Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SUNAN GUNUNG JATI

DISUSUN OLEH :
AHMAD FUDHAYL
KELAS : 9C

MTS NEGERI 1 BOLAANG MONGONDOW TIMUR


2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Saya sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah dengan judul Sunan Gunung Jati.
Disamping itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
hingga terselesaikannya makalah ini. Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di
waktu-waktu mendatang.

Modayag, 20 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar.........................................................................................................................................ii

Daftar is..................................................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................................1

C. Tujuan.....................................................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................................................2

A. Biografi Sunan Gunung Jati...................................................................................................2

B. Peran Sunan Gunung Jati dalam penyebaran ajaran Islam di pulau Jawa.............................3

C. Metode Dakwah Sunan Gunung Jati......................................................................................4

BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................................6

A. Kesimpulan............................................................................................................................6

Daftar Pustaka..........................................................................................................................................7
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam menyebar di berbagai tempat di Indonesia tidak dengan sendirinya tetapi disebarkan
oleh tokoh-tokoh Islam yang salah satunya oleh para Wali Songo. Diantara para Wali Songo yaitu
Sunan Gunung Djati yang menyebarkan agama Islam di Cirebon.Sunan Gunung Jati adalah salah
satu dari sembilan orang penyebar agama Islam terkenal di Pulau Jawa yang dikenal dengan
sebutan Wali Sanga. Kehidupannya selain sebagai pemimpin spriritual, sufi, mubaligh dan Da’i
pada zamannya juga sebagai pemimpin rakyat, karena beliau menjadi raja di Kasultanan Cirebon.
Bahkan sebagai sultan pertama Kasultanan Cirebon yang semula bernama Keraton Pakungwati.
Sunan Gunung Djati mewarisi kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya Syekh Maulana
Akbar sehingga ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Datuk Kahfi ia meneruskan
ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi masih diperselisihkan, kecuali (mungkin)
Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah haji
untuk umat Islam.
Babad Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota Cirebon dan
tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Sunan Gunung Djati mengambil
peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin perkampungan Muslim yang baru
dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.
Setelah pendirian Kesultanan Demak antara tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa
paling sulit, baik bagi Sunan Gunung Djati dan Raden Patah karena proses Islamisasi secara
damai mengalami gangguan internal dari kerajaan Pakuan dan Galuh (di Jawa Barat) dan
Majapahit (di Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan gangguan external dari Portugis yang telah
mulai expansi di Asia Tenggara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Sunan Gunung Jati?
2. Bagaimana peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa?
3. Apa saja metode dakwah Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran Islam?

C. Tujuan
1. Agar dapat mengetahui bagaimana Biografi Sunan Gunung Jati
2. Mengetahui peran Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa
3. Mengetahui metode-metode yang digunakan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan ajaran
islam
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Biografi Sunan Gunung Jati


Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir dari pasangan
Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara Santang. Sunan Gunung Djati
lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah Abdullah dan Nyai Rara Santang
sedang berziarah di Mekkah dan Madinah, namun ada juga yang menyebutkan bahwa ia lahir
pada sekitar 1448 M. Sultan Syarifah adalah raja dari kerajaan Mesir,sedangkan Nyai Rara
Santang merupakan putri Prabu Siliwangi. Sunan Gunung Jati merupakan keturunan arab dan
Indonesia Asli. Dari garis keturunan ibunya, Sunan Gunung Jati merupakan cucu dari Prabu
Siliwangi dari Pajajaran. Sunan Gunung Jati mempunyai darah dari Nabi Muhammad S.A.W.
yang diperoleh dari ayahnya, Syarif Abdillah. Dalam buku Sejarah Cirebon, Sunan Gunung
Jati/Syarif Hidayatullah merupakan keturunan ke-22 Rasullullah.
Menurut Naskah Mertasinga yang dialih-aksarakan dan dialih bahasakan oleh Amman N.
Wahyu yang diberi judul Sajarah Wali, Syarif Hidayat yang kelak termasyhur dengan sebutan
Sunan Gunung Jati adalah putra Sultan Hud yang berkuasa di negara Bani Israil, hasil pernikahan
dengan Nyi Rara Santang. Sultan Hud adalah putra Raja Odhara, Raja Mesir. Raja Odhara Putra
Jumadil Kabir, raja besar di negeri Quswa. Jumadil Kabir putra Zainal Kabir. Zainal Kabir putra
Zainal Abidin. Zainal Abidin putra Husein, yaitu putra Ali bin Abi Thalib dengan Siti Fatimah
binti Nabi Muhammad SAW. Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari
orang tuanya, ia juga belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga
menjadi guru pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren Syekh
Kahfi, Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati mendalami ilmu agama
sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul
berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan
Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati. Sementara itu, dalam usia
muda Syarif Hidayatullah ditinggal mati oleh ayahnya. Ia ditunjuk untuk menggantikan
kedudukan ayahnya sebagai Raja Mesir, tapi anak muda yang masih berusia dua puluh tahun itu
tidak mau. Dia dan ibunya bermaksud pulang ke tanah Jawa berdakwah di Jawa Barat.
Kedudukan ayahnya itu kemudian diberikan kepada adiknya yaitu Syarif Nurullah. Ketika Syarif
Hidayatullah berusia 27 tahun, sekitar tahun 1475 M, ia kembali ke tanah Jawa dan bermukim di
Caruban dekat Cirebon. Di Cirebon, Syarif Hidayatullah kemudian menikah dengan Nyi Ratu
Pakungwati puteri dari Pangeran Cakrabuana, penguasa Cirebon. Setelah Pangeran Cakrabuana
berusia lanjut, kekuasaan atas negeri Cirebon diserahkan kepada menantunya, yaitu Syarif
Hidayatullah dan diberi gelar Susuhunan atau Sunan
Ketika Kerajaan Islam Demak mendengar adanya seorang penyiar agama Islam di Cirebon,
maka atas persetujuan para wali, Raden Fatah selaku Sultan Demak menetapkan Syarif
Hidayatullah sebagai Penetap Penata Gama Rasul di tanah Pasundan bergelar Sunan Gunung
Djati dan termasuk salah seorang Wali Sanga. Tidak hanya itu, Sunan Gunung Djati ditetapkan
pula sebagai pengusa negeri Cirebon. Dalam Babad Cirebon,Sunan Gunung Djati disebut Ratu
Pandita, Artinya Syarif Hidayatullah mempunyai fungsi rangkap yaitu sebagai wali, penyebar
agama Islam di Jawa Barat atau tanah Pasundan, dan sebagai raja yang memerintah dan
berkedudukan di Cirebon. Dari Cirebon agama Islam dengan mudah disebarkan ke seluruh
wilayah Pasundan, sehingga hampir semua rakyat Sunda memeluk agama Islam. Sunan Gunung
Djati lebih memusatkan diri pada penyiaran dakwah Islam di Gunung Djati atau Pesantren
Pasambangan. Namun lima tahun sejak pengangkatannya mendadak Pangeran Muhammad Arifin
meninggal dunia mendahului ayahandanya. Kedudukan Sultan kemudian diberikan kepada
Pangeran Sebakingking yang bergelar sultan Maulana Hasanuddin, dengan kedudukannya di
Banten. Sedang Cirebon walaupun masih tetap digunakan sebagai kesultanan tapi Sultannya
hanya bergelar Adipati. Yaitu Adipati Carbon I. Adpati Carbon I ini adalah menantu Fatahillah
yang diangkat sebagai Sultan Cirebon oleh Sunan Gunung Djati. Adapun nama aslinya Adipati
Carbon adalah Aria Kamuning.
Sunan Gunung Djati wafat pada tahun 1568, dalam usia 120 tahun. Bersama ibunya, dan
pangeran Carkrabuasa beliau dimakamkan di gunung Sembung. Dua tahun kemudian wafat pula
Kyai Bagus Pasai, Fatahillah dimakamkan ditempat yang sama, makam kedua tokoh itu
berdampingan, tanpa diperantarai apapun. Makam Sunan Gunung Jati terletak di Gunung
Sembung yang masuk Desa Astana, Kecamatan Cirebon Utara, Kabupaten Cirebon. Seperti
makam Wali Songo yang lain,makam Sunan Gunung Jati berada di dalam tungkub berdampingan
dengan makam Fatahillah, Syarif Muda’im, Nyi Gedeng Sembung, Nyi Mas Tepasari, Pangeran
Dipati Carbon I, Pangeran Jayalelana, Pangeran Pasarean, Ratu Mas Nyawa, dan Pangeran
Sedeng Lemper. Disebelah luar tungkub, terdapat dua makam tokoh yang dekat dengan Sunan
Gunung Jati, yaitu makam Pangeran Cakrabuwana dan Nyi Ong Tien, mertua dan istri Sunan
Gunung Jati. Berbeda dengan makam-makam keramat Walisongo yang lain, makam Sunan
Gunung Jati tidak bisa diziarahi langsung oleh peziarah, karena areanya terletak tingkat sembilan
dengan Sembilan pintu gerbang. Kesembilan pintu gerbang itu memiliki nama yang berbeda satu
sama lain, seperti Pintu Gapura, Pintu Krapyak, Pintu Pasujudan, Pintu Ratnakomala, Pintu Jinem,
Pintu Rararoga, Pintu Kaca, Pintu Bacem, dan terakhir Pintu Teratai, yaitu pintu untuk ke area
makam Sunan Gunung Jati. Para peziarah hanya diperbolehkan ziarah sampai ke pintu ketiga
yang disebut pintu pasujudan atau Sela Matangkep.

B. Peran Sunan Gunung Jati dalam penyebaran ajaran Islam di pulau Jawa
Proses penyebaran dan perluasan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan melalui dua
gerbang penyebaran yaitu Cirebon dan Banten. Didua daerah itu dikuasai oleh seorang raja juga
seorang ulama yaitu Sunan Gunung Djati. Karena dua kekuasaan yang diperankannya yaitu
kekuasaan politik dan agama, dia mendapatkan gelar Ratu Pandita. Dibawah kepemimpinannya
dilakukan penyebaran agama Islam di Jawa Barat atau Tatar Sunda dari dua pusat kekuasaan
Islam yaitu Cirebon dan Banten. Menurut Hoesen Djajadiningrat (1913), setelah Sunan Gunung
Djati jadi penguasa Kerajaan Islam Cirebon, secara damai ia mengajarkan dan menyebarkan
agama Islam. Pada saat itu, beribu-ribu orang berdatangan kepada Sunan Gunung Djati untuk
berguru agama Islam. Pada awalnya kepala-kepala daerah di sekelilingnya mencoba menentang
gerakan itu. Tetapi mereka melihat tentangannya tidak berguna, mereka membiarkan diri mereka
sendiri terseret oleh gerakan tersebut. Para bupati seperti Galuh, Sukapura, dan Limbangan
menerima dan memelukagama Islam dan menghormati Sunan Gunung Djati. Para penguasa di
sekitar Cirebon menganggap bahwa Sunan Gunung Djati adalah sebagai peletak dasar bagi dinasti
sultan-sultan Cirebon. Dalam menjalankan pemerintahannya, Sunan Gunung Djati menggunakan
sistem desentralisasi. Adapun pola kekuasaannya Kerajaan Islam Cirebon menggunakan pola
Kerajaan Pesisir, di mana pelabuhan mempunyai peranan yang sangat penting dengan dukungan
wilayah pedalaman menjadi penunjang yang vital. Menyadari posisi Cirebon sebagai pusat
penyebaran agama Islam, pusat kekuasaan politik, serta pusat perekonomian yang sangat strategis,
maka Sunan Gunung Jati mempercepat pengembangan kota tersebut. Untuk hal itu, maka ia
menjalin hubungan dengan kerajaan Islam pesisir utara Jawa yaitu Kerajaan Islam Demak. Untuk
sarana politik, Sunan Gunung Jati memperluas bangunan Istana Pakungwati sebagai tempat pusat
kegiatan pemerintahan. Kemudian di bidang ekonomi, Sultan Cirebon selain memperluas jaringan
perdagangan, untuk mendukung kegiatan ekonomi dibuat jalan-jalan antara istana ke pelabuhan
Muara Jati dan pasar.
Setelah Cirebon berada dibawah kekuasaan kesultanan Islam yang dipimpin oleh Syarif
Hidayatullah atau Sayid Kamil, atau Syeikh Djati, atau Sunan Gunung Jati, maka kota tersebut
tumbuh menjadi pusat kekuatan politik Islam di Jawa Barat atau Tatar Sunda. Selain itu Cirebon
dibawah kekuasaan Syarif Hidayatullah selain sebagai pusat kekuasaan kesultanan Islam juga
merupakan pusat penyebaran agama Islam dan sekaligus sebagai pusat perdagangan yang menjadi
lintasan perdagangan internasional yaitu lintasan perdagangan jarak jauh (long dintance trade line)
yang 36 dikenal perdagangan Jalur Sutra. Dengan demikian, maka dalam waktu singkat dibawah
kekuasaan Sunan Gunung jati Cirebon tumbuh menjadi sebuah kota yang berkembang dari
sebelumnya. Struktur pemerintahan Kerajaan Islam Cirebon menurut Carita Purwaka Caruban
Nagari, terdiri dari Tumenggung sebagai pemimpin tertinggi, kemudian penasehat, dan pimpinan
tentara atau lasykar yaitu para Adipati, kemudian para pemimpin wilayah yang lazim disebut
dengan Ki Gedeng.Adapun program-program yang dijalankan dalam memipin pemerintahan di
Cirebon, menurut Sunarjo (1983) Sunan Gunung Djati adalah intensitas pengembangan agama
Islam ke segenap penjuru Tatar Sunda. Sedangkan di bidang ekonomi Sultan menekankan bidang
perdagangan terutama dengan nagari-nagari di wilayah Nusantara. Selain itu dikembangkan pula
hubungan perdagangan dengan negeri Campa, Malaka, Cina, India, dan Arab. Setelah
membangunan kekuatan-kekuatan ekonomi. Usaha dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Djati
sesuai tugasnya sebagai guru agama islam, yang kemudian menjadi anggota wali mula-mula
dilakukan di Gunung Sembung dengan memakai nama Sayyid Kamil. Atas bantuan Haji
Abdullah Iman alias Pangeran Cakrabuwana, Kuwu Caruban, Sunan Gunung Djati membuka
pondok dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitar dan namanya disebut Maulana
Jati atau Syeikh Jati. Tidak lama kemudian, datanglah Ki Dipati Keling beserta Sembilan puluh
delapan orang pengiringnya, menjadi pegikut Sunan Gunung Jati. Salah satu strategi dakwah
Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan, sekaligus memperluas hubungan dengan
tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah
dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat

C. Metode Dakwah Sunan Gunung Jati


1. Metode maw’izhatul hasanah wa mujadalah bilati hiya ahsan. Dasar metode ini merujuk pada
al-Quran surat An-Nahl ayat 125, yang artinya: “Seluruh manusia kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan
Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk”.
2. Metode Al-Hikmah sebagai sistem dan cara berda’wah para wali yang merupakan jalan
kebijaksanaan yang diselenggarakan secara populer, atraktif, dan sensasional. Cara ini mereka
pergunakan dalam menghadapi masyarakat awam. Dengan tata cara yang amat bijaksana,
masyarakat awam itu mereka hadapi secara masal, kadangkadang terlihat sensasional bahkan
ganjil dan unik sehingga menarik perhatian umum.
3. Metode Tadarruj atau Tarbiyatul Ummah, dipergunakan sebagai proses klasifikasi yang
disesuaikan dengan tahap pendidikan umat, agar ajaran Islam dengan mudah dimengerti oleh
umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat secara merata. Metode ini diperhatikan setiap
jenjang, tingkat, bakat. Materi dan kurikulumnya, tradisi ini masih tetap dipraktekan
dilingkungan pesantren.
4. Metode pembentukan dan penanaman kader serta penyebaran juru da’wah keberbagai daerah.
Tempat yang dituju ialah daerah yang sama sekali kosong dari pengaruh Islam.
5. Metode kerja sama, dalam hal ini diadakan pembagian tugas masing-masing para wali dalam
mengIslamkan masyarakat tanah Jawa. Misalnya Sunan Gunung Jati bertugas menciptakan
do’a mantra untuk pengobatan lahir batin, menciptakan hal-hal yang berkenaan dengan
pembukaan hutan, transmigrasi atau pembangunan masyarakat desa.
6. Metode musyawarah, para wali sering berjumpa dan bermusyawarah membicarakan berbagai
hal yang bertalian dengan tugas dan perjuangan mereka. Sementara dalam pemilihan wilayah
da’wahnya tidaklah sembarangan, dengan mempertimbangkan faktor geostrategi yang sesuai
dengan kondisi zamannya.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Syarif Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai Sunan Gunung Djati lahir dari
pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim dan Nyai Rara Santang. Sunan
Gunung Djati lahir sekitar tahun 1450 M di Mekkah ketika Sultan Syarifah Abdullah dan
Nyai Rara Santang sedang berziarah di Mekkah dan Madinah, namun ada juga yang
menyebutkan bahwa ia lahir pada sekitar 1448 M. Sultan Syarifah adalah raja dari
kerajaan Mesir,sedangkan Nyai Rara Santang merupakan putri Prabu Siliwangi.
Sejak kecil Sunan Gunung Djati tekun belajar agama. Selain dari orang tuanya, ia juga
belajar dari Syekh Kahfi, seorang muballigh asal Baghdad yang juga menjadi guru
pamannya, Pangeran Cakrabuana. Tak puas mendalami agama di pesantren Syekh Kahfi,
Sunan Gunung Djati pergi ke Timur Tengah. Sunan Gunung Djati mendalami ilmu agama
sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara.
Menyusul berdirinya Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia
mendirikan Kasultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati
Salah satu strategi dakwah Sunan Gunung Jati dalam memperkuat kedudukan,
sekaligus memperluas hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di Cirebon adalah
melalui pernikahan sebagaimana hal itu telah dicontohkan Nabi Muhammad Saw dan
para sahabat.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.historyofcirebon.id/2018/01/biografi-sunan-gunung-jati-lengkap.html
Dadan Wildan (2003), Melacak Metode Da’wah Wali Songo Di Tanah Jawa,

Anda mungkin juga menyukai