Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

SEJARAH BERDIRINYA KESULTANAN CIREBON


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Arkeologi Islam
Dosen Pengampu Sucipto, S.Hum., M.Hum

Kelompok 5
Anggota :
Naufal Irfan Pramana (206131045)
Nessa ailin sugiharto (206131051)
Dwi Nur Syaputra (206131058)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN BAHASA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim. Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. Puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta innayah-Nya kepada kita. Sehingga kami dari kelompok 1 dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Kemudian sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada sang
Revolosioner Sejati Nabi agung, Muhammad SAW. yang dinantikan syafa’atnya di yaumul
akhir.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambahkan pengetahuan serta
pengalaman bagi para pembaca. Dalam proses penyelesaian makalah ini tentunya tidak
terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dan dengan ini, kami
menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Sucipto, S.Hum., M.Hum selaku dosen pengampu dari mata kuliah Arkeologi
Islam Jawa yang telah memberikan bimbingan kepada kami dalam pembuatan makalah
ini.
2. Segenap Orang tua kami yang telah banyak memberikan dorongan baik moril maupun
materil.
3. Semua pihak yang tidak dapat penulis rinci satu persatu yang telah berkontribusi dalam
proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari adanya keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami dalam menyusun
makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca
kami harap dapat memotivasi, demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya untuk pembaca. Aamiin...

Surakarta, 18 Februari 2022

Penulis
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sejarah Berdirinya Kesultanan Cirebon


Kerajaan Cirebon merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam ternama
yang berasal dari Jawa Barat. Kesultanan Cirebon berdiri pada abad ke-15 dan 16
Masehi.Kesultanan Cirebon juga merupakan pangkalan penting yang
menghubungkan jalur perdagangan antar pulau. Kesultanan Cirebon berlokasi di
pantai utara pulau Jawa yang menjadi perbatasan antara wilayah Jawa Tengah dan
Jawa Barat, ini membuat Kesultanan Cirebon menjadi pelabuhan sekaligus
“jembatan” antara 2 kebudayaan, yaitu budaya Jawa dan Sunda.1
Secara etimologi istilah Cirebon berasal dari dua kata yaitu caruban dan
ci+rebon . Kata caruban mengalami perubahan menjadi carbon kemudian cerbon
dan akhirnya menjadi Cirebon. Cirebon sendiri mengandung makna campuran ;
yaitu sebuah tempat yang didiami oleh penduduk dari berbagai bangsa, agama,
bahasa, aksara, dan pekerjaan. Sedangkan untuk kata ci+rebon berasal dari bahasa
sunda cai berarti air dan rebon berarti udang berukuran kecil sebagai bahan dasar
pembuatan terasi.
Cirebon awalnya dikenal dengan sebutan nama Tegal Alang-Alang atau
Kebon Pesisir yang kemudian berkembang menjadi sebuah pedukuhan atau desa.
Lokasi ini mulai menjadi pusatkerajaan islam dengan kepala desa (kawu)
pertamanya bernama Ki Ageng Alang-Alang . Setelah meninggal kemudian
diangkatlah Samadullah sebagai pengganti Ki Ageng Alang-Alang. Samadillah
merupakan seseorang yang dikenal dengan dengan sebutan Pangeran Cakrabuana.
Di abad ke 15 Cirebon masih dibawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran yang
dipimpin oleh prabu Siliwangi. Pangeran walangsungsang (Pangeran Cakrabuana)
dijadikan Kawu Cirebon menggantikan pangeran Pakubuana dan kemudian diberi
gelar Sri Mangana.2
1
Dedi Yusar , Sasongko S. Putro, Nanang Sutisna, “Naskah-Naskah Kuna Cirebon: Tinjauan Kodikologi”
Repositori Unpak, Desember 26, 2021, https://repository.unpak.ac.id/tukangna/repo/file/files-
20211226175940.pdf
2
Budi Prasidi Jamil, “Perpecahan Kesultanan Cirebon”. Jurnal Kalijaga Volume 2, Juli 2013 hal. 34
Pangeran Cakrabuana menjabat sebagai kawu selama 32 tahun (1447-
1479 M). Cirebon mengalami perkembangan yang sangat berkat kegigihan dari
Pangeran Cakrabuana, yang kemudian dia diangkat oleh raja Pakubuana Pajajaran
menjadi Tumenggung Jayabaya. Pada tahun 1479 Pangeran Cakrabuana
menyerahkan kekuasaan kepada keponakanya yaitu Syarif Hidayatullah atau
dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Dengan berkuasanya Syarif Hidayatullah di
Cirebon merupakan titik awal dari berdirinya Kesultanan Cirebon. Kesultanan
Cirebon berdiri pada tahun 1479 M dan menjadi kekuasaan pemerintahan yang
berdaulat atau berdiri sendiri dan terlepas dari Kerajaan Sunda Padjajaran. Pada
saat Cirebon berada dibawah kekuasaan Syarif Hidayatullah tidak lagi
mengirimkan upeti kepada Padjajaran sebagaimana yang dilakukan oleh pamanya
yaitu Pangeran Cakrabuana.
Upaya Sunan Gunung Jati untuk melepaskan Cirebon dari Kerajaan
Sunda Pajajaran tidak mendapat halangan yang berarti. Hal tersebut dikarenakan
adanya beberapa sebab, yaitu: Pertama, karena Kerajaan Sunda Pajajaran sedang
mengalami kemunduran dan kekuatannya makin digerogoti oleh penguasa-
penguasa daerah yang ingin melepaskan diri dari kekuasaannya, seperti Raja
Galuh, Talaga, dan Banten. Kedua, adanya pembelotan Tumenggung Jayabaya
beserta pasukannya yang tergolong kuat yang kemudia mengakibatkan
terpukulnya hati Raja Pajajaran, sehingga konsentrasi kepada kerajaan terganggu.
Ketiga, Sunan Gunung Jatimmasih keturunan Prabu Siliwangi, dan keempat, Raja
Pajajaran, Sribaduga Maharaja (Prabu Siliwangi) keburu meninggal dunia (1521).
3

Dalam pendirian Kesultanan Cirebon , Wali Songo memiliki pengaruh


dan andil yang besar atas daerah Cirebon. Syarif Hidayatullah diberikan amanah
untuk memegang kendali pemerintahan Cirebon dan kemudian mendapat gelar
Ingkang Sinuhun Sunan Jati Purba Wisesa Panetep Panataagama Awliyah
Khalifatur Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam. Sunan Gunung Jati juga dilantik
oleh Raden Ali Rokhmatullah sebagai Ketua Dewan Wali Songo.4

3
Heru Erwantoro, “Sejarah Singkat Kerajaan Cirebon”. Jurnal Patanjala Volume 4, No. 1, Mei 2012 hal. 172-173
4
Mokhoyyaroh, Disertasi : “Akulturasi Budaya Tionghoa dan Cirebon di Kesultanan Cirebon” ( Jakarta : UIN
Syarif Hidayatullah, 2021), hal. 69-70

Anda mungkin juga menyukai