Anda di halaman 1dari 20

K E S U LTANAN

CIREBON
ASSALAMUALAIKUM
WARRAHMATULLAHI
WABARAKATUH

TUGAS INI DIBUAT OLEH :

AURA RELLUNG GUMANTI (07)


X MIPA 7
KERAJAAN CIREBON

Gmbr. Keraton Kesultanan Cirebon

Pada abad ke-15 awal, Cirebon dikuasai oleh Pangeran


Walangsungsang (Cakrabuana), keturunan raja Pakuan Pajajaran
yang merupakan kerajaan Hindhu-Buddha saat itu.
Suatu waktu Pangeran Walangsungsang dan adiknya Nyi Mas Ratu
Rara Santang, mendatangi Syekh Nurjati untuk mempelajari agama
Islam. Kemudian setelah lama belajar, mereka berdua pergi ke
Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Disana, Nyi Mas Ratu Rara
Santang bertemu dengan jodohnya yaitu Syarif Abdullah dari
Mesir dan menikah di sana. Setelah menikah, nama Nyi Mas Rara
Santang berubah menjadi Syarifah Muda’im.

Pada sekitar tahun 1450, Pangeran Walangsungsang mendirikan


Kerajaan Cirebon atas perintah gurunya. Ia mulai membuka lahan
di pesisir Jawa Barat untuk menyebarkan agama Islam.
MASA KEJAYAAN
Pada saat Pangeran Walangsungsang wafat di tahun 1479, ia digantikan oleh
keponakannya, Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) yang merupakan
putra dari Syarifah Muda’im dengan Syarif Abdullah. Ia menjadi salah satu
dari Wali Songo dan berperan besar dalam penyebaran agama Islam. Dalam
masa pemerintahannya, Cirebon menjadi daerah pertama yang kali masuk
Islam di Jawa Barat.

Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dikenal sebagai sosok yang
sangat lembut dalam berdakwah dan menyebarkan agama Islam. Sikap
tolerannya ditunjukkan ketika ia menikahi Nyai Kawung Anten pada 1476
yang kemudian masuk Islam tapi tidak beserta orang tuanya, dan Sunan
Gunung Jati menghargai keputusannya.

Dalam masa pemerintahannya, Kesultanan Cirebon mengalami kemajuan yang


sangat pesat. Kemajuan ini juga memengaruhi perkembangan dan
penyebaran agama Islam.
Dengan dukungan lokasi yang strategis, pelabuhan yang ramai, serta
sumber daya alam dari daerah pedalaman, Cirebon kemudian menjadi
sebuah kota besar dan menjadi salah satu kota dagang dan pelabuhan
ekspor impor di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan di Kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia
lainnya.

Hubungan baik antara Cirebon dengan Kesultanan Demak dan Malaka


juga meningkat. Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak memiliki
hubungan diplomatis yang sangat erat. Salah satunya dengan
menikahkan putri Sunan Gunung Jati, Ratu Ayu dengan Pangeran
Sabrang Lor yang merupakan panglima angkatan laut Kesultanan Demak.

Pada tahun 1480 Syarif Hidayatullah membangun Masjid Agung Sang


Cipta Rasa. Setalah membangun masjid, beliau juga membangun jalan-
jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah
kadipaten lainnya.
KEHIDUPAN MASYARAKAT
Kesultanan Cirebon mengandalkan perekonomiannya pada
perdangangan jalur laut. Dimana terletak Bandar-bandar dagang yang
berfungsi sebagai tempat singgah para pedagang dari luar Cirebon.

Kehidupan Sosial Kerajaan Cirebon Perkembangan Cirebon tidak


lepas dari pelabuhan, karena pada mulanya Cirebon merupakan
sebuah bandar pelabuhan.

Kerajaan Cirebon juga terdiri dari beberapa golongan, yaitu :


• golongan raja beserta keluarganya
• golongan elite
• golongan non elite
• dan golongan budak.
Secara menyeluruh, Islam memberikan warna baru dalam
masyarakat Kesultanan Cirebon. Khususnya dalam upacara yang
biasanya disebut kenduren atau selamatan. Cirebon memiliki
beberapa tradisi ataupun budaya dan kesenian yang hingga
sampai saat ini masih terus berjalan dan masih terus dilakukan
oleh masyarakatnya.
RUNTUHNYA KERAJAAN
Keutuhan Kesultanan Cirebon hanya bertahan sampai kepemimpinan
Panembahan Ratu II atau yang lebih dikenal dengan Panembahan
Girilaya yang merupakan cicit dari Sarif Hidayatullah.

Atas Keinginannya dan demi menghindari perbedaan pendapat


tentang penerus Kesultanan, pada tahun 1662 ia membagi
Kesultanan Cirebon menjadi 2, yaitu :
a) Kesultanan Kasepuhan, yang dipimpin oleh Martawijaya
(Panembahan Sepuh yang bergelar Syamsuddin).
b) Kesultanan Kanoman, yang dipimpin oleh Kartawijaya
(Panembahan Anom yang bergelar Badruddin).
Gmbr. Keraton Kasepuhan Cirebon Gmbr. Keraton Kanoman Cirebon

Namun, setelah pembagian kesultanan, stabilitas politik dari


kedua keraton ini malah semakin surut. Pada tahun 1681,
keduanya mulai berada di bawah pengaruh Belanda. Hal ini
membuat penduduk Cirebon merasa tidak aman dan mulai
melakukan pemberontakan terhadap kolonialisme pada sekitar
tahun 1800. Pemberontakan yang terjadi dimana-mana membuat
Cirebon runtuh secara perlahan.
Pada tahun 1700, Kesultanan Cirebon dibagi menjadi dua bagian
lagi, yaitu
a) Kesultanan Kacirebonan, yang dipimpin oleh Pangeran Arya
Cirebon.
b) Kesultanan Kaprabonan (Panembahan), yang dipimpin oleh
Pangeran Wangsakerta.
Jadi, keseluruhan Kesultanan Cirebon pada saat itu telah terbagi
menjadi empat bagian, Kesultanan Kasepuhan, Kesultanan
Kanoman, Kesultanan Kacirebonan, dan Kesultanan Kaprabonan.

Gmbr. Keraton Kasultanan Kacirebonan Gmbr. Keraton Kaprabonan


Sejak awal abad ke-18, Kesultanan Cirebon mengalami
kemunduran di segala bidangnya karena dikendalikan oleh VOC
yang berlanjut hingga pemerintahan kolonial Hindia-Belanda sejak
abad ke-19 dan masa pendudukan Jepang tahun 1942, di mana
sultan-sultan mendapat gaji dari pemerintah kolonial pada
masanya.
RAJA YANG PERNAH MEMIMPIN

1. 2.
Pangeran Cakrabuana Sunan Gunung Jati

Tahun 1479-1568 Sunan Gunung


Di tahun 1445-1479 Pangeran Jati/Syarif Hidayatullah (Sultan
Cakrabuana (Sultan Cirebon Cirebon II)  menjadi penyebar agama
I) mendirikan istana Pakungwati & Islam di Jawa Barat dan menjadi
membentuk pemerintahan di Cirebon. sultan Kesultanan Cirebon. Ia
Sehingga, dianggap sebagai pendiri mendapat gelar Tumenggung Syarif
Kesultanan Cirebon. Hidayatullah bin Maulana Sultan
Muhammad Syarif Abdullah.
3. 4.
Fatahillah/Fadillah Khan Panembahan Ratu I

Panembahan Ratu I (Sultan


Cirebon IV) , yang memiliki
nama asli Pangeran Emas
Putra. Beliau memimpin
Cirebon antara tahun 1570
sampai dengan 1649
1568-1570 Fatahillah (Sultan
Cirebon III) mengisi kekosongan
pemegang kekuasaan dari Sunan
Gunung Jati
5.
Panembahan Ratu II

1649-1677 Panembahan Ratu


II (Sultan Cirebon V) atau
yang juga dikenal dengan
Panembahan Girilaya dan
memiliki nama asli Pangeran
Rasmi atau Pangeran Karim.
BUKTI SEJARAH
Beberapa bukti yang merupakan sumber sejarah dari Kesultanan
Cirebon, yaitu :

Babad Cirebon,
Karya sastra yang ditulis pada abad ke-19 di Cirebon.
Berisi tentang perkembangan Kesultanan Cirebon pada
awal waktu penjajahan Belanda di Pulau Jawa.
Sebagian besar isinya menceritakan tentang Sunan
Gunung Jati selaku penyebar agama Islam di Jawa
Barat dan juga memberikan kejayaan di Kesultanan
Cirebon. Babad Cirebon ditulis menggunakan huruf
Arab dan bahasa Jawa Cirebon.
Suma Oriental,
merupakan catatan Tom Pires yang mengujungi
Cirebon pada tahun 1513. Pires memberikan
informasi mengenai keadaan ekonomi dan politik
di Jawa pada abad ke-16. Ia menyebut lima
pelabuhan utama Kerajaan Sunda, adanya
pelabuhan di Cirebon, dan pengaruh Demak
terhadap wilayah barat Pulau Jawa.

Carita Caruban Purwaka Nagari,


karya Pangeran Dipati Carbon ditulis pada tahun
1702 masehi. Naskah ini terdiri dari 39 bagian
yang menceritakan perkembangan Cirebon,
perjalanan hidup para petinggi kerajaan beserta
keluarganya, dan juga menceritakan silsilah
keluarga kerajaan.
PENINGGALAN KESULTANAN
CIREBON
Peninggalan-peninggalan dari Kesultanan Cirebon yaitu :

Bangunan Keraton Kasepuhan


Cirebon

Bangunan Keraton Kasepuhan Bangunan Keraton Kanoman


Cirebon Bangunan Keraton
Cirebon Kasepuhan
Cirebon
Bangunan Keraton Kacirebonan Bangunan Masjid Agung Sang
yang merupakan keraton Cipta Rasa Cirebon
terkecil

Makam Sunan Gunung Jati


Sekian dari saya, bila ada kekurangan
mohon maaf,

WASSALAMUALAIKUM
WARRAHMATULLAHI
WABARAKATUH
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai