Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah peradaban Islam setelah masa pemerintahan khulafour-
rasidin Islam terbagi menjadi dinasti-dinasti yang terus berkembang pesat dan
membawa pengaruh kepada peradaban dunia. Di antara dinasti-dinasti tersebut
salah-satunya adalah  yang dikenal dengan nama Dinasti Mamluk. Dinasti
Mamluk sendiri merupakan dinasti pada masa keemasan Islam yang mampu
mempengaruhi peradaban dunia. Berangkat dari hal tersebut penulis mencoba
menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan Dinasti Mamluk sehingga menjadi
pengetahuan bagi kita semua guna mengambil pelajaran sejarah pada masa itu.
Di dalam sejarah peradaban Islam, tentang Dinasti Mamluk ini sangatlah
penting karena sejarahnya bermula di abad pertengahan. Kepentingan pembahasan
mengenai abad pertengahan ini (abad ke 7 hingga ke 11H / abad ke 13 hingga ke
17 M ) adalah karena era ini merupakan masa pembentukan salah satu sistem
politik dalam Islam. Terjadi juga di era ini penerapan pemikiran –pemikiran di
bidang sosial dan politik yang lahir sejak zaman dinasti-dinasti besar iaitu Bani
Umayyah dan Bani Abbas, dan kesultanan-kesultanan lainnya di dunia Islam
bahagian barat dan timur.
Kalau ada negeri islam yang selamat dari kehancuran akibat serangan-
serangan bangsa mongol, baik serangan Hulagu Khan maupun Timur Lenk, maka
negeri itu adalah mesir yang ketika itu berada di bawah kekuasaan mamalik.
Karena, negeri ini terhindar dari kehancuran, maka persambungan perkembangan
peradaban dengan masa klasik relatif terlihat dan beberapa prestasi yang pernah
dicapai pada masa klasik bertahan di Mesir. Walaupun demikian, kemajuan yang
pernah dicapai oleh dinasti ini, masih berada dibawah prestasi yang pernah
dicapai oleh umat islam pada masa klasik. Hal itu mungkin karena metode
berpikir tradisional sudah tertanam dengan sangat kuat sejak berkembangnya
aliran teologi Asy’ariyah, filsafat mendapat kecaman sejak pemikiran Al-Ghazali
mewarnai mayoritas pemikiran umat islam dan yang lebih penting adalah karena

1
Baghdad dengan fasilitas-fasilitas ilmiyahnya yang banyak memberi inspirasi ke
pusat-pusat peradaban islam, telah hancur.
Dinasti Mamluk Mesir memberikan sumbangan besar bagi peradaban
islam setelah mengalahkan kelompok Nasrani Eropa yang menyerang Syam
(Suriah). Selain itu, Dinasti Mamluk Mesir berhasil mengalahkan bangsa Mongol,
merebut dan mengislamkan kerjaan Nubia (Ethiopia), serta mengusai pulai
Cyprus dan Rhodos. Dinasti Mamluk Mesir berakhir setelah Al-Asyras Tuman
Bai, sultan terakhir, dihukum gantung oleh pasukan Ustmani Turki.1

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Sejarah Terbentuknya Dinasti Mamluk
2. Bagaimana yang di maksud dengan Mamluk Bahri
3. Bagaimana Pemerintahan Mamluk di Masa Baybar
4. Bagaimana Pemerintahan Qalawun
5. Bagaimana yang di maksud dengan Mamluk Burji
6. Bagaimana Kemajuan Yang Dicapai Oleh Dinasti Mamluk
7. Bagaimana Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Mamluk

1
. Abdul Syukur Al-Azizi. Peradaban Islam. Jakarta: Saufa,2014. Hlm 277.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Terbentuknya Dinasti Mamluk (648 H/1250 M-923 H/1517 M)
Kata Mamluk berarti budak dan hamba yang di beli dan di didik dengan
sengaja agar menjadi tentara dan pegawai pemerintahan. Seorang mamluk berasal
dari ibu-bapak yang merdeka (bukan budak atau hamba). Ini berbeda dengan abd
yang berarti hamba sahaya yang di lahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus
hamba dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah mamluk berkulit putih dan abd
yang berkulit hitam.
Dinasti Mamluk didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya adalah
orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayubi’yah sebagai budak,
kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok
tersendiri yang terpisah dari masyarakat, oleh penguasa Ayubi’yah yang terakhir,
Al-Malik Al-Shaleh, mereka dijadikan pengawal untuk menjamin kelangsungan
kekuasaannya. Pada masa penguasa, mereka mendapat hak-hak istimewa, baik
dalam ketentaraan maupun dalam imbalan-imbalan materiil. Di Mesir, mereka di
tempatkan di pulai Raudhah di sungai Nil untuk menjalani latihan militer dan
keagamaan, karena itulah mereka dikenal dengan Mamluk Bahri (laut). Saingan
mereka dalam ketentaraan pada masa itu adalah tentara yang berasal dari suku
kurdi.2
Pondasi kekuasaan Mamluk di letakkan oleh Syajar al-Durr, janda Al-
Malik Al-Shaleh3 dari Dinasti Ayubiyah yang tadinya merupakan seorang budak
dari Turki dan Armenia. Pada awalnya, dia adalah seorang pengurus rumah
tangga, dan salah satu harem Al-Mu’tashim. Kemudian ia mengabdi kepada al-
Shaleh, khalifah yang membebaskannya setelah ia melahirkan anak laki-laki.
Dikatakan bahwa berdasarkan pengetahuannya tentang kekuasaan tertinggi dari
mantan-mantan suami sekaligus tuannya, ia pernah mengirimkan catatan penting

2
. Dedi Supriyadi. Sejarah Perdaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, hlm. 236.

3
. Wafat pada tahun 1249 menurut Philip K Hitty.

3
kepada amir-amir dimesir yang berbunyi : “Jika engkau tidak punya orang untuk
mengatur, kabari kami, dan kami akan mengirimkannya untukmu”.4
Kepemimpinan Syajar Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan. Ia
kemudian kawin dengan seorang tokoh mamalik bernama Aybak dan
menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat berkuasa
di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh Syajar Al-Durr
dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak
mengangkat seorang keturunan penguasa Ayubi’yah bernama Musa sebagai
Sultan “Syar’I” (formal) di samping dirinya bertindak sebagai penguasa yang
sebenarnya. Namun, akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari
dinasti Ayubi’yah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.5
Sebagaimana di jelaskan sebelumnya, dinasti mamluk dibagi menjadi dua
periode berdasarkan daerah asalnya. Golongan pertama di sebut dengan Mamluk
Bahri, golongan pertama ini berasal dari kawasan Kipchak (Rusia Selatan),
Mongol dan Kurdi, tetapi kebanyakan dari budak/budak ini berasal dari Mongol
dan turki. Mereka di tempatkan dipulau Raudhoh di pinggiran sungai Nil.
Disinilah mereka menjalani pelatihan militer dan pelajaran keagamaan. Karena
penempatan inilah mereka dikenal dengan julukan Mamluk Bahri (budak laut/air).
Sementara itu, golongan yang kedua dinamakan Mamluk Burji. Para
budak ini berasal dari etnik Syracuse di wilayah Kaukakus. Golongan kedua inilah
yang berhasil bertahan untuk berkuasa pada Dinasti Mamluk. 6 Kelompok ini
dibentuk oleh Qallawun, raja mamluk bahri (1279-1290).7

4
. Philip K Hitty. History of The Arab. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Hlm, 860.

5
. Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2014. Hlm
124.

6
. Abdul Syukur Al-Azizi. Peradaban Islam. Jakarta: Saufa,2014. Hlm 278.

7
. Philip K Hitty. History of The Arab. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010. Hlm 862.

4
C. Mamluk Bahri (648-792 H/1250-1389 M)
Nama Mamluk Bahri dinisbatkan pada sebuah tempat yang di sediakan
oleh Sultan Malik Al-Shaleh Najmudin Ayyub kepada para budak, yang terletak
di sebuah pulai di tepi sungai nil, yaitu pulau Raudhah. Pulau ini dilengkapi
dengan senjata, pusat pendidikan, dan latihan militer, para mamluk ini dikenal
dengan sebutan Al-Mamalik al-Bahriyyah (para budak lautan).
Setelah Aybak resmi menjadi sultan pertama dinasti mamluk bahri. Ia
berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). setelah meninggal ia digantikan
putranya, Ali, yang masih berusia muda, Ali mengundurkan diri pada tahun 1259
M dan di gantikan oleh wakilnya Qutuz dan dia beri gelar Al-Malik Al-
Muzhaffar. Setelah Qutuz naik tahta, baybar yang semula mengasingkan diri ke
Syiria karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak, kembali ke Mesir. Pada
awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil
menduduki hampir seluruh dunia islam.
Orang-orang Tartar terbunuh dalam jumlah besar dan mereka lari
tunggang langgang. Kaum muslimin yang menang perang itu segera mengejar
mereka. Al-Muzhaffar segera mengirimkan kabar ke Damaskus tentang kemengan
yang mereka peroleh dengan gemilang dalam pertempuran tersebut.8 Kemenangan
ini membuat Mamluk manjadi tumpuan harapan umat islam di sekitarnya.
Kemudian penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan setia kepada penguasa
Mamluk.
Pada saat itu, pasukan Mongol sangat di takuti karena berhasil
mengalahkan Dinasti Abbasiyah dan beberapa kerajaan lainnya. Kemenangan
tentara Mamluk merupakan peristiwa besar dalam sejarah islam dan menjadi
kemengan pertama kaum Muslimin atas orang-orang Mongolia. Mereka berhasil
menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah di
kalahkan.
Pasukan Baybar juga berhasil menaklukkan daerah Nubia (Sudan) dan
sepanjang pantai Laut Merah. Tidak hanya itu, Baybar juga mampu

8
. Imam As-Syuyuti. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013. Hlm 556.

5
menghidupkan kembali kekhalifahan Abbasiyah di Mesir setelah Baghdad di
hancurkan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan. Selain itu,
Baybar meminta legalitas dari khalifah atas kekuasaannya untuk dapat simpati
rakyat Mesir sebagaimana Dinasti Ayyubiyah.9 Mamluk Burji tidak mengenal
konsep kekuasaan yang di wariskan, dan tidak menerapkan kebijakan nepotisme.
Tahta menjadi milik siapapun yang mampu meraihna, atau bisa mempengaruhi
para amir untuk memilih dirinya. Dalam beberapa kasus yang terjadi, para budak
lebih sering menggantikan kekuasaan ketimbang putra-putra sultan. Sejumlah
besar sultan mati mengenaskan selagi muda. Rata-rata masa pemerintahan seorang
sultan Mamluk tidak lebih dari enam tahun.10

C. Pemerintahan Mamluk di Masa Baybar


Baybar menjadi Mamluk agung yang pertama, penguasa dan pendiri sejati
kekuasaan mamluk. Kemenangan pertamanya ia dapatkan dalam peperangan
melawan Mongol di medan perang Ain Jalut, seperti yang di utarakan
sebelumnya, tetapi puncak ketenarannya didapatkan berkat perjuangannya yang
tanpa henti melawan Tentara Salib. Perlawanannya itulah yang menghancurkan
inti pertahanan pasukan Franka, dan memungkinkan terwujudnya kemenangan
terakhir yang diraih oleh para penerusnya, yaitu Qallawun dan Al-Asyraf.
Peristiwa paling spektakuler pada masa pemerintahan Baybar adalah
penobatan satu rangkaian baru dari kekhalifahan Abbasiyah yang menyandang
nama Abbasiyah dan diberi gelar Al-Mustanshir 11, tapi tidak memiliki kekuasaan
nyata. Sultan melakukan itu dengan tujuan untuk memberikan legistimasi atas
tahtanya, memberikan nuansa agung pada istananya dalam pandangan umat islam,
serta mengurangi intrik-intrik kelompok Ali, yang sejak masa Fathimiyyah
semakin muncul di Mesir.

9
. Abdul Syukur Al-Azizi. Peradaban Islam. Jakarta: Saufa,2014. Hlm 280.

10
. Philip K Hitty. History of The Arab. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010. Hlm 863.

11
. Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hlm 238.

6
Setelah Baybar meninggal dunia, pada hari kamis 17 Muharram 676 H di
Damskus, dan bisa dibilang dialah pendiri pertama Dinasti Mamluk Bahri, dengan
keberaniannya di dalam segala pertempurannya, kemudian roda kepemerintahan
di turunkan kepada anaknya Sya’id Muhammad Barakah Khan (676 H-678 H)
tetapi dikarenakan dia tidak bisa untuk memegang kendali kepemerintahan,
akhirnya memaksa dirinya untuk turun dari tahta kekuasaannya.12 setelah itu
pemerintahan dinasti Mamluk di pimpin oleh Bani Bibarisiyah. Sultan pertamanya
adalah Az-Zhahier Bibaris, namun tidak banyak kemajuan yang di capai di bawah
kekuasaan Bani Bibaris. Di antara sultan Bibarisiyah adalah Al-Mansur Qalawun
(678 H-689 H/1280M -1290 M) yang telah menyumbangkan jasanya dalam
pengembangan administasi pemerintah, perluasan hubungan luar negeri untuk
memperkuat posisi Mesir dan Syam di jalur perdagangan internasional. Sultan
Mamluk yang memiliki kejayaan dan prestasi lainnya dari garis Bani Bibaris
Qalawun adalah pengganti Qalawun, yaitu Nashir Muhammad (696 H/1296 M).13

D. Pemerintahan Qalawun (678 H-784 H/1279 M/1382 M)


Qalawun dengan gelarnya adalah al-Malik al-Mansur Safy al-Din. Pada
awalnya, seperti halnya Baybar, ia adalah seorang budak dari Turki, tepatnya dari
Qipchaq. Nama panggilannya yang lain adalah al-Alfi (seribuan) yang
menandakan harga jualnya yang mahal, yaitu seribu dinar. Qalawun
mengamankan tahta dengan menyingkirkan saingannya, Salamisy (1279) putra
Baybar yang berusia 7 tahun.
Tak lama setelah Qalawun naik tahta, Il-Khan Mongol dari persia mulai
mengancam wilayah kekuasaannya di Suriah. Di antara beberapa pemimpin
Mongol, Abaqa (1265-1281), putra Hulagu dan penerusnya, dan putra Arghun
(1284-1291), condong berpihak kepada kaum kristen, dan terlibat dalam negoisasi
dengan Paus, dan beberapa bangsawan Eropa lainnya yang mendesak
dilakukannya perang Salib baru dengan tujuan untuk menyingkirkan orang Mesir

12
. Muhammad Sahil Tuquz. Tarikh Islam Al-Wajiz. Beirut Lebanon: Dar An-Nafas.
Hlm 319.

13
. Abdul Syukur Al-Azizi. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Saufa, 2014. Hlm 283.

7
dari Suriah. Rencana itu tidak pernah terwujud dengan baik, angkatan perang
Abaqa walaupun di perkuat dengan tentara dari Armenia, Franka, dan Georgia
yang berjumlah besar, kalah dalam perang di Emessa (1280 M), tidak lama setelah
itu bangsa Mongol masuk islam.
Qalawun dianggap sebagai sultan yang istimewa di antara sultan-sultan
Mamluk lainnya. Ia merenovasi dalam sekala besar beberapa benteng pertahanan
meliputi Aleppo, Baklabak, dan Damaskus. Di Kairo ia membangun sebuah
rumah sakit, yang tersambung dengan satu masjid-sekolah, serta sebuah komplek
kuburan bangsawan yang besar dan indah. Satu-satunya penerus Qalawun dan
putranya yang sukses adalah al-Malik al-Asyraf Khalil (1290-1293 M). yang
kemudian menaklukkan Akka pada bulan Mei 1291 M, penaklukan ini membuka
jalan bagi jatuhnya beberapa pelabuhan yang masih dikuasai oleh bangsa
Franka.14
Akhirnya pembesar negara mengangkat adiknya, Muhammad bin Al-
Manshur. Muhammad sendiri saat itu baru berusia sembilan tahun. Akhirnya pada
bulan Muharram tahun 694 H, dia dicopot dari kursi kesultanan dan naiklah
Katubgha Al-Manshuri yang kemudian memakai gelar Al-Malik Al-Adil.15
Masa setelah Bani Qalawun, tampuk pemerintahan Mamluk di pimpin oleh
Mamluk keturunan Muhammad hingga 9 sultan. Kesembilan sultan itu hanyalah
simbol nama dan tidak berpengaruh terhadap masyarakat umum lainnya. Dalam
analisis Ahmad Al-Usairy, “mereka tidak memiliki daya dan upaya, pandangan
maupun kebijakan apapun”, sampai sultan terakhir dari Dinasti Mamluk yang
berasal dari Bani Sya’baniyah, Al-Shalih Hajj Asyraf bin Sya’ban sekitar tahun
791 H/1388 M, digulingkan oleh sultan Barquq yang menjadi cikal bakal sultan
pertama pada pemerintahan Mamluk Burji. Namun demikian, di antara peristiwa
penting pada masa ini terutama pasca-Qalawun, sebagaimana tulisan Ahmad Al-
Usairy adalah sebagai berikut:

14
. Philip K Hitty. History of The Arab. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010. Hlm 870.

15
. Asy-suyuthi. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013. Hal 564

8
1. Pada tahun 667 H/1268 M. al-Zahir Babiris mampu meluaskan
pengaruhnya ke Hijaz.
2. Antara tahun 660-690 H/1261-1291 M. orang-orang Mamluk
menggempur kaum Salibis dan berhasil mengambil kembali beberapa
kota di Syam yang masih berada ti tangan pihak luar.
3. Pada tahun 680 H/1281 M. Manshur Qalawun berhasil menghancurkan
pasukan Tartar dengan sangat telak.
4. Pada tahun 702 H/1312 M. An-Nashir Muhammad bin Qalawun berhasil
menaklukkan kepulauan Arwad dan mengusir orang-orang Salibis dari
sana.
5. Pada tahun yang sama pasukan Tartar juga dikalahkan dengan sangat
telak pada perang Syaqhat di dekat Damaskus (ikut dalam perang
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).

E. Mamluk Burji (792-923 H/1389-1217 M)


Kekuasaan Mamluk Burji dimulai setelah berhasil menggulingkan sultan
terakhir dari mamluk bahri, Shalih Hajj bin Asyraf Sya’ban, dan sebagai sultan
pertama adalah Barquq (784-801 H/1382-1399 M). jika Baybar berhasil mengusir
Hulagu Khan yang mau menyerang Mesir, maka Barquq berhasil menahan Timur
Lenk dengan tentaranya untuk tidak memasuki wilayah Mesir pada tahun 1517.
Sesungguhnya, tidak ada perbedaan yang mendasar pada pemerintahan mamluk
bahri dan mamluk burji, baik dari status sultan yang dimerdekakan ataupun dari
segi sistem pemerintahan.
Setelah sultan Barquq meninggal, pemerintahan Mamluk Burji dilanjutkan
oleh sultan Al-Nashir Faraj (801-808 H) putra sultan Barquq yang merupakan
cucu dari Jengis Khan yang telah masuk islam dan berkuasa di wilayah
Samarkand dan Khurasan. Di antara sekian banyak dari sultan-sultan Mamluk
Burji, hampi sebagian besar naik tahta pada usia muda. Hal ini manjadi salah satu
faktor melemahnya Dinasti Mamluk. Akibatnya, mereka selalu disibukkan dengan
gejolak dan pertentangan yang terjadi. Dana kesultanan lebih banyak dikeluarkan
untuk aksi-aksi militer, sementara pasukan semakin menipis sehingga pendidikan

9
kurang menjadi perhatian. Selain itu, tekanan dari luat wilayah mamluk pun
datang beruntun, karena Mamluk Burji tidak mengutamakan persatuan dan
banyak yang meminta bantuan luar. Sebagai contoh pada masa Sultan Asyraf
Qaitbay (872-901 H), terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para amir
mamluk di wilayah Syam dan Aleppo, dan gerakan pengacau keamanan di selatan
Mesir. Pada masa pemerintahan ini, terjadi penyerangan dari pasukan Turki
Ustmani terhadap wilayah mamluk yang merupakan cikal bakal permusuhan
antara Dinasti Mamluk dan tentara Turki Ustmani.
Sultan terakhir Mamluk Burji adalah Asyraf Tumanbai. Ia adalah seorang
pejuang yang gigih, namun pada saat itu ia tidak mendapatkan dukungan dari
golongan mamluk, sehingga ia harus menghadapi sendiri pasukan Turki Ustmani
yang telah berhasil menguasai Khalifah Abbasiyah, Al-Mutawakkil. Akhirnya,
Tumanbai ditangkap oleh pasukan Turki atas bantuan beberapa amir mamluk dan
kemudian di gantung di salah satu gerbang kora Kairo, Bab Al-Zuwailah pada
tahun 923 H/1517 M. Sejak saat itu berakhirlah masa pemerintahan Dinasti
Mamluk.

F. Kemajuan Yang Dicapai Oleh Dinasti Mamluk


1. Dalam Bidang Ekonomi
Dinasti Mamalik membuka hubungan dagang Perancis dan Italia melalui
perluasan jalur perdagangan yang sudah dirintis oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir
sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat kairo sebagai jalur perdagangan antar
Asia dan Eropa, menjadi lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur
perdagangan laut merah, laut tengah dengan eropa. Di samping itu, hasil pertanian
juga berhasil meningkat, keberhasilan dari bidang ekonomi ini di dukung oleh
pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi antarkota, baik laut maupun
darat.

2. Di Bidang Ilmu Pengetahuan

10
Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari
serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti Sejarah, Kedokteran, Astronomi, Matematika, dan Ilmu Agama. Dalam
ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn Taghribardi, dan
Ibn Khaldun. Di bidang Astronomi dikenal nama Nasir Al-Din Al-Tusi. Di bidang
Matematika Abu Al-Faraj Al-‘Ibry. Dalam bidang kedokteran Abu Al-Hasan ‘Ali
Al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia, Abd
Al-Mun’im Al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Al-Razi, perintis psikoterapi.
Dalam bidang opthalmologi dikenal nama Salah Al-Din Ibn Yusuf. Sedangkan,
dalam ilmu keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, seorang pemikir reformasi
dalam islam, Al-Syuyuthi yang mengusai banyak ilmu keagamaan. Ibn Hajar Al-
Asyqalani dalam ilmu hadist dan lain-lain.

G. Kemunduran dan Keruntuhan Dinasti Mamluk


Kehancuran pemerintahan Mamluk Bahri maupun Burji pada dasarnya
beasal dari internal sendiri. Meskipun faktor luar pun memberikan pengaruh
terhadap kehancuran Mamluk sebagai faktor eksternal. Sejak peralihan Mamluk
Bahri ke Mamluk Burji (1382) Dinasti Mamluk terus mengalami kemunduran,
karena para sultan dari Mamluk Burji tidak memiliki keterampilan manajerial
dalam mengendalikan negara, mereka hanya mahir dalam bidang militer.
Disamping itu gaya hidup yang tinggi diperlihatkan oleh sultan Nashir
selama ia memerintah. Hal itu dilakukan karena ia menjabat sultan sebanyak tiga
kali. Misalnya, ketika Nashir mengadakan pesta perkawinan anaknya. Ia
menyajikan 18.000 irisan roti, menyembelin 20.000 ekor ternak, dan menyalakan
3.000 batang lilin untuk menerangi istananya. Selain itu, Nashit senang
mengeluarkan uang untuk kesenangan pribadinya, yakni olahraga berkuda.
1. Faktor internal
Sebagaimana temuan Ibn-Al-Taghri Birdi yang dikutip Philip K Hitty,
menjelaskan bahwa : “ faktor kehancuran Mamluk Burji tampak terlihat dari para
sultan dan pegawainya yang berperilaku buruk, seperti tipu daya, pembunuhan,
dan pembantaian. Sebagian sultan melakukan tindakan kejam, curang, dan

11
sebagian lain tidak efisien atau bahkan bermoral bejat dan kebanyakan dari
mereka tidak beradab. Sultan Al-Mu’ayyan (1412-1421 M), seorang pemabuk
yang dibeli Barquq dari penjual budak Sirkasius, melakukan berbagai tindakan
keji yang melampui batas” begitu pula dalam tulisan Asy-Syuyuthi, bahwa : “
Hanya Sultan Barquq dari begitu banyak sultan yang mempunyai ayah seorang
muslim”.
Kondisi tersebut semakin diperparah dengan semakin maraknya praktik
korupsi. Korupsi dan monopoli ekonomi dilakukan oleh para sultan yang
mengelola pembangunan. Misalnya, yang dilakukan oleh sultan Barsibai, sebelum
harga naik,ia memonopoli persedian rempah yang ada, kemudian menjualnya
dengan harga yang sangat tinggi. Ia juga memonopoli produksi gula, dan
melangkah lebih jauh dengan melarang tanaman tebu selama satu periode dengan
tujuan mendapatkan keuntungan yang sangat besar.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menyebabkan keruntuhan Dinasti Mamluk adalah
karena para penguasa Mamluk Burji sangat tidak peduli dengan urusan luar
negerinya, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengurusi
persoalan domistik. Akibatnya, mereka tidak mampu menghadapi tekanan dan
serangan dari musuh-musuh lama mereka, seperti tentara Mongol yang
berkeinginan merebut kembali kekuasaan Dinasti Mamluk.16
Dalam tulisan Ahmad Al-Usairy dipaparkan detik-detik berakhirnya
Mamluk Burji sebagai berikut :
Pasukan Ustmani di bawah pimpinan Sultan Salim, mengalahkan
pemerintahan Al-Saffariah pada perang Jaladiran yang sangat terkenal pada tahun
920 H/1514 M. mereka berhasil memasuki ibu kotanya Tibriz. Dengan demikian,
Irak kini berhasil masuk dibawah kekuasaan Ustmani. Setelah itu, mereka berhasil
pula mengalahkan pemerintahan Mamluk di negeri Syam pada perang Marj Dabiq
di Halb. Sultan Qanshuh Al-Ghawri dibunuh dalam perang ini pada tahun 922 H,
kemudian Sultan Salim melanjutkan serangannya ke Mesir dan berhasil menang

16
. Abdul Syukur Al-Azizi. Peradaban Islam. Jakarta: Saufa, 2014. Hlm 287

12
atas orang-orang Mamluk pada perang Raydaniyah di Kairo. Pada perang ini,
Sultan Thumanbai terbunuh, dengan terbunuhnya sultan terakhir Burji, maka
berakhir pulalah pemerintahan Mamluk. Khalifah Abbasiyah terakhir, Al-
Mutawakkil ‘Ala Allah, turun tahta dan menyerahkan kekuasaannya kepada sultan
Salim, terjadi pada tahun 923 H/1517 M.Kairo yang sebelumnya menjadi ibu kota
kerajaan, kemudian menjadi kota provinsi dari kesultanan Turki Ustmani.17

BAB III
PENUTUP

17
. Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hlm 247

13
A. KESIMPULAN
Dari paparan di atas dapat kita simpulkan bahwa latar belakang atau asal-
usul Dinasti Mamluk adalah berasal dari para budak yang ditawan oleh penguasa
Ayyubiyah yang dipimpin oleh Al-Malik Al-Salih, kemudian mereka dididik dan
dilatih menjadi pasukan meliter yang tangguh oleh Al-Malik Al-Salih serta
dijadikan pengawal untuk kelangsungan kekuasaannya. Ketika Al-Malik Al-Salih
meninggal pada tahun 1249 M, anaknya Turansyah, naik tahta sebagai
Sultan.Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada
tentara asal Kurdi daripada mereka.Pada tahun 1250 M, Mamalik di bawah
pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah. Istri Al-Malik Al-
Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik
berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan
Mamalik. Kepemimpinan Syajarah Al-Durr berlangsung sekitar tiga bulan.Ia
kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama Aybak dan
menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap terus dapat
berkuasa dibelakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh
Syajarah Al-Durr dengan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan.
Kemajuan yang dicapai oleh dinasti Mamluk diantaranya : bidang pemerintahan,
ekonomi, ilmu pengetahuan, ketentaraan, budaya politik dan layanan pos, yang
mana masing-masing bidang tersebut sangat berperan penting untuk kelangsungan
kekuasaan dinasti Mamluk. Semuanya saling memiliki keterkaitan dalam bidang
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

14
Abdul Syukur Al-Azizi. Peradaban Islam. Jakarta: Saufa,2014.

Dedi Supriyadi. Sejarah Perdaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.

Philip K Hitty. History of The Arab. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2014.

Imam As-Syuyuti. Tarikh Khulafa. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2013.

Muhammad Sahil Tuquz. Tarikh Islam Al-Wajiz. Beirut Lebanon: Dar An-Nafas.

15

Anda mungkin juga menyukai