tersebut biasa digunakan pada saat kirab 1 Muharam dan
Pelantikan Sultan. Di Tahun 1945 Kereta Singa Barong yang asli ini tidak
digunakan lagi pada saat kirab , yang digunakan yaitu Kereta Singa Barong
palsu atau duplikatnya.

6. Masjid Sang Cipta Rasa


Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid tertua di Cirebon ,
yaitu dibangun pada tahun 1840 M . Nama masjid ini diambil dari kata “sang”
yang berarti keagungan, “cipta” yang berarti dibangun,dan “rasa” yang berarti
digunakan. Konon , masjid ini dibangun dengan melibatkan 500 orang yang
didatangkan dari Majapahit,Demak,dan Cirebon. Sunan Gunung Jati yang
merencanakan pembangungan masjid ini menunjuk Sunan Kalijaga untuk
menjadi arsiteknya, daripada itu Sunan Gunung Jati juga meminta bantuan
dari Raden Sepat seorang arsitek Majapahit yang merupakan tahanan perang
Demak-Majapahit.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan Cirebon yang bercorak Islam didirikan oleh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang merupakan salah satu dari
walisongo yang merupakan para wali yang menyebarkan Agama Islam di
Tanah Jawa. Langkah pertama yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati
setelah menjabat sebagai penguasa adalah melepaskan Cirebon dari
pengaruh Kerajaan Sunda Pajajaran dengan menolak membayar upeti
tahunan yang berupa garam dan terasi. Setelahnya perkembangan dan
pembangunan terus terjadi di Kerajaan Cirebon di berbagai aspek. Masa
kejayaan dialami pada saat masa pemerintahan Sunan Gunung Jati.
Keruntuhan Kerajaan Cirebon diakibatkan perpecahan yang terjadi akibat
tekanan dari berbagai kekuatan yang muncul dan memaksa Cirebon untuk
tunduk.
DAFTAR PUSTAKA

(2017). Sejarah Kerajaan Cirebon Masa Pendirian, Kejayaan, dan


Kemundurannya. Diakses dari
https://www.historyofcirebon.id/2017/05/kerajaan-cirebon-masa-
pendirian.html?m=1, pada 29 April 2022

Ambari, Hasan Muarif, Menemukan Peradaban. Jejak Arkeologis dan


Historis Islam Indonesia, Ciputat, Jakarta : PT Logos, 2001.

Graff. De. Kerajaan-kerajaan Islam Pertama Di Jawa, Judul Asli De


Ereste Muslime Vosrertendomen of Java. Student over de Statkundige
Geschindenis van de 15de en 16de Eeuw. Jakarta : Penerbit PT Grafitti
Pers. 1985

Harun, Yahya. M. Sejarah Islam Nusantara, Abad XVI & XVII.


Yogyakarta : Penerbit Kimia Kalam Sejahtera. 1994.
Simon, Hasanu. Misteri Seh Siti Jenar Peran Wali Songo Dalam
Mengislamkan Tanah Jawa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2004.

Anda mungkin juga menyukai