PENDAHULUAN
jaringan l alu lintas laut yang menghubungkan Benua Timur dan Benua
tempat dengan jarak tertentu untuk berlalabuh Jalur Sutera dengan rute lalu
Cirebon.
1
1. Bagaimana awal masuknya Islam di Cirebon?
2. Bagaimana Proses Berkembangnya Kesultanan Cirebon?
3. Siapa saja Raja-raja yang pernah mempimpin Kesultanan Cirebon?
4. Dimana saja wilayah kekuasaan Cirebon?
5. Bagaimana awal terjadinya kejayaan di Kesultanan Cirebon?
6. Apa penyebab dari perpecahan dan keruntuhan di Kesultanan Cirebon?
1.3 Tujuan
Cirebon.
perdagangan internasional.
1.4 Manfaat
Sejarah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pajajaran bahkan salah satu pelabuhan kerajaan tersebut. Ketika kehadiran Tome
Pires, seorang musafir asal Portugis sekitar tahun 1513, diberitakan Cirebon sudah
Pires, pendapat Islam masuk pada Kerajaan Cirebon pada tahun 1470-1475. pada
tahun 1420 M, datang serombongan pedagang dari Baghdad yang dipimpin oleh
Syekh Idlofi Mahdi, ia tinggal di dalam perkampungan Muara Jati dengan alasan
3
untuk memperlancar barang dagangannya. Syekh Idlofi Mahdi memulai
mempunyai kasta lebih tinggi tidak dapat bergaul dengan dengan kasta yang lebih
rendah atau pergaulan diantara mereka dibatasi. Setelah ajaran Islam disebarkan
oleh Syekh Idlofi Mahdi, susunan masyarakat berdasarkan kasta ini mulai terkikis
Caruban Nagari, masuknya Islam di Cirebon pada abad 15 yaitu pada tahun 1470.
Disebarkan oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama
Islam itu dimulai ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan
4
menjadi mubaligh Cirebon. Di tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah dengan
daerah Serang yang sebagian rakyatnya sudah mendengar tentang Islam dari
Raden Patah bersama-sama para mubaligh yang sudah bergelar sunan menetapkan
Syarif Hidayatullah sebagai Panata Gama Rasul di tanah Pasundan. Panata Gama
Rasul artinya orang yang ditetapkan sebagai pemimpin penyiaran Agam Nabi
Hidayatullah di beri gelar Sunan Gunung Jati dan menjadi Sunan paling terakhir
masih terbatas daerahnya, justru oleh pangeran Cakrabumi alias Haji Abdullah
5
Iman bahkan juga oleh Syeikh Datuk Kahfe yang telah memelopori mendirikan
pesantren sebagai tempat mengajar dan penyebaran agama Islam. Paling tidak
a. Ki Gedeng Tapa
Ki Gedeng Tapa (atau juga dikenal dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah
seorang Mangkubumi dari Kerajaan Sing Apura (Kerajaan ini ditugasi mengatur
yaitu Nyi Ambet Kasih menikah dengan Jayadewata (prabu Silih Wangi) ).
membangun sebuah tempat tinggal yang disebut Gedong Witana pada tahun 1428
jodohnya yaitu seorang pembesar Arab dan menikah sehingga nyimas tidak ikut
6
Walangsungsang diminta oleh gurunya untuk membuka lahan guna membuat
b. Ki Gedeng Alang-Alang
Menurut sejarah lisan dan sebagian babad mengenai masalah ini, dikatakan bahwa
Jati) untuk membuka lahan di wilayah Kebon Pesisir, namun dikatakan bahwa di
Kebon Pesisir tidak sepenuhnya kosong karena sudah ada sepasang suami istri
yaitu Ki Danusela dan istrinya yang tinggal disana, akhirnya sebagai bentuk
penghormatan maka Kuwu (Kepala Desa) Caruban yang pertama yang diangkat
oleh masyarakat baru itu adalah Ki Danusela dengan gelar Ki Gedeng Alang-
Walangsungsang, yaitu putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau
Subangkranjang, yang tak lain adalah puteri dari Ki Gedeng Tapa. Setelah Ki
diangkat menjadi penggantinya sebagai kuwu yang kedua, dengan gelar Pangeran
A. Kondisi Ekonomi
7
Sebagai sebuah kesultanan yang terletak diwilayah pesisir pulau Jawa,
pedagang dari luar Cirebon. Juga memiliki fungsi sebagai tempat jual beli barang
dagangan.
Pajajaran. Pada masa ini pula terdapat Bandar dagang yang berada di Dukuh
Muhara Jati antara lain berasal dari Cina, Arab, Tumasik, Paseh, Jawa Timur,
kerajaan Sunda Pajajaran. Menurut cerita tradisi Cirebon mulai memeluk agama
islam sekitar tahun 1337 M yang dibawa oleh Haji Purba. Pada abad 14 M
8
makin baik untuk berhubungan dengan Parsi-Mesir, Arab, Cina, Campa, dan
April 1981, Cirebon selalu akan memelihara kepercayaan terhadap Belanda. Akan
tetapi, seluruh komoditi perdagangan di Cirebon, dikuasai Belanda, hal ini hanya
kebijakan menanam 10 pohon kopi tiap kepala keluarga di Priangan Timur. Juga
B. Bidang Politik
Dikatakan oleh Tome Pires yang menjadi Dipati Cirebon adalah seorang yang
berasal dari Gresik. Kosoh, dkk (1979:94) Babad Cirebon menceritakan tentang
agama islam di kota tersebut sehingga upeti berupa terasi ke pusat Pajajaran
Selain hubungannya dengan Demak, kehidupan politik pada kala itu juga
dipengaruhi oleh beberapa konflik. Konflik yang terjadi ada konflik internal dan
Pertama yang terjadi, dimulai dari keputusan Syarif Hidayatullah yang resmi
melepaskan diri dari kerajaan Sunda tahun 1482. Syarif Hidayatullah wafat pada
9
tahun 1570, dan kepemimpinannya digantikan oleh anaknya yaitu Pangeran Ratu
Panembahan Ratu cenderung berperan sebagai ulama dari pada sebagai raja.
Banten dan Mataram. Setelah wafat pada tahun 1650, dalam usia 102 tahun,
Panembahan Ratu digantikan oleh cucunya, yaitu Pangeran Karim yang dikenal
utusan dari kesultanan Banten ke Kediri. Dalam perjalanan kondisi Senapati yang
Ketiga penguasa Cirebon ini berusaha untuk menjadikan diri sebagai penguasa
tunggal. Sultan Sepuh merasa bahwa ia yang berhak atas kekuasaan tunggal
karena ia anak tertua. Sementara Sultan Anom, juga berkeinginan yang sama
dibawa ke Mataram, merasa berhak juga menjadi penguasa tunggal. Sultan Sepuh
10
VOC. VOC sendiri tidak pernah mengakui gelar sultan pemberian Sultan Banten
Dengan surat perjanjian tanggal 7 Januari 1681, Cirebon resmi menjadi vassal
sepersetujuan VOC di Batavia, ketika para Sultan akan bepergian harus atas ijin
VOC dan naik kapal mereka, dalam berbagai yupacara, pejabat VOC harus duduk
khususnya di bidang politik. Pada tahun 1696, Sultan Anom II atas kehendak
VOC menjadi Sultan. Pada Tahun 1768 kesultanan Cirebon dibuang ke Maluku.
C. Bidang Sosial
Kondisi Sosial Kerajaan Cirebon Perkembangan Cirebon tidak lepas dari
Maka dari sini tidak mengherankan juga kondisi sosial di Kerajaan Cirebon juga
terdiri dari beberapa golongan. Diantara golongan yang ada antara lain, golongan
raja beserta keluargana, golongan elite, golongan non elite, dan golongan budak
mengatur pemerintahan dan kekuasaannya. Pada mulanya gelar raja pada awal
Sultan akibat adanya pengaruh Islam. Kecuali gelar Sultan terdapat juga gelar lain
11
seperti Adipati, Senapati, Susuhunan, dan Panembahan (Kosoh dkk, 1979:96).
mangkubumi, kadi, dan lain sebagainya. Pertemuan antara raja dengan pejabat
ataupun langsung dengan rakyat tidak dilakukan setiap hari. Kehadiran raja di
muka umum kecuali pada waktu audiensi/pertemuan juga pada waktu acara
1975:17).
b. Golongan Elite
tentara, ulama, dan pedagang. Diantara para bangsawan dan pengusa tersebut,
pernah ada orang-orang asing yang dijadikan syahbandar dan mereka memempati
golongan elite. Hal ini dipertimbangkan atas suatu dasar bahwa mereka memiliki
yang besar jumlahnya dan terdiri dari masyarakat kecil yang bermata pencaharian
12
sebagai petani, pedagang, tukang, nelayan, dan tentara bawahan dan lapisan
d. Golongan Budak
Golongan Budak Golongan ini terdiri dari orang-orang yang bekerja keras,
menjual tenagai sampai melakukan pekerjaan yang kasar. Adanya golonga buak
tersebut disebabkan karena seseorang yang tidak bias membayar utang, akibat
kalah perang. Golongan budak menempati status sosial paling rendah, namun
mereka juga diperlukan oleh golongan raja maupun bangsawan untuk melayani
menggunakan fisik yang kuat. Mereka harus taat pula dengan peraturan yang
dibuat oleh majikannya. Namun bagi mereka yang nasibnya baik dan bisa
membuat majikan berkenan maka mereka bisa diangkat sebagai tukang kayu, juru
D. Kondisi Budaya
tersimpun dari rukun Islam. Bagi orang Jawa, hidup ini penuh dengan
13
riyual/upacara. Secara luwes Islam memberikan warna baru dalam upacara yang
Membahas masalah budaya, maka tak lepas pula dengan seni, Cirebon
memiliki beberapa tradisi ataupun budaya dan kesenian yang hingga sampai saat
ini masih terus berjalan dan masih terus dlakukan oleh masyarakatnya. Salah
satunya adalah upacara tradisional Maulid Nabi Muhammad SAW yang tela ada
sejak pemerintahan Pangeran Cakrabuana, dan juga Upacara Pajang Jimat dan lain
Upacara Maulid Nabi Upacara Maulid Nabi dilakukan setelah beliau wafat,
700 tahun setelah beliau wafat (P.S. Sulendraningrat, 1978:85) upacara ini
dilakukan sebagai rasa hormat dan sebagai peringatan hari kelahiran kepada
junjungan besar Nabi Muhammad SAW. Secara istilah, kata maulud berasal dari
bahasa Arab Maulid yang memiliki sebuah arti kelahiran. Upacara Maulid Nabi
di Cirebon telah dilakkan sejak abad ke 15, sejak pemerintahan Sunan Gunung
Upacara Maulid Nabi di kraton Cirebon diadakan setiap tahun hingga sekarang
14
pengertian, Pajang yang berarti terus menerus diadakan, yakni setiap tahun, dan
1978:87). Pajang Jimat merupakn sebuah piring besar (berbentuk elips) yang
terbuat dari kuningan. Bagi Cirebon Pajang Jimat memiliki sejarah khusus, yakni
benda pusaka Kraton Cirebon, yang merupakan pemberian Hyang Bango kepada
Pangeran Cakrabuana ketika mencari agama Nabi (Islam). Upacara Pajang Jimat
pada Kraton Cirebon dilakukan pada tanggal 12 Rabiul Awal, setelah Isya,
upacara penurunan Pajang Jimat dilakukan oleh petugas dan ahli agama di
lingkungan kraton. Turunnya Pajang Jimat dimulai dari ruang Kaputren naik ke
Prabayaksa dam selanjutnya diterima oleh petugas khusus yang telah diatur.
Seni Bangunan dan Seni Ukir Seni bangunan dan seni ukir yang
berkembang di kerajaan Cirebon tak lepas dari perkembngan seni pada zaman
zaman sebelumnya. Ukiran yang menunjukkan sifat khas pada Cirebon adalah
ukiran pola awan yang digambarkan pada batu karang. Penggunaan seni bangunan
menyerupai meru.
d. Kasusasteraan
15
Seni Kasusasteraan Diantara seni bangunan dan seni tari, terdapat juga
seni kasusasteraan yang berkembang. Diantarnya adalah seni tari, seni suara, dan
ini juga tak lepas dari zaman sebelumnya. Misalnya saja seni tari, yang
Islam.
CIREBON
1. Pangeran Cakrabuana atau Dalem Agung Pakungwati (1430- 1479)
Pangeran Cakrabuana adalah keturunan Pajajaran. Putera pertama Sri
yaitu Nyai Rara Santang dan Kian Santang. Sebagai anak sulung dan laki-laki ia
tidak mendapatkan haknya sebagai putera mahkota Pakuan Pajajaran. Hal ini
ibunya), sementara saat itu (abad 16) ajaran agama mayoritas di Pajajaran adalah
Sunda Wiwitan (agama leluhur orang Sunda) Hindu dan Budha. Posisinya
digantikan oleh adiknya, Prabu Surawisesa, anak laki-laki Prabu Siliwangi dari
tembok bata merah) mendirikan Dalem Agung Pakungwati serta dan membentuk
16
Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana, yang usai menunaikan ibadah haji
kemudian disebut Haji Abdullah Iman, tampil sebagai "raja" Cirebon pertama
yang memerintah dari keraton Pakungwati dan aktif menyebarkan agama Islam
kepada penduduk Cirebon. Pendirian kesultanan ini sangat berkaitan erat dengan
kabupaten Tuban, Jawa Timur untuk mencari pengganti Sunan Ampel sebagai
pimpinan para wali, akhirnya terpilihlah Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati),
sejak saat itu, pusat kegiatan para wali dipindahkan ke gunung Sembung,
kecamatan Gunung Jati, kabupaten Cirebon, propinsi Jawa Barat. Pusat kegiatan
Hidayatullah (anak dari pernikahan Nyai Rarasantang dengan Syarif Abdullah dari
Walangsungsang dan Nyai Indang Geulis) yang setelah wafat dikenal dengan
sebutan Sunan Gunung Jati dengan gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin
Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah dan bergelar pula sebagai Ingkang
17
Sanga selalu mendekati kakeknya yakni Jaya Dewata (prabu Silih Wangi) agar
berkenan memeluk agama Islam seperti halnya neneknya Nyai Subang Larang
yang memang sudah lama menjadi seorang muslim jauh sebelum menikah dengan
prabu Silih Wangi, namun hal tersebut tidak membuahkan hasil, pada tahun 1482
(pada saat kekuasaan kerajaan Galuh dan Sunda sudah menjadi satu kembali
ditangan prabu Silih Wangi), seperti yang tertuang dalam naskah Purwaka
kepada prabu Silih Wangi selaku Raja Pakuan Pajajaran bahwa mulai saat itu
Cirebon tidak akan lagi mengirimkan upeti. Maklumat tersebut kemudian diikuti
dan perkembangan yang pesat pada kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini
sebagai leluhur dari dinasti raja-raja kesultanan Cirebon dan kesultanan Banten
serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali
(Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Kerajaan yang berhasil ditaklukan Sunan
18
di tangan Cirebon. Berakhirnya kekuasaa Rajagaluhsekaligus merupakan
Ratu Ayu dengan Yunus Abdul Kadir (Pangeran Sabrang Lor) menikah
oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian
Syiar Islam ke wilayah Kuningan telah dilakukan dengan cara yang persuasif, di
wilayah Luragung Islam sudah terbangun dengan baik pada tahun 1481 m, dengan
19
penguasanya Ki gede Luragung, pada 1 September 1488, Sunan Gunung
Jatimenjadikan putera Ki gede Luragung (anak angkat Sunan Gunung Jati) yang
bernama Pangeran Kuningan atau yang oleh masyarakat kuningan dikenal dengan
bahwa setelah wafatnya Pangeran Sebrang Lor (Sultan Demak kedua) pada
tahun 1521 pada penyerangan ke Melaka yang dikuasi Portugis, Ratu Ayu, putri
Sunan Jati (Sultan Cirebon kedua) dan istri dari Pangeran Sebrang Lor (Sultan
meyakini bahwa Gong Sukahati (bahasa Indonesia : gong Sekati) merupakan alat
musik gamelan dakwah pertama yang dibawa masuk ke Cirebon dari Demak.
Sementara Cirebon sudah memiliki gamelan dakwahnya sendiri disaat yang sama,
gong Suka Hati disebut Sukaten atau Sekaten dari tata bahasa Cirebon Suka hati +
sehingga Suka(h)at(ia)n menjadi Sukaten (huruf "h" tidak dibaca dan "i" bertemu
"a" menjadi "e") atau sering masyarakat luar Cirebon mengatakan Sekaten, hingga
20
sekarang kesenian Gong Sekati Cirebon masih sering diperdengarkan di keraton-
keraton Cirebon.
Islam di wilayah Banten yang pada masa itu disebut sebagai Wahanten, Syarif
Hidayatullah dalam syiarnya menjelaskan bahwa arti jihad (perang) tidak hanya
itu di wilayah Wahanten terdapat dua penguasa yaitu Sang Surosowan (anak dari
prabu Jaya Dewata atau Silih Wangi) yang menjadi pucuk umum (penguasa) untuk
wilayah Wahanten Pasisir dan Arya Suranggana yang menjadi pucuk umum untuk
anten (putri dari Sang Surosowan), keduanya kemudian menikah dan dikaruniai
dua orang anak yaitu Ratu Winaon (lahir pada 1477 m) dan PangeranMaulana
Surosowan) yang lahir pada 1478 m. Sang Surosowan walaupun tidak memeluk
agama Islam namun sangat toleran kepada para pemeluk Islam yang datang ke
wilayahnya.
21
Syarif Hidayatullah kemudian kembali ke kesultanan Cirebon untuk menerima
(putri Sunan Gunung Jati) terjadi 1511. Sebagai Senapati Sarjawala, panglima
angkatan laut, Kerajaan Demak, Sabrang Lor untuk sementara berada di Cirebon,
kelak Yunus Abdul Kadir akan menjadi Sultan Demak pada 1518.
yang ketika itu baru saja gagal merebut Pelabuhan Pasai milik Kesultanan
Samudera Pasai.
Pada tahun 1513 m, Tome Pires pelaut Portugis menyatakan dalam catatannya
ramah serta suka membantu masyarakat sehingga secara sukarela sebagian dari
mereka memeluk dan taat menjalankan agama Islam, dari aktifitas dakwah ini di
22
wilayah Banten, Syarif Hidayatullah dikenal dengan nama Syekh Nurullah (Syekh
yang membawa cahaya Allah swt), aktifitas dakwah kemudian dilanjutkan oleh
berdakwah kepada para ajar (pendeta), gunung Karang, gunung Lor, hingga ke
Ujung Kulon dan pulau Panaitan dengan pola syiar yang kurang lebih sama
Pada tahun 1521, Jaya dewata (prabu Siliwangi) mulai membatasi pedagang
bertujuan untuk mengurangi pengaruh Islam yang akan diterima oleh para
karena pada kenyataannya pengaruh Islam jauh lebih kuat dibandingkan upaya
daerah pedalaman kerajaan Sunda. Pada tahun itu juga kerajaan Sunda berusaha
mencari mitra koalisi dengan negara yang dipandang memiliki kepentingan yang
23
suatu persahabatan yang saling menguntungkan antara kerajaan
militer dari Portugis apabila kerajaan Sunda diserang olehkesultanan Demak dan
benteng.
(dalam naskah Portugis disebut sebagai Raja Samiam) untuk membangun benteng
bersifat ekspansif.
bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang
persahabatan, sebuah batu peringatan atau padra (dibaca : Padraun) dibuat untuk
24
Tumenggung), Samgydepaty (Sang Depati), e outre Benegar (dan bendahara) e
5. Penguasaan Banten
Pada tahun 1522, Maulana Hasanuddin membangun kompleks istana yang diberi
nama keraton Surosowan, pada masa tersebut dia juga membangun alun-alun,
menjadi pucuk umum (penguasa) di Wahanten Pasisir adalah Arya Surajaya (putra
dari Sang Surosowan dan paman dari Maulana Hasanuddin) setelah meninggalnya
Pada tahun 1524 m, Sunan Gunung Jati bersama pasukan gabungan dari
25
Dalam sumber-sumber lisan dan tradisional di ceritakan bahwa pucuk
umum (penguasa) Banten Girang yang terusik dengan banyaknya aktifitas dakwah
Ayam pun dimenangkan oleh Maulana Hasanuddin dan dia berhak melanjutkan
pesanggrahan bagi para penguasa Islam, paling tidak sampai di penghujung abad
ke-17.
Penyatuan Banten
Atas petunjuk ayahnya yaitu Sunan Gunung Jati , Maulana Hasanuddin kemudian
Kompleks istana Surosowan tersebut akhirnya selesai pada tahun 1526. Pada
26
Pasisir kepada Sunan Gunung Jati akhirnya kedua wilayah Wahanten
sebagai Banten dengan status sebagai kadipaten dari kesultanan Cirebon pada
sebagian ahli berpendapat bahwa Sunan Gunung Jati adalah Sultan pertama di
menurut catatan dari Joao de Barros, semenjak Banten dan Sunda Kelapa dikuasai
oleh kesultanan Islam, Banten lah yang lebih ramai dikunjungi oleh kapal dari
berbagai negara.
Pada tahun 1552, Maulana Hasanuddin diangkat menjadi sultan di wilayah Banten
Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau
tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk
27
dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100
dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang
disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang
memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai.
diangkut dengan lanchara, yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang
Pada masa ini nama Fatahilah (Fadilah Khan) yang dipercaya sebagian
dari Passai ke Melaka sebelum datang ke Cirebon akibat kedua tempat tersebut
dikuasai oleh Portugis, Fatahilah dikenal dikarenakan dia turut membantu dalam
hal syiar Islam, di Cirebon setelah meninggalnya Sultan Demak Pangeran Sebrang
Lor ia kemudian menikahi mantan Istri pangeran Sebrang Lor yaitu Ratu Ayu
yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati dan setelah Pangeran Jayakelana
dari Cirebon meninggal, ia pun kemudian menikahi mantan istrinya yang berasal
28
dari kesultanan Demak yaitu Ratu Ayu Pembayun, hal ini membuat Fatahilah
bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang
dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa dan Banten, sedangkan Sunda Kelapa akan
persahabatan, sebuah batu peringatan atau padra (dibaca : Padraun) dibuat untuk
ditandatangani oleh Syahbandar Sunda Kelapa yang bernama Wak Item dari
Padra itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan
29
itu Banten masih menjadi kadepaten dibawah kesultanan Cirebon) yang baru saja
berdiri pada tahun 1526 hasil penyerangan prajurit Cirebon dan Demak dibawah
pimpinan Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati atas wilayah Banten
sendirian.
Pada saat menyerang Sunda Kelapa di tahun 1527, menurut sejarahwan dan
Syahbandar Sunda Kelapa yaitu Wak Item dan dua puluh anggotanya, Wak Item
yang didiami tiga ribu orang muslim Betawi.[25] yang pemukimannya berada di
wilayah Mandi Racan, sekarang masuk wilayah Pasar Ikan, Jakarta, Fatahilah
kemudian membangun istana dengan tembok tinggi di sisi barat Kali Besar
Cirebon dan Demak di Sunda Kelapa yang berakhir dengan tewasnya Wak Item
30
dari Portugis, Francisco de Xa yang ditugasi membangun benteng diangkat
ke kerajaan Sunda dipersiapkan dari Goa dengan 6 buah kapal. Galiun (kapal
benteng terpaksa ditinggalkan karena armada ini diterpa badai dan karam di Teluk
1527.
Ekspedsi ke Sunda bertolak dari Malaka. Mula-mula menuju Banten, akan tetapi
Padro pada tanggal 30 Juni 1527 dan memberikan nama kepada Cisadane "Rio
de So Jorge" (dibaca : Rio de Saun Horhe) yang berarti sungai Santo Jorge.
terlalu dekat ke pantai dan menjadi mangsa sergapan pasukan Fatahilah, dengan
kerusakan yang berat dan korban yang banyak, kapal Portugis ini berhasil
balasan, akan tetapi karena peristiwa 1527 yang menimpa pasukan Duarte Coelho
demikian menakutkan, maka tujuan armada lalu di ubah menuju Pedu di wilayah
31
Pantai Emas Portugal yang merupakan koloni Portugis di Afrika yang sekarang
Duta pertama yang tercatat dikirimkan oleh prabu Cakraningrat (raja Rajagaluh)
adalah depati (bahasa Indonesia : gubernur) Kiban atau pada masyaraakat Cirebon
pimpinan depati Kiban berulang kali berusaha memasuki wilayah kota Cirebon
namun selalu ditolak dan hanya beberapa yang diizinkan untuk memasuki kota
Cirebon, mereka yang memasuki kota Cirebon kemudian memeluk agama Islam.
Duta kedua yang dikirim prabu Cakraningrat adalah demang Dipasara yang
32
rombongannya bertemu dengan pangeran depati Kuningan (putra Ki gede
Luragung yang diangkat anak oleh Sunan Gunung Jati) dan pasukannya yang
dengan Demang Dipasara kepada Sunan Gunung Jati sekaligus memohon izin
Demang Singagati dengan membawa pesan kepada prabu Cakraningrat agar prabu
9. Perang Palimana
Palimanan).
prajurit Depati Kiban mendapat bantuan dari pasukan induk kerajaan Rajagaluh
33
Cirebon ditambah 700 orang pasukan kesultanan Demak yang pada saat itu
Pada perang Palimanan, Depati Kiban dan Sanghyang Gempol dapat dikalahkan,
Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati wafat pada usia 120 tahun, beliau
Cirebon sebagai syiar Islam dan juga perdagangan. Seperti yang dijelaskan oleh
garam, daerah yang cukup vital bagi income nagari pesisir dengan
34
3. Telah adanya sejumlah pasukan lasykar dengan semangat yang
maupun agama.
5. Terjalinnya hubungan antar negara yang sangat erat antar Cirebon
dengan Demak.
6. Mendapat dukungan penuh dari para wali.
7. Tidak terdapat indikasi tentang ancaman Prabu Siliwangi untuk
Dari uraian diatas dapat dijadikan acuan bahwa Cirebon pada masa Syarif
Hidayatullah berada dalam kejayaannya. Sunan Gunung Jati wafat pada tahun
1568 dan dimakamkan di Bukit Sembung yang juga dikenal dengan makam
Cirebon selama ayahnya tidak berada di tempat, khawatir atas nasib kedua
Tirtayasa (anak dari Pangeran Abu Maali yang tewas dalam Perang Pagarage), dia
lain dari bantuannya pada kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua
35
Pangeran yang ia selamatkan sebagai Sultan, Pangeran Mertawijaya sebagai
Pangeran Wangsakerta yang telah bekerja keras selama 10 tahun lebih hanya
diberi jabatan kecil, taktik pecah belah ini dilakukan untuk mencegah agar
pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh,
Sultan Anom, dan Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupakan babak
baru bagi keraton Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga dan masing-
masing berkuasa dan menurunkan para sultan berikutnya. Dengan demikian, para
Tohpati (1677-1713).
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua
Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya
tetapi berdiri sebagai Kaprabonan (Paguron) yaitu tempat belajar para intelektual
36
keraton. Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677
menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tidak
ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yang dapat
2. Perpecahan II (1807)
Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai
karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan
Carbon Kacirebonan tahun 1807 dengan pembatasan bahwa putra dan para
penggantinya tidak berhak atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran. Sejak
Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yang lain bernama Sultan Anom
dalam ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan
37
Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang mencakup luas 1.100 Hektar, dengan
penduduk sekitar 20.000 jiwa (Stlb. 1906 No. 122 dan Stlb. 1926 No. 370). Tahun
1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektare. Pada masa
Cirebon tercakup dalam Kota Cirebon dan Kabupaten Cirebon, yang secara
perayaan adat masyarakat dan telah beberapa kali ambil bagian dalam Festival
Sultan Sepuh dianggap yang paling penting karena merupakan keraton tertua
yang berdiri tahun 1529, sedangkan Keraton Kanoman sebagai istana Sultan
Anom berdiri tahun 1622, dan yang terkemudian adalah Keraton Kacirebonan
dan Keraton Kaprabonan. Pada awal bulan Maret 2003, telah terjadi konflik
38
2.5. MASA KERUNTUHAN
KERAJAAN CIREBON
Pada saat tahun 1649 Panembahan Ratu Pangeran Emas telah meninggal pada
usia 102 tahun. Dengan wafatnya Dipati Cerbon ke II, maka panembahan ratu
pemakamn di bukit Girilaya, maka disebutlah beliau oleh anak cucunya dengan
disebut terus menerus dalam berbagai sumber sejarah, baik dalam Babad Cirebon,
Nagari. Oleh Karena itu nama Panembahan Girilaya lebih terkenal dari pada gelar
diselenggarakannya pernikahan ini sendiri tidak jelas, karena saat itu Sunan
Amangkurat ke 1 baru naik tahta. Dan jika melihat pada literatur lain itu adalah
39
Pangeran Gianti sedang pada perkawinan ke II mendapat 3 orang anak yaitu
Mataram sangat Harmonis dan itu terjadi hampir selama 6 tahun. Tetapi setelah
beranggapan bahwa Cirebon tak lebih baik atau tidak sederajat dengan Mataram.
memanfaatkan benar peluang ini untuk mengadu domba mereka. Dalam waktu
yang singkat strategi politik Adu Domba VOC bisa membuat kesemrawutan
Dalam kondisi yang serumit itu Sunan Amangkurat 1 diduga berusaha denga
nyatanya dilakukan dengan kejam dan kekerasan. Tindakan itu memakan banyak
sendiri yaitu Dipati Anom yang sekaligus putra Mahkota mulai membenci dan
Pada saat yang seperti itu Mataram mendapat kunjungan dari Panembahan
(diperkirakan pada saat berumur 66 tahun) tidak ada penjelasan yang pasti.
40
Mataram tadi ditahan dan dibawa oleh Trunojoyo pada tahun 1678 dari Mataram
ke Kediri. Sejak wafatnya Panembahan Girilaya Cirebon telah terpecah belah dan
hancur sehingga tidak mempunyai wibawa lagi dan akhirnya menjadi mainan
Tidak berhenti disini timbul masalah baru yakni para kerabat Kerajaan yang
setia pada Panembahan Girilaya yang tidak terima akan kemunduran Cirebon
meminta bantuan dari Sultan Ageng Tirtayasa Dari Banten. Dan untuk mengisi
kekosongan dengan cepat dan dengan pertimbangan yang matang Sultan Ageng
Panembahan Girilaya yaitu adalah Pangeran Wangsakerta yang pada waktu itu
Pada saat itu setelah Trunojoyo dapat memukul mundur pasukan Cirebon dan
kekuasaan Mataram yang Kejam dan Otoriter dan pada saat itu atas permintaan
Sultan Banten, Sultan Banten meminta Trunojoyo membawa dua putra mahkota
Martawijaya sebagai Sultan Sepuh dengan gelar Raja Syamsudin dan Pangeran
Dengan adanya tiga sultan di Kerajaan Cirebon ini adalah titik dari masa akhir
Kerajaan Cirebon. Pada masa itu sudah ada usulan untuk membagi kerajaan
41
menjadi 3 bagian tapi apa mau dikata ketidaksepahamlah yang didapat , karena
masing masing mempunyai minat yang sama untuk menjadi sultan Cirebon. Pada
Sultan-Sultan Cirebon dengan pihak VOC yang diwakili oleh Van Dyck.
Dari penandatanganan itu mengandung arti besar, karena peristiwa itu menjadi
akar dari konflik baru dicirebon. Menurut keterangan P.S. Sulendranigrat dalam
perpecahan dari para pembesar pemerintahan di Cirebon tentunya adalah pro dan
VOC bubar tahun 1800 maka Gubernur Jenderal Daendles menetapkan langkah
Landen pada 2 februari 1809 dan dengan keluarnya itu tadi maka Sultan-Sultan
Kanoman dan Kacerbonan. Dengan Fakta diatas dapat kita ketahui faktor faktor
2.6. PENINGGALAN-PENINGGALAN
KERAJAAN CIREBON
1. Keraton Kasepuhan Cirebon
Sekarang terletak di Kecamatan Lemah Wungkuk Kotamadya Cirebon. Di
42
arsitekturnya yang khas, benda kuno, kereta Singa Barong dan naskah
kuno.
Gunung Jati, yang dibuatnya pada 1549. Ukiran binatang pada kereta
2. Keraton Kanoman
43
Keraton Kanoman didirikan oleh Sultan Kanoman I (Sultan Badridin).
Terletak sebelah utara (300 meter) dari keratin Kasepuhan Keraton ini
Gunung Jati dan para Sultan Cirebon ini dibuat pada tahun yang sama
dengan Kereta Jempana, yaitu tahun Saka 1350 atau 1428, juga atas
bentuk paksi (burung), naga, dan liman (gajah) yang belalainya memegang
disimpan di Keraton Kanoman ini ada pada bagian sayapnya yang bisa
4. Keraton Kacirebonan
44
Keraton Kacirebonan merupakan keraton yang paling kecil diantara
dicabut.
dengan 200 orang pembantunya (tukang) yang berasal dari Demak. Mesjid
45
ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa
dan kepercayaan. Penduduk Cirebon pada masa itu menamai mesjid ini
dipergunakan untuk shalat Subuh. Nama Masjid Sang Cipta Rasa sendiri
sedang rasa berarti manfaat, sehingga arti kata Sang Cpta Rasa maksudnya
Masjid ini yaitu dengan diadakannya adzan Pitu (tujuh Muadzin) pada
masjid agung) ini merupakan salah satu bagian dari kraton Kasepuhan.
penopang struktur bagian atas. Yang lebih menarik lagi adalah saka tatal-
nya, yaitu sebuah tihang penopang yang cukup kuat, walaupun hanya
46
6. Makam Sunan Gunung Jati
Makam Sunan Gunung Jati Dihiasi dengan keramik buatan Cina dari jaman
berada di bukit Gunung Sembung hanya boleh dimasuki oleh keluarga Kraton
sebagai keturunannya selain petugas harian yang merawat sebagai Juru Kunci-
nya.
Selain dari orang-orang yang disebutkan itu tidak ada yang diperkenankan
untuk memasuki makam Sunan Gunung Jati. Alasannya antara lain adalah
47
menempel ditembok bangunan makam konon dibawa oleh istri Sunan Gunung
Djati yang berasal dari Cina, yaitu Putri Ong Tien. Banyak keramik yang
atau rusak.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pajajaran bahkan salah satu pelabuhan kerajaan tersebut. Ketika kehadiran Tome
Pires, seorang musafir asal Portugis sekitar tahun 1513, diberitakan Cirebon sudah
Pires, pendapat Islam masuk pada Kerajaan Cirebon pada tahun 1470-1475. pada
tahun 1420 M, datang serombongan pedagang dari Baghdad yang dipimpin oleh
48
Syekh Idlofi Mahdi, ia tinggal di dalam perkampungan Muara Jati dengan alasan
mempunyai kasta lebih tinggi tidak dapat bergaul dengan dengan kasta yang lebih
rendah atau pergaulan diantara mereka dibatasi. Setelah ajaran Islam disebarkan
oleh Syekh Idlofi Mahdi, susunan masyarakat berdasarkan kasta ini mulai terkikis
Ekonomi , Sebagai sebuah kesultanan yang terletak diwilayah pesisir pulau Jawa,
pedagang dari luar Cirebon. Juga memiliki fungsi sebagai tempat jual beli barang
dagangan. (2) Bidang Politik , Perkembangan politik yang terjadi pada Cirebon
berawal dari hubungan politiknya dengan Demak. Hal inilah yang menyebabkan
perkembangan Cirebon. Dikatakan oleh Tome Pires yang menjadi Dipati Cirebon
adalah seorang yang berasal dari Gresik. Kosoh, dkk (1979:94) Babad Cirebon
49
Abdullah yang menyebarkan agama islam di kota tersebut sehingga upeti berupa
terasi ke pusat Pajajaran lambat laun dihentikan. (3) Bidang Sosial, Kondisi Sosial
Kerajaan Cirebon Perkembangan Cirebon tidak lepas dari pelabuhan, karena pada
mulanya Cirebon memang sebuah bandar pelabuhan. Maka dari sini tidak
mengherankan juga kondisi sosial di Kerajaan Cirebon juga terdiri dari beberapa
golongan. Diantara golongan yang ada antara lain, golongan raja beserta
keluargana, golongan elite, golongan non elite, dan golongan budak (Sartono
ibadah seagaimana yang tersimpun dari rukun Islam. Bagi orang Jawa, hidup ini
penuh dengan riyual/upacara. Secara luwes Islam memberikan warna baru dalam
Kerajaan Cirebon berada pada puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Syarif
Lara Santang adik dari Pangeran Cakrabuwana pemimpin Caruban yang menikah
tinggal selama dua tahun, setelah tamat dari Syeh Tajamudin kemudian Syarif
50
juga selama dua tahun (Sunardjo, 1983:51). Ketika Cirebon mengalami kejayaan
pada masa Syarif Hidayatullah sudah tidak diragukan lagi, karena pengalaman
ilmu yang didapat sangat luar biasa. Itu dapat kita lihat dari beliau mempunyai
dua guru besar yang ada di Mekkah. Syarif hidayatullah juga pernah belajar
Tasawuf di Bagdad. Beliau di Bagdad beliau belajar tasawuf selam dua tahun.
memutuskan untuk pergi ke Jawa karena beliau ingin menjadi mubaligh di Jawa.
Gujarat. Setelah dari Gujarat, Srarif Hidayat singgal dan tinngal pula di Samudera
Pasai, sebuah tempat di Aceh yang pada masa itu sudah merupakan Kerajaan
Islam yang cukup besar karena sudah berdiri sejak 1296 (Sunardjo, 1983:52).
Mungkin saja ketika di Samudra Pasai Syarif Hidayatullah sedikit banyak belajar
Samudera Pasai. Jadi tidak heran lagi ketika beliau menjadi pemimpin di Cirebon
Pada saat tahun 1649 Panembahan Ratu Pangeran Emas telah meninggal pada
usia 102 tahun. Dengan wafatnya Dipati Cerbon ke II, maka panembahan ratu
pemakamn di bukit Girilaya, maka disebutlah beliau oleh anak cucunya dengan
51
sebutan Panembahan Girilaya. Akhirnya nama Panembahan Girilaya itulah yang
disebut terus menerus dalam berbagai sumber sejarah, baik dalam Babad Cirebon,
Nagari. Oleh Karena itu nama Panembahan Girilaya lebih terkenal dari pada gelar
diselenggarakannya pernikahan ini sendiri tidak jelas, karena saat itu Sunan
Amangkurat ke 1 baru naik tahta. Dan jika melihat pada literatur lain itu adalah
Mataram sangat Harmonis dan itu terjadi hampir selama 6 tahun. Tetapi setelah
beranggapan bahwa Cirebon tak lebih baik atau tidak sederajat dengan Mataram.
memanfaatkan benar peluang ini untuk mengadu domba mereka. Dalam waktu
yang singkat strategi politik Adu Domba VOC bisa membuat kesemrawutan
52
DAFTAR PUSTAKA
http://ipinpale.blogspot.co.id/2014/08/makalah-kerajaan-cirebon.html
http://kerajaan-cirebon.blogspot.co.id/2013/03/kondisi-sosial-dan-budaya-
kerajaan_31.html
53