Anda di halaman 1dari 19

MASA PANEMBAHAN RATU I

MASA PANEMBAHAN RATU II


ATAU4 PANGERAN GERILIYA
KELOMPOK
ANGGOTA KELOMPOK 4:
1. YUHANI SRI WAHYUNI
2. ALFIN
3. AFLAH MUZAKKA
4. SITI ATASYAH PUTRI
Latar belakang
• Cirebon adalah tempat menetap orang jawa di bumi pasundan orang-
orang sunda menyebut Cirebon yang berarti air dalam bahasa sunda.
Rebon adalah sejenis udang yang berasal dari bahasa jawa,
sedangkan tome pires seorang kebangsaan portugis menuliskan
Cirebon dengan chorobon dan orang belanda menyebutnya dengan
charebon. Walisongo menyebut Cirebon dengan puser bumi dan
rakyatnya disebut Negara gede dan pada akhirnya disebut dengan
garage. Adapun Cirebon dulunya juga dikenal sebagai caruban
nagari, caruban artinya campuran dan nagari yang berarti kerajaan.
PANEMBAHAN RATU 1
• Silisilah Panembahan Ratu 1
• Model kepemimpinan
PANEMBAHAN RATU 1
• Panembahan Ratu 1 adalah cicit dari Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati),
beliau merupakan anak dari Pangeran Sedang Kemuning. Panembahan Ratu 1
yang memiliki nama asli Pangeran Agung menggantikan kedudukan buyutnya
Syarif Hidayatullah. Diangkatnya Pangeran Agung menjadi Sultan ke 2 Cirebon
dikarenakan pangeran yang sebelumnya wafat sebelum penobatan. Pangeran
Agung memerintah selama 86 tahun pada tahun 1568 M sampai 1649 M.
• Sebelum Panembahan Ratu 1 memimpin kesultanan Cirebon. Kesultanan Cirebon
dipimpin oleh fatahilah yang hanya mampu memimpin selama 2 tahun saja,karna
di tahun 1570 ia meninggal dunia dan kemudian digantikan oleh pangeran emas
yang mendapat gelar panembahan Ratu I.
PANEMBAHAN RATU 1
Pada masa Panembahan Ratu I, Cirebon menjalin hubungan persahabatan dengan
Kerajaan Mataram. Namun Kerajaan Mataram juga sangat ingin menguasai Cirebon
dengan salah satu caranya dengan pernikahan politis antara Sultan Agung Anyokrokusumo
dengan putri Panembahan Ratu I, yang tidak diketahui namanya. Cirebon cukup strategis
menjadi pangkalan militer Mataram, untuk jalur perdagangan internasional, dan Cirebon
mampu mengamankan dan menyediakan logistik militer Mataram untuk operasi ke arah
barat.
Najchati Vannisa Silma, “Kerajaan Cirebon, Raden Walangsungsang, Sunan Gunung Jati, Simbol Kerajaan Cirebon”
(n.d.).
PANEMBAHAN RATU 1
Menurut F. Dee Haan (1912: 38), dengan dibangunnya kuta (dinding) yang mengitari
keraton Pakungwati. Kuta yang mengelilingi keraton Cirebon itu dibangun kurang lebih
pada 1590 yang pembangunannya merupakan persembahan Senapati Mataram terhadap
Panembahan Ratu I Cirebon.
PANEMBAHAN RATU 1
Model kepemimpinan Panembahan Ratu, terkisah pada Sikap Panembahan Ratu yang sangatlah menjaga adat kebiasaan
leluhurnya yaitu Sunan Gunung Jati dan tetap melakukan hal-hal yang selalu dilakukan oleh leluhurnya. Panembahan
Ratu menjadikan Sunan Gunung Jati sebagai suri tauladan baginya. Salah satunya ialah setiap hari Panembahan Ratu
selalu shalat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa demikian juga pada saat shalat hari Raya Idul Fitri yang merupakan
masjid utama Negara Cirebon. Sementara itu pada hari Raya Idul Adha ia melaksanakan shalat Ied di Masjid Astana.

Rakyat sangat menyukai kepribadian Panembahan Ratu yang rendah hati dan merakyat. Tidak ada alasan bagi rakyat
Cirebon yang melawan aturan dan hukum kerajaan pada masa Panembahan Ratu tersebut. Hanya pada masa
kepemerintahannya Cirebon tidak terlalu mengedepankan kemiliteran. Tentara di Cirebon hanya ditugaskan untuk
menjaga kestabilan dan keamanaan Cirebon, tidak ada tentara yang ditugaskan untuk melakukan ekspansi atau
penaklukan ke daerah lain agar memperluas wilayah kerajaan Cirebon. Hikmah Maros and Sarah Juniar, “Kajian
Sejarah Cirebon Berdasarkan Naskah Keraton Kacirebonan” (2016): 1–23.
PANEMBAHAN RATU 1
Pada Masa Panembahan Ratu rakyat merasa tentram dan makmur. Panembahan Ratu
tidak pernah sesekali ada keinginan untuk memperkaya diri dan memaksa upeti
dengan jumlah yang besar kepada rakyatnya. Tugasnya ia hanyalah mengatur dan
memimpin Cirebon dan beribadah kepada Allah seperti yang dilakukan oleh cicitnya
yaitu Sunan Gunung Jati. Para penggarap sawah tidak dipungut pajak, Hanya biasanya
setelah masa panen para petani memberikan upeti seikhlasnya sebagai tanda
terimakasih kepada raja yang memimpin. Demikian juga para pedagang di Cirebon.
Mereka tidak diberi patokan untuk membayar bea atau pungutan. Amman N. Wahju
Sejarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah (naskah mertasinga) (Pustaka Pelajar
Bandung) 2005 hlm. 166
PANEMBAHAN RATU 2
• Silisilah Panembahan Ratu 2
• Model kepemimpinan
PANEMBAHAN RATU 2
• Sepeninggalnya Panembahan Ratu I pada 1649, kedudukannya sebagai kepala pemerintahan Cirebon digantikan
oleh cucunya yang bernama Pangeran Putra atau disebut juga Raden Rasmi dan bergelar Panembahan
Adiningkusuma atau bergelar Panembahan Ratu II.
• Panembahan Girilaya memiliki tiga putra, yaitu Pangeran Murtawijaya, Pangeran Kartawijaya, dan Pangeran
Wangsakerta.
• Beliau pun masih menjaga tradisi dari leluhur terdahulunya. Begitu berwibawa dan merakyat. Ia begitu cinta dan
menjunjung tinggi ilmu agama. Selain itu ia adalah sosok yang sangat menjaga ketasawufannya. Ia juga
menganjurkan para Para Ki Gedhe, Para Buyut, dan Para Penjaga Candhi (situs luhur) untu banyak menimba
ilmu tasawuf. Ilmu tasawuf tersebut biasa diajarkan di Masjid Ba’it ilmu. Panembahan Gerilaya begitu
menghormati guru-guru tasawufnya dan mayoritas masyarakat Cirebon pada saat itu lebih menghormati orang
yang mempunyai ilmu agama yang tinggi dari pada orang-orang yang bergelimang harta. Merupakan sosok yang
sangat disegani rakyatnya karena tindakan dan tuturnya. Karena Panembahan Gerilaya pun sosok yang lebih
mengutamakan perkara agama dari pada duniawai atau materi. Amman N. Wahju Sejarah Wali Syekh Syarif
Hidayatullah (naskah mertasinga) (Pustaka Pelajar Bandung) 2005 hlm. 166
PANEMBAHAN RATU 2
• Pada masa pemerintahan Panembahan Ratu II, Cirebon mulai mengalami masalah dalam bidang politik.
Kegagalan Panembahan Ratu II di dalam membujuk Banten membawa akibat yang fatal. Amangkurat I merasa
kecewa dan menganggap Panembahan Ratu II telah bersekutu dengan Banten.
• Pada masa pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terdesak di antara dua kekuatan, yaitu kekuatan Banten
dan kekuatan Mataram. Banten mencurigai karena Cirebon dianggap mendekat ke Mataram. Di lain pihak,
Mataram pun menuduh Cirebon tidak lagi serius mendekatkan diri, karena Panembahan Girilaya dan Sultan
Ageng dari Banten adalah sama-sama keturunan pajajaran.
• Karena itulah pada tahun 1662 Amangkurat I mengundang Panembahan Ratu II ke Mataram untuk menghadiri
upacara penghormatan. Tentu saja Panembahan Ratu II tidak bisa menolak undangan tersebut. Ia bersama kedua
putranya, yaitu Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya datang ke Mataram. Di Mataram Panembahan
Ratu II dengan kedua putranya menjadi tahanan politik meskipun demikian Panembahan Ratu II tetap diakui
sebagai Raja Cirebon. Mereka tinggal di kompleks perumahan bangsawan Mataram dan diperlakukan secara baik
(Herlina, et. al., 2003: 196).
PANEMBAHAN RATU 2
Kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya panembahan Girilaya saat kunjung ke Kartasura. Ia lalu dimakamkan di bukit
Girilaya, Yogyakarta dengan posisi sejajar dengan makam Sultan Agung di Imogiri. Panembahan Girilaya merupakan menantu
Sultan Agung Hanyakrakusuma. Bersamaan dengan meninggalnya Panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran
Kartawijaya, yakni para putra panembahan Girilaya di tahan di Mataram.
Dengan kematian Panembahan Girilaya, terjadi kekosongan penguasa. Sultan Ageng Tirtayasa segera dinobatkan pangeran
Wangsakerta sebagai pengganti panembahan Girilaya, atas tanggung jawab pihak Banten. Sultan ageng tirtayasa pun kemudian
mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari
mataram. Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan
dibawa kembali ke Cirebon. Bersama satu lagi putra Penambahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai Penguasa
Kesultanan Cirebon.
Kemajuan dan Kemunduran Panembahan Ratu
l,Ratu ll, atau Pengeran Girilaya
• Kemajuan dalam Politik

• Penyebaran Islam ke Banten dengan cara menempatkan putra Sunan Gunung Jati yang
bernama Maulana Hasanuddin. Banten berhasil dikuasai setelah Maulana Hasanuddin
berhasil menumbangkan pemerintahan Pucuk Umum yang berkedudukan di Banten Girang
sebagai penguasa Kadipaten dari Kerajaan Sunda Pajajaran.

•Maulana Hasanuddin segera membentuk pemerintahan yang berkedudukan di


Surosowan dekat Muara Cibanten (Djajadiningrat, 1983).
Kemajuan dan Kemunduran Panembahan Ratu
l,Ratu ll, atau Pengeran Girilaya
• Kemajuan dalam Ekonomi

• Cirebon telah ramai para pedagang di Pelabuhan baru (Pelabuhan Cirebon Sekarang) samping
Muara Jati. Perdagangan sampai ke daerah pedalaman dan berjalan lancar. Dan masyarakat Cirebon
dikenal dengan masyarakatnya yang memproduksi, ikan asin, garam dan terasi. Pada masa
Panembahan Ratu, mayoritas mata pencaharian masyarakat di Cirebon ialah petani, nelayan dan
pedagang. Para pedagang biasanya melakukan transaksi jual beli di daerah bonorotan dengan
menggunakan perahu.Pada masa ini juga sudah ada beberapa yang menggunakan uang sebagai alat
transaksi dalam jual beli. Ibid hlm. 101. Pada masa Panembahan Gerilaya dalam transaksi jual beli
menggunakan uang yang disebut picis.
Kemajuan dan Kemunduran Panembahan Ratu
l,Ratu ll, atau Pengeran Girilaya
• Kemunduran dalam politik
• Bibit kemunduran Kesultanan Cirebon berawal ketika kesultanan ini dibagi menjadi dua
kesultanan yaitu Kasepuhan dan Kanoman pada tahun 1677.2 Pecahnya Kesultanan Cirebon tidak
terlepas dari Sultan Banten yaitu Sultan Ageng Tirtayasa yang memberikan gelar sultan kepada
putra Panembahan Ratu II. Pecahnya Kesultanan Cirebon memicu adanya perselisihan antar sultan
Cirebon untuk mendapatkan daerah kekuasaan. Melihat adanya konflik keluarga sultan-sultan
Cirebon, VOC mencoba memanfaatkan keadaan tersebut. Sultan Sepuh I menganggap bahwa
sangat tepat jika meminta bantuan VOC karena VOC dianggap sudah membantu Cirebon untuk
melawan serangan Banten pada tahu 1680. Pada saat itu Kesultanan Banten menyerang Cirebon
dengan dipimpin oleh Pangeran Kidul ketika sultan-sultan Cirebon tidak ada ditempat. Ibid.
Kemajuan dan Kemunduran Panembahan Ratu
l,Ratu ll, atau Pengeran Girilaya
• Kemunduran dalam Ekonomi
• Kesultanan Cirebon pernah mengalami masa-masa bahagia pada abad awal berdirinya dan dapat
menciptakan suasa damai yang tumbuh menjadi negara makmur.1 Sayangnya masa ini hanya
terjadi pada pemerintahan Sunan Gunung Jati hingga Panembahan Ratu II. Masa kejayaan
Kesultanan Cirebon pada akhirnya lambat laun menjadi surut, apalagi dengan dikuasainya wilayah
Cirebon oleh VOC.
KESIMPULAN
•Massa Kepemimpinan Panembahan Ratu I, Panembahan Ratu II dan Pangeran Girilaya adalah
setelah Fatahillah wafat, takhta kerajaan jatuh kepada cucu Sunan Gunung Jati yang bernama Pangeran
Emas. Pangeran Emas kemudian bergelar Panembahan Ratu I dan memerintah Cirebon selama kurang
lebih 79 tahun. Panembahan Ratu II (1649 - 1677 M) Pangeran Rasmi atau Pangeran Karim
menggantikan kakeknya, Panembahan Ratu I, yang wafat pada 1649. Pangeran Rasmi kemudian
menggunakan nama Panembahan Adiningkusuma, yang juga dikenal sebagai Panembahan Girilaya atau
Panembahan Ratu II.
•Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Cirebon terdesak antara dua kekuasaan, yaitu Kesultanan
Banten dan Kesultanan Mataram. Saat Panembahan Ratu II wafat pada 1677 di Kartasura, terjadilah
kekosongan kekuasaan. Setelah itu, Kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga, yang masing-masing
berkuasa dan menurunkan para sultan berikut
SEKIAN DARI KELOMPOK KAMI
APAKAH ADA PERTANYAAN?
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai